FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Polemik terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 menjadi sorotan tajam sejumlah pihak.
Mantan anggota Badan Intelijen Negara (BIN), Kolonel Infanteri (Purn) Sri Rajasa Chandra, secara terbuka mengkritik kebijakan Polri yang dinilainya bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/2025.
Sri Rajasa menegaskan bahwa Perpol No.10/2025 tidak bisa dipandang sebagai persoalan administratif semata. Ia menyebut aturan itu sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap konstitusi.
“Ini bukan sekadar pembangkangan. Ini pengkhianatan terhadap konstitusi. Mengkhianati putusan MK sama saja mengkhianati Undang-Undang Dasar 1945,” ujarnya dalam podcast Abraham Samad Speak Up, dikutip pada Sabtu (20/12).
Menurutnya, putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga tidak boleh dilangkahi oleh peraturan di bawahnya. Ia mempertanyakan keberanian Polri menerbitkan aturan yang justru memberi ruang bagi anggota aktif menempati jabatan sipil.
“Kalau putusan MK itu final, lalu dilawan dengan Perpol, berarti ini perlawanan terhadap hukum,” kata Sri Rajasa.
Dalam dialog bersama Abraham Samad, Sri Rajasa juga menyinggung posisi Presiden dalam polemik ini. Ia meyakini Kapolri tidak mungkin mengambil keputusan strategis tanpa sepengetahuan Presiden.
“Enggak mungkin Kapolri jalan sendiri. Kalau ini diumumkan, berarti sudah mendapatkan persetujuan Presiden,” tegasnya.
Ia merujuk pada ketentuan bahwa kebijakan Kapolri yang berdampak luas dan memiliki implikasi politik harus mendapatkan persetujuan Presiden. Namun hingga kini, belum terlihat sikap tegas dari Presiden terkait polemik tersebut.









