Category: Detik.com Tekno

  • Mungkin Begini Neanderthal dan Denisova Jika Hidup di Zaman Sekarang

    Mungkin Begini Neanderthal dan Denisova Jika Hidup di Zaman Sekarang

    Jakarta

    Selama 40 ribu tahun terakhir, Homo sapiens menjadi satu-satunya spesies manusia yang berjalan di Bumi. Nenek moyang kita punah ribuan tahun lalu, tidak meninggalkan apa pun kecuali fosil, beberapa artefak yang tersebar, dan jejak yang masih tertinggal dalam DNA kita. Namun bagaimana jika mereka tidak punah dan hidup di zaman sekarang?

    Menggunakan AI ChatGPT, Mail Online mencoba menerjemahkan wujud Neanderthal dan Denisova berdasarkan penjelasan ciri-cirinya menurut para ahli.

    Dr. April Nowell, seorang arkeolog paleolitik dari Victoria University menyebutkan, Neanderthal dan Denisova merupakan kerabat manusia purba terdekat kita. Manusia Neanderthal muncul sekitar 400.000 tahun lalu, saat mereka merupakan cabang dari nenek moyang kita. Sementara itu, Denisova adalah spesies manusia purba yang jauh lebih sulit dipahami yang terpisah dari garis evolusi Neanderthal sekitar 430 ribu tahun yang lalu.

    Jika mereka tetap sebagai spesies terpisah dan tidak punah, Neanderthal dan Denisova mungkin akan terlihat sama seperti di masa lalu.

    Wujud Neanderthal

    “Dari catatan fosil yang melimpah, kita tahu bahwa Neanderthal sedikit lebih pendek dari kita secara rata-rata, dengan kaki yang lebih pendek dan pinggul yang lebih lebar. Neanderthal sangat berotot dan kekar, dengan tubuh besar dan kepala yang lebih besar lagi,” papar Nowell, dikutip dari Mail Online.

    Tengkoraknya menunjukkan bahwa mereka memiliki ruang untuk otak yang lebih besar daripada manusia modern dan dibedakan dengan tonjolan alis yang besar dan dahi yang kecil. Meskipun demikian, para ahli mengatakan mereka masih dapat dikenali dengan jelas sebagai sesama manusia.

    “Kami tidak mengetahui adanya ciri fisiologis yang membuat Neanderthal berbeda, yaitu ciri-ciri yang tidak tumpang tindih. Hampir setiap ciri fisik pada Neanderthal memiliki variasi yang sama dengan ciri fisik kita saat ini, setidaknya sampai batas tertentu,” kata Profesor John Hawks, seorang antropolog dari Wisconsin-Madison University.

    Artinya, mereka tidak akan terlihat seperti manusia gua yang besar dan lamban, tetapi seperti variasi manusia yang sedikit berbeda.

    Foto: ChatGPT via Mail OnlineWujud Denisova

    Sementara itu, Denisova sedikit lebih misterius. Baru pada bulan ini para ilmuwan mengidentifikasi tengkorak Denisova yang pertama, dan selain itu, hanya ada sedikit fragmen tulang yang dapat dijadikan dasar perkiraan wujudnya.

    Berdasarkan tengkorak yang baru diidentifikasi, para ahli meyakini bahwa Denisova memiliki wajah lebar dengan pipi tebal dan datar, mulut lebar, dan hidung besar.

    Tulang-tulang ini juga menunjukkan bahwa Denisova merupakan manusia yang luar biasa besar dan berotot, jauh lebih kuat daripada Homo sapiens yang lebih ramping.

    Tidak terlalu berbeda

    Akan tetapi, para ahli mengatakan bahwa Homo sapiens, Denisova, dan Neanderthal mungkin tidak terlalu berbeda dalam jangka waktu lama.

    Spesies manusia ini banyak melakukan perkawinan silang selama periode yang tumpang tindih, dan banyak manusia modern membawa setidaknya beberapa DNA Neanderthal dan Denisova. Jika spesies ini tidak punah, mereka mungkin terus kawin silang dan mencampurkan gen kita.

    “Dalam satu hal, mereka tidak pernah punah. Kita menyatu. Mungkin jumlah DNA Neanderthal dan Denisova yang relatif rendah pada manusia masa kini mencerminkan fakta bahwa manusia modern (Homo sapiens) lebih banyak jumlahnya,” kata Dr Hugo Zeberg, seorang pakar aliran gen dari Neanderthal dan Denisova ke manusia modern dari Karolinska Institutet di Swedia.

    “Tetapi dengan lebih banyak peluang pertemuan, kita mungkin memiliki lebih banyak DNA kuno yang ada dalam kumpulan gen manusia modern,” jelasnya.

    Peneliti masih mempelajari bagaimana gen purba memengaruhi manusia modern, jadi sulit mengatakan efek apa yang mungkin ditimbulkan oleh pencampuran ini.

    Namun Dr. Zeberg menunjukkan bahwa gen Denisova bertanggung jawab atas adaptasi dataran tinggi bagi orang Tibet dan beberapa pengaruh bentuk bibir pada populasi Amerika Latin.

    Demikian pula, hibrida Neanderthal dan Homo Sapiens kemungkinan besar memiliki campuran ciri-ciri kedua spesies seperti kepala yang lebih besar, anggota tubuh yang lebih panjang, dan pinggul yang lebih sempit.

    Seiring berjalannya waktu, sejumlah ilmuwan meyakini Denisova, Neanderthal, dan Homo Sapiens mungkin telah bergabung menjadi satu spesies manusia dengan campuran semua ciri.

    “Saya pikir mustahil bagi Denisova dan Neanderthal untuk mempertahankan isolasi genetik yang cukup untuk tetap menjadi populasi yang terpisah,” kata Dr Bence Viola, seorang paleoantropolog di Toronto University.

    “Kita tahu bahwa mereka kawin silang dengan manusia modern setiap kali mereka bersentuhan, jadi semakin banyak kontak yang terjadi, semakin banyak pula percampuran yang terjadi. Jadi, di kemudian hari mereka menjadi bagian dari kita,” jelasnya.

    Foto: ChatGPT via Mail OnlineJika Mereka Tidak Punah

    Jika Neanderthal dan Denisova tidak punah ribuan tahun lalu, dunia mungkin akan sangat berbeda. Dari bukti yang kita miliki mengenai spesies purba ini, kita tahu bahwa mereka hidup dalam komunitas yang jauh lebih kecil dan memiliki dampak yang jauh lebih terbatas terhadap daratan.

    Faktanya, Dr. Zeberg menunjukkan bahwa manusia modern tampaknya unik dalam cara kita memodifikasi dunia di sekitar kita melalui pertanian dan kota-kota besar.

    Salah satu konsekuensi anehnya adalah bahwa dunia tempat Homo sapiens tidak dominan mungkin berarti dunia yang tidak ada hewan peliharaan.

    Pasalnya, tidak ada bukti bahwa Neanderthal dan Denisova berusaha memelihara hubungan dengan hewan melalui domestikasi. Itu berarti, di dunia yang sekarang mungkin tidak akan kucing, anjing, kuda, atau bahkan spesies pertanian modern seperti sapi dan domba.

    Namun, karena lebih banyak gen anti-sosial yang dimilikinya, manusia mungkin juga bakal terhindar dari beberapa kecenderungannya yang lebih merusak.

    “Jika Neanderthal adalah yang bertahan hidup, kita mungkin tidak akan mengalami masalah seperti yang kita alami dengan perubahan iklim, karena kecenderungan mereka untuk lebih terisolasi dalam kelompok masing-masing mungkin telah membatasi bagaimana teknologi menyebar dan digunakan, dan seberapa besar lingkungan dieksploitasi,” kata Dr. Zeberg.

    (rns/fay)

  • Fenomena Buck Moon 10 Juli, Bukan Purnama Sembarangan!

    Fenomena Buck Moon 10 Juli, Bukan Purnama Sembarangan!

    Jakarta

    Jika langit cerah, purnama akan menampakkan diri pada 10 Juli. Purnama yang di dunia Barat disebut sebagai Buck Moon ini punya sejumlah keistimewaan.

    Dikutip dari The Daily Galaxy, Selasa (8/7/2025) purnama ini menjadi titik fokus minat ilmiah, karena fenomena Bulan seperti ini dikaitkan dengan berbagai siklus alam dan kosmik. Selain itu, fenomena purnama kali ini juga menjadi kesempatan yang pas untuk melihat efek optik aneh ilusi Bulan.

    Penelitian menunjukkan bahwa purnama seperti Buck Moon memainkan peran penting dalam memahami ritme musiman dan dampak fase Bulan pada kehidupan di Bumi.

    Apa Itu Buck Moon

    Buck Moon adalah sebutan di dunia Barat untuk purnama yang muncul di bulan Juli. Secara tradisional, penamaan ini dikaitkan dengan musim munculnya pertumbuhan tanduk pada rusa jantan.

    Fenomena ini menandai puncak musim panas, ketika rusa jantan muda mulai menumbuhkan tanduk baru mereka. Istilah ini dipopulerkan pada 1930-an oleh Maine Farmer’s Almanac, yang memperkenalkan berbagai nama purnama berdasarkan musim yang sedang terjadi di alam.

    Nama ‘Buck Moon’ adalah salah satu dari beberapa penamaan yang mencerminkan ritme alam. Selain Buck Moon, ada juga yang menyebutnya ‘Thunder Moon’ karena seringnya badai musim panas terjadi di bulan Juli, atau ‘Hay Moon’ yang dikaitkan dengan musim panen jerami.

    Dalam budaya lain, purnama di bulan Juli menjadi waktu refleksi pada siklus alam, dengan pertumbuhan tanduk rusa yang melambangkan kekuatan, ketahanan, dan berlalunya waktu.

    Waktu Kemunculan Buck Moon

    Purnama di bulan Juli akan terbit tepat setelah pukul 21.00 UTC pada 10 Juli atau 04.00 pagi WIB (05.00 WITA/06.00 WIT) tanggal 11 Juli 2025. Jika langit tidak mendung, para pengamat bisa melihat tampilan yang hidup saat Bulan terbit tepat di atas cakrawala, dengan rona emas besar. Inilah efek optik aneh yang disebut ‘ilusi Bulan.’

    Efek ini membuat Bulan tampak lebih besar saat berada di dekat cakrawala dibandingkan saat lebih tinggi di langit. Untuk pengalaman terbaik, disarankan untuk menemukan tempat yang jauh dari lampu kota dan polusi cahaya. Pastikan untuk memeriksa cuaca setempat untuk langit yang paling cerah.

    Keajaiban Langit Lainnya

    Selain Buck Moon yang spektakuler, para penggemar fenomena langit juga berkesempatan untuk mengamati keajaiban langit lainnya. Pada pagi hari setelah purnama, Venus dan Saturnus akan terlihat di langit sebelum fajar.

    Venus akan bersinar terang di timur, sementara Saturnus akan terlihat di tenggara, menawarkan tampilan kosmik yang melengkapi kecemerlangan Bulan. Penampakan planet-planet ini mengingatkan kita pada gerakan dan aktivitas konstan dalam Tata Surya kita, memberikan kesempatan yang sempurna untuk merenungkan keterkaitan benda-benda langit.

    Bagi yang cukup beruntung untuk menyaksikannya pada dini hari tanggal 11 Juli 2025, kesejajaran planet-planet ini dengan Buck Moon akan menciptakan pemandangan astronomi yang menakjubkan.

    (rns/fay)

  • Perbandingan Hewan Punah dengan Kerabatnya yang Masih Hidup di Bumi

    Perbandingan Hewan Punah dengan Kerabatnya yang Masih Hidup di Bumi

    Perbandingan Hewan Punah dengan Kerabatnya yang Masih Hidup di Bumi

  • HP Android Bisa Diubah Jadi CCTV Rumah, Begini Caranya

    HP Android Bisa Diubah Jadi CCTV Rumah, Begini Caranya

    Jakarta

    Smartphone lama Anda tak terpakai? Smartphone itu dapat dengan mudah diubah menjadi kamera keamanan dalam ruangan atau CCTV hanya dengan beberapa langkah cepat. Yang diperlukan hanyalah HP yang berfungsi, aplikasi yang kompatibel, dan dudukan untuk meletakkannya. Dikutip detikINET dari Cnet, berikut caranya.

    Pertama, pilih aplikasi kamera keamanan atau CCTV. Sebagian besar aplikasi menawarkan fitur yang sama, seperti streaming, perekaman dan penyimpanan, serta deteksi dan peringatan gerakan. Setelah pengaturan selesai, Anda dapat memantau dan mengendalikan kamera keamanan dari mana saja, langsung dari ponsel baru Anda.

    Salah satu opsinya adalah Alfred. Aplikasi ini lintas platform, bisa dipakai Android atau iPhone. Begitu pula dengan ponsel baru Anda, Alfred gratis digunakan. Untuk fitur tambahan seperti tampilan dan perekaman resolusi lebih tinggi, zoom, penghapusan iklan, dan penyimpanan cloud 30 hari, dapat dipilih Alfred Premium. Ini panduannya:

    Unduh Alfred (Android, iOS) di ponsel lama dan baru. Anda juga dapat mengunduh Alfred ke tablet atau PC. Pastikan aplikasi ada di kedua perangkat.Di ponsel baru, geser ke bagian pendahuluan dan ketuk Mulai. Pilih Penampil dan ketuk Berikutnya.Setelah masuk ke halaman masuk, klik Masuk dengan Google (diperlukan akun Google) dan masuk dengan kredensial akun Google.Pada ponsel lama, ulangi langkah yang sama, tapi alih-alih memilih Penampil, pilih Kamera. Pastikan untuk masuk ke akun Google yang sama.

    Setelah kedua ponsel masuk ke Alfred, pengaturan sudah selesai. Alfred menyederhanakan opsi kamera untuk menyertakan hanya beberapa pengaturan.

    Di ponsel baru, Anda dapat mengubah beberapa pengaturan seperti menyalakan atau mematikan notifikasi, menyetel nama kamera atau pemirsa, menambahkan orang lain, menghapus kamera, memeriksa berapa kali kamera terputus, menyetel sensitivitas deteksi gerakan, dan mengaktifkan filter cahaya redup.

    Aplikasi lain yang dapat membuat smartphone lama menjadi CCTV misalnya:

    Faceter: Faceter adalah aplikasi pengawasan yang menawarkan pengaturan cepat dan penyimpanan cloud untuk ponsel Apple dan Android.Epoccam: EpocCam adalah aplikasi kamera yang sangat cepat yang dibuat untuk kreator konten tapi dapat melayani berbagai macam tujuan. Saat ini hanya dibuat untuk iPhone.iVCam dari E2ESoft: iVCam adalah solusi kamera sumber terbuka yang cocok bagi mereka yang benar-benar ingin mengutak-atik pengaturan dan menyesuaikannya, meskipun seperti EpocCam, fokusnya lebih pada aktivitas terkait dengan kamera daripada keamanan.

    Kemudian tentu Anda perlu memposisikan kamera. Anda mungkin ingin memfokuskannya pada titik masuk rumah, halaman belakang, tempat menyimpan barang berharga, atau titik rentan. Jika memiliki beberapa ponsel lama, Anda dapat menyiapkan beberapa untuk cakupan video yang luas.

    Untuk memasang atau memposisikan kamera, tripod kecil atau dudukan hisap dapat dipakai untuk memposisikan kamera di tempat tidak mencolok. Untuk memperluas bidang pandang, pertimbangkan membeli lensa sudut lebar.

    Streaming video sangat boros daya dan ponsel akan menyala 24/7. Maka Anda harus memposisikannya dekat dengan sumber daya. Sekarang, Anda telah membuat rumah lebih aman hemat biaya.

    (fyk/fay)

  • Kacau, Mark Zuckerberg Bajak Pentolan AI Apple

    Kacau, Mark Zuckerberg Bajak Pentolan AI Apple

    Jakarta

    Meta dikabarkan merekrut bos yang memimpin pengembangan model AI Apple. Di bawah komando Mark Zuckerberg, Meta memang tengah agresif merekrut para bakat AI papan atas dengan iming-iming pendapatan yang melimpah

    Menurut Bloomberg, Head of AI model Apple, Ruoming Pang, meninggalkan perusahaan untuk bekerja di Meta. Pang sebelumnya memimpin tim internal Apple yang melatih model dasar AI yang mendukung Apple Intelligence dan fitur AI pada perangkat lainnya.

    Model AI Apple belum benar-benar sukses besar dan kurang mampu bersaing dibanding teknologi AI yang ditawarkan OpenAI, Anthropic, dan bahkan Meta. Apple pun dilaporkan mempertimbangkan untuk memanfaatkan model AI pihak ketiga untuk mendukung pemutakhiran Siri.

    Sumber mengatakan ke Bloomberg bahwa kepergian Pang mungkin merupakan yang pertama dari banyak kemungkinan kepergian karyawan lain di unit AI Apple yang bermasalah.

    Dikutip detikINET dari Tech Crunch, Pang dipandang dapat membawa keahlian dalam merancang model AI pada perangkat kecil ke Meta, bergabung dengan serangkaian talenta yang telah diburu Zuckerberg dalam beberapa bulan terakhir, termasuk para pentolan Google DeepMind, OpenAI, dan Safe Superintelligence.

    Zuckerberg belum lama ini membentuk tim super untuk memuluskan ambisi membuat AI tak tertandingi. Zuck memberitahu karyawan bahwa Meta Superintelligence Labs yang baru dibentuk dinakhodai mantan CEO Scale AI Alexandr Wang. Wang yang berusia 28 tahun, gabung dengan Meta usai Zuckerberg menghabiskan hampir USD 15 miliar untuk 49% saham startup itu.

    “Seiring dengan percepatan kemajuan AI, pengembangan kecerdasan super mulai terlihat,” kata Zuckerberg dalam pesan internal kepada karyawan yang pertama kali diperoleh Bloomberg.

    Zuckerberg mengatakan Wang, yang akan menjabat sebagai Chief AI Officer, adalah pendiri startup paling mengesankan di generasinya. Wang akan bekerja erat dengan mantan CEO GitHub Nat Friedman, yang akan mengawasi produk AI dan penelitian terapan.

    (fyk/rns)

  • BMKG Ungkap Penyebab Anomali Hujan Ekstrem Padahal Musim Kemarau

    BMKG Ungkap Penyebab Anomali Hujan Ekstrem Padahal Musim Kemarau

    Jakarta

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa dinamika atmosfer yang tidak lazim telah menyebabkan mundurnya musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia, sekaligus meningkatkan potensi cuaca ekstrem dalam beberapa pekan terakhir.

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa hingga akhir Juni 2025, baru sekitar 30% wilayah Zona Musim yang mengalami peralihan ke musim kemarau.

    “Padahal secara klimatologis, pada waktu yang sama, biasanya sekitar 64% wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau,” ungkap Dwikorita, dikutip dari situs BMKG.

    Kemunduran musim kemarau tahun ini, lanjutnya, merupakan dampak dari lemahnya Monsun Australia dan tingginya suhu muka laut di selatan Indonesia. Kedua faktor ini menyebabkan tingginya kelembapan udara yang memicu terbentuknya awan hujan, bahkan di tengah periode yang seharusnya kering.

    Kondisi ini diperburuk oleh berbagai fenomena atmosfer seperti aktifnya Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuator (Kelvin dan Rossby Equator) yang mendukung pembentukan awan konvektif dan memperbesar potensi hujan lebat.

    “Kendati ENSO dan IOD berada dalam fase netral dan diperkirakan akan tetap netral hingga akhir tahun, curah hujan di atas normal masih terus terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia sejak Mei dan diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2025,” paparnya.

    Membentuk Hujan Ekstrem

    Dampak dari kondisi ini, sudah mulai terasa dalam bentuk hujan ekstrem yang terjadi di berbagai daerah, terutama pada 5 dan 6 Juli lalu. Hujan dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari tercatat di Bogor, Mataram, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai, serta sejumlah wilayah di Jabodetabek, menyebabkan banjir, longsor, pohon tumbang, dan gangguan aktivitas masyarakat.

    “BMKG telah memberikan peringatan dini cuaca mingguan dan diupdate secara berkala 3 hingga 6 jam sebelum kejadian berlangsung. Peringatan dini tersebut disebarluaskan melalui aplikasi InfoBMKG, media sosial, WhatsApp Group, dan kanal komunikasi lainnya,” kata Dwikorita.

    BMKG juga terus berkoordinasi dengan BNPB, BPBD, operator transportasi, serta instansi teknis lainnya guna mengantisipasi risiko lanjutan.

    Fenomena cuaca ekstrem yang terus terjadi ini menunjukkan bahwa dinamika atmosfer masih sangat aktif meskipun Indonesia telah memasuki periode kemarau. Berdasarkan hasil analisis terkini, wilayah yang berpotensi mengalami hujan lebat dalam sepekan ke depan meliputi Jawa bagian barat dan tengah (termasuk Jabodetabek), Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Maluku bagian tengah, dan Papua bagian tengah dan utara.

    “Potensi hujan ini diperkirakan akan bergeser ke wilayah tengah dan timur Indonesia pada periode 10 hingga 12 Juli 2025,” imbuhnya.

    BMKG mengimbau masyarakat untuk terus memantau informasi cuaca terkini dan memperhatikan peringatan dini guna menghindari dampak yang lebih besar dari bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dan gangguan transportasi.

    “Kami mengajak seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk tidak lengah dan selalu waspada terhadap perkembangan cuaca, karena dinamika atmosfer yang terjadi saat ini masih cukup kompleks,” tutup Dwikorita.

    (rns/rns)

  • Kemkomdigi Minta Tambahan Anggaran Rp 12,6 T di 2026

    Kemkomdigi Minta Tambahan Anggaran Rp 12,6 T di 2026

    Kementerian Komunikasi dan Digital RI (Kemkomdigi) usulkan tambahan anggaran sebesar Rp 12,6 T untuk tahun 2026.

    Anggaran tersebut akan berfokus pada pelaksanaan 4 program prioritas, termasuk mendorong akses internet Papua, Pusat Data Nasional serta teknologi kecerdasan buatan (AI)

    Klik di sini untuk melihat video 20Detik lainnya!

  • Spesies Ular Baru Ditemukan di Papua Nugini, Matanya Hitam Besar

    Spesies Ular Baru Ditemukan di Papua Nugini, Matanya Hitam Besar

    Jakarta

    Di ekosistem Papua Nugini yang padat dan semarak, tersimpan dunia penuh keajaiban yang belum ditemukan. Salah satu penemuan tersebut muncul dari Pulau Misima yang terpencil, tempat spesies ular baru teridentifikasi.

    Penemuan ini menyoroti keanekaragaman hayati pulau yang luar biasa dan menimbulkan pertanyaan tentang kompleksitas ekologis wilayah yang kurang dikenal ini.

    Ular pohon atra, spesies yang baru ditemukan tersebut, memiliki nama ilmiah Dendrelaphis atra. Ia berbeda dari anggota genus Dendrelaphis lainnya karena punya karakteristik fisik dan perilaku yang unik.

    Hewan ini berkulit hitam legam dan licin, serta memiliki mata hitam yang besar dan menonjol. Menurut Fred Kraus, peneliti yang menemukan ular ini, spesies tersebut mengalami transformasi warna yang luar biasa saat ia dewasa.

    Ular muda memiliki rona abu-abu kecokelatan, lalu secara bertahap akan berubah menjadi hitam pekat seiring bertambahnya usia. Perubahan warna ini bukan hanya penampakan visual, tetapi sekaligus menjadi sifat yang menentukan, yang membedakan atra dari kerabatnya.

    Ular-ular yang menarik ini telah ditemukan di berbagai habitat di Pulau Misima, dari kebun desa hingga pegunungan hutan hujan, dan bahkan di lingkungan yang telah diubah manusia seperti lokasi pertambangan. Meskipun keberadaan mereka relatif luas, masih banyak yang harus dipelajari tentang perilaku dan peran ekologis mereka.

    Keanekaragaman Hayati di Pulau Misima

    Pulau Misima merupakan bagian dari Provinsi Teluk Milne, sebuah wilayah yang terkenal akan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa. Sebagai bagian dari Papua Nugini, yang menampung lebih dari 5% dari total spesies di dunia, Teluk Milne merupakan pusat keanekaragaman hayati, khususnya bagi reptil dan amfibi. Penemuan Dendrelaphis atra menambah lapisan lain pada jalinan ekologi wilayah tersebut.

    Penelitian Kraus tak hanya tentang ular pohon atra, tetapi juga mengidentifikasi tiga spesies ular lain yang endemik di pulau-pulau berbeda di Kepulauan Louisiade. Temuan ini menggarisbawahi keragaman bentuk kehidupan yang luar biasa di daerah tersebut dan menekankan pentingnya konservasi.

    Setiap penemuan baru di wilayah ini memperkuat perannya dalam upaya keanekaragaman hayati global, menyoroti kebutuhan mendesak untuk penelitian dan perlindungan berkelanjutan terhadap habitat unik ini.

    (rns/rns)

  • Cara Paten Melacak Lokasi Seseorang Lewat WhatsApp dan Google Maps

    Cara Paten Melacak Lokasi Seseorang Lewat WhatsApp dan Google Maps

    Jakarta

    Mengetahui posisi pasangan, anak, saudara dan kerabat setiap saat memang bisa bikin perasaan jadi lebih tenang. Untungnya ada banyak cara melacak lokasi orang lain dengan mudah menggunakan ponsel.

    Caranya pun tidak sulit karena bisa menggunakan dua aplikasi yang sudah umum dipakai yaitu WhatsApp dan Google Maps. Kedua aplikasi ini memang memiliki fitur yang memungkinkan pengguna melacak lokasi orang lain secara real-time.

    Fitur pelacak lokasi ini bermanfaat tidak hanya untuk mengetahui posisi anggota keluarga tapi juga memperkirakan kedatangan mereka. Namun pastikan kalian sudah memiliki izin dari orang yang ingin dilacak agar tidak mengganggu privasinya.

    Berikut ini cara paten melacak lokasi orang di WhatsApp dan Google Maps

    Cara Melacak Lokasi Seseorang di WhatsApp

    1. Pakai fitur Live Location

    Buka aplikasi WhatsApp dan pilih seseorang atau grup yang akan diajak berbagi fitur Live Location. Kemudian klik simbol paperclip di sudut kanan bawah dan pilih opsi lokasi.Cara selanjutnya adalah berbagi lokasi terkini dan pilih berapa lama akan menerapkan fitur Live Location. Pada bagian keterangan, kalian juga bisa memasukkan pesan.Penerima pesan dapat melihat langsung lokasi pengirim. Begitu juga ketika berpindah tempat.Fitur ini akan berhenti otomatis jika waktunya sudah habis atau dihentikan sendiri.

    2. Pakai Command Prompt di PC

    Buka aplikasi WhatsApp Web di browserBuka chat dari orang yang ingin dilacak lokasinyaMulai obrolan agar dapat melihat balasan dari orang yang ingin dilacakKemudian tekan Ctrl + Alt + Delete di keyboard untuk membuka pengelola tugasTekan Win + R di keyboard untuk membuka fungsi Run pada keyboardKetik Cmd lalu tekan EnterPada Command Prompt yang muncul, ketik netstat-an lalu tekan Enter. Catat alamat IP yang muncul sebelum menutup command prompt
    Kemudian kamu dapat membuka www.ip-adress.com/ip_tracer/ dan memasukkan alamat IP untuk mengetahui perkiraan lokasi seseorang.Cara Melacak Lokasi Seseorang di Google Maps

    Google Maps menyediakan fitur Location Sharing yang memungkinkan pengguna berbagi lokasi kepada orang yang dipilih. Berikut caranya:

    Buka aplikasi Google Maps.Pastikan kamu sudah masuk ke akun Google di perangkat Android kamu.Sebelum membagikan lokasi, pastikan alamat Gmail orang yang ingin kamu bagikan sudah ditambahkan ke daftar kontak Google kamu .Ketuk foto profil atau inisial kamu di pojok kanan atas.Pilih menu Location Sharing lalu klik New share.Tentukan durasi berbagi lokasi, misalnya beberapa menit, jam, atau hingga waktu yang kamu tentukan.Pilih profil orang yang ingin kamu bagikan lokasi. Jika diminta, izinkan akses Google Maps ke kontak kamu .Ketuk Share untuk memulai berbagi lokasi.

    Menghentikan berbagi lokasi

    Jika kamu sudah tidak ingin berbagi lokasi, kamu bisa mematikan fitur ini. Berikut langkahnya:

    Buka aplikasi Google MapsKetuk foto profil atau inisial kamuPilih Location SharingKetuk profil orang yang ingin kamu hentikan aksesnya.Pilih Stop.

    (vmp/vmp)

  • Makhluk Mirip Lobster Ditemukan di Kedalaman Es Antartika

    Makhluk Mirip Lobster Ditemukan di Kedalaman Es Antartika

    Jakarta

    Ilmuwan membuat penemuan yang mencengangkan setelah menemukan makhluk mirip lobster di bawah kedalaman es Antartika. Awalnya para peneliti sulit untuk memahami bagaimana makhluk hidup dapat bertahan hidup dalam suhu yang sangat dingin.

    Namun setelah mengebor sangat dalam jauh dari permukaan lapisan es, para ahli menemukan sesuatu tak terduga, yakni keberadaan sungai yang mengalir lambat tempat hewan-hewan itu hidup.

    Sungai subglasial yang tersembunyi selama ribuan tahun ini ditemukan kembali dalam ekspedisi penelitian baru-baru ini. Para peneliti mengebor lebih dari 487 meter ke dalam Lapisan Es Antartika Barat, tempat mereka menemukan sungai di bawah Ross Ice Shelf.

    Sebagai gambaran, sungai ini memiliki kedalaman setara gedung 30 lantai, dan alirannya merupakan campuran air tawar dan air laut, yang mengalir perlahan menuju lautan.

    “Kami menemukan air di ujung lubang bor dan dengan bantuan kamera, kami bahkan menemukan sekawanan makhluk mirip lobster, sekitar 400 kilometer dari lautan terbuka,” kata pemimpin ekspedisi Huw Horgan, dikutip dari Indy100.

    Para peneliti percaya bahwa sungai itu membengkak sekitar satu kali lebih besar setiap dekade. Kondisi ini terjadi ketika danau-danau di dekatnya mengalir ke dalamnya. Diperkirakan gelombang di sungai itu dapat menyebabkan percepatan pencairan es karena sungai itu membentuk saluran di es, memindahkan nutrisi yang membantu mempertahankan kehidupan.

    Penemuan ini penting dalam pemahaman kita tentang pencairan es dan kenaikan permukaan air laut. Para ahli mengkhawatirkan bahwa sungai subglasial seperti ini mungkin menipiskan gletser dari bawah ke atas, yang dapat mempermudah es di daratan masuk ke lautan dan mempercepat kenaikan permukaan air laut, yang dapat meningkatkan risiko banjir saat cuaca ekstrem dan membahayakan sistem pangan.

    (rns/rns)