Foto
Dok. Pertamina – detikNews
Minggu, 17 Agu 2025 22:15 WIB
Nusa Tenggara Timur – PT Pertamina International Shipping (PIS) kembali menggelar upacara pengibaran bendera Merah Putih di bawah laut dalam rangka memperingati HUT RI ke-80.

Foto
Dok. Pertamina – detikNews
Minggu, 17 Agu 2025 22:15 WIB
Nusa Tenggara Timur – PT Pertamina International Shipping (PIS) kembali menggelar upacara pengibaran bendera Merah Putih di bawah laut dalam rangka memperingati HUT RI ke-80.

Jakarta –
Lalu lintas (lalin) di Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, malam ini ditutup karena adanya acara Pesta Rakyat dalam rangka perayaan HUT ke-80 RI. Warga senang bisa menikmati city light dan bisa berswafoto.
Pantauan detikcom di lokasi, Minggu (17/8/2025) pukul 20.00 WIB lalin di lokasi steril. Hanya ada warga yang berjalan kaki mengarah ke Panggung Pesta Rakyat.
Salah satu warga, Rajen (28) mengaku senang lalin saat ini ditutup. Sebab ia bis menikmati city light.
“Seneng aja sih bisa nikmatin cityligjt bareng pacar, ada konser gratis juga. Bisa foto-foto,” ujar Rajen kepada wartawan, Minggu (17/8).
Dia mengaku tak keberatan lalin ditutup imbas Pesta Rakyat. Menurutnya tak masalah jika hanya satu tahun sekali memeriahkan HUT RI.
Warga lainnya, Wendi (47) mengatakan lalin ditutup membuatnya leluasa membawa anak. Dia mengatakan kondisi jadi tak sumpek saat lalin ditutup.
“Jadi lebih enak kalau ditutup, kan anak bisa dilepas aja di jalan nggak bejubel, nggak sumpek,” ucap Wendi.
(azh/azh)

Jakarta –
Seorang dosen senior mengatakan “Jangan panggil saya dengan Pak, cukup panggil saja dengan nama saya,” ujarnya dengan setengah memaksa. Namun seorang dosen muda menyahut “Waduh, maaf sepertinya permintaan itu sulit sekali bisa dilakukan… Pak.”
Penggalan interaksi itu saya dapati secara langsung di kehidupan kampus, tidak lama ini. Kata sapaan Bapak atau Ibu untuk dosen yang lebih senior adalah hal yang lumrah saja, kadang juga diselipi dengan panggilan atas gelarnya.
Namun apa yang ingin disampaikan dosen senior itu saya memahaminya–mungkin–sebagai ekspresi keinginan mendobrak relasi kuasa yang menurutnya tidak seharusnya. Bagi seorang dosen muda memanggil dengan sapaan Bapak atau Ibu kepada dosen senior, selain sebagai bentuk penghormatan juga merupakan sopan santun yang harus dijaga.
Entah, saya sendiri belum memahami betul, apakah itu baik atau buruk sebagai iklim akademis di kampus. Tapi umumnya bagi masyarakat dengan adat ketimuran seringkali kita dengar “adab lebih utama dari ilmu”.
Hal itu mungkin yang menjadi dasar bagi sebagian besar dosen, termasuk dosen muda untuk lebih menjunjung dan menjaga adab.
Kisah Ben Anderson Soal Istilah ‘Bule’
Saya jadi teringat dengan sebuah kisah dari seorang Indonesianis, Benedict Anderson (Ben), yang memberikan kontribusi kecil dalam bahasa Indonesia (tapi bertahan hingga kini). Ben mempopulerkan kata “bule”.
Bagi sebagian orang mungkin sapaan itu adalah terdengar rasis. Faktanya justru sebaliknya, Ben hanya tidak suka seringkali dipanggail dengan sapaan “Tuan” oleh orang-orang Indonesia pada masa itu hanya karena warna kulitnya putih. Ia juga membenci ketika orang Indonesia terkesan menunduk-nunduk hormat kepadanya, hanya karena warna kulitnya.
Bagi orang Indonesia yang baru bebas dari kolonialisme, pada masa itu sekitar 1960-an, memang tidak mudah untuk mengubah kebiasaan memanggil “Tuan” kepada orang-orang kulit putih. Karena bagi orang Belanda, pada masa kolonial itu, keinginan untuk dipanggil “Tuan” karena merasa derajatnya yang lebih tinggi dibandingkan orang Indonesia.
Akhirnya Ben menemukan jalan keluar. Ia menyadari bahwa warna kulitnya sebenarnya bukan putih melainkan lebih mendekati warna merah muda kelabu. Akhirnya ia memberi tahu kawan-kawannya orang Indonesia, bahwa ia seharusnya dipanggil bule karena warna kulitnya mendekati seperti hewan albino yang biasa disebut oleh orang Indonesia sebagai “bulai” atau “bule”.
Dari sini kita memahami bahwa kata sapaan saja mengandung relasi kuasa. Ben hanya mencoba untuk membuat dirinya diterima sebagaimana adanya, sebagai dirinya tanpa embel-embel warna kulit.
Saya memahami itu karena Ben seringkali adalah pendukung mereka yang tak diperhitungkan atau underdog.
Pada masa kelam, Oktober 1966, Ruth McVey, Fred Bunnell, dan Ben menyusun sebuah preliminary analysis yang dikenal sebagai Cornell Paper. Judulnya adalah “Premimenary Analysis of the October 1, 1966, Coup in Indonesia”, kurang lebih argumentasi awalnya adalah “percobaan kudeta” pada masa itu sebenarnya bisa dilacak pada konflik internal di tubuh militer sendiri, dan bukan PKI, sebagaimana yang luas tersiar pada masa itu.
Karena bocornya dokumen tersebut Ben dicekal masuk ke Indonesia selama 27 tahun, dan ia baru bisa kembali saat Soeharto tumbang.
Saya jadi teringat dengan kisah seorang pahlawan nasional, Sutan Syahrir. Ia adalah Perdana Menteri Indonesia pertama, termasuk orang yang secara aktif ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di dalam negeri maupun forum-forum internasional. Namun naas bagi Syahrir, ia harus menghembuskan nafas terakhirnya sebagai tahanan politik di Zurich, Swiss. Syahrir seperti dikhianati oleh bangsanya sendiri.
Berbeda dengan Syahrir, Ben wafat di Kota Batu sebelum akhirnya abunya di Larung di laut utara Jawa. Sementara itu, jasad Syahrir dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Demokrasi Masa Depan
“Dimana-mana dewasa ini, demokrasi mengecewakan banyak orang” tulis William Liddle. Saya kira apa yang menjadi kalimat pembuka sebuah naskah orasi ilmiah yang pernah diberikan William Liddle, pada 2011 silam, masih sangat relevan dengan kondisi dunia hari ini, termasuk Indonesia. Sebagai sebuah orasi ilmiah pada masa itu, muncul beragam perdebatan atasnya, dapat membacanya pada masa itu saya merasa beruntung.
Gelombang otokrasi seperti merebak. Banyak negara mulai menunjukkan gejala apa yang disebutkan oleh Levitsky dan Way (2002) sebagai competitive
authoritarianism. Tanda-tandanya bisa banyak dan beragam, seperti adalah terjadi represi kepada pihak-pihak “oposisi” atau mereka yang mengkritik pemerintah.
Penggunaan kekuasaan untuk mengkooptasi dan melumpuhkan organisasi masyarakat sipil, tujuannya agar suara kritis tidak terdengar nyaring.
Hukum digunakan sebagai senjata untuk mengadili lawan dan mengamankan kawan adalah tanda lainnya. Selain itu, mengamankan kursi mayoritas di parlemen menjadi bagian penting untuk memastikan setiap kebijakan berjalan lancar, serta membungkam suara sumbang. Dalih yang sering digunakan adalah sebuah bangsa yang besar butuh persatuan dan kesatuan. Dengan demikian, koalisi gemuk adalah jalan yang pasti ditempuh.
Namun sadarkah kita? Bahwa koalisi gemuk, bahkan ketiadaan oposisi, justru mempercepat kita menuju jurang competitive authoritarianism. Hal ini membuat koreksi atas kebijakan yang keliru seringkali awalnya tidak datang awal meja-meja parlemen. Namun apakah kita harus meninggalkan demokrasi karena kekecewaan-kekecewaan kita terhadapnya?
Pernah suatu sore di akhir pekan dalam sebuah obrolan ringan seorang kawan dengan nada setengah bercanda menuturkan, “Demokrasi itu bikinan barat, nggak cocok buat kita.” Kawan lain ikut menyahut, “Lalu yang origin kita apa? Kerajaan atau monarki”, tiba-tiba suasana menjadi hening.
Refleksi Kemerdekaan
Menjelang hari kemerdekaan, pada 17 Agustus 2025, di pingir-pingir jalanan mulai menjamur penjual bendera dan umbul-umbul merah putih dengan beragam ukuran dan jenis. Kita Bersiap untuk merayakannya dengan beragam acara.
Namun apakah hari kemerdekaan ini hanya akan kita maknai sebatas ritual pengibaran bendera, acara perlombaan, atau seremonial?
Memang tidak salah merayakannya dengan cara demikian. Tapi mengingat usia republik yang sudah tidak lagi muda-80 tahun-upaya perayaan secara reflektif penting untuk dilakukan.
Refleksi memungkinkan kita untuk meneropong jauh ke depan, sekaligus memaknai masa lalu secara kontemplatif. Karena berbagai persoalan bangsa hari ini, tidak muncul tiba-tiba, ia merupakan penjelmaan dari beragam artikulasi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
Dari Ben kita bisa belajar bahwa bangsa Indonesia harus berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kita harus menghilangkan puing-puing kolonialisme, termasuk neo-kolonialisme yang menjangkiti bangsa kita sekian lama. Ben menunjukkan seharusnya politik juga berpihak pada mereka yang tak dihitung, mereka yang lemah, atau mereka yang terpinggirkan.
Selanjutnya dari Syahrir kita juga memahami, bahwa terkadang cinta dan ketulusan terhadap Republik tidak selalu berbalas sebagaimana mestinya, dan kita mesti siap dengan segala konsekuensi. Namun bagaimanapun kecintaan terhadap Republik tidak boleh luntur.
Liddle menunjukkan kepada kita, meskipun demokrasi itu terkadang mengecewakan dan tidak seperti yang kita harapkan, namun langkah-langkah perbaikan atas mutu demokrasi harus selalu diupayakan. Karena melalui demokrasi pelbagai kepentingan dan pertisipasi warga negara menjadi dimungkinkan, serta demokrasi memungkinkan terwujudnya mekanisme perbaikan diri yang bisa terus tumbuh.
Selanjutnya, ketidakjelasan oposisi dalam pemerintahan kita hari ini, bisa menjadi pertanda buruk. Karena ketiadaan mitra kritis pemerintah, parlemen hanya akan jadi tukang stempel bagi setiap kebijakan pemerintah. Hal itu menjadikan setiap kebijakan tidak melalui perdebatan yang bermakna, sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak evidence-based policy atau lebih buruk lagi hanya didasarkan pada selera penguasa.
Adakah jalan lainnya? Mungkin yang kita butuhkan adalah meradikalkan demokrasi, seperti yang pernah disampaikan Laclau dan Mouffe (1985) dalam bukunya “Hegemony and Socialist Strategy: Towards a Radical Democratic Politics”. Setidaknya dalam demokrasi radikal, ‘perbedaan’ tidak hanya diterima, tetapi demokrasi juga hanya berfungsi melalui adanya ‘perbedaan’.
Laclau dan Mouffe menekankan pentingnya mengakui dan memainkan antagonisme dalam politik. Sehingga melaluinya demokrasi radikal perbedaan dalam politik “kita” dan “mereka” akan selalu tumbuh, dan dengan demikian demokrasi menjadi hidup dan dinamis.
Faris Widiyatmoko. Direktur Eksekutif Politika Research & Consulting, Dosen Ilmu Politik FISIP UPN Veteran Jakarta.
(rdp/imk)

Jakarta –
Prosesi upacara penurunan bendera Merah Putih dalam rangka peringatan HUT ke-80 RI selesai. Sang Merah Putih kembali dibawa kirab ke Monas, Jakarta Pusat.
Pantauan detikcom, Minggu (17/8/2025), upacara penurunan Sang Merah Putih dilakukan di Istana Merdeka Jakarta, Jakarta Pusat sore ini. Presiden Prabowo Subianto memimpin upacara penurunan bendera.
Prabowo bertindak sebagai inspektur upacara (irup). Sementara itu, bertindak sebagai Komandan upacara penurunan bendera Kolonel PnB Sunar Adi Wibowo.
Prabowo tampak mengenakan pakaian adat Melayu dilengkapi dengan tanjak berwarna biru. Prabowo berdiri di podium Istana.
Tim Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) ‘Indonesia Bersatu’ bertugas melaksanakan upacara penurunan. Sementara pembawa baki Sang Merah Putih yakni Aliah Sakira, dari Provinsi Sulawesi Selatan.
Setelah itu, bendera Merah Putih kembali dibawa kirab oleh kereta kencana Garuda Prabayaksa dari Istana menuju Monas. Kirab sang Merah Putih dikawal iring-iringan 145 pasukan berkuda.
Garuda Prabayaksa merupakan gabungan dari dua kata yakni Praba dan Yaksa. Arti Prabayaksa yakni cahaya yang besar atau cahaya yang besar.
Tak hanya itu, kirab semakin semarak diiringi pasukan drum band. Pasukan drum band mengiringi dari Istana sampai Monas.
(whn/imk)

Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto memimpin upacara penurunan bendera Merah Putih HUT RI ke-80 di Istana Merdeka, Jakarta. Prabowo bertindak sebagai inspektur upacara (irup).
Pantauan detikcom di Istana Merdeka, Minggu (17/8/2025), Prabowo tampak mengenakan pakaian adat Melayu dilengkapi dengan tanjak berwarna biru. Prabowo berdiri di podium Istana.
Wapres Gibran Rakabuming Raka dan istri Selvi Ananda juga tampak mengikuti upacara penurunan bendera. Gibran tampak mengenakan jas hitam dengan dasi biru muda.
Sebelumnya, Prabowo telah memimpin upacara detik-detik peringatan proklamasi dan penaikan bendera Merah Putih pada Minggu (17/8) pagi. Upacara itu juga dihadiri Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
Berdasarkan SE Mensesneg, Upacara Penurunan Bendera dijadwalkan mulai pukul 17.00 WIB. Setelah Upacara Penurunan bendera Merah Putih, agenda selanjutnya adalah Kirab Pengembalian Bendera Merah Putih dan Teks Proklamasi dari Istana Merdeka ke Monumen Nasional (Monas). Agenda ini dijadwalkan mulai pukul 17.45 WIB.
Terakhir, rangkaian acara puncak peringatan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus 2025 akan ditutup dengan Karnaval Bersatu Kemerdekaan. Acara ini digelar di Monas hingga sepanjang Jalan MH Thamrin-Bundaran HI-Semanggi.
(rfs/haf)

Jakarta –
Gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,0 yang diperbarui menjadi magnitudo 5,8 mengguncang wilayah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah pagi tadi. Total korban luka akibat gempa sejauh ini menjadi 32 orang.
Data ini berdasarkan hasil laporan kaji cepat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per pukul 12.00 WIB. Dari 32 orang yang terluka, 16 orang dirujuk RSUD Poso.
“Dari jumlah tersebut, 16 orang dirujuk ke RSUD Poso termasuk dua orang dalam kondisi kritis, enam orang dirawat di Puskesmas Tokorondo, serta sepuluh orang lainnya mengalami luka ringan,” kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam keterangannya, Minggu (17/8/2025).
“Belum ada laporan mengenai korban meninggal dunia,” lanjutnya.
BPBD Kabupaten Poso bersama aparat setempat masih melakukan pendataan dan assessment di desa-desa terdampak, antara lain Desa Masani, Tokorondo, Towu, Pinedapa, Tangkura, Lape, dan Bega.
Adapun kebutuhan mendesak yang dilaporkan antara lain tenda, terpal, lampu taktis, selimut, alas tidur, makanan siap saji, perlengkapan bayi, obat-obatan, serta kendaraan operasional untuk mendukung penanganan darurat.
(rdp/imk)

Jakarta –
Perayaan Hari Kemerdekaan ke‑80 di Istana Negara sukses digelar. Suasana khidmat terjadi saat detik-detik peringatan proklamasi dan upacara bendera.
Namun suasana ramai penuh keceriaan tercipta saat beragam atraksi hiburan disajikan. Momen yang paling seru adalah saat parade tarian pacu jalur yang dilanjutkan dengan pertunjukan lagu viral dari timur Tabola Bale.
Saat lagu tersebut dinyanyikan oleh Silet Open Up dan Diva Aurel, semua undangan berdendang bersama tak terkecuali para menteri, Seskab Letkol Teddy Indra Wijaya, Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Pariwisata, Zita Anjani, serta artis yang juga anggota Fraksi PAN, Verrell Bramasta.
“Bersama Verrell di panggung kecil ini, saya ingat bahwa persahabatan adalah energi terbaik saat merayakan kemerdekaan,” ungkap Zita, dalam keterangan tertulis, Minggu (17/8/2025).
Nampak terekam di layar kaca, Zita dan Verrel tampak asyik berjoget bersama para hadirin yang lain dengan sama-sama kompak mengenakan baju adat Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Musik yang enerjik tersebut mengubah sontak suasana formal menjadi hangat dan humanis.
Zita memang dikenal bersahabat dengan Verrell. Interaksi spontan itu menjadi simbol keceriaan di tengah khidmatnya peringatan nasional, menunjukkan bahwa meski menghadiri momen resmi, kebersamaan dan rasa persahabatan bisa menjadi cara penting untuk menumbuhkan semangat dan kedekatan.
(prf/ega)

Jakarta –
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memimpin upacara HUT ke-80 RI di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. PDIP menyebut upacara di Sekolah Partai telah menjadi tradisi sehingga Megawati tak hadir upacara HUT RI di Istana hari ini.
“Ya sejak tahun lalu Ibu Mega sudah merayakan di sekolah partai ini. Sebelumnya partai selalu merayakan di sekolah partai ini, sehingga ini merupakan suatu tradisi yang telah dibangun sejak PDI Perjuangan,” ujar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (17/8/2025).
Hasto mengatakan Megawati telah menghadiri pengukuhan Paskibraka kemarin. Megawati juga sempat berdialog dengan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi saat acara tersebut.
“Kemarin Ibu Megawati kan menghadiri ya di dalam pengukuhan Paskibraka. Sehingga di situ juga beliau berdialog cukup lama dengan Menteri Sekretaris Negara,” jelasnya.
Megawati juga sempat menitipkan salam untuk Presiden Prabowo Subianto. Dia mengatakan Megawati turut menyampaikan pesan dan saran untuk pemerintahan lewat Mensesneg.
Megawati menghadiri upacara HUT ke-80 RI di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan pagi ini. Megawati hadir di Sekolah PDI Perjuangan bersama putranya, Prananda Prabowo.
Pantauan detikcom di lokasi, Minggu (17/8) pukul 08.21 WIB terlihat Megawati mengenakan baju berwarna merah. Tampak ia disambut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga para kader.
(haf/haf)

Jakarta –
Pemerintah menghadirkan Karnaval Kemerdekaan di malam puncak perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia. Acara ini dilaksanakan untuk menyemarakkan kemerdekaan dalam balutan parade budaya hingga karya anak bangsa.
Sebagai bagian dari rangkaian perayaan, masyarakat diajak menyaksikan Karnaval Kemerdekaan pada Minggu, 17 Agustus 2025 di Jakarta. Mengutip kanal resmi, berikut informasi penting seputar jadwal, lokasi, dan rangkaian acaranya.
Jadwal Acara Karnaval Kemerdekaan
Berikut informasi jadwal acaranya:
Hari, Tanggal: Minggu, 17 Agustus 2025Waktu: Mulai pukul 19.30 sampai 21.20 WIBLokasi: Bergerak dari Monas hingga persimpangan SemanggiPamer Budaya dan Inovasi Bangsa
Karnaval Kemerdekaan merupakan sebuah parade meriah yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga negara. Setiap peserta menampilkan identitas dan prestasi institusinya melalui dekorasi kreatif, pertunjukan seni, serta atraksi budaya yang menawan.
Parade ini melintasi jalur protokol Jakarta, mulai dari Monas, melewati Bundaran HI, hingga ke kawasan Sudirman, dengan panjang rute sekitar 6 kilometer. Sepanjang perjalanan, publik disuguhi hiburan berupa tarian, musik, dan pertunjukan seni visual yang membangkitkan kebanggaan nasional.
Partisipasi Publik dan Kompetisi Kreatif
“Karnaval ini tidak hanya menjadi ajang perayaan, tetapi juga wadah untuk menunjukkan kekayaan budaya Indonesia, inovasi, serta prestasi bangsa di tingkat nasional dan internasional,” pungkas keterangan yang dilansir kanal resmi Karnaval Kemerdekaan.
(wia/imk)