Category: Detik.com Internasional

  • AS Kaji Perluas Larangan Perjalanan untuk 30 Negara

    AS Kaji Perluas Larangan Perjalanan untuk 30 Negara

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan untuk memperluas jumlah negara yang tercakup dalam daftar larangan perjalanan. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, menyebut lebih dari 30 negara bisa masuk ke daftar larangan perjalanan ke AS.

    “Saya tidak akan menyebutkan jumlahnya secara spesifik, tetapi jumlahnya lebih dari 30 (negara), dan Presiden (Donald Trump) terus mengevaluasi negara-negara yang ada,” kata Noem dalam wawancara dengan Fox News, seperti dilansir Anadolu Agency, Jumat (5/12/2025).

    Dalam wawancara pada Kamis (4/12) itu, Noem mempertanyakan mengapa AS harus mengizinkan masuk orang-orang dari negara tanpa “pemerintahan yang stabil”, yang tidak dapat “menopang dirinya sendiri” atau membantu memeriksa individu-individu yang ingin masuk ke wilayah AS.

    Noem, dalam pernyataan sebelumnya pada Senin (1/12), mengatakan bahwa dirinya merekomendasikan “larangan perjalanan sepenuhnya untuk setiap negara terkutuk yang telah membanjiri negara kita dengan pembunuh, lintah darat, dan pecandu hak”.

    Belum diketahui secara jelas negara mana saja yang akan terdampak larangan perjalanan yang diusulkan Noem tersebut, atau kapan larangan perjalanan itu akan mulai diberlakukan. Kementerian Dalam Negeri AS (DHS) mengatakan kepada media terkemuka Inggris, BBC, bahwa mereka akan segera mengumumkan daftarnya.

    Perdebatan mengenai larangan perjalanan semakin intensif setelah Trump pada 28 November lalu mengancam akan menghentikan migrasi secara permanen dari “negara-negara dunia ketiga”.

    Sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan kepada Fox News pada Senin (1/12) malam bahwa Trump telah mengumumkan larangan perjalanan beberapa bulan lalu untuk negara-negara “dunia ketiga dan negara gagal”.

    Dikatakan juga oleh Leavitt bahwa rekomendasi Noem akan “memperluas” larangan perjalanan tersebut hingga mencakup lebih banyak negara.

    Pemerintahan Trump, pada Selasa (2/12), mengumumkan penghentian sementara semua permohonan imigrasi, termasuk green card dan pemrosesan kewarganegaraan AS, yang diajukan oleh para imigran dari 19 negara non-Eropa, untuk alasan keamanan nasional dan keselamatan publik.

    Daftar negara yang terdampak kebijakan itu mencakup Afghanistan, Myanmar, Chad, Republik Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, Yaman, Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela.

    Kebijakan baru ini menangguhkan permohonan yang tertunda, dan mewajibkan semua imigran dari negara yang ada dalam daftar itu untuk “menjalani proses peninjauan ulang yang menyeluruh, termasuk wawancara potensial dan, jika perlu, wawancara ulang, untuk menilai secara menyeluruh semua ancaman terhadap keamanan nasional dan keselamatan publik”.

    Memorandum resmi yang menguraikan kebijakan baru itu mengutip penembakan terhadap sejumlah anggota Garda Nasional AS di Washington DC pekan lalu, di mana seorang pria Afghanistan telah ditangkap sebagai tersangka. Satu personel Garda Nasional tewas, sedangkan satu lainnya luka parah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Jepang-Korsel Waspadai Diplomasi Transaksional Trump

    Jepang-Korsel Waspadai Diplomasi Transaksional Trump

    Jakarta

    Jepang dan Korea Selatan (Korsel) mencermati langkah terbaru pemerintahan Donald Trump terkait Ukraina dan Cina. Keduanya melihat sinyal bahwa Amerika Serikat (AS) semakin menerapkan diplomasi yang bersifat transaksional secara keseluruhan, sesuatu yang pada akhirnya dikhawatirkan dapat menggoyahkan struktur aliansi lama di Asia Timur Laut.

    Proposal “28 poin rencana perdamaian” yang diajukan pemerintahan Trump untuk Ukraina awalnya dianggap sebagai penyesuaian dari tuntutan yang diusulkan oleh Rusia. Meski versi yang lebih lunak kemudian dirilis dan pembicaraan terus berjalan, AS berkali-kali memberi isyarat bahwa mereka siap mengambil jarak dari Ukraina.

    Terkait Cina, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan bahwa Trump berencana bertemu dengan Presiden Xi Jinping sebanyak empat kali pada 2026, termasuk kunjungan kenegaraan ke Beijing pada April dan kunjungan balasan ke AS pada akhir tahun. Menurut Bessent, pertemuan ini ditujukan untuk membawa “stabilitas besar” dalam hubungan bilateral, saat Trump berusaha memperbaiki hubungan dengan Xi Jinping pascapeluncuran perang dagang yang sengit.

    Secara resmi, Jepang dan Korea Selatan belum memberi komentar. Namun, banyak pengamat di Seoul dan Tokyo menafsirkan kebijakan luar negeri Washington sebagai dukungan Trump terhadap seorang diktator yang berusaha menaklukkan negara tetangga yang lebih kecil di Eropa. Persepsi ini menambah kekhawatiran bahwa hal serupa dapat terjadi di kawasan Pasifik, dengan Taiwan sebagai titik rawan yang paling jelas.

    Mempertanyakan reliabilitas AS

    “Pengkhianatan Trump terhadap Ukraina menjadi bayang-bayang besar bagi Asia dan para sekutu Paman Sam di kawasan tersebut, yang kini mulai mempertanyakan seberapa dapat diandalkannya aliansi mereka dengan AS,” kata Jeff Kingston, Direktur Studi Asia di Temple University Tokyo.

    “Jepang dan Korea Selatan melihat Trump mendekati para pemimpin otoriter di Rusia, Cina, dan Korea Utara, sementara mereka justru diabaikan dalam isu perdagangan. Mereka bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika muncul krisis terkait Taiwan,” ujarnya kepada DW.

    Kingston menambahkan bahwa Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi kemungkinan merasa “kecewa” karena Trump tidak langsung menyatakan dukungan ketika dia terlibat ketegangan dengan Cina.

    Cina bereaksi keras, menuntut Jepang tidak ikut campur dalam “urusan dalam negeri” Beijing dan kemudian mengambil sejumlah langkah, termasuk meminta warganya tidak bepergian ke Jepang, menunda perilisan film Jepang, serta membatalkan berbagai acara dan pertukaran budaya.

    Takaichi menolak untuk menarik kembali pernyataannya, tapi dia tampaknya tidak mendapatkan jaminan kuat setelah Presiden AS diberitakan mengatakan kepadanya melalui sambungan telepon pada 24 November bahwa Takaichi sebaiknya tidak “memprovokasi” Cina.

    Hal yang dikhawatirkan Jepang dan Korea Selatan dari Trump dan Cina

    “Setelah keberhasilan kunjungan Trump ke Tokyo dan komitmen Takaichi untuk berinvestasi di AS, saya pikir dia berharap mendapat sesuatu yang lebih,” kata Jeff Kingston. “Dia pasti ingin Trump menegaskan kembali bahwa Jepang adalah ‘pondasi perdamaian’ di kawasan ini dan menyoroti kekuatan aliansi tersebut.”

    “Memberitahunya untuk tidak ‘memprovokasi’ Cina bukanlah pernyataan tegas yang dia harapkan,” tambahnya.

    “Kekhawatiran di Jepang saat ini adalah prospek Amerika Serikat dan Cina dalam membentuk ‘G-2’ yang akan mengabaikan Jepang dan menunjukkan penurunan pengaruh Tokyo,” katanya. “Dan Korea Selatan akan memiliki kekhawatiran yang sama.”

    Pada saat yang sama, Jepang telah memenuhi keinginan Trump untuk menginvestasikan 550 miliar dolar AS (Rp8,8 kuadriliun) di industri Amerika. Korea Selatan kemudian setuju memberikan investasi tunai 350 miliar dolar AS (Rp5,6 kuadriliun), serta tambahan 150 miliar dolar AS (Rp2,4 kuadriliun) untuk kerja sama pembangunan kapal.

    “Tentu itu tidak adil dan tentu saja banyak yang tidak senang, tetapi kami juga sadar bahwa Korea Selatan sangat bergantung pada AS,” kata Lim Eun-jung, profesor studi internasional di Kongju National University.

    Presiden Korea Selatan saat ini, Lee Jae-myung, berasal dari partai kiri yang secara ideologis bukan pasangan alamiah bagi pemerintahan AS, kata Lim. Namun, dia juga seorang “pragmatis” dalam urusan aliansi negara.

    Kekhawatiran pengurangan pasukan AS di Korea Selatan

    Korea Selatan semakin waspada terhadap meningkatnya agresi Cina di kawasan tersebut, termasuk masuknya kapal-kapal Beijing ke perairan sengketa di Laut Kuning. Polanya mengingatkan akan perebutan atol dan wilayah perairan di Laut Cina Selatan oleh Beijing satu dekade lalu.

    Lim mengatakan Korea Selatan tidak tahu sejauh mana AS memperhatikan sengketa ini atau apakah pemerintahan AS saat ini akan memberikan bantuan jika pelanggaran wilayah Cina semakin intensif dan meluas.

    “Kami juga khawatir terhadap kemungkinan skenario penarikan, yakni pengurangan pasukan AS di Korea Selatan sebagai bagian dari pendekatan transaksional Trump dalam hubungan internasional,” ujarnya.

    Dalam masa jabatannya yang kedua, Trump belum mengancam akan menarik pasukan AS jika Korsel tidak membayar lebih untuk biaya pangkalan. Namun, tekanan terkait biaya kehadiran militer ini pernah menjadi alat tawar yang digunakan Trump pada masa jabatan pertamanya dan dapat kembali muncul sewaktu-waktu.

    Jepang memiliki kekhawatiran serupa. Takaichi mungkin berhasil meredakan sebagian tekanan itu dengan mengumumkan bahwa anggaran tahun 2026 akan menaikkan belanja pertahanan menjadi 2 persen dari PDB Jepang. Angka itu mungkin masih belum memenuhi tuntutan Trump, tapi Jepang akan berargumen bahwa peningkatan tersebut merupakan langkah ke arah yang benar.

    Meski begitu, belum jelas apakah langkah tersebut cukup.

    Dalam sebuah wawancara dengan Fox News, Trump ditanya apakah Cina merupakan “teman” bagi AS, merujuk pada ketegangan terbaru antara Cina dan Jepang.

    “Banyak sekutu kami juga bukan teman kami,” kata Trump. “Cina telah memanfaatkan kami dengan sangat besar…para sekutu kami bahkan lebih banyak memanfaatkan kami dalam perdagangan dibandingkan Cina.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalan bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Muhammad Hanafi

    (ita/ita)

  • Ups, Irak Keliru Masukkan Hizbullah-Houthi ke Daftar Pembekuan Aset

    Ups, Irak Keliru Masukkan Hizbullah-Houthi ke Daftar Pembekuan Aset

    Baghdad

    Pemerintah Irak akan menghapus nama kelompok Hizbullah dan Houthi dari daftar pembekuan aset teroris yang dirilisnya. Otoritas Irak menyebut kelompok-kelompok yang berafiliasi dengan Iran itu, telah secara keliru dimasukkan ke dalam daftar yang dipublikasikan sebelumnya, yang memicu kebingungan dan kritikan.

    Buletin resmi Kementerian Kehakiman Irak, bulan lalu, mempublikasikan daftar kelompok dan entitas yang dananya akan diblokir, dengan mencantumkan nama Hizbullah yang bermarkas di Lebanon dan Houthi yang bermarkas di Yaman.

    Langkah itu sebenarnya akan disambut baik oleh Amerika Serikat (AS), dan di sisi lain, akan meningkatkan tekanan terhadap Iran.

    Namun, sebuah surat dari pelaksana tugas (Plt) Wakil Gubernur Bank Sentral Irak, seperti dilansir Reuters, Jumat (5/12/2025), meminta Komite Pembekuan Dana Teroris untuk menghapus klausul yang memuat nama kedua kelompok tersebut.

    Perintah penghapusan itu diungkapkan oleh dua sumber Bank Sentral yang dikutip Reuters dalam laporannya.

    Perdana Menteri (PM) Irak Mohammed Shia al-Sudani mengatakan bahwa pemerintahannya telah menyetujui pembekuan hanya aset-aset entitas dan individu yang terkait kelompok radikal Islamic State (ISIS) dan Al-Qaeda, sebagai tanggapan atas permintaan dari Malaysia.

    Dia juga mengumumkan bahwa dirinya telah memerintahkan penyelidikan segera atas kesalahan tersebut “untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab”.

    Al-Sudani menambahkan bahwa posisi politik dan kemanusiaan Irak terkait “agresi terhadap rakyat kami di Lebanon atau di Palestina” bersifat “prinsip dan tidak boleh dilebih-lebihkan”.

    Kritikan atas kekeliruan itu datang dari seorang anggota parlemen Irak yang mewakili blok yang berafiliasi dengan Kataeb Hizbullah, Hussain Mouanes, yang menyebutnya sebagai tindakan “tidak bertanggung jawab”.

    Dia menuduh pemerintah sebagai “otoritas bawahan yang tidak memiliki martabat untuk mewakili rakyatnya atau membela kedaulatan Irak”.

    Komite Irak, dalam penjelasannya. menyebut daftar yang dipublikasikan tanggal 17 November itu dimaksudkan hanya untuk mencakup individu dan entitas yang terkait dengan ISIS dan Al-Qaeda, sesuai Resolusi Dewan Keamanan PBB 1373.

    Beberapa kelompok yang tidak terkait ikut dimasukkan, menurut Komite Irak, karena daftar itu dirilis sebelum revisi akhir selesai dilakukan. Komite Irak mengatakan bahwa versi yang telah diperbaiki akan muncul dalam buletin resmi negara.

    Belum ada tanggapan dari Hizbullah maupun Houthi terhadap kekeliruan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • ‘Search Engine’ di Australia Akan Mengaburkan Gambar Porno

    ‘Search Engine’ di Australia Akan Mengaburkan Gambar Porno

    Anda sedang membaca rangkuman sejumlah informasi pilihan dari berbagai negara yang terjadi dalam 24 jam terakhir.

    Edisi Jumat, 5 Desember 2025, dibuka dengan berita dari Australia.

    Konten porno hasil pencarian wajib dikaburkan

    Mesin pencari di Australia akan diwajibkan untuk mengaburkan hasil gambar pornografi untuk melindungi anak-anak yang sedang mencari informasi tentang perilaku menyakiti diri sendiri ke layanan kesehatan mental, tetapi tak sengaja terpapar hasil pencarian mereka dengan konten porno.

    Tahap pertama aturan ini akan mulai berlaku pada 27 Desember, dan berlaku untuk mesin pencari seperti Google dan Bing, serta toko aplikasi, layanan media sosial, layanan pornografi daring, dan layanan generatif AI.

    Sekitar satu dari tiga remaja Australia pertama kali terpapar pornografi sebelum usia 13 tahun dari konten yang ditemukan “secara tidak sengaja”, menurut penelitian yang dilakukan oleh eSafety pada tahun 2022.

    Sebuah survei terhadap lebih dari 1.000 warga Australia berusia 16 hingga 18 tahun menemukan penemuan daring ini “sering terjadi, tidak disengaja, tidak dapat dihindari, dan tidak diinginkan,” yang digambarkan oleh beberapa remaja sebagai sesuatu yang “mengganggu” dan “secara blak-blakan.”

    Pemimpin milisi Gaza anti-Hamas yang berafiliasi dengan Israel terbunuh

    Pemimpin milisi Gaza, Yasser Abu Shabab, yang kelompok anti-Hamasnya didukung oleh Israel, tewas akibat serangan di Gaza selatan.

    Beberapa media Israel, termasuk Radio Angkatan Darat, telah melaporkan kematian tersebut.

    Mereka mengatakan ia dibawa ke rumah sakit di Israel selatan untuk perawatan, sebelum meninggal karena luka-lukanya.

    Seorang juru bicara Kantor Perdana Menteri Israel mengatakan ia telah melihat laporan tersebut, tetapi tidak bersedia berkomentar atau mengonfirmasi pembunuhan tersebut.

    Yasser bermarkas di wilayah Gaza yang dikuasai pasukan Israel, dekat Rafah, dan laporan menunjukkan bahwa ia tewas dalam “bentrokan internal.”

    Dua grup perempuan di Inggris larang transpuan bergabung

    Perempuan transgender tidak akan lagi diizinkan bergabung dengan dua kelompok terkemuka di Inggris untuk perempuan dan gadis remaja.

    Women’s Institute dan Girldcidentifiering mengumumkan perubahan tersebut dalam beberapa hari, dengan mempertimbangkan kesulitan keputusan masing-masing.

    April lalu, Mahkamah Agung memutuskan seorang perempuan adalah seseorang yang lahir secara biologis sebagai perempuan, sehingga mengecualikan transgender dari definisi hukum.

    Putusan ini terkait dengan apakah seorang perempuan trans dengan sertifikat pengakuan gender (GRC), sebuah dokumen formal yang memberikan pengakuan hukum atas jenis kelamin baru seseorang, dilindungi dari diskriminasi sebagai perempuan berdasarkan Undang-Undang Kesetaraan Inggris.

    Kedua kelompok tersebut menyatakan keputusan terbaru mereka dibuat berdasarkan nasihat hukum.

    Laporan Pentagon tentang penggunaan Signal pejabat AS

    Laporan itu menyatakan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth dapat membahayakan pasukan Amerika saat ia menggunakan aplikasi Signal untuk membahas serangan militer di Yaman.

    Temuan dalam laporan setebal 84 halaman, yang dibuat oleh Kantor Inspektur Jenderal Departemen Pertahanan, telah bocor dan dilaporkan secara luas sebelum dirilis secara resmi pada hari Kamis (04/12), waktu setempat.

    Inspektur jenderal menemukan penggunaan aplikasi pesan komersial dan perangkat pribadi Hegseth tidak sesuai dengan kebijakan departemen.

    Namun, laporan tersebut juga menyatakan bahwa “masalah yang timbul dari penggunaan Signal dan aplikasi pesan komersial lainnya merupakan masalah yang dihadapi [Departemen Pertahanan] secara luas.”

    Laporan tersebut menggambarkan informasi yang dikirim melalui aplikasi Signal sebagai “sensitif” dan “nonpublik”.

    Lihat juga Video Notifikasi Instagram Buat Remaja Australia Jelang Pembatasan Medsos

  • AS Akan Jual Ribuan Bom Senilai Rp 44 T ke Kanada

    AS Akan Jual Ribuan Bom Senilai Rp 44 T ke Kanada

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyetujui penjualan bom senilai US$ 2,68 miliar (setara Rp 44,6 triliun) kepada Kanada. Kesepakatan ini dicapai saat Perdana Menteri (PM) Kanada, Mark Carney, sedang meningkatkan anggaran pertahanan secara drastis di tengah ketidakpastian hubungan dengan Washington.

    Departemen Luar Negeri AS, seperti dilansir AFP, Jumat (5/12/2025), mengumumkan persetujuan Washington untuk kesepakatan penjualan bom kepada Ottawa itu pada Kamis (4/12) waktu setempat.

    Disebutkan oleh Departemen Luar Negeri AS bahwa senjata serangan udara itu akan mencakup 3.414 unit bom BLU-111, masing-masing berbobot 226 kilogram, yang mampu menghantam formasi pasukan militer, dan mencakup 3.108 unit bom GBU-39 yang dirancang untuk menghantam target dengan akurat.

    Paket senjata untuk Kanada itu juga mencakup lebih dari 5.000 kit JDAM untuk mengubah bom tak berpemandu menjadi amunisi berpemandu.

    “Penjualan ini akan meningkatkan kemampuan pertahanan Kanada yang kredibel untuk mencegah agresi di kawasan, memastikan interoperabilitas dengan pasukan AS, dan memperkuat kemampuan Kanada untuk berkontribusi pada pertahanan benua bersama,” demikian pernyataan Departemen Luar Negeri dalam pemberitahuan soal penjualan senjata itu kepada Kongres AS.

    PM Carney mengatakan pada Agustus lalu bahwa Kanada pada tahun ini akan memenuhi target NATO untuk membelanjakan dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk pertahanan, beberapa tahun lebih cepat dari jadwal.

    Dia menyoroti meningkatnya ketidakpastian tentang peran AS, negara tetangga Kanada dan penjamin keamanan jangka panjang di bawah NATO, serta prospek agresi Rusia di kawasan Arktik.

    Presiden AS Donald Trump telah berulang kali mempertanyakan kebijaksanaan NATO, menuduh sekutu-sekutu NATO terlalu bergantung pada AS sementara tidak memikul beban mereka sendiri.

    Trump sering meremehkan Kanada, terutama sebelum PM Carney menggantikan Justin Trudeau sebagai PM, dengan mengatakan bahwa Kanada seharusnya menjadi negara bagian ke-51 AS.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Sekolah Jerman Gagal Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual?

    Sekolah Jerman Gagal Lindungi Anak dari Kejahatan Seksual?

    Jakarta

    Setidaknya satu anak di setiap kelas di Jerman artinya satu dari 25 hingga 30 anak pernah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru, staf sekolah lain selain pengajar, atau teman sekelas. Insiden-insiden itu kerap berdampak serius pada kehidupan dan karier mereka di masa mendatang. Demikian hasil studi yang dilakukan Komisi Independen untuk Penyelidikan Kekerasan Seksual pada Anak-anak. Kajian itu menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kekerasan seksual di sekolah seringkali gagal mendapatkan perlindungan dari sistem sekolah itu sendiri.

    “Sering kali ada saksi yang lebih mementingkan solidaritas rekan kerja daripada perlindungan anak-anak, mengabaikan atau bahkan menutupi kekerasan demi menjaga reputasi sekolah,” jelas anggota komisi dalam konferensi pers, Rabu (04/12). “Kami menemukan bahwa korban mencari strategi sendiri untuk menghindari kekerasan, seperti bolos sekolah atau tinggal kelas.” Mengulang kelas bisa berarti mereka tidak lagi harus berada di kelas dengan guru yang menyalahgunakan mereka.

    Para penulis studi mengevaluasi 133 laporan dan kesaksian dari korban yang mengalami kekerasan seksual di sekolah di Jerman, termasuk bekas wilayah Jerman Timur, antara tahun 1949 hingga 2010. Hampir 80% korban adalah perempuan. Mayoritas besar pelaku adalah laki-laki, baik dalam kasus kekerasan oleh teman sebaya maupun oleh guru.

    Hampir 70% korban yang kasusnya dievaluasi dalam studi ini menduga bahwa orang lain di sekolah mengetahui adanya kekerasan seksual. “Tapi semua korban yang kami wawancarai mengatakan bahwa sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan bantuan dan dukungan yang kompeten,” kata Julia Gebrande, ketua komisi independen, kepada DW.

    Sekolah lebih mementingkan reputasi daripada keadilan

    Studi ini menyoroti satu kasus contoh dari tahun 1990-an: Seorang guru menerima keluhan dari siswi kelas enam tentang guru olahraga yang terus masuk ke ruang ganti mereka. Ketika ia memutuskan untuk menyelidiki, ia menyaksikan rekannya masuk ke ruang ganti siswi tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

    Saat ia melaporkan hal ini ke administrasi sekolah, ia diberitahu bahwa ia pasti salah, bahwa rekannya “tidak akan melakukan hal seperti itu,” dan bahwa ia “hanya terlalu sensitif soal masalah ini.” Ia juga dituduh telah “merusak reputasi sekolah.”

    Pelakunya tidak pernah diselidiki, dan guru yang melapor bahkan diminta untuk meminta maaf secara pribadi kepada pelaku.”Ini biasanya taktik pelaku kekerasan: Menampilkan diri sebagai sangat peduli dan siap membantu. Mereka membuat diri mereka tak tergantikan. Anda bahkan tidak akan menyangka bahwa rekan sekerja yang begitu menyenangkan bisa melakukan kekerasan,” tambah Gebrande.

    Di Sekolah Odenwaldschule ada ratusan kasus kekerasan

    Sebagai respons terhadap skandal ini, pemerintah Jerman pertama-tama membentuk Komisaris Federal Independen untuk Melawan Kekerasan Seksual pada Anak pada 2010. Komisi Independen untuk Penyelidikan Kekerasan Seksual pada Anak kemudian dibentuk pada tahun 2016.

    Studi yang dilakukan oleh Institut Pemuda Jerman, salah satu lembaga penelitian ilmu sosial terbesar di Eropa, pada kurun waktu 2023–2024 menemukan bahwa satu dari dua remaja dari 1.600 responden pernah mengalami kekerasan seksual dalam setahun terakhir.Namun, belum ada data empiris komprehensif tentang kekerasan seksual di sekolah, dan penyelidikan hanya dilakukan di dua sekolah negeri di Jerman.

    “Masih belum ada struktur yang memadai untuk menangani masalah ini di sekolah atau di otoritas pengawas sekolah,” kata Gebrande. “Itulah sebabnya kami ingin hal ini menjadi elemen kunci dalam pelatihan guru.”

    “Saya merasa diabaikan, rentan, dan tak berdaya”

    Masalah besar lainnya yang disoroti studi baru ini adalah banyak korban tidak memiliki kata-kata untuk menggambarkan apa yang dialami dan seringkali tidak menyadari bahwa yang mereka alami adalah kekerasan seksual.

    Dalam satu kasus dari tahun 1970-an, seorang perempuan bernama Julia menceritakan kepada komisi tentang hubungan seksual yang dijalin dengan guru seninya yang berusia 32 tahun selama beberapa tahun, saat ia berusia 13 tahun. Ketika jauh di kemudian hari ia membaca artikel surat kabar tentang kasus serupa, “saya baru menyadari bahwa apa yang terjadi pada saya adalah kekerasan seksual.”

    Dalam kasus lain dari tahun 1990-an, Lea, seorang perempuan trans yang saat itu masih hidup sebagai laki-laki, mengalami pelecehan verbal, fisik, dan seksual berulang kali oleh sekelompok anak laki-laki di kelas 10. Ia memberanikan diri bercerita pada guru yang dipercaya. Namun ia merasa malu dan tidak tahu bagaimana mendeskripsikan pelecehan yang dialami. Alih-alih mendapat dukungan, guru tersebut mengatakan bahwa masalah itu harus diselesaikan sendiri oleh anak-anak sendiri dan kata guru itu kepadanya waktu itu, situasi justru akan memburuk jika orang dewasa ikut campur.

    Ia diberi tahu bahwa sejumlah “perkelahian dan konflik” adalah hal normal pada usia itu—terutama di antara anak laki-laki. “Saya merasa terlantar, rentan, dan tak berdaya,” tutur Lea kepada komisi. Tidak ada konsekuensi bagi pelaku: “Perilaku mereka bahkan diperkuat oleh fakta bahwa tidak ada yang menghalangi mereka melakukan kekerasan.”

    Undang-Undang baru untuk melawan kekerasan seksual pada anak

    Undang-undang baru untuk menangani kekerasan seksual pada anak mulai berlaku pada Juli tahun ini. Berdasarkan undang-undang ini, akan dibentuk dewan penasihat dari para penyintas, serta dilakukan studi tahunan mengenai prevalensi kekerasan seksual pada anak usia 14–15 tahun mulai tahun 2026.

    Selain perubahan kelembagaan yang direncanakan, Gebrande berharap studi baru ini mendorong masyarakat untuk menyoroti kekerasan seksual pada anak di komunitas masing-masing, menengok kembali sejarah sekolah mereka sendiri, dan mendengarkan suara korban. “Menurut pengalaman kami, penyelidikan biasanya hanya dilakukan ketika korban memberi tekanan kepada institusi melalui media,” pungkasnya.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)

  • Pemimpin Kelompok Anti-Hamas Tewas dalam Bentrokan di Gaza

    Pemimpin Kelompok Anti-Hamas Tewas dalam Bentrokan di Gaza

    Gaza City

    Pemimpin milisi bersenjata Palestina, Yasser Abu Shabab, yang dikenal menentang kelompok Hamas, dilaporkan tewas di Jalur Gaza pada Kamis (4/12) waktu setempat. Semasa hidup, sosok Abu Shabab disebut-sebut bekerja sama dengan militer Israel dalam melawan Hamas.

    Kematiannya dinilai menjadi pukulan telak bagi upaya Israel untuk mendukung klan-klan Gaza dalam melawan kelompok Hamas.

    Kelompok Pasukan Populer Gaza, yang dipimpin Abu Shabab, seperti dilansir Reuters dan kantor berita Anadolu Agency, Jumat (5/12/2025), menyebut pemimpin mereka tewas saat memediasi perselisihan keluarga yang diwarnai bentrokan berdarah.

    Abu Shabab yang merupakan pemimpin suku Bedouin yang berbasis di Rafah, yang kini dikuasai Israel, selama ini memimpin kelompok anti-Hamas paling terkemuka dari beberapa kelompok kecil yang muncul di Jalur Gaza selama perang berkecamuk lebih dari dua tahun terakhir.

    Kematiannya dinilai akan menjadi dorongan bagi Hamas, yang telah melabelinya sebagai kolaborator Israel dan memerintahkan para petempurnya untuk membunuh atau menangkapnya.

    Dalam pernyataannya, kelompok Pasukan Populer Gaza menyebut Abu Shabab meninggal dunia akibat luka tembak ketika menengahi pertengkaran keluarga di Gaza. Mereka menepis laporan yang menyebut Hamas berada di balik pembunuhannya, sebagai laporan “menyesatkan”.

    Laporan kematian Abu Shabab sebenarnya pertama kali dilaporkan oleh media-media lokal Israel, termasuk televisi KAN, yang mengutip sejumlah sumber keamanan setempat. Menurut laporan KAN, Abu Shabab tewas dalam bentrokan antarsuku di Jalur Gaza.

    Televisi lokal Israel lainnya, i24, melaporkan bahwa Abu Shabab meninggal dunia akibat luka-luka yang dideritanya saat menjalani perawatan medis di Pusat Medis Soroka, Israel bagian selatan.

    Amit Segal, seorang analis politik Israel untuk Channel 12, menyebut kematian Abu Shabab sebagai “perkembangan buruk bagi Israel” karena “Hamas memandangnya sebagai ancaman strategis terhadap kekuasaannya”.

    Pemerintah Israel sejauh ini menolak untuk berkomentar. Hamas juga belum memberikan tanggapannya.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, pada Juni lalu, mengakui bahwa Israel telah mempersenjatai klan anti-Hamas, meskipun Israel hanya mengumumkan sedikit rincian lainnya mengenai kebijakan tersebut sejak saat itu.

    Namun kelompok Abu Shabab menyangkal adanya dukungan dari Israel.

    Hamas sebelumnya menuduh kelompok Abu Shabab telah menjarah truk bantuan PBB selama perang Gaza berkecamuk. Tuduhan itu telah dibantah Abu Shabab yang mengklaim kelompoknya justru melindungi dan mengawal truk bantuan kemanusiaan.

    Kelompok Pasukan Populer Gaza, dalam pernyataannya, bersumpah akan melanjutkan jejak Abu Shabab dan “memerangi terorisme” di Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Gempar ‘Dokumen Damaskus’ Ungkap Kekejaman Rezim Assad

    Gempar ‘Dokumen Damaskus’ Ungkap Kekejaman Rezim Assad

    Jakarta

    Setelah kejatuhan diktatur Suriah Bashar al-Assad, muncul bukti baru berupa foto-foto yang menunjukkan kekejian tak manusiawi. Kumpulan data dengan lebih dari 70.000 foto itu diserahkan kepada Norddeutscher Rundfunk (NDR).

    Dokumen tersebut berasal dari seorang kolonel Suriah yang bekerja di Departemen Pengamanan Barang Bukti, Kepolisian Militer Damaskus. Saat pergolakan terjadi setahun yang lalu, dia berhasil membawa dan menyembunyikan hard disk berisi data dari brankas kantornya saat itu.

    Kumpulan data terbesar yang pernah dievaluasi

    Dokumen-dokumen tersebut diteliti bersama dengan jurnalis investigasi dari Westdeutscher Rundfunk (WDR), Süddeutsche Zeitung (SZ), Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (ICIJ), dan banyak mitra media internasional lainnya. “Damascus Dossier” adalah kumpulan data terbesar yang pernah dievaluasi jurnalis. Beberapa media yang terlibat dalam penelitian ini adalah surat kabar “Le Monde”, “Washington Post”, “El Pais”, “Toronto Star”, dan banyak lainnya.

    Seperti dilaporkan oleh NDR, dokumen ini mendokumentasikan pelanggaran berat hak asasi manusia di penjara-penjara Suriah di bawah pemerintahan Assad. Gambar-gambar tersebut menunjukkan nasib 10.212 tahanan Suriah yang tewas, sebagian besar pria, tetapi juga wanita, anak di bawah umur, dan setidaknya satu bayi.

    Selain foto-foto tahanan yang tewas, dokumen rahasia, daftar anggota militer, dan surat kematian tahanan juga ada dalam kumpulan dokumen tersebut.

    Tanda kekurangan gizi dan kekerasan

    Dalam laporannya NDR menyebut data tersebut mengungkapkan bagaimana warga sipil Suriah dimata-matai, dipenjara, dan disiksa hingga kehilangan nyawa sebelum Assad digulingkan pada Desember 2024. Sebagian besar mayat dalam foto-foto tersebut menunjukkan tanda kurang gizi, banyak di antaranya korban kurus kering. Selain itu, terdapat juga bukti kekerasan parah yang dialami para korban. Para ahli yang diwawancarai NDR menginterpretasikan hal tersebut sebagai akibat dari penyiksaan sistematis.

    Penelitian menunjukkan bahwa rumah sakit militer punya peran signifikan melakukan penindasan di Suriah. Dokter dari Rumah Sakit Militer Harasta di Damaskus menandatangani surat kematian tahanan dan hanya mencatatkan kejadian terminal seperti “henti jantung” tanpa penyebab kematian yang sebenarnya.

    Penyelidikan dilakukan Kejaksaan Agung Jerman

    Foto-foto dari Suriah ini penting bagi penyidik Jerman. Sejalan dengan prinsip hukum internasional, penjahat perang dapat dituntut di Jerman atas kejahatan yang dilakukan di Suriah.

    Data tersebut dapat diakses Jaksa Agung Federal, yang akan melakukan pemeriksaan dan evaluasi. Jaksa Agung Federal saat ini melakukan puluhan penyelidikan dan telah memeriksa lebih dari 2000 saksi untuk penyelidikan struktur organisasi kriminal.

    “Foto-foto yang kami miliki tentang Suriah melengkapi kesaksian individu-individu,” kata Jaksa Agung Federal Jens Rommel kepada tim investigasi gabungan NDR, WDR, dan SZ. “Foto-foto tersebut memperlihatkan dengan jelas apa yang telah dialami oleh individu-individu tersebut, apa yang mereka alami kini dapat diobjektifkan,” ujar Rommel.

    Bashar al-Assad memerintah Suriah selama hampir seperempat abad. Pada 8 Desember 2024, Assad digulingkan pejuang milisi Islamis HTS dan sekutunya. Assad yang kini berada di bawah suaka Moskow, dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat serta kejahatan perang termasuk melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap oposisinya dan juga penggunaan gas beracun dalam perang saudara.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizki Nugraha


    (ita/ita)

  • Militer AS Tembak Lagi Kapal Diduga Penyelundup Narkoba, 4 Orang Tewas

    Militer AS Tembak Lagi Kapal Diduga Penyelundup Narkoba, 4 Orang Tewas

    Jakarta

    Militer Amerika Serikat (AS) kembali menyerang sebuah kapal yang diduga menyelundupkan narkoba di Samuda Pasifik Timur. Empat orang tewas dalam peristiwa ini.

    “Serangan tersebut menargetkan kapal di perairan internasional yang dioperasikan oleh organisasi teroris yang telah ditetapkan,” kata Komando Militer AS sebagaimana dilansir AFP, Jumat (5/12/2025).

    Militer AS mengatakan penyerangan itu dilakukan setelah mereka mengonfirmasi barang bawaan kapal itu. Dia memastikan kapal itu mengedarkan narkoba.

    “Intelijen mengonfirmasi bahwa kapal tersebut membawa narkotika ilegal dan transit di sepanjang rute perdagangan narkoba yang diketahui di Pasifik Timur,” katanya.

    Awak kapal berjumlah empat orang. Keempatnya dinyatakan meninggal di lokasi.

    (zap/idn)

  • Satgas Baru AS di Timur Tengah Bakal Produksi Ratusan Ribu Drone Murah

    Satgas Baru AS di Timur Tengah Bakal Produksi Ratusan Ribu Drone Murah

    Jakarta

    Militer Amerika Serikat (AS) meluncurkan task force atau satuan tugas baru (satgas). Satgas itu akan dikerahkan ke Timur Tengah.

    Dilansir Al-Arabiya, Kamis (4/11/2025) pengerahan ini diumumkan Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) pada hari Rabu (3/12) waktu setempat. Satuan tugas baru bernama Task Force Scorpion Strike (TFSS).

    Satgas ini dibentuk menyusul selang sehari setelah Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth meluncurkan rencana “drone dominance” senilai US$ 1 miliar dalam dua tahun. AS ingin memproduksi ratusan ribu drone murah untuk memperkuat keunggulan militernya dan menghadapi ancaman drone yang makin masif di medan perang modern.

    Langkah ini juga dilakukan setelah ratusan serangan di bawah pemerintahan mantan presiden AS Joe Biden oleh milisi dan kelompok yang didukung Iran, yang menargetkan pasukan AS di Irak, Suriah, dan wilayah lain di Timur Tengah.

    Serangan-serangan tersebut, yang setidaknya satu di antaranya menewaskan prajurit AS, menyoroti perlunya solusi drone defensif dan ofensif yang lebih cepat dan lebih adaptif.

    Langkah ini juga dilakukan setelah ratusan serangan di bawah pemerintahan mantan presiden AS Joe Biden oleh milisi dan kelompok yang didukung Iran, yang menargetkan pasukan AS di Irak, Suriah, dan wilayah lain di Timur Tengah.

    Serangan-serangan tersebut, yang setidaknya satu di antaranya menewaskan prajurit AS, menyoroti perlunya solusi drone defensif dan ofensif yang lebih cepat dan lebih adaptif.

    CENTCOM mengatakan TFSS dirancang untuk segera melengkapi pasukan AS dengan sistem drone canggih yang dirancang untuk melawan ancaman terkini dan yang muncul di medan perang.

    “Memperlengkapi prajurit terampil kita dengan kemampuan drone mutakhir lebih cepat menunjukkan inovasi dan kekuatan militer AS, yang akan mencegah pelaku kejahatan,” ujar Komandan CENTCOM, Laksamana Brad Cooper, dalam sebuah pernyataan.

    Bagian dari peluncuran ini, AS telah mengerahkan sistem serangan tempur nirawak berbiaya rendah, yang dikenal sebagai drone LUCAS. Platform ini menawarkan operasi otonom jarak jauh dan dapat diluncurkan melalui berbagai metode, termasuk ketapel, lepas landas dengan bantuan roket, dan sistem darat atau kendaraan bergerak.

    Halaman 2 dari 2

    (lir/lir)