Category: Detik.com Internasional

  • Duh, Hampir 100 Truk Pengangkut Bantuan Gaza Dijarah!

    Duh, Hampir 100 Truk Pengangkut Bantuan Gaza Dijarah!

    Jakarta

    Hampir 100 truk yang membawa makanan untuk warga Palestina dijarah kelompok bersenjata setelah memasuki Gaza. Penjarahan ini merupakan salah satu insiden kehilangan bantuan terburuk selama 13 bulan perang di daerah kantong itu, di mana kelaparan semakin parah.

    Dilansir Al Arabiya dan Reuters, Selasa (19/11/2024). Insiden penjarahan pada 16 November itu disampaikan oleh dua badan PBB kepada Reuters pada hari Senin (18/11) waktu setempat.

    Konvoi truk yang mengangkut makanan yang disediakan oleh badan-badan PBB, UNRWA dan Program Pangan Dunia (WFP) diperintahkan oleh Israel untuk berangkat melalui rute yang tidak dikenal dari perbatasan Kerem Shalom, kata Louise Wateridge, Pejabat Darurat Senior UNRWA.

    Wateridge mengatakan bahwa sebanyak 98 truk dari konvoi 109 truk diserbu dan beberapa sopir pengangkut terluka selama insiden itu. Dia tidak merinci siapa yang melakukan penyergapan.

    “Ini …menyoroti beratnya tantangan akses untuk membawa bantuan ke Gaza selatan dan tengah,” katanya kepada Reuters.

    “Urgensi krisis ini tidak dapat dilebih-lebihkan; Tanpa intervensi segera, kekurangan pangan yang parah akan semakin parah, yang selanjutnya membahayakan kehidupan lebih dari dua juta orang yang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup.”

    Seorang juru bicara WFP mengonfirmasi penjarahan tersebut. Dia mengatakan bahwa banyak rute di Gaza saat ini tidak dapat dilalui karena masalah keamanan.

    Lihat juga Video: Pengemudi Takut Kirimkan Bantuan ke Gaza Seusai Israel Sabotase Truk

  • Roket dari Lebanon Hantam Pinggiran Tel Aviv, 5 Orang Luka

    Roket dari Lebanon Hantam Pinggiran Tel Aviv, 5 Orang Luka

    Tel Aviv

    Serangan roket dari Lebanon menghantam area pinggiran Tel Aviv, yang ada di wilayah Israel bagian tengah. Sekitar lima orang mengalami luka-luka akibat serangan tersebut.

    Serangan roket itu, seperti dilansir AFP, Selasa (19/11/2024), sempat mengaktifkan sirene peringatan serangan udara di area Tel Aviv dan beberapa wilayah lainnya di wilayah Israel bagian tengah.

    Militer Israel, dalam pernyataannya, menyatakan sistem pertahanan udaranya telah “mencegat satu proyektil” yang mengudara dari wilayah Lebanon.

    Belum ada komentar dari Hizbullah yang bermarkas di Lebanon soal serangan roket yang menghantam Israel tersebut.

    Kepolisian Israel, secara terpisah, mengatakan pihaknya menerima laporan soal puing-puing roket yang jatuh di area Tel Aviv.

    Dinas layanan medis Israel, Magen David Adom, melaporkan tim cepat tanggap mereka telah mengevakuasi lima korban luka ke rumah sakit setempat, menyusul serangan roket yang menghantam area Ramat Gan, yang terletak dekat Tel Aviv.

    Seorang wanita yang menjadi salah satu korban luka dilaporkan kini dalam kondisi serius di rumah sakit setempat.

  • Serangan Israel Hantam Bangunan Dekat Kantor Perdana Menteri Lebanon

    Serangan Israel Hantam Bangunan Dekat Kantor Perdana Menteri Lebanon

    Beirut

    Israel terus melakukan serangan ke Beirut, Lebanon, dengan dalih menghancurkan fasilitas Hizbullah. Serangan terbaru Israel mengenai gedung di kawasan padat dekat kantor Perdana Menteri Lebanon, Najib Mikati.

    Dilansir Al-Jazeera, Selasa (19/11/2024), petugas tanggap darurat tampak mengevakuasi jenazah dari reruntuhan yang dipicu serangan terbaru Israel di pusat kota Beirut. Lingkungan Zuqaq al-Blat merupakan daerah yang terkenal dan padat penduduk.

    Ada masjid, beberapa kedai kopi, dan bangunan tempat tinggal yang terdampak serangan. Serangan ini merupakan yang ketiga dalam kurun waktu 24 jam di wilayah administratif Beirut.

    Beberapa serangan juga terjadi sehari sebelumnya, salah satunya di dekat kedutaan Prancis yang menewaskan kepala media Hizbullah, Mohammad Afif. Ada juga serangan lain di jalan pasar Mar Elias yang menewaskan lebih banyak orang.

    Serangan udara terbaru Israel ini hanya terjadi beberapa meter dari kantor Perdana Menteri Najib Mikati atau Grand Serail yang di sebelahnya juga terdapat markas besar badan PBB di Beirut, United Nations Economic and Social Commission for Western Asia (ESCWA).

    Serangan ini juga terjadi saat negosiasi gencatan senjata berlangsung. Serangan udara serta serangan darat Israel di Lebanon selatan dan tembakan roket terus-menerus dari Hizbullah ke Israel menambah skeptisisme terhadap prospek gencatan senjata yang sesungguhnya.

    Israel melakukan serangan ke Lebanon dengan dalih menghancurkan Hizbullah agar warga mereka aman untuk kembali ke Israel utara. Serangan Israel itu telah menyebabkan lebih dari 3.000 orang tewas di Lebanon.

    (haf/imk)

  • Seruan Paus Fransiskus Pertama Kalinya Desak Usut Genosida di Gaza

    Seruan Paus Fransiskus Pertama Kalinya Desak Usut Genosida di Gaza

    Jakarta

    Paus Fransiskus mendesak pengusutan genosida yang terjadi di wilayah Gaza. Pernyataan itu merupakan pernyataan pertama kali pemimpin Gereja Katolik se-dunia tersebut.

    Dalam kutipan dari buku barunya yang diterbitkan pada Minggu (17/11), Paus mendesak penyelidikan lebih lanjut. Perlu dipastikan apakah tindakan Israel memenuhi definisi tersebut.

    Berjudul “Hope Never Disappoints. Pilgrims Towards a Better World”, buku tersebut memuat intervensi terbarunya yang paling terus terang terhadap perang Gaza, yang telah berlangsung lebih dari setahun, yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel.

    “Menurut beberapa ahli, apa yang terjadi di Gaza memiliki karakteristik genosida,” tulis Paus dalam kutipan buku yang diterbitkan di halaman depan harian Italia, La Stampa, pada hari Minggu (17/11).

    “Hal itu harus dipelajari dengan saksama untuk menentukan apakah (situasi) sesuai dengan definisi teknis yang dirumuskan oleh para ahli hukum dan badan-badan internasional,” tambahnya, dilansir kantor berita AFP, Senin (18/11/2024).

    Paus asal Argentina itu sering menyesalkan banyaknya korban operasi Israel di Gaza. Kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah itu menyebutkan jumlah korban sedikitnya 43.846 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.

    Namun, seruannya untuk penyelidikan menandai pertama kalinya ia secara terbuka menggunakan istilah genosida — tanpa mendukungnya — dalam konteks operasi militer Israel di wilayah Palestina.

    “Terjadi pembantaian genosida pada tanggal 7 Oktober 2023 terhadap warga negara Israel, dan sejak saat itu, Israel telah menjalankan haknya untuk membela diri terhadap upaya dari tujuh pihak yang berbeda untuk membunuh warga negaranya,” kata pernyataan tersebut.

    Selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Israel Terus Gempur Gaza, Korban Tewas Kini Tembus 43.922 Orang

    Israel Terus Gempur Gaza, Korban Tewas Kini Tembus 43.922 Orang

    Jakarta

    Israel terus menggempur Gaza, Palestina. Serangan Israel menewaskan 76 orang dalam 24 jam terakhir sehingga jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Gaza mencapai 43.922 orang.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (19/11/2024), Kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan pada hari Senin (18/11) bahwa sedikitnya 43.922 orang telah tewas dalam lebih dari 13 bulan perang antara Israel dan Hamas.

    Jumlah korban tersebut termasuk 76 kematian dalam 24 jam terakhir. Kementerian Kesehatan mengatakan 103.898 orang terluka di Jalur Gaza sejak perang dimulai ketika Hamas menyerang Israel sejak 7 Oktober 2023.

    Hamas Siap Gencatan Senjata di Gaza

    Seperti diketahui sebelumnya, seorang pejabat senior Hamas mengatakan bahwa kelompok itu “siap untuk gencatan senjata” di Gaza, dan mendesak Presiden terpilih AS Donald Trump untuk menekan Israel agar mengakhiri perang.

    “Hamas siap untuk mencapai gencatan senjata di Jalur Gaza jika proposal gencatan senjata diajukan, dan dengan syarat bahwa proposal tersebut dihormati oleh Israel,” kata anggota biro politik Hamas Bassem Naim kepada AFP, dilansir Al Arabiya, Sabtu (16/11/2024).

    “Kami menyerukan kepada pemerintah AS dan Trump untuk menekan pemerintah Israel agar mengakhiri agresi,” imbuhnya.

    “Hamas memberi tahu para mediator bahwa mereka mendukung proposal apa pun yang diajukan kepadanya yang akan mengarah pada gencatan senjata definitif dan penarikan militer dari Jalur Gaza, yang memungkinkan kembalinya orang-orang yang mengungsi, kesepakatan serius untuk pertukaran tahanan, masuknya bantuan kemanusiaan dan rekonstruksi,” ujar Naim menambahkan.

    (whn/whn)

  • Rusia Ungkit Perang Dunia III Usai AS Izinkan Rudalnya Dipakai Ukraina

    Rusia Ungkit Perang Dunia III Usai AS Izinkan Rudalnya Dipakai Ukraina

    Rusia Singgung Perang Dunia III

    Pemerintah Rusia bereaksi keras terhadap langkah pemerintahan Amerika Serikat. Salah satu anggota parlemen Rusia, Maria Butina, seperti dilansir Reuters, menuduh pemerintahan Biden berisiko memicu Perang Dunia Ketiga dengan langkah tersebut.

    Namun Butina juga meyakini bahwa Presiden terpilih AS Donald Trump, yang mulai menjabat pada Januari tahun depan, akan membatalkan keputusan pemerintahan Biden tersebut.

    “Orang-orang ini, pemerintahan Biden, sedang berusaha meningkatkan situasi semaksimal mungkin ketika mereka masih memiliki kekuasaan dan masih menjabat,” ucap Butina saat berbicara kepada Reuters.

    “Saya mempunyai harapan besar bahwa Trump akan mengatasi keputusan ini jika keputusan ini telah diambil, karena mereka secara serius memicu risiko dimulainya Perang Dunia Ketiga yang tidak menjadi kepentingan siapa pun,” cetusnya.

    Komentar Butina itu disampaikan setelah laporan Reuters pada Sabtu (16/11), yang mengutip dua pejabat AS dan sumber yang memahami keputusan itu, menyebut pemerintahan Biden telah mengambil keputusan untuk mengizinkan Ukraina menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia dengan senjata buatan AS.

    Media terkemuka AS, New York Times, juga melaporkan bahwa pemerintahan Biden telah membuat keputusan tersebut.

    Respons Kremlin

    Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia mengomentari keputusan pemerintahan Joe Biden, yang akhirnya mengizinkan Ukraina untuk menggunakan rudal jarak jauh buatan AS untuk menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, seperti dilansir Reuters dan kantor berita TASS, Senin (18/11/2024), menyebut pemerintahan Biden yang akan mengakhiri jabatannya semakin memperburuk konflik dan berupaya meningkatkan konflik di Ukraina.

    Peskov juga mengatakan bahwa serangan menggunakan rudal jarak jauh buatan Barat terhadap wilayah Rusia tidak akan dilakukan langsung oleh militer Ukraina, karena membutuhkan kemampuan negara Barat yang memahami operasional senjata itu. Peskov tidak menyebut langsung AS dalam komentarnya.

    “Faktanya adalah serangan-serangan ini tidak dilakukan oleh Ukraina, serangan-serangan ini dilancarkan oleh negara-negara yang memberikan izin, karena penargetan, pemeliharaan lainnya, tidak dilakukan oleh para prajurit Ukraina, melainkan dilakukan oleh para spesialis militer dari negara-negara Barat,” sebutnya.

    Dia mengingatkan bahwa Presiden Vladimir Putin pernah melontarkan pernyataan seperti itu sebelumnya.

    Putin, pada 12 September lalu, mengingatkan bahwa persetujuan Barat untuk langkah semacam itu berarti “keterlibatan langsung negara-negara NATO, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa dalam perang di Ukraina” karena infrastruktur dan personel NATO akan dilibatkan dalam menargetkan dan menembakkan rudal.

    “Ini benar-benar mengubah cara keterlibatan mereka (negara-negara Barat-red) dalam konflik,” ucap Peskov dalam pernyataannya.

    “Ini adalah bahayanya dan provokasi dari situasi ini,” imbuh Peskov.

    Menurut sumber-sumber yang dikutip Reuters itu, Ukraina berencana melancarkan serangan jarak jauh pertamanya dalam beberapa hari ke depan. Namun rincian soal rencana serangan itu tidak diungkapkan ke publik karena kekhawatiran keamanan operasional.

    Menurut sumber-sumber itu, serangan pertama jauh ke dalam wilayah Rusia kemungkinan akan dilakukan militer Ukraina dengan menggunakan roket ATACMS, yang memiliki jangkauan hingga 306 kilometer.

    (taa/whn)

  • AS Izinkan Ukraina Pakai Rudalnya Serang Rusia, Kremlin Bilang Gini

    AS Izinkan Ukraina Pakai Rudalnya Serang Rusia, Kremlin Bilang Gini

    Moskow

    Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia mengomentari keputusan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang akhirnya mengizinkan Ukraina untuk menggunakan rudal jarak jauh buatan AS untuk menyerang jauh ke dalam wilayah Rusia.

    Kremlin menyebut langkah itu sama saja memperdalam keterlibatan AS dalam konflik antara Rusia dan Ukraina.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, seperti dilansir Reuters dan kantor berita TASS, Senin (18/11/2024), menyebut pemerintahan Biden yang akan mengakhiri jabatannya semakin memperburuk konflik dan berupaya meningkatkan konflik di Ukraina.

    Peskov juga mengatakan bahwa serangan menggunakan rudal jarak jauh buatan Barat terhadap wilayah Rusia tidak akan dilakukan langsung oleh militer Ukraina, karena membutuhkan kemampuan negara Barat yang memahami operasional senjata itu. Peskov tidak menyebut langsung AS dalam komentarnya.

    “Faktanya adalah serangan-serangan ini tidak dilakukan oleh Ukraina, serangan-serangan ini dilancarkan oleh negara-negara yang memberikan izin, karena penargetan, pemeliharaan lainnya, tidak dilakukan oleh para prajurit Ukraina, melainkan dilakukan oleh para spesialis militer dari negara-negara Barat,” sebutnya.

    Dia mengingatkan bahwa Presiden Vladimir Putin pernah melontarkan pernyataan seperti itu sebelumnya.

    Putin, pada 12 September lalu, mengingatkan bahwa persetujuan Barat untuk langkah semacam itu berarti “keterlibatan langsung negara-negara NATO, Amerika Serikat, dan negara-negara Eropa dalam perang di Ukraina” karena infrastruktur dan personel NATO akan dilibatkan dalam menargetkan dan menembakkan rudal.

  • Kim Jong Un Perintahkan Militer Korut Genjot Kemampuan Perang!

    Kim Jong Un Perintahkan Militer Korut Genjot Kemampuan Perang!

    Pyongyang

    Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un memerintahkan militer negaranya untuk meningkatkan kemampuan berperang. Kim Jong Un menyerukan agar tentara-tentara Korut mampu menghadapi perang yang sebenarnya.

    Perintah itu diberikan Kim Jong Un ketika Pyongyang dilaporkan mengerahkan ribuan tentaranya ke Rusia, untuk berperang melawan Ukraina.

    Kim Jong Un, seperti dilansir Reuters, Senin (18/11/2024), memberikan perintah itu ketika dia berpidato dalam konferensi komandan batalion dan instruktur politik yang digelar di Pyongyang pada Jumat (15/11) waktu setempat.

    Dalam pidatonya, Kim Jong Un menyerukan pembangunan kekuatan politik dan militer, serta mencetuskan efisiensi pertempuran untuk memastikan bahwa Angkatan Bersenjata Korut bisa mengatasi perang.

    Disebutkan oleh Kim Jong Un bahwa ancaman-ancaman dari Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutunya, termasuk Korea Selatan (Korsel), serta konfrontasi militer mereka dengan Korut telah membawa ketegangan di kawasan ke “fase terburuk dalam sejarah”.

    Dia bahkan menyebut Semenanjung Korea sebagai “titik panas terbesar di dunia”.

    “Dia (Kim Jong Un) dengan sungguh-sungguh menyerukan kepada semua partisipan untuk berusaha sekuat tenaga demi mewujudkan perbaikan substansial dan mendasar dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam perang yang sebenarnya,” sebut kantor berita Korut, Korean Central News Agency (KCNA) dalam laporannya.

  • Hizbullah Terbuka untuk Gencatan Senjata dengan Israel

    Hizbullah Terbuka untuk Gencatan Senjata dengan Israel

    Para sumber dan sejumlah pejabat setempat menyebut bahwa anggota tim transisi Trump dan para anggota parlemen dari Partai Republik yang kini mendominasi Kongres AS menentang kesepakatan itu dan menilai pemerintahan Biden memberikan kesepakatan yang tidak menguntungkan Israel.

    Diungkapkan para sumber dan pejabat diplomatik yang dikutip Al Arabiya bahwa dua poin utama dalam proposal terbaru AS yang mungkin menjadi hambatan adalah bahasa mengenai hak membela diri dan pasukan pemantau internasional untuk memastikan implementasi Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1701.

    Lebanon menganggap bahasa soal membela diri dalam proposal AS bersifat ambigu, sehingga memungkinkan Israel untuk melanjutkan penerbangan harian ke wilayah udara atau menyerang target-target yang dianggap sebagai ancaman keamanan.

    Sedangkan pasukan pemantau internasional, yang berbeda dengan pasukan penjaga perdamaian PBB atau UNIFIL, akan melibatkan sejumlah negara Arab, Jerman, Inggris, Prancis dan AS. Menurut sejumlah sumber, pasukan ini tidak akan melibatkan pasukan di lapangan.

    Hizbullah, menurut laporan surat kabar Al-Akhbar, menolak keterlibatan Jerman dan Inggris dalam pasukan pemantau internasional tersebut.

    Sementara resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 yang mengakhiri perang antara Israel dan Hizbullah tahun 2006 lalu, tidak pernah dilaksanakan sepenuhnya oleh kedua pihak. Resolusi itu mengatur ketentuan seperti tidak ada senjata yang dibawa oleh pasukan selain Angkatan Bersenjata Lebanon di selatan Sungai Litani, dan pasukan Israel harus menarik diri sepenuhnya dari wilayah Lebanon sebagaimana ditetapkan oleh PBB.

    Terlepas dari itu, para pejabat AS memperingatkan bahwa upaya mengakhiri perang di Lebanon bukannya tidak memiliki batasan. Masih harus dilihat apakah gencatan senjata di Lebanon akan menjadi prioritas bagi pemerintahan Trump yang akan datang, yang akan dihadapkan pada sejumlah dilema kebijakan luar negeri yang ditinggalkan oleh pemerintahan Biden.

    Serangan Israel juga menewaskan dua tentara Lebanon dan melukai lebih banyak tentara lainnya, dalam apa yang disebut Angkatan Bersenjata Lebanon sebagai serangan langsung terhadap posisi mereka di bagian selatan negara tersebut.

    Hizbullah, sementara itu, telah memperkenalkan senjata baru dalam beberapa hari terakhir dan melancarkan serangan lebih jauh ke wilayah Israel.

    Kendati demikian, Hochstein yang merupakan utusan khusus Biden, mengatakan kepada media Axios bahwa dirinya “penuh harapan” mampu mencapai kesepakatan gencatan senjata di Lebanon dan “ada kesempatan” untuk itu.

    Lihat juga Video: Israel dan Hamas Sepakati Gencatan Senjata Demi Vaksinasi Polio di Gaza

    (nvc/ita)

  • Macron Bilang Putin Tak Ingin Perdamaian di Ukraina

    Macron Bilang Putin Tak Ingin Perdamaian di Ukraina

    Jakarta

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin “tidak menginginkan perdamaian” di Ukraina. Macron juga menyebut Putin “tidak siap untuk berunding” guna mengakhiri perang.

    Hal ini disampaikan Macron pada Minggu (17/11) waktu setempat, setelah serangan besar-besaran Rusia terhadap infrastruktur listrik Ukraina.

    Macron mengatakan: “Jelas bahwa Presiden Putin bermaksud untuk mengintensifkan pertempuran,” ujar Macron saat berkunjung ke Argentina, dilansir kantor berita AFP, Senin (18/11/2024).

    Pemimpin Prancis itu menambahkan bahwa ia hanya akan mempertimbangkan untuk melakukan panggilan telepon dengan pemimpin Rusia tersebut jika “konteksnya” tepat.

    Pada Minggu (17/11), militer Rusia melakukan serangan besar-besaran baru ke ibu kota Ukraina, Kyiv. Setidaknya ada 120 rudal dan 90 pesawat nirawak (drone) ditembakkan. Pejabat Ukraina mengatakan ini menjadi serangan terbesar dalam tiga tahun perang berlangsung.

    Dilaporkan AFP, ledakan besar terjadi pada Minggu dini hari di Kyiv dan kota dekat Sloviansk di wilayah Donetsk.

    Serangan besar-besaran Rusia ini telah membuat pemadaman listrik terjadi. Ini membuat banyak pihak khawatir mengingat musim dingin ekstrem mulai datang di wilayah itu, dan kebutuhan akan alat pemanas sangat tinggi.

    Sebelumnya, Zelensky mengatakan bahwa ia ingin mengakhiri perang dengan Rusia tahun depan, melalui “cara-cara diplomatik”.

    Hal itu disampaikannya pada Sabtu (16/11), sehari setelah mengatakan bahwa ia berharap konflik tersebut akan berakhir lebih cepat daripada yang seharusnya, setelah Donald Trump kembali menjadi presiden Amerika Serikat tahun depan.

    “Bagi kita, kita harus melakukan segala yang kita bisa untuk memastikan bahwa perang ini berakhir tahun depan. Kita harus mengakhirinya dengan cara-cara diplomatik,” kata Zelensky dalam sebuah wawancara dengan radio .

    Lihat Video: Zelensky Ingin Akhiri Perang dengan Rusia