Category: Detik.com Internasional

  • Polisi Korsel Geledah Kantor Presiden Buntut Darurat Militer

    Polisi Korsel Geledah Kantor Presiden Buntut Darurat Militer

    Jakarta

    Polisi Korea Selatan (Korsel) mengatakan pada hari Rabu (11/12) bahwa mereka telah menggeledah kantor Presiden Yoon Sook Yeol. Ini dilakukan di tengah penyelidikan atas pernyataan darurat militernya yang menggemparkan beberapa hari lalu.

    “Tim Investigasi Khusus telah melakukan penggerebekan di kantor kepresidenan, Badan Kepolisian Nasional, Badan Kepolisian Metropolitan Seoul, dan Dinas Keamanan Majelis Nasional,” kata unit penyelidikan dalam sebuah pesan yang dikirim ke AFP, Rabu (11/12/2024).

    Yoon telah dikenai larangan bepergian sebagai bagian dari penyelidikan “pemberontakan” terhadap lingkaran dalamnya setelah pengumuman darurat militer yang singkat pada tanggal 3 Desember lalu.

    Mantan menteri pertahanan Kim Yong-hyun secara resmi ditangkap pada Selasa malam atas tuduhan “terlibat dalam tugas-tugas penting selama pemberontakan” dan “penyalahgunaan wewenang untuk menghalangi pelaksanaan hak”.

    Pada hari Rabu, kantor berita Korsel, Yonhap melaporkan bahwa Kim telah mencoba bunuh diri sesaat sebelum penangkapan.

    Seorang juru bicara Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengatakan kepada AFP pada hari sebelumnya, bahwa Kim telah ditangkap di tengah kekhawatiran bahwa barang bukti mungkin akan dimusnahkan.

    Kim mengatakan melalui pengacaranya bahwa “semua tanggung jawab atas situasi ini sepenuhnya berada di tangan saya”. Dia menambahkan bahwa bawahan “hanya mengikuti perintah saya dan memenuhi tugas yang diberikan kepada mereka”.

    Lihat Video: Nasib Presiden Korsel, Umumkan Darurat Militer Berujung Jadi Tersangka

  • Siapa Muhammad al-Julani, Penguasa Baru Suriah?

    Siapa Muhammad al-Julani, Penguasa Baru Suriah?

    Jakarta

    Hingga beberapa pekan lalu, Abu Muhammad al-Julani tidak banyak dikenal oleh dunia internasional.

    Anonimitas itu sirna, ketika akhir pekan silam dia menumbangkan kekuasan Bashar al-Assad di Damaskus. Hanya dalam beberapa hari, kelompok milisi pimpinannya Hay’at Tahrir al-Sham bersama kelompok pemberontak lain, menggalang penaklukan kota-kota besar di Suriah : Aleppo, Hama dan akhirnya ibu kota.

    Al-Julani bersujud ketika tiba di gerbang Kota Damaskus, pada hari Minggu (8/12), dan mengumumkan berakhirnya kekuasaan dinasti Assad dalam sebuah pidato di Masjid Umayyah di pusat kota.

    Jatuhnya Damaskus meniupkan harapan berakhirnya perang saudara di Suriah, yang berkecamuk selama 13 tahun setelah meletusnya Musim Semi Arab pada tahun 2011 lalu.

    Radikalisasi dalam oposisi

    Selama beberapa tahun-tahun terakhir al-Julani beroperasi secara rahasia. Namun belakangan dia mulai jarang mengenakan sorban, dan sebaliknya lebih sering tampil dalam busana militer profesional dengan mengemban nama asli, Ahmed al-Sharaa.

    Usai penaklukan Damaskus, dia rajin memberikan wawancara dengan media internasional.

    Al-Julani atau al-Sharaa lahir di Arab Saudi pada awal tahun 1980-an. Ayahnya bekerja di sana sebagai insinyur hingga tahun 1989, menurut media Inggris BBC. Pada tahun yang sama, keluarganya pindah ke Masseh, sebuah distrik kaya di Damaskus.

    Usai serangan teroris 11 September 2001, al-Julani mulai terpikat pada propaganda organisasi teror Al-Qaeda. Pada tahun 2003 dia pergi ke Irak dan bergabung dengan Al-Qaeda, sebelum kemudian dijebloskan ke dalam penjara selama lima tahun.

    Meninggalkan ideologi khilafah

    Dia kembali ke kampung halaman pada tahun 2011 dan memimpin Front Al-Nusra, sayap militer Al-Qaeda di Suriah. Namun sejak itu, al-Julani mulai mengemban misi-misi nasionalis, dan menjauh dari mandat kekhilafahan global yang digariskan al-Qaeda.

    Pada bulan Mei 2015, al-Julani menegaskan bahwa, tidak seperti ISIS, pihaknya tidak merencanakan serangan apa pun terhadap Barat dan hanya fokus membebaskan Suriah. Dia juga menyatakan jika Assad dikalahkan, tidak akan ada serangan balas dendam terhadap minoritas Alawi, yang merupakan keluarga Assad.

    Ketika memutus aliansi dengan al-Qaeda, dia mengatakan niatnya agar Barat tidak punya alasan untuk menyerang organisasinya.

    Pada bulan Januari 2017, al-Julani memaksa kelompok Islam saingan di barat laut Suriah untuk bersatu dengan HTS. Alhasil, HTS menguasai sebagian besar provinsi Idlib. Di wilayah-wilayah yang dikuasainya, HTS mendirikan pemerintahan sipil dan mendirikan semacam negara.

    Pada saat yang sama, HTS dituduh oleh warga sipil Suriah dan organisasi hak asasi manusia melakukan tindakan brutal terhadap pembangkang. PBB mengklasifikasikan temuan pelanggaran HAM sebagai indikasi kejahatan perang.

    Meskipun telah memunggungi al-Qaeda, HTS terus ditetapkan sebagai organisasi teroris Islam oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Inggris, dan sejumlah negara lain.

    Apa rencana al-Julani?

    Selambatnya kini, dunia internasional akan memantau catatan HAM penguasa baru Suriah. “Fakta bahwa sejauh ini tidak ada kekerasan terhadap kelompok minoritas merupakan pertanda harapan,” kata pakar Suriah James Dorsey dari Middle East Institute di Washington kepada DW.

    Namun, mantan duta besar Jerman di Damaskus, Andreas Reinicke, berkomentar lebih skeptis. “HTS betapapun tetap berakar pada ideologi Islam garis keras serupa Al-Qaeda. Oleh karena itu, masa depan kelompok minoritas Kristen dan Kurdi di Suriah berpotensi terancam,” katanya kepada Kantor Berita Katolik, KNA.

    Untuk memoles citra, Julani di masa lalu pernah mengunjungi kamp-kamp pengungsi dan mengawasi upaya bantuan, misalnya saat gempa bumi tahun 2023. Dia menegaskan kepada penduduk Aleppo bahwa mereka tidak perlu mengkhawatirkan tindak kekerasan.

    Saat ini, sekitar 20.000 umat Kristen masih menghuni Aleppo, dan puluhan ribu lainnya telah mengungsi dalam beberapa tahun terakhir. Al-Julani telah memerintahkan serdadunya untuk menjamin keamanan di wilayah yang baru ditaklukkan.

    “Kebijakan semacam itu menandakan pendekatan politik yang baik,” jelas Aron Lund dari lembaga politik Century International kepada kantor berita AFP. “Semakin sedikit kepanikan yang terjadi di tingkat lokal dan internasional, dan semakin al-Julani tampak sebagai aktor yang bertanggung jawab dibandingkan sebagai ekstremis jihad yang beracun, maka semakin mudah tugasnya,” kata Lund menambahkan.

    Pada saat yang sama, dia memperingatkan, “apakah dia benar-benar tulus? Tentu saja tidak.” Meski menurutnya, pendekatan “ini adalah hal paling cerdas yang dapat Anda katakan dan lakukan saat ini.”

    Menurut BBC, HTS menerapkan strategi “jihad moderat” yang lebih pragmatis dibandingkan ideologi ketat. Pendekatan Julani dapat menunjukkan bahwa gerakan jihadis kaku seperti ISIS dan al-Qaeda mulai kehilangan pengaruhnya karena metode yang dianggap tidak efektif dan tidak berkelanjutan.

    Artikel ini diadaptasi dari DW bahasa Jerman

    (ita/ita)

  • Memanas, Kapal Induk AS Bergerak ke Timur Tengah

    Memanas, Kapal Induk AS Bergerak ke Timur Tengah

    Washington DC

    Kapal induk Amerika Serikat (AS), USS Harry S Truman, bergerak ke kawasan Timur Tengah saat ketegangan regional meningkat. Diperkirakan kapal induk AS itu akan tiba di kawasan tersebut pada akhir pekan ini.

    Informasi tersebut, seperti dilansir Al Arabiya, Rabu (11/12/2024), diungkapkan seorang pejabat AS, yang enggan disebut namanya, saat berbicara kepada Al Arabiya English. Disebutkan pejabat AS tersebut bahwa USS Harry S Truman bersama kelompok tempurnya akan tiba di Timur Tengah pada akhir pekan.

    Belum ada pernyataan resmi dari Pentagon atau Departemen Pertahanan AS soal pengerahan tersebut.

    Namun langkah ini dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan tersebut, yang salah satunya dipicu oleh tumbangnya rezim Presiden Bashar al-Assad di Suriah. Saat ini, ibu kota Damaskus dan beberapa kota penting Suriah lainnya dikuasai oleh pasukan pemberontak yang menggulingkan Assad.

    Ketegangan di Timur Tengah juga masih tinggi akibat perang tanpa henti antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza, serta konflik sengit antara Tel Aviv dan kelompok Hizbullah di Lebanon meskipun telah ada kesepakatan gencatan senjata.

    AS semakin meningkatkan kehadiran militernya secara signifikan di kawasan Timur Tengah sejak Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu, yang memicu perang Gaza.

    Selain mengerahkan aset militer untuk mendukung sekutunya Tel Aviv, Washington juga mengerahkan kapal-kapal induknya ke perairan Laut Merah untuk menangkal rentetan serangan pemberontak Houthi, yang bermarkas di Yaman, terhadap kapal komersial dan kapal niaga yang melintasi perairan tersebut.

    Lihat Video: Kapal Induk AS Tiba di Mediterania Timur untuk Bantu Israel

  • Serangan Bom Selama 2 Hari di Sudan Tewaskan 127 Orang

    Serangan Bom Selama 2 Hari di Sudan Tewaskan 127 Orang

    Jakarta

    Sebanyak 127 orang tewas di Sudan akibat bom barel dan penembakan dalam peperangan antara tentara dan pasukan dukungan cepat (RSF). Ratusan orang yang tewas itu sebagian besar masyarakat sipil.

    Dilansir Reuters, Rabu (11/12/2024), perang antara tentara dengan RSF itu telah berlangsung selama 20 bulan. Perang itu makin hari semakin memanas karena upaya gencatan senjata terhenti.

    Tentara telah meningkatkan serangan udara di separuh negara yang dikuasai RSF. Sementara RSF telah melancarkan serangan terhadap desa-desa dan serangan artileri yang intens. Keduanya menargetkan wilayah sipil yang padat penduduknya.

    Komite Perlawanan Al-Fashir yang pro-demokrasi mengatakan lebih dari delapan bom barel menghantam pasar di kota Kabkabiya di Darfur Utara pada Senin (9/12). Emergency Lawyers, sebuah kelompok hak asasi manusia, mengatakan lebih dari 100 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka.

    Tentara sering menargetkan kota-kota di Darfur Utara dengan serangan udara saat mereka melawan RSF untuk menguasai ibu kota negara bagian, al-Fashir, yang merupakan basis terakhir mereka di wilayah tersebut. Namun, mereka menolak bertanggung jawab atas serangan terhadap Kabkabiya, dan menegaskan bahwa mereka mempunyai hak untuk menargetkan lokasi mana pun yang digunakan oleh RSF untuk tujuan militer.

    Sebuah gambar yang dibagikan oleh Emergency Lawyers menunjukkan mayat-mayat yang diselimuti kuburan massal. Ada juga video yang dilihat Reuters menunjukkan mayat-mayat berlumuran darah berserakan di sekitar pasar.

    Gambar tersebut juga menunjukkan ada api menyala dan orang-orang dibawa keluar dari reruntuhan toko dan kios buah. Orang-orang terdengar menangis dan menjerit dalam rekaman tersebut, sementara yang lain berdoa untuk korban meninggal.

    Seorang aktivis dari Kabkabiya mengatakan bahwa, meskipun biasanya terdapat beberapa tentara di pasar dan bagian lain kota, sebagian besar dari mereka yang hadir adalah warga sipil. Dia mengatakan 87 jenazah telah diidentifikasi, namun beberapa di antaranya tidak bisa diidentifikasi karena kondisi jenazah terlalu rusak.

    (zap/yld)

  • Alasan Eks Menhan Korsel Ditahan Buntut Darurat Militer

    Alasan Eks Menhan Korsel Ditahan Buntut Darurat Militer

    Jakarta

    Mantan Menteri Pertahanan Kim Yong Hyun secara resmi ditangkap karena dugaan membantu Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol melakukan pemberontakan melalui darurat militer. Kim resmi ditangkap setelah Pengadilan Distrik Pusat Seoul mengeluarkan surat perintah penangkapan.

    Pengadilan mengungkap alasan Kim Yong Hyun ditahan, salah satunya karena khawatir akan menghancurkan barang bukti. Kim adalah orang pertama yang ditangkap secara resmi atas peristiwa tersebut.

    “Kami mempertimbangkan sejauh mana tuduhan tersebut didukung, beratnya kejahatan dan kekhawatiran dia akan menghancurkan bukti,” kata pengadilan saat mengeluarkan surat perintah dilansir Yonhap News Agency, Rabu (11/12/2024).

    Pengadilan juga menetapkan bahwa dugaan kejahatan yang dilakukan Kim berada dalam lingkup kejahatan yang berwenang untuk diselidiki oleh jaksa penuntut.

    Dengan penangkapan resmi ini, penyelidikan jaksa atas tuduhan pemberontakan Yoon Suk Yeol akan meningkat. Diketahui, Presiden Yoon Suk Yeol telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilarang berpergian ke luar negeri.

    Berdasarkan undang-undang Korea Selatan, seorang presiden kebal dari tuntutan ketika masih menjabat, kecuali dalam kasus pemberontakan.

    Dalam upaya penangkapan Kim, jaksa penuntut menuduhnya “berkonspirasi dengan Presiden Yoon untuk memulai kerusuhan dengan tujuan menumbangkan Konstitusi nasional.”

    Mereka juga mencurigai Kim menulis keputusan darurat militer setelah berkonsultasi dengan Yoon untuk memasukkan pembatasan yang tidak konstitusional terhadap wewenang Majelis Nasional.

    Terancam Hukuman Mati

    Pada Selasa lalu sebelum surat perintah dikeluarkan, Kim pergi ke pengadilan untuk meninjau apakah akan mengeluarkan surat perintah tersebut, dan mengatakan melalui penasihat hukumnya bahwa dia sangat meminta maaf karena menyebabkan kegelisahan dan ketidaknyamanan yang besar pada masyarakat.

    Jaksa telah menginterogasi Kim tiga kali sejak dia ditahan pada hari Minggu setelah dia secara sukarela hadir untuk penyelidikan.

    Kim dilaporkan mengakui selama interogasi bahwa ia mengusulkan darurat militer kepada Yoon tetapi mengklaim tindakannya tidak ilegal atau inkonstitusional.

    Secara hukum, pemimpin kelompok yang diduga melakukan pemberontakan bisa menghadapi hukuman mati atau penjara seumur hidup. Mereka yang berpartisipasi dalam merencanakan pemberontakan atau terlibat dalam kegiatan “penting” lainnya dapat dihukum mati, penjara seumur hidup, atau hukuman penjara paling sedikit lima tahun.

    (zap/yld)

  • Polisi Korsel Geledah Kantor Presiden Buntut Darurat Militer

    Presiden Tersangka, Menteri-Jenderal Polisi Ditangkap

    Presiden Korsel Ditetapkan Jadi Tersangka

    Presiden Yoon Suk Yeol ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan lintas lembaga di Korsel. Yoon juga dilarangan bepergian sambil menunggu penyelidikan atas tuduhan pengkhianatan dan tuduhan lain terkait dengan pemberlakuan darurat militer.

    Larangan bepergian tersebut diberlakukan oleh Kementerian Kehakiman tak lama setelah Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) menyatakan telah mengajukan permintaan perintah tersebut.

    Yoon telah ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan simultan yang dilakukan oleh polisi, jaksa dan CIO atas deklarasi darurat militer yang mengejutkan pada Selasa (3/12) lalu.

    Perintah tersebut dicabut 6 jam kemudian setelah Majelis Nasional Korsel memutuskan untuk mengakhirinya.

    Sebuah mosi untuk memakzulkan Yoon juga diajukan oleh oposisi utama Partai Demokrat dan partai oposisi lainnya, namun mosi tersebut dibatalkan pada Sabtu (7/12) setelah Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa memboikot pemungutan suara mengenai mosi tersebut.

    Bae Sang-eop, pejabat senior imigrasi di Kementerian Kehakiman, mengatakan kepada anggota parlemen dalam sidang parlemen pada Senin (9/12) bahwa larangan perjalanan hampir selalu dikeluarkan setelah peninjauan sederhana terhadap persyaratan formal.

    Dia mengatakan larangan itu diberlakukan pada Yoon sekitar pukul 15.00 Waktu Korsel.

    Jenderal Polisi Ditangkap

    Tim investigasi khusus yang menangani kasus tersebut mengatakan Cho Ji-ho dan Kim Bong-sik ditangkap tanpa surat perintah sekitar pukul 03.50 dini hari atas tuduhan pemberontakan.

    Berdasarkan ketentuan penangkapan darurat, polisi memiliki waktu 48 jam untuk menahan dan menginterogasi tersangka.

    Cho dan Kim telah menjalani pemeriksaan di markas polisi masing-masing selama sekitar 10 jam sejak Selasa (10/12) sore. Kedua pejabat tinggi polisi tersebut diduga telah memerintahkan petugas polisi untuk menutup kompleks Majelis Nasional guna menghalangi para anggota parlemen memasuki parlemen dalam upaya untuk membatalkan keputusan darurat militer.

    Cho diduga mengirim personel polisi ke Komisi Pemilihan Umum Nasional untuk membantu militer dalam melaksanakan perintah yang dikeluarkan di bawah darurat militer. Baik Cho maupun Kim telah dikenakan larangan bepergian.

    Saksikan juga Sudut Pandang: Melihat Lebih Dekat Proyek Strategis Nasional di Utara Jakarta

    (whn/zap)

  • Kepala Kepolisian Korsel Ditangkap Atas Tuduhan Pemberontakan Darurat Militer

    Kepala Kepolisian Korsel Ditangkap Atas Tuduhan Pemberontakan Darurat Militer

    Jakarta

    Polisi menangkap Cho Ji-Ho selaku Komisaris Jenderal Badan Kepolisian Nasional Korea Selatan, dan Kim Bong-Sik selaku Kepala Badan Kepolisian Metropolitan Seoul terkait pemberlakuan darurat militer. Sejumlah pejabat mengatakan keduanya ditangkap pagi ini waktu setempat.

    Dilansir Yonhap, Rabu (11/12/2024), tim investigasi khusus yang menangani kasus tersebut mengatakan Cho Ji-ho dan Kim Bong-sik ditangkap tanpa surat perintah sekitar pukul 03:50 dini hari atas tuduhan pemberontakan.

    Berdasarkan ketentuan penangkapan darurat, polisi memiliki waktu 48 jam untuk menahan dan menginterogasi tersangka.

    Cho dan Kim telah menjalani pemeriksaan di markas polisi masing-masing selama sekitar 10 jam sejak Selasa (10/12) sore. Kedua pejabat tinggi polisi tersebut diduga telah memerintahkan petugas polisi untuk menutup kompleks Majelis Nasional guna menghalangi para anggota parlemen memasuki parlemen dalam upaya untuk membatalkan keputusan darurat militer.

    Cho diduga mengirim personel polisi ke Komisi Pemilihan Umum Nasional untuk membantu militer dalam melaksanakan perintah yang dikeluarkan di bawah darurat militer. Baik Cho maupun Kim telah dikenakan larangan bepergian.

    Presiden Korsel Ditetapkan Tersangka

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol dikenakan larangan bepergian sambil menunggu penyelidikan atas tuduhan pengkhianatan dan tuduhan lain terkait dengan pemberlakuan darurat militer. Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan lintas lembaga di Korsel.

    Seperti dilansir Yonhap, Selasa (10/12), larangan bepergian tersebut diberlakukan oleh Kementerian Kehakiman tak lama setelah Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) menyatakan telah mengajukan permintaan perintah tersebut.

    (whn/whn)

  • Hattrick Justin Trudeau Lolos Mosi Tidak Percaya

    Hattrick Justin Trudeau Lolos Mosi Tidak Percaya

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau kembali lolos dari mosi tidak percaya yang diajukan oleh rival politik utamanya, Partai Konservatif Kanada. Tercatat, Trudeau sudah tiga kali lolos mosi tidak percaya.

    Mosi tidak percaya itu, seperti dilansir AFP, Selasa (10/12/2024), gagal diloloskan setelah Partai Liberal Kanada, yang berkuasa dan menaungi Trudeau namun tidak mendominasi parlemen, mendapatkan dukungan dari Partai Demokrat Baru (NDP), faksi kecil berhaluan kiri yang beraliansi dengan partai berkuasa.

    Sebanyak 180 suara menolak mosi tidak percaya terhadap Trudeau, sedangkan 152 suara lainnya mendukung dalam voting pada Senin (9/12).

    Draf mosi tidak percaya itu mencantumkan kritikan masa lalu pemimpin NDP Jagmeet Singh terhadap Trudeau, saat keduanya memutuskan aliansi pada Agustus lalu, yang menyebutnya “terlalu lemah, terlalu egois”.

    Majelis rendah parlemen Kanada, atau House of Commons, menemui jalan buntu dalam sebagian besar agenda rapat musim gugur karena taktik menunda-nunda yang dilakukan Partai Konservatif Kanada.

    Apa yang membuat rival Trudeau mengajukan mosi tidak percaya? Baca halaman selanjutnya.

  • Netanyahu Ancam Pasukan Pemberontak Suriah Jika Dukung Iran

    Netanyahu Ancam Pasukan Pemberontak Suriah Jika Dukung Iran

    Jakarta

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan pasukan pemberontak Suriah untuk tidak mengikuti jejak Bashar al-Assad dan membiarkan Iran membangun kembali kekuasaannya di negara tersebut. Netanyahu mewanti-wanti akan melancarkan serangan jika hal itu terjadi.

    “Jika rezim ini mengizinkan Iran untuk membangun kembali kekuasaannya di Suriah, atau mengizinkan transfer senjata Iran atau senjata lainnya ke Hizbullah, atau jika mereka menyerang kami, kami akan membalas dengan kekerasan dan kami akan menuntut harga yang mahal,” kata Netanyahu dalam sebuah video yang diunggah di X dilansir BBC, Rabu (11/12/2024).

    “Apa yang terjadi pada rezim sebelumnya, akan terjadi juga pada rezim ini,” imbuhnya.

    Untuk diketahui, Iran adalah salah satu sekutu terpenting Bashar al-Assad dan Hizbullah, yang didukung oleh Iran, mengirim ratusan pejuang untuk bergabung dalam perang saudara Suriah dan telah menjadi kunci dalam menguasai wilayah rezim.

    Pernyataan Netanyahu muncul setelah Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengonfirmasi untuk pertama kalinya bahwa pasukannya beroperasi di luar zona penyangga demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan.

    Mohammed Al Bashir Ditunjuk Jadi Perdana Menteri Sementara Suriah

    Sementara itu, Mohammed Al Bashir ditunjuk menjadi Perdana Menteri (PM) sementara Pemerintah Suriah. Al Bashir menyatakan akan menjabat hingga 1 Maret 2025 untuk memimpin pemerintahan transisi.

    Pengumuman itu disampaikan dalam pidato Al Bashir yang disiarkan televisi setempat. Mohammed Al Bashir merupakan pemimpin pemberontak yang membantu menggulingkan rezim Bashar al-Assad.

    Seperti dilansir National, surat kabar yang berbasis di Abu Dhabi, Al Bashir memerintah wilayah barat laut yaitu Provinsi Idlib Suriah sebagai bagian dari Pemerintahan Keselamatan Suriah, yang merupakan kelompok yang terkait dengan Hayat Tahrir-al Shams (HTS).

    Sebelumnya, utusan khusus PBB untuk Suriah mengatakan penting bagi semua kelompok di Suriah untuk bekerja sama. Namun Geir Pedersen menambahkan: “Secara umum kami telah melihat pernyataan yang meyakinkan dari HTS dan berbagai kelompok bersenjata”. Meskipun demikian, Pedersen melanjutkan dengan mengatakan masih ada beberapa masalah hukum dan ketertiban.

    Rezim Assad Tumbang

    Rezim Assad tumbang setelah kelompok militan Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menyatakan telah menguasai pusat Damaskus, ibu kota Suriah pada akhir pekan lalu.

    Pemimpin HTS, Abu Mohammed al-Jolani, dengan penuh kemenangan mengumumkan “penaklukan Damaskus”. Sekarang dia menggunakan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, alih-alih nama samaran sebagai tanda kebangkitannya yang tiba-tiba ke panggung nasional.

    (whn/whn)

  • Presiden Korsel Ditetapkan Jadi Tersangka Buntut Status Darurat Militer

    Presiden Korsel Ditetapkan Jadi Tersangka Buntut Status Darurat Militer

    Jakarta

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol dikenakan larangan bepergian sambil menunggu penyelidikan atas tuduhan pengkhianatan dan tuduhan lain terkait dengan pemberlakuan darurat militer. Yoon ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan lintas lembaga di Korsel.

    Seperti dilansir Yonhap, Selasa (10/12/2024), larangan bepergian tersebut diberlakukan oleh Kementerian Kehakiman tak lama setelah Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) menyatakan telah mengajukan permintaan perintah tersebut.

    Yoon telah ditetapkan sebagai tersangka dalam penyelidikan simultan yang dilakukan oleh polisi, jaksa dan CIO atas deklarasi darurat militer yang mengejutkan pada Selasa (3/12) lalu.

    Perintah tersebut dicabut 6 jam kemudian setelah Majelis Nasional Korsel memutuskan untuk mengakhirinya.

    Sebuah mosi untuk memakzulkan Yoon juga diajukan oleh oposisi utama Partai Demokrat dan partai oposisi lainnya, namun mosi tersebut dibatalkan pada Sabtu (7/12) setelah Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa memboikot pemungutan suara mengenai mosi tersebut.

    Bae Sang-eop, pejabat senior imigrasi di Kementerian Kehakiman, mengatakan kepada anggota parlemen dalam sidang parlemen pada Senin (9/12) bahwa larangan perjalanan hampir selalu dikeluarkan setelah peninjauan sederhana terhadap persyaratan formal.

    Dia mengatakan larangan itu diberlakukan pada Yoon sekitar pukul 15.00 Waktu Korsel.

    Ketika ditanya apakah CIO telah meminta larangan perjalanan terhadap ibu negara Kim Keon Hee, dia mengatakan hal itu akan ditinjau.

    Saksikan juga video: Presiden Korea Selatan Minta Maaf Atas Pengumuman Darurat Militer

    (rfs/jbr)