Category: Detik.com Internasional

  • Panama Bantah Kapal AS Bisa Lewati Terusan Secara Gratis

    Panama Bantah Kapal AS Bisa Lewati Terusan Secara Gratis

    Jakarta

    Presiden Panama Jose Raul Mulino membantah klaim Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menyebut kapal-kapal mereka bisa lewat gratis di Terusan Panama. Mulino menyebut pernyataan itu tidak bisa ditoleransi.

    “Tidak dapat ditoleransi, jelas dan nyata tidak dapat ditoleransi,” kata Jose dilansir kantor berita AFP, Kamis (6/2/2025).

    Mulino kini menyebut hubungan bilateral antarkedua negara hanya kebohongan dan kepalsuan. Dia tidak menjelaskan apakah penyesuaian atau tidak mengenai tarif melintas bagi kapal AS.

    “Hubungan bilateral yang didasarkan pada kebohongan dan kepalsuan,” ujarnya.

    Polemik soal Terusan Panama mencuat sejak Donald Trump menjadi Presiden AS. Meski ingin menguasai terusan itu, Trump menyatakan telah mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk merebut terusan yang dibangun oleh AS lebih dari satu abad yang lalu dan kemudian diserahkan kepada Panama.

    Sekitar 40% lalu lintas peti kemas AS melewati perairan sempit yang menghubungkan Laut Karibia dengan Samudra Pasifik tersebut. Perselisihan terbaru antara Panama dan Washington meletus setelah Departemen Luar Negeri AS mengklaim Panama telah setuju untuk mengizinkan kapal-kapal pemerintah AS melewati kanal tersebut secara gratis setelah pembicaraan akhir pekan lalu antara Mulino dan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

    Dalam sebuah unggahan di platform media sosial X, Departemen Luar Negeri mengklaim keputusan tersebut akan menghemat ‘jutaan dolar per tahun’ bagi pemerintah AS.

    Otoritas Terusan Panama, yang mengelola jalur perairan tersebut, dengan cepat menolak klaim tersebut dan mengatakan mereka ‘tidak melakukan penyesuaian apa pun’ terhadap tarif. Kapal-kapal pemerintah AS, yang sebagian besar berasal dari angkatan laut, merupakan sebagian kecil dari kapal-kapal yang melewati kanal tersebut.

    Trump dengan lantang mengeluhkan bahwa kapal-kapal AS dikenakan biaya berlebihan untuk menggunakan rute pelayaran tersebut. Baik Trump dan Rubio juga mengeluhkan tentang investasi China di terusan tersebut.

    Panama dengan tegas membantah klaim Trump bahwa China memiliki peran dalam mengelola terusan tersebut. Trump dan Mulino dijadwalkan mengadakan pembicaraan telepon untuk membahas masalah tersebut.

    Dalam konsesi penting kepada Washington menjelang diskusi, Mulino pada hari Kamis mengonfirmasi bahwa Panama telah menarik diri dari program infrastruktur Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI) China yang sangat besar.

    Mulino mengatakan bahwa Kedutaan Besar Panama di Beijing telah memberi China pemberitahuan yang diperlukan selama 90 hari mengenai keputusannya untuk tidak memperbarui keterlibatannya dalam BRI, yang telah diikutinya pada tahun 2017.

    Panama adalah negara Amerika Latin pertama yang mengumumkan penarikannya dari program triliunan dolar tersebut, yang beroperasi di lebih dari 100 negara.

    Lihat juga Video Trump: AS Bakal Ambil Terusan Panama Atau Sesuatu Dahsyat Terjadi

    (whn/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Siapkan Rencana untuk Warga Palestina yang Mau Tinggalkan Gaza

    Israel Siapkan Rencana untuk Warga Palestina yang Mau Tinggalkan Gaza

    Yerusalem

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana mengambil alih Gaza, Palestina. Israel menyiapkan rencana untuk warga Palestina yang sukarela meninggalkan Gaza.

    Dilansir dari AFP, Kamis (6/2/2025), Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, telah menginstruksikan kepada militer untuk merumuskan rencana bagi warga Palestina yang mau meninggalkan Gaza.

    “Saya telah menginstruksikan IDF (militer) untuk menyiapkan rencana yang memungkinkan keberangkatan sukarela bagi warga Gaza,” kata Katz.

    Katz mengatakan warga Palestina dapat pergi ke negara mana pun yang bersedia menerima mereka.

    Usulan pengambilalihan Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah mereka sendiri itu diutarakan Trump kala menerima kunjungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Pernyataan Trump ini mendapatkan kecaman dari dunia, termasuk dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

    PBB mengatakan pemindahan paksa warga Palestina sama saja dengan pembersihan etnis. Trump pun mengklaim semua orang akan menyukai rencananya.

    Namun, dia hanya memberikan sedikit rincian tentang bagaimana cara memindahkan sekitar 2 juta warga Palestina dari Gaza. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut pemindahan warga Palestina hanya sementara.

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut seruan Trump itu adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Perdamaian tidak akan tercapai tanpa berdirinya negara Palestina.

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” demikian pernyataan kantor kepresidenan Palestina.

    Juru bicara Hamas, Hazem Qassem.mengecam pernyataan Trump. Apa yang diutarakan Trump, jelas Hamas, sama sekali tidak dapat diterima.

    “Pernyataan Trump tentang Washington yang mengambil kendali atas Gaza sama dengan pernyataan terbuka mengenai niatnya untuk menduduki wilayah tersebut,” kata Hazem Qassem.

    “Gaza adalah untuk rakyatnya dan mereka tidak akan pergi,” lanjutnya.

    Meski dihujani kritik, Trump kembali menegaskan tetap akan mengambil alih Gaza. Ia menyebut Israel akan menyerahkan Gaza kepada AS.

    “Jalur Gaza akan diserahkan ke Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran. Warga Palestina, seperti Chuck Schumer, sudah akan dimukimkan kembali di komunitas yang jauh lebih aman dan indah, dengan rumah-rumah baru dan modern, di wilayah tersebut,” tulis Trump.

    Diketahui, Chuck Schumer adalah pemimpin minoritas di Senat dan seorang Demokrat. Dalam pidatonya pada pekan lalu, Schumer mengkritik Trump ‘sembrono dan melanggar hukum’.

    (isa/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Hamas Tuding Donald Trump Ingin Duduki Gaza

    Hamas Tuding Donald Trump Ingin Duduki Gaza

    Jakarta

    Rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Jalur Gaza membuat Hamas murka. Juru bicara Hamas Hazem Qassem menuding Trump berniat ingin menduduki wilayah Gaza.

    “Pernyataan Trump tentang Washington yang mengambil kendali atas Gaza sama dengan pernyataan terbuka mengenai niatnya untuk menduduki wilayah tersebut,” kata Qassem dilansir kantor berita AFP, Kamis (6/2/2025).

    Qassem menegaskan rakyat Gaza tidak akan pernah meninggalkan wilayahnya. Dia meminta ada pertemuan darurat antarnegara Arab mengenai rencana Trump ini.

    “Gaza adalah untuk rakyatnya dan mereka tidak akan pergi. Kami menyerukan diadakannya pertemuan puncak darurat Arab untuk menghadapi proyek pengungsian,” ujarnya.

    Qassem menegaskan pihaknya tidak membutuhkan negara mana pun untuk memerintah di Gaza. Dia meminta negara-negara Arab segera mengambil tindakan tegas dan menolak rencana Trump tersebut.

    “Kami tidak memerlukan negara mana pun untuk memerintah Jalur Gaza dan kami tidak menerima penggantian satu pendudukan dengan pendudukan lainnya. Kami menyerukan masyarakat Arab dan organisasi internasional untuk mengambil tindakan tegas untuk menolak proyek Trump,” katanya.

    Seperti diketahui, Trump mengklaim warga Palestina akan senang dipindah dari Gaza. Pernyataan kontroversial Trump itu disampaikan ketika dia berbicara kepada wartawan di Gedung Putih pada Selasa (4/2) waktu setempat, sebelum bertemu Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang berkunjung ke Washington DC untuk membahas isu Timur Tengah, termasuk gencatan senjata Gaza.

    Dalam pernyataannya, Trump mengklaim warga Palestina akan “dengan senang hati meninggalkan Gaza”. Dia juga menyebut warga Gaza tidak memiliki alternatif lain saat ini ketika ditanya wartawan AFP apakah relokasi sama saja dengan menggusur mereka secara paksa.

    Pernyataan ini disampaikan setelah Trump sebelumnya melontarkan gagasan yang menuai kritikan banyak pihak, yakni “membersihkan” Gaza dan mencetuskan warga Palestina di Jalur Gaza untuk direlokasi ke Mesir atau Yordania.

    (whn/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pesawat Kontrak Militer AS Jatuh di Filipina, 4 Orang Tewas

    Pesawat Kontrak Militer AS Jatuh di Filipina, 4 Orang Tewas

    Manila

    Satu unit pesawat kecil yang dikontrak oleh militer Amerika Serikat (AS) jatuh di Filipina bagian selatan. Akibatnya, empat orang yang berada di dalam pesawat itu tewas.

    Dilansir dari AFP, Kamis (6/2/2025), militer Filipina tidak dapat merilis informasi mengenai kecelakaan di Pulau Mindanao itu karena sebuah masalah yang masih dirahasiakan. Penyelidikan juga sedang berlangsung.

    Tentara AS sedang ditempatkan di Filipina dalam jangka pendek. Militer AS memberikan informasi intelijen kepada pasukannya untuk memerangi militan yang terkait dengan kelompok ISIS yang masih aktif di Mindanao.

    Komando Indo-Pasifik AS di Hawaii tak kunjung memberikan pernyataan soal kecelakaan itu. Kepada AFP, juru bicara kepolisian daerah Jopy Ventura belum menentukan penyebab jatuhnya pesawat tersebut.

    Sejauh ini, belum ada satu pun dari empat korban tewas yang teridentifikasi. Polisi dan tentara Filipina tengah dikerahkan ke TKP untuk mencegah adanya potensi gangguan.

    Nomor yang tertera pada ekor pesawat, yang diidentifikasi oleh polisi bernomor N349CA, telah didaftarkan ke perusahaan pertahanan Metra. Menurut situs pelacakan penerbangan FlightAware, pesawat itu diidentifikasi Beechcraft Super King Air B300.

    Dalam situs web Metra menggambarkan perusahaan tersebut sebagai ‘penyedia efek sebagai layanan terkemuka bagi mitra keamanan nasional di berbagai domain dan lebih dari selusin wilayah misi’.

    Salah satu anggota tim pencarian korban, Rhea Martin, mengatakan timnya telah menemukan empat mayat di lokasi kecelakaan.

    “Mayat-mayat itu ditemukan di dekat pesawat. Pesawat itu terbelah dua,” ujar Martin.

    Lihat juga Video: Pesawat Jatuh di Gudang Mebel di California, 2 Orang Tewas

    (isa/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Rencana Trump Ambil Alih Gaza Bikin Dunia Murka

    Rencana Trump Ambil Alih Gaza Bikin Dunia Murka

    Jakarta

    Rencana kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih dan memiliki Jalur Gaza membuat dunia murka. Palestina, Arab Saudi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hingga negara-negara sekutu AS menentang rencana Trump tersebut.

    Dirangkum detikcom, Kamis (6/2/2025), Trump, saat berbicara dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, secara mengejutkan mencetuskan bahwa AS akan menguasai Jalur Gaza dan mengembangkannya secara ekonomi, setelah merelokasi warga Palestina di sana ke tempat-tempat lainnya.

    Dalam pernyataannya, Trump mencetuskan “kepemilikan jangka panjang” oleh AS atas Jalur Gaza. Dia sesumbar menyebut AS akan meratakan Jalur Gaza dan membersihkan semua bangunan yang hancur di sana untuk menciptakan pembangunan ekonomi dan menciptakan ribuan lapangan kerja.

    Dia mengklaim hal itu akan “sangat dibanggakan” dan membawa stabilitas besar di kawasan Timur Tengah.

    Presiden Palestina Mahmoud Abbas, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, menolak tegas rencana Trump dan menegaskan Palestina tidak akan melepaskan tanah, hak dan situs-situs suci mereka.

    Ditegaskan juga Abbas bahwa Jalur Gaza merupakan bagian integral dari tanah negara Palestina, bersama dengan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    Penolakan juga disampaikan oleh Hamas, dengan salah satu pejabat seniornya, Sami Abu Zuhri, mengecam rencana Trump itu sebagai upaya mengusir warga Palestina dari tanah air mereka.

    “Kami menganggapnya sebagai resep untuk menimbulkan kekacauan dan ketegangan di kawasan karena masyarakat Gaza tidak akan membiarkan rencana seperti itu terjadi,” sebutnya.

    Daftar Negara yang Menolak Rencana Trump

    Foto: Donald Trump (Jim Watson/AFP/Getty Images).

    Arab Saudi

    Saudi menolak upaya apa pun untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Ditegaskan oleh Riyadh bahwa posisinya dalam mendukung Palestina tidak dapat dinegosiasikan.

    Mesir

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Mesir Badr Abdelatty menyerukan rekonstruksi cepat Jalur Gaza tanpa harus mengusir warga Palestina dari wilayah tersebut, setelah Trump melontarkan usulan mengejutkan tersebut.

    Dalam percakapan dengan Perdana Menteri (PM) Palestina Mohammed Mustafa di Kairo, Abdelatty menekankan “pentingnya melanjutkan proyek pemulihan dini… dengan laju yang dipercepat… tanpa warga Palestina meninggalkan Jalur Gaza, terutama dengan komitmen mereka terhadap tanah mereka dan penolakan untuk meninggalkannya”.

    Yordania

    Raja Yordania Abdullah II menolak “upaya apa pun” untuk mengambil alih wilayah Palestina dan mengusir warganya.

    Dalam pertemuan dengan Abbas, Raja Abdullah II mendesak upaya “untuk menghentikan kegiatan permukiman dan menolak setiap upaya untuk mencaplok tanah dan menggusur warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat, menekankan perlunya menempatkan warga Palestina di tanah mereka”.

    Uni Emirat Arab

    Uni Emirat Arab secara tegas menolak setiap upaya untuk menggusur warga Palestina dan menyangkal “hak mereka yang tidak dapat dicabut”.

    Turki

    Menlu Turki Hakan Fidan menyebut rencana Trump untuk mengambil alih Gaza “tidak bisa diterima”.

    Indonesia Termasuk Negara yang Menolak Rencana Trump

    Foto: Donald Trump (Getty Images via AFP/CHIP SOMODEVILLA).

    Indonesia

    Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menolak tegas upaya paksa merelokasi warga Palestina.

    “Indonesia dengan tegas menolak segala upaya untuk secara paksa merelokasi warga Palestina atau mengubah komposisi demografis Wilayah Pendudukan Palestina,” kata Kemlu dalam keterangan yang diunggah di akun X-nya, Rabu (5/2/).

    Malaysia

    Penolakan serupa juga disampaikan Malaysia, yang menyebut rencana Trump itu mengarah pada “pembersihan etnis” dan melanggar hukum internasional.

    “Malaysia sangat menentang usulan apa pun yang dapat mengarah pada pengusiran paksa atau perpindahan warga Palestina dari tahan air mereka. Tindakan tidak manusiawi semacam itu merupakan pembersihan etnis dan jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional dan resolusi PBB,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Malaysia.

    Liga Arab Sebut Rencana Trump Picu Ketidakstabilan

    Liga Arab menolak rencana Trump yang dinilai hanya akan memicu ketidakstabilan lebih lanjut di kawasan Timur Tengah. Liga Arab juga menegaskan kembali penolakan terhadap rencana menggusur warga Palestina dari Jalur Gaza.

    Blok regional beranggotakan 22 negara itu menyebut langkah semacam itu merupakan “resep untuk ketidakstabilan” dan akan menjadi “pelanggaran hukum internasional”.

    PBB: Rencana Trump Ambil Alih Gaza Sangat Mengejutkan

    Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi, mengaku terkejut dengan rencana Trump mengambil alih Gaza. Dia menyebut rencana itu “tidak jelas”.

    Kepala badan HAM PBB, Volker Turk, menegaskan bahwa mendeportasi orang dari wilayah pendudukan dilarang keras. Dia menekankan soal “hak untuk menentukan nasib sendiri” yang dimiliki warga Gaza, yang disebutnya sebagai “prinsip dasar hukum internasional dan harus dilindungi oleh semua negara”.

    Inggris-Prancis-Jerman

    PM Inggris Keir Starmer memberikan reaksi keras terhadap rencana Trump dengan menegaskan bahwa warga Palestina “harus diizinkan pulang” ke Jalur Gaza. Starmer juga kembali menegaskan dukungannya untuk pembentukan negara Palestina.

    “Mereka harus diizinkan pulang. Mereka harus diizinkan untuk membangun kembali, dan kita harus bersama mereka dalam membangun kembali menuju kepada solusi dua negara,” tegas Starmer saat berbicara kepada parlemen Inggris.

    Prancis menyampaikan penolakan keras terhadap rencana Trump, dengan juru bicara Kementerian Luar Negeri mereka, Christophe Lemoine, menyebut langkah semacam itu akan melanggar hukum internasional dan memicu ketidakstabilan kawasan.

    Lemoine menegaskan bahwa masa depan Gaza harus dalam konteks negara Palestina di masa depan dan tidak boleh dikuasai oleh negara ketiga.

    Menlu Jerman Annalena Baerbock menegaskan Jalur Gaza merupakan “milik warga Palestina” setelah Trump melontarkan rencana untuk mengambil alih wilayah Palestina tersebut.

    “Penduduk sipil di Gaza tidak boleh diusir dan Gaza tidak boleh diduduki atau dihuni kembali secara permanen,” tegas Baerbock.

    China

    China menentang rencana pemindahan paksa terhadap warga Gaza, dan mengharapkan semua pihak akan berpegang teguh pada gencatan senjata dan pemerintahan pascaperang sebagai peluang membawa masalah Palestina pada jalur penyelesaian politik yang benar berdasarkan solusi dua negara.

    Rusia

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan keyakinan bahwa penyelesaian konflik Timur Tengah hanya mungkin terjadi berdasarkan solusi dua negara.

    Brasil

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menolak keras rencana Trump mengambil alih Gaza.

    “Itu tidak masuk akal … Di mana orang Palestina akan tinggal? Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh setiap manusia,” tegas Lula da Silva, sembari menegaskan dukungan pada solusi dua negara dan mengecam tindakan Israel di Gaza sebagai “genosida”.

    Halaman 2 dari 3

    (whn/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Kembali Nyatakan AS Ingin Ambil Alih Gaza Meski Dikecam Dunia

    Trump Kembali Nyatakan AS Ingin Ambil Alih Gaza Meski Dikecam Dunia

    Jakarta

    Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mengambil alih Gaza, Palestina, mendapatkan kecaman keras dari berbagai pihak. Trump kembali menegaskan AS tetap akan mengambil alih Gaza

    Dilansir BBC, Kamis (6/2/2025), Trump menyampaikan hal tersebut di platform Truth Social miliknya. Dia menyebut Israel akan menyerahkan Gaza kepada AS.

    “Jalur Gaza akan diserahkan ke Amerika Serikat oleh Israel pada akhir pertempuran. Warga Palestina, seperti Chuck Schumer (nama politikus AS), sudah akan dimukimkan kembali di komunitas yang jauh lebih aman dan indah, dengan rumah-rumah baru dan modern, di kawasan tersebut,” tulis Trump.

    Diketahui, Chuck Schumer adalah pemimpin minoritas di Senat dan seorang Demokrat. Dalam pidatonya pekan lalu, Schumer mengkritik Trump ‘sembrono dan melanggar hukum’.

    Kembali ke Trump, dia mengatakan orang-orang akan bahagia dan aman jika rencananya terwujud. Meski demikian, Trump mengatakan dirinya tak berencana mengirim tentara AS ke Gaza.

    “Mereka benar-benar memiliki kesempatan untuk bahagia, aman, dan bebas. AS, bekerja sama dengan tim pembangunan yang hebat dari seluruh dunia, akan perlahan dan hati-hati memulai pembangunan yang akan menjadi salah satu pembangunan terbesar dan paling spektakuler di dunia. Tidak diperlukan tentara dari AS! Stabilitas kawasan akan berkuasa!!!,” jelas Trump.

    Sebelumnya, Trump mengumumkan AS akan mengambil alih Gaza saat menerima kunjungan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada Selasa (4/2). Sontak pernyataan Trump ini mendapatkan reaksi keras dari sejumlah negara, salah satunya Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

    “Presiden Mahmoud Abbas dan para pemimpin Palestina menyatakan penolakan keras mereka terhadap seruan untuk merebut Jalur Gaza dan mengusir warga Palestina dari tanah air mereka,” demikian pernyataan kantor kepresidenan Palestina.

    Seruan Trump itu, jelas Abbas, adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Perdamaian tidak akan tercapai tanpa berdirinya negara Palestina.

    “Kami tidak akan membiarkan hak-hak rakyat kami, yang telah kami perjuangkan selama beberapa dekade, dilanggar,” tegas Abbas dalam pernyataannya.

    Salah satu warga Palestina, Amir Karaja mengatakan kepada CNN bahwa ia lebih baik memakan puing-puing daripada dipaksa meninggalkan tanah airnya.

    “Kami teguh di sini,” kata Karaja kepada CNN pada hari Rabu (5/2).

    Karaja sedang membersihkan sisa-sisa puing di rumahnya di kamp Nuseirat di Gaza tengah. Bangunan itu menyerupai rumah boneka setelah seluruh dinding depannya runtuh dan memperlihatkan bagian dalam interior yang rusak.

    “Ini tanah kami, dan kami adalah pemilik tanah yang jujur dan sejati. Saya tidak akan tergusur. Tidak (Trump) atau siapa pun dapat mencabut kami dari Gaza,” kata Karaja.

    Rencana Trump itu juga ditentang oleh banyak negara seperti Iran, Jerman, Prancis, bahkan PBB. Indonesia juga menjadi salah satu yang menolak rencana Trump.

    (isa/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Usai Perjalanan Panjang, Keluarga WNI Ini Diperbolehkan Menetap di Australia

    Usai Perjalanan Panjang, Keluarga WNI Ini Diperbolehkan Menetap di Australia

    Pengacara imigrasi Andrew Woo berlinang air mata ketika memberi tahu kliennya, jika Asisten Menteri Imigrasi Matt Thistlethwaite sudah turun tangan secara pribadi untuk memberikan visa kepada Lily dan pasangannya Martin Cahyo, serta kedua putra mereka.

    “Doa kami terjawab melalui kerja keras kementerian dan pihak-pihak lain yang terlibat,” kata Lily kepada ABC.

    “Ini benar-benar sebuah keajaiban.”

    Keluarga tersebut pertama kali mengajukan permohonan menjadi penduduk tetap, atau ‘permanent resident’ (PR) di Australia pada tahun 2021.

    Namun, permohonan mereka ditolak karena putra sulung mereka, Jonathan, 14 tahun, hidup dengan ‘celebral palsy’, yang biaya perawatannya akan ditanggung negara Australia, namun dalam arti lain akan dibebankan kepada warga Australia selaku pembayar pajak.

    Pengadilan banding menguatkan keputusan tersebut pada tahun 2023, dengan memperkirakan biaya perawatan Jonathan akan menghabiskan dana publik sebesar AU$ 2,51 juta selama 10 tahun.

    Mereka kemudian mengajukan permohonan intervensi dari kementerian imigrasi pada bulan Oktober 2024. Mereka juga terancam dideportasi, sebelum adanya keputusan dari Asisten Menteri Imigrasi.

    Berharap ‘tak ada lagi diskriminasi’

    Departemen Dalam Negeri Australia mengatakan menteri terkait sudah mempertimbangkan kasus ini secara pribadi keadaan keluarga dan “memutuskan untuk menggunakan kewenangan kepentingan publik dalam kasus Anda”, mengganti putusan pengadilan banding dengan “keputusan yang lebih menguntungkan”.

    Pengacara Andrew Woo mengatakan keputusan ini mengakhiri perjuangan selama empat tahun dengan emosi yang bercampur aduk, hingga ada “rasa lega yang luar biasa … mengetahui jika keluarga Lily akhirnya bisa melangkah maju sebagai sebuah keluarga yang utuh”.

    “Saya sangat senang dengan waktu yang tepat, karena Raphael akan berusia empat tahun dalam beberapa bulan ke depan dan akhirnya dapat menghabiskan waktu bersama saudaranya, Jonathan, yang akan bergabung dengan keluarga dalam waktu dekat,” kata Andrew.

    Jonathan lahir di Melbourne pada tahun 2010, kemudian didiagnosis ‘cerebral palsy’ karena kelainan pada bagian ‘corpus callosum’-nya atau saraf antara belahan otak kanan dan kiri.

    Ketika Jonathan berusia 18 bulan, Martin membawa Jonathan kembali ke kampung halaman mereka di Surabaya karena “masalah keluarga”.

    Sementara itu Lily tetap tinggal di Melbourne untuk bekerja.

    Sejak saat itu Jonathan tinggal di Surabaya, meski Martin kembali ke Melbourne di tahun 2017 dengan niat membawanya kembali setelah keluarganya memiliki cukup uang.

    Karena Jonathan menghabiskan sebagian besar hidupnya di Indonesia bersama kakek-neneknya, ia tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan keringanan atau ‘automatic migration health waiver’ untuk anak-anak yang hidup dengan disabilitas.

    Keringanan ini diperkenalkan oleh pemerintah Australia tahun lalu dan mengharuskan anak-anak tinggal di Australia setidaknya selama lebih dari separuh hidup mereka.

    Lily mengatakan kalau ia yakin babak baru bersama keluarganya yang lengkap di Australia akan berarti lebih menghormati dan mengakui kesetaraan bagi Jonathan sebagai seorang yang hidup dengan disabilitas.

    “Berbeda dengan mengikuti tes bahasa Inggris jika seseorang ingin bermigrasi, [disabilitas] berada di luar kendali kami,” katanya.

    “Saya berharap tidak ada lagi diskriminasi, terutama dalam hal keuangan, terhadap anak-anak penyandang disabilitas.”

    ABC sudah menghubungi Departemen Dalam Negeri untuk memberikan tanggapan.

    Sebelumnya, Departemen Dalam Negeri mengatakan kepada ABC kalau mereka tidak mengomentari kasus-kasus individual.

    “Ini adalah akhir dari perjalanan panjang kami,” kata Lily.

    “Kami bisa mulai mewujudkan rencana masa depan untuk keluarga kami, untuk putra-putra kami.”

    Baca beritanya dalam bahasa Inggris

  • Helikopter Terbakar Saat Mendarat di Malaysia Tewaskan 1 WNI    
        Helikopter Terbakar Saat Mendarat di Malaysia Tewaskan 1 WNI

    Helikopter Terbakar Saat Mendarat di Malaysia Tewaskan 1 WNI Helikopter Terbakar Saat Mendarat di Malaysia Tewaskan 1 WNI

    Kuala Lumpur

    Sebuah helikopter yang mengangkut peralatan instalasi kabel terbakar saat melakukan pendaratan di area Pahang, Malaysia. Seorang teknisi lapangan yang berkewarganegaraan Indonesia (WNI) tewas dalam insiden ini, sedangkan pilot helikopter itu berhasil selamat.

    Insiden fatal ini, seperti dilansir The Star, Kamis (6/2/2025), terjadi di dekat sumber air panas di Bentong, ketika helikopter jenis Bell 206L-4 Long Ranger itu sedang melakukan pendaratan di ruas Jalan Lama Kuala Lumpur-Bentong pada Kamis (6/2) waktu setempat.

    Helikopter itu dilaporkan hancur total usai dilalap api yang besar.

    Pejabat kepolisian Bentong, Zaiham Mohd Kahar, mengonfirmasi insiden tersebut, sedangkan juru bicara Departemen Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan melaporkan pihaknya menerima panggilan darurat sekitar pukul 10.39 waktu setempat.

    “Kebakaran terjadi pada sebuah helikopter angkut yang 100 persen hancur,” sebut juru bicara itu.

    Dikonfirmasi oleh juru bicara Departemen Pemadam Kebakaran itu bahwa satu korban tewas dalam insiden ini merupakan warga negara Indonesia.

    “Seorang teknisi Indonesia tewas setelah terkena baling-baling helikopter,” ujarnya.

    “Kami berhasil mengendalikan api sekitar pukul 11.06 waktu setempat, dan jenazah korban telah diserahkan kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti,” imbuh juru bicara tersebut.

    Penyebab terbakarnya helikopter itu saat mendarat belum diketahui secara jelas. Penyelidikan terhadap insiden ini akan dilakukan oleh Biro Investigasi Kecelakaan Udara yang ada di bawah Kementerian Perhubungan Malaysia.

    Namun laporan awal menyebutkan bahwa api berkobar saat helikopter itu melakukan upaya pendaratan, yang menyebabkan helikopter itu terbalik dan terbakar hebat. Disebutkan juga bahwa pilot helikopter itu mengirim pesan soal kembali ke lokasi pendaratan kurang dari 10 menit sebelum insiden terjadi.

    Otoritas Penerbangan Sipil Malaysia menyebut helikopter itu disewa dan dioperasikan oleh MHS Aviation Berhad. Disebutkan bahwa helikopter itu sedang melakukan penerbangan pekerjaan udara saat insiden itu terjadi.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Dunia Hari Ini: Reaksi PBB dan Dunia Soal Rencana Trump Terkait Gaza

    Dunia Hari Ini: Reaksi PBB dan Dunia Soal Rencana Trump Terkait Gaza

    Dunia Hari Ini kembali dengan rangkuman berita utama yang terjadi dalam 24 jam terakhir.

    Laporan utama yang kami hadirkan dari Gaza.

    Peringatan PBB tentang Gaza

    Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres memperingatkan agar tidak ada upaya pembersihan etnis di Gaza, menanggapi usulan Presiden Donald Trump untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza.

    Presiden Trump juga mengatakan Amerika Serikat akan mengambil alih kawasam tersebut.

    “Kita tidak boleh memperburuk masalah ketika mencari solusi,” ujar Antonio.

    “Sangat penting untuk menghindari segala bentuk pembersihan etnis.”

    Pemakzulan wakil presiden Filipina

    Wakil Presiden Filipina Sara Duterte dimakzulkan oleh anggota parlemen setelah pemungutan suara di DPR.

    Ini membuka jalan bagi persidangan Senat yang dapat membuatnya dicopot dari jabatannya.

    Pemungutan suara digelar kemarin menyusul tuduhan kalau Duterte menyalahgunakan jutaan dolar dana publik, selain juga tuduhan merencanakan pembunuhan Presiden Ferdinand Marcos.

    Dalam rapat pleno majelis rendah Kongres, Sekretaris Jenderal DPR Reginald Velasco mengatakan sedikitnya 215 anggota parlemen menandatangani petisi untuk memakzulkan Duterte.

    Raja dan Ratu Swedia mengunjungi lokasi penembakan

    Raja Swedia Carl XVI Gustaf dan Ratu Silvia meletakkan bunga di kampus sekolah yang menjadi lokasi penembakan massal terburuk di negaranya.

    Sebanyak 11 orang tewas ketika seorang pria bersenjata menembak di Kampus Risbergska, di Orebro, Swedia bagian tengah, pada hari Selasa.

    Enam orang lainnya terluka akibat penembakan, dengan lima di antaranya masih dalam kondisi kritis.

    Polisi tidak menemukan bukti kalau tersangka, seorang pengangguran berusia 35 tahun, memiliki “motif ideologis”.

    “Saya pikir seluruh Swedia ikut merasakan peristiwa traumatis ini,” ujar sang raja.

    DeepSeek dilarang di perangkat Pemerintah Australia

    Pemerintah China mengecam Australia karena melarang aplikasi chatbot kecerdasan buatan China DeepSeek pada perangkat pemerintah.

    Pemerintah Australia memilih untuk melarang aplikasi untuk menghindari risiko keamanan nasional.

    Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri China mengatakan tindakan tersebut digambarkan sebagai “politisasi masalah ekonomi, perdagangan, dan teknologi”, yang ditentang Beijing.

    China juga membantah keras kalau aplikasi tersebut digunakan untuk mengumpulkan data.

    “Pemerintah China tidak pernah mengharuskan perusahaan atau individu untuk mengumpulkan atau menyimpan data secara ilegal,” bunyi pernyataan tersebut,

  • Apa Imbas Pembekuan Dana Bantuan Kemanusiaan AS bagi Afghanistan?

    Apa Imbas Pembekuan Dana Bantuan Kemanusiaan AS bagi Afghanistan?

    Kabul

    Pembekuan anggaran dana bantuan kemanusiaan Amerika Serikat, USAID, oleh Presiden Donald Trump memicu kekhawatiran perihal situasi kemanusiaan di Afghanistan. Negeri yang dikuasai Taliban sejak 2021 itu tergolong miskin dan menggantungkan banyak layanan publik seperti kesehatan dan pendidikan pada donasi luar negeri.

    Meski telah menarik mundur pasukannya sejak sebelum berkuasanya Taliban, AS masih merupakan donatur terbesar bagi Afghanistan.

    Menurut laporan Inspektorat Jenderal untuk Rekonstruksi Afghanistan, SIGAR, pemerintah AS telah “mengalokasikan atau menyediakan lebih dari USD 21 miliar bantuan untuk Afghanistan dan para pengungsi” sejak Taliban menguasai penuh negara tersebut.

    AS menegaskan bahwa dana bantuan dialirkan langsung kepada rakyat Afghanistan, tanpa melalui Taliban.

    Taliban hadapi ‘kekacauan’

    Meski demikian, Taliban secara tidak langsung ikut diuntungkan dari arus masuk dollar AS, karena membantu menstabilkan nilai tukar mata uang nasional dan mengurangi risiko inflasi. Terhentinya aliran valuta asing berpotensi fatal bagi perekonomian Afghanistan.

    “Terhentinya dana bantuan asing dari AS, termasuk dana USAID, memicu kekacauan di kalangan Taliban,” kata Ghaus Janbaz, bekas diplomat Afghanistan kepada DW.

    Banyak pakar berpendapat bahwa bantuan asing ke Afghanistan, termasuk kucuran dana senilai ratusan juta dari AS setiap tahun, secara tidak langsung telah membantu Taliban mengukuhkan kekuasaannya.

    Dengan aliran dana yang menyusut, mereka yakin Taliban dapat menyerah pada tuntutan internasional atau mengambil risiko menguatnya oposisi di dalam negeri.

    “Dalam tiga tahun terakhir, Taliban telah gagal membangun ekonomi yang mandiri. Artnya, mereka sangat bergantung pada bantuan asing,” tambah Janbaz.

    ‘Rakyat tanggung akibatnya’

    Sejak kembali menguasai Afghanistan, Taliban secara sistematis telah mengabaikan hak-hak dasar perempuan, termasuk akses pendidikan dan pekerjaan di luar rumah.

    Di bawah kekuasaan Taliban, perempuan Afghanistan dilarang menunjukkan wajah di depan umum. Tergerusnya hak-hak perempuan tetap menjadi hambatan utama bagi dunia internasional untuk menjalin hubungan resmi dengan Taliban.

    Hingga kini, belum ada negara di dunia yang secara resmi mengakui Taliban sebagai pemerintah Afghanistan yang sah.

    Taliban juga gagal membentuk pemerintahan yang inklusif atau membuka peluang bagi partisipasi aktif warga dalam isu nasional.

    Ketika seruan untuk meningkatkan tekanan terhadap Taliban semakin menguat, beberapa pihak memperingatkan bahwa pemotongan bantuan hanya akan menyebabkan penderitaan yang lebih besar bagi rakyat Afghanistan.

    “Menurut laporan PBB, 26 juta orang di Afghanistan bergantung pada bantuan asing untuk bertahan hidup,” kata Wazhma Frogh, seorang aktivis hak-hak perempuan Afghanistan yang tinggal di luar negeri yang bekerja dengan organisasi-organisasi bantuan yang masih beroperasi di Afghanistan.

    “Jika organisasi-organisasi kemanusiaan kehilangan akses dana kemanusiaan, mereka tidak akan dapat memberikan bantuan yang paling mendasar sekalipun,” katanya kepada DW.

    “Taliban tidak punya agenda untuk memberdayakan atau membangun rakyat Afghanistan. Bantuan yang diberikan hanya dari PBB, badan-badan internasional, dan organisasi-organisasi bantuan lokal,” tambahnya, seraya memperingatkan bahwa keputusan Trump untuk memangkas bantuan akan memperburuk kondisi rakyat Afghanistan secara signifikan.

    Apa rencana Trump untuk Afghanistan?

    Afghanistan diyakini akan tetap berada di luar agenda kebijakan luar negeri Presiden Donald Trump. AS saat ini sedang disibukkan oleh konflik di Timur Tengah dan Ukraina, serta konfrontasi melawan China.

    Selama konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu pada tanggal 4 Februari, Trump ditanya tentang rencananya menyangkut Taliban oleh seorang jurnalis perempuan Afghanistan.

    Dia cuma mengatakan dirinya tidak paham pertanyaan yang disampaikan karena terkecoh “aksennya yang indah,” kata dia merujuk pada gaya berbicara sang reporter, tanpa memberi jawaban.

    “Saya rasa pemerintahan Trump belum memiliki rencana untuk Afghanistan,” kata Frogh.

    Namun begitu, Trump berulang kali bersuara vokal memberikan tuntutan kepada Taliban, yaitu pengembalian peralatan militer yang ditinggalkan oleh AS dan kendali atas Pangkalan Udara Bagram, yang menurutnya sekarang berada di bawah pengaruh China. Klaim tersebut dibantah oleh Taliban.

    Menurut Janbaz, pernyataan ini tidak mencerminkan strategi konkret AS terhadap Afghanistan, tetapi lebih merupakan bagian dari retorika kampanye Trump.

    “Waktu akan menunjukkan bagaimana Trump menangani Afghanistan, tetapi yang jelas pendekatannya tidak akan mencerminkan pendekatan pemerintahan sebelumnya,” pungkas Janbaz.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu