Category: Detik.com Internasional

  • Denmark Susun RUU Larang Siswa Pakai HP di Sekolah

    Denmark Susun RUU Larang Siswa Pakai HP di Sekolah

    Kopenhagen

    Menteri Pendidikan Denmark Mattias Tesfaye mengumumkan bahwa pemerintah akan melarang handphone (HP) di sekolah. Aturan itu sedang disusun dalam rancangan undang-undang baru.

    “Kami telah memutuskan untuk memberikan dukungan pemerintah terhadap gagasan ini dan itulah sebabnya kami mulai mempersiapkan perubahan undang-undang,” kata Mattias Tesfaye kepada surat kabar harian Denmark Politiken, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2025).

    Rincian undang-undang tersebut belum ditandatangani, tetapi Tesfaye mengatakan “ponsel dan tablet pribadi tidak akan diizinkan di sekolah, baik selama waktu istirahat maupun selama pelajaran”.

    “Saya yakin layar merampas masa kecil banyak anak-anak kita,” kata menteri kebudayaan Jakob Engel-Schmidt dalam sebuah konferensi pers.

    Rencana tersebut mengikuti rekomendasi dari komisi kesejahteraan pemuda, yang juga merekomendasikan pembatasan penggunaan ponsel pintar bagi mereka yang berusia 13 tahun ke atas.

    Rasmus Meyer, presiden komisi tersebut, mengatakan pembatasan usia “jelas bukan sesuatu yang harus diputuskan oleh hukum”.

    “Begitu ponsel masuk ke kamar tidur anak, ponsel itu akan memenuhi semua ruang. Itu berisiko menghancurkan harga diri mereka. Begitu mereka memegang gadget, kesejahteraan mereka akan terganggu,” kata Meyer.

    (lir/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Babak Akhir Nasib Pemakzulan Presiden Korsel

    Babak Akhir Nasib Pemakzulan Presiden Korsel

    Jakarta

    Nasib Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol usai dimakzulkan parlemen memasuki babak akhir. Nasib Yoon akan ditentukan oleh palu hakim.

    Sebagaimana diketahui, penetapan darurat militer singkat oleh Yoon pada Desember lalu telah menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan politik. Tak lama setelah itu, Yoon dimakzulkan oleh parlemen Korsel.

    Namun nasib jabatan Yoon ada di tangan Mahkamah Konstitusi Korsel, yang menggelar sidang selama beberapa pekan terakhir untuk mempertimbangkan pemakzulan yang diloloskan parlemen.

    Mahkamah Konstitusi Korsel, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2025), menggelar sidang terakhir di Seoul pada Selasa (25/2) waktu setempat, dengan delapan hakim konstitusi akan memberikan pertimbangan secara tertutup untuk memutuskan nasib jabatan Yoon.

    Sidang terakhir untuk pemakzulan Yoon dimulai pukul 14.00 waktu setempat, namun menurut laporan jurnalis AFP, Yoon tidak hadir di ruang sidang.

    Bagaimana nasib Presiden nonaktif Yoon selanjutnya? Baca halaman berikutnya.

    Dukungan Buat Yoon

    Foto: Presiden Yoon (REUTERS/JEON HEON-KYUN/POOL)

    Justru sejumlah anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat, yang berkuasa di Korsel dan menaungi Yoon, tampak hadir dalam persidangan itu. Di luar gedung pengadilan, para pendukung Yoon meneriakkan slogan berbunyi: “Hentikan pemakzulan!”

    Dalam sidang terakhir ini, Yoon diperkirakan akan menyampaikan argumen penutup dalam pembelaannya, dengan perwakilan parlemen diberi tahu untuk menyampaikan argumen soal pemakzulannya.

    Putusan untuk sidang pemakzulan di Mahkamah Konstitusi Korsel ini diperkirakan akan disampaikan pada pertengahan Maret.

    Beberapa Presiden Korsel sebelumnya yang juga dimakzulkan, Park Geun Hye dan Roh Moo Hyun harus menunggu masing-masing 11 hari dan 14 hari untuk mengetahui nasib mereka.

    Pilpres Ulang Jika Yoon Dicopot

    Foto: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol (REUTERS/JEON HEON-KYUN/POOL)

    Jika Yoon secara resmi dicopot dari jabatannya, maka Korsel harus menggelar pemilihan presiden (pilpres) terbaru dalam waktu 60 hari.

    Yoon yang berusia 64 tahun telah berada di balik jeruji besi sejak dia ditahan bulan lalu atas tuduhan pemberontakan, dalam penyelidikan pidana terkait penetapan darurat militer tersebut.

    Dalam kasus pidana ini, Yoon terancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Persidangan kasus pidana ini baru dimulai pekan lalu.

    Yoon juga merupakan presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang menghadapi sidang seperti ini.

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jelang Ramadan, Israel Berlakukan Pembatasan Baru di Masjid Al-Aqsa

    Jelang Ramadan, Israel Berlakukan Pembatasan Baru di Masjid Al-Aqsa

    Yerusalem

    Otoritas Israel mempertimbangkan untuk memberlakukan pembatasan baru di kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, menjelang bulan suci Ramadan. Ribuan personel kepolisian Israel juga akan dikerahkan di pos-pos pemeriksaan.

    Laporan media Israel Kan, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (25/2/2025), menyebut para tahanan Palestina yang dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata Gaza, tidak akan diizinkan memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa.

    Selain itu, sebanyak 3.000 personel Kepolisian Israel akan dikerahkan di pos-pos pemeriksaan menuju ke Masjid Al-Aqsa.

    Para pria berusia 55 tahun ke atas, kemudian wanita berusia 50 tahun ke atas, dan anak-anak berusia 12 tahun ke bawah akan diizinkan memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa selama Ramadan.

    Sementara itu, para jemaah salat Jumat akan dikurangi jumlahnya menjadi 10.000 jemaah, dan mereka yang ingin hadir diharuskan mengajukan permohonan resmi terlebih dahulu.

    Kementerian Pertahanan Israel, menurut televisi Israel Channel 12, telah menggelar sejumlah diskusi mengenai rencana keamanan di wilayah tersebut. Diskusi dilakukan dengan badan intelijen Shin Bet, militer, kepolisian, dan otoritas penjara Israel.

    Bulan suci Ramadan dan pentingnya kompleks Masjid Al-Aqsa telah berulang kali menjadi titik konflik antara Israel dan Palestina.

    Selama bertahun-tahun, Israel terus memberlakukan pembatasan ketat terhadap akses masuk ke kompleks Masjid Al-Aqsa dan melakukan operasi militer di lokasi tersebut selama Ramadan, yang telah memicu bentrokan.

    Kompleks Al-Aqsa adalah situs tersuci ketiga bagi umat Islam dan simbol identitas nasional Palestina, tetapi juga merupakan tempat tersuci bagi agama Yahudi, yang menyebut kompleks suci itu sebagai Temple Mount.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pencarian Pesawat Malaysia Airlines MH370 Dilanjutkan Kembali!

    Pencarian Pesawat Malaysia Airlines MH370 Dilanjutkan Kembali!

    Kuala Lumpur

    Perusahaan eksplorasi maritim, Ocean Infinity, telah melanjutkan kembali operasi pencarian pesawat Malaysia Airlines MH370 yang hilang misterius selama satu dekade terakhir. Pencarian MH370 dilanjutkan setelah pemerintah Malaysia memberikan lampu hijau pada Desember tahun lalu.

    Menteri Transportasi Malaysia, Anthony Loke, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2026), mengatakan kepada wartawan bahwa rincian kontrak antara Malaysia dan pihak Ocean Infinity masih dalam tahap pematangan akhir.

    Namun, sebut Anthony, otoritas Kuala Lumpur menyambut baik “langkah proaktif Ocean Infinity dalam mengerahkan kapal-kapal mereka” untuk memulai pencarian pesawat yang hilang sejak Maret 2014 itu.

    Loke, dalam pernyataannya, menambahkan bahwa rincian lainnya, soal berapa lama proses pencarian akan berlangsung, belum dinegosiasikan.

    Dia juga tidak memberikan informasi lebih detail soal kapan tepatnya Ocean Infinity yang berbasis di Inggris itu memulai kembali pencarian puing MH307. Ocean Infinity sendiri pernah terlibat dalam pencarian MH370 hingga tahun 2018.

    Pemerintah Malaysia, pada Desember lalu, mengumumkan pihaknya setuju untuk meluncurkan pencarian baru untuk MH370.

    Penerbangan MH370, yang menggunakan pesawat jenis Boeing 777 dan membawa 227 penumpang serta 12 awak, menghilang dalam perjalanan dari Kuala Lumpur, Malaysia ke Beijing, China pada 8 Maret 2014 silam.

    Lihat juga Video ‘Keluarga Korban Hilangnya MH370 Demo di Depan Kedubes Malaysia di Beijing’:

    Hilangnya pesawat penumpang ini selama lebih dari 10 tahun telah menjadi salah satu misteri penerbangan terbesar di dunia.

    Meskipun pencarian terbesar dalam sejarah penerbangan telah dilakukan, bangkai pesawat itu tidak pernah ditemukan.

    “Mereka (Ocean Infinity-red) telah meyakinkan kami bahwa mereka siap,” kata Loke dalam pernyataannya.

    “Itulah sebabnya pemerintah Malaysia melanjutkan hal ini,” sebutnya.

    Lihat juga Video ‘Keluarga Korban Hilangnya MH370 Demo di Depan Kedubes Malaysia di Beijing’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Jadi Mata-mata Ukraina, Pria Rusia Divonis 16 Tahun Bui

    Jadi Mata-mata Ukraina, Pria Rusia Divonis 16 Tahun Bui

    Moskow

    Pengadilan militer Rusia menjatuhkan vonis hukuman 16 tahun penjara terhadap seorang pria yang dituduh menjadi mata-mata Ukraina. Pria Rusia ini dituduh memberikan data soal situs militer di dekat Moskow kepada Ukraina dan mempersiapkan serangan di negara tersebut.

    Komite Investigasi Rusia dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2025), menyebut pria yang tidak disebut identitasnya itu memfilmkan sistem pertahanan udara di area Podolsk, yang berjarak sekitar 40 kilometer sebelah selatan Moskow, pada April tahun lalu.

    Pria itu kemudian mengirimkan gambar-gambar sistem pertahanan udara itu, yang disertai data geografis, sebut Komite Investigasi Rusia, kepada “mentornya di Ukraina untuk memandu serangan drone terhadap situs militer ini”.

    Komite Investigasi Rusia mengatakan bahwa pria yang diadili itu juga membawa senjata dari Ukraina ke wilayah Rusia tahun 2017 lalu, untuk mempersiapkan serangan di beberapa wilayah, termasuk Bryansk, Kursk, dan Belgorod, yang semuanya berbatasan dengan Ukraina.

    Pengadilan militer Rusia juga memutuskan pria itu bersalah atas dakwaan mempersiapkan serangan, penyelundupan senjata, dan keterlibatan dalam aktivitas teroris.

    Lihat juga Video ‘Intelijen Militer Ukraina: 50% Amunisi Rusia Dipasok oleh Korut’:

    Rusia telah melancarkan tindakan keras terhadap pihak-pihak yang mengkritik apa yang mereka sebut sebagai operasi militer khusus Moskow di Ukraina sejak Februari 2022 lalu.

    Para pengkritik itu disidang atas berbagai tuduhan, mulai dari pengkhianatan, terorisme, ekstremisme, sabotase, hingga spionase. Semakin hari, persidangan terhadap para pengkritik operasi militer atau invasi Rusia ke Ukraina itu semakin meningkat.

    Sejak tahun 2022, ribuan orang telah dijatuhi sanksi, diancam atau dijebloskan ke penjara di berbagai wilayah Rusia karena menunjukkan perlawanan mereka terhadap invasi yang dipicu Moskow di Ukraina.

    Lihat juga Video ‘Intelijen Militer Ukraina: 50% Amunisi Rusia Dipasok oleh Korut’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Korban Tewas Jembatan Ambruk di Korsel Bertambah Jadi 4 Orang

    Korban Tewas Jembatan Ambruk di Korsel Bertambah Jadi 4 Orang

    Seoul

    Korban tewas dalam insiden ambruknya sebuah proyek jembatan jalan raya di salah satu area di Seoul, ibu kota Korea Selatan (Korsel), bertambah menjadi sedikitnya empat orang. Dua korban tewas di antaranya merupakan warga negara China.

    Laporan kantor berita Yonhap, seperti dilansir Reuters, Selasa (25/2/2025), menyebut insiden itu terjadi di area Anseong, yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Seoul, pada Selasa (25/2) pagi, sekitar pukul 09.49 waktu setempat.

    Lima struktur beton berukuran 50 meter yang menopang jembatan jalan raya itu, menurut Yonhap, tiba-tiba runtuh satu demi satu setelah diangkat ke tempatnya dengan derek. Penyebab runtuhnya struktur beton itu belum diketahui secara jelas.

    Seorang pejabat dinas pemadam kebakaran Anseong, Ko Kyung Man, menyatakan sedikitnya empat orang tewas dalam insiden tersebut. Dua korban tewas di antaranya merupakan warga negara China.

    Enam orang lainnya mengalami luka-luka, dengan lima orang di antaranya dalam kondisi kritis di rumah sakit setempat. Salah satu korban luka yang kritis itu juga berkewarganegaraan China.

    “Mereka sedang memasang penopang di jembatan itu. Semuanya sepuluh orang itu berada di atas penopang tersebut… dan terjatuh dari kedua sisi ketika penopang itu runtuh,” tutur Ko dalam konferensi pers yang disiarkan televisi setempat.

    Laporan televisi lokal YTN menayangkan rekaman video dramatis yang memperlihatkan penopang jembatan itu, yang ada di ketinggian, runtuh di lokasi pembangunan.

    Para petugas penyelamat di lokasi insiden terlihat memeriksa penyangga logam yang ringsek dan lempengan beton yang retak di bawah kolom jembatan jalan raya yang masih dalam proses pembangunan tersebut.

    Presiden sementara Korsel, Choi Sang Mok, menyerukan pengerahan semua personel dan sumber daya yang ada untuk menyelamat orang-orang yang masih hilang dan memastikan langkah-langkah keamanan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

    Badan Pemadam Kebakaran Nasional Korsel mengatakan pihaknya telah mengerahkan tiga helikopter dan hampir 150 petugas untuk membantu operasi pencarian dan penyelamatan. Kementerian Transportasi Korsel, secara terpisah, mengatakan bahwa mereka telah mengerahkan tim pejabat ke lokasi kejadian.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mengapa Pakistan Mengusir Para Pengungsi Afghanistan?

    Mengapa Pakistan Mengusir Para Pengungsi Afghanistan?

    Jakarta

    Seorang wanita yang kita sebut Fatima melarikan diri dari Afganistan bersama keluarganya pada Desember 2021. Ia sempat bekerja untuk sebuah organisasi nirlaba Amerika Serikat di Kabul. Namun, setelah penarikan pasukan AS pada musim panas 2021 dan Taliban kembali berkuasa, dia terpaksa meninggalkan negaranya.

    Sekarang ia tinggal di Islamabad, Pakistan, tetapi masa berlaku visa-nya hampir habis dan masih dalam proses perpanjangan.

    “Saya khawatir tentang pembaruan visa saya dan jika tidak diperbarui tepat waktu, pihak berwenang akan menangkap saya dan keluarga karena tinggal secara ilegal di negara ini,” kata Fatima kepada DW.

    Aparat kepolisian termasuk polisi wanita, menggerebek gedung tempat tinggal Fatima untuk mencari pengungsi Afganistan tanpa dokumen. Fatima tidak berada di sana saat itu, tetapi saudara laki-lakinya ditahan.

    “Kami menunjukkan tanda terima dan bukti pengajuan perpanjangan visa, tetapi polisi tetap tidak mau bekerja sama,” kata Fatima, yang kini bersembunyi dari pihak berwenang.

    Waktu semakin menipis bagi para pengungsi di Islamabad dan Rawalpindi

    Pada tahun 2023, Pakistan memulai inisiatif untuk memulangkan sekitar empat juta warga Afganistan yang telah memasuki negara itu selama 40 tahun terakhir. Pemerintah menetapkan batas waktu hingga 31 Maret untuk mengusir warga asing yang tinggal secara ilegal, dengan operasi pencarian yang berlangsung pada Januari dan Februari.

    Umer Gillani, seorang ahli hukum dan aktivis hak asasi manusia, kepada DW mengatakan, pengungsi Afganistan yang tinggal di Islamabad dan kota terdekat Rawalpindi “telah diminta secara lisan untuk meninggalkan Pakistan sebelum tanggal 28 Februari.”

    Moniza Kakar, seorang pengacara yang bekerja untuk advokasi pengungsi di Pakistan, juga menyatakan kepada DW terdapat “ketidakpastian dan ketakutan” di antara warga Afganistan di wilayah tersebut.

    “Sejak awal tahun ini, lebih dari 1.000 warga Afganistan telah ditahan di Islamabad, dan lebih dari 18.000 orang dipaksa meninggalkan Islamabad dan Rawalpindi akibat instruksi pemerintah di Islamabad,” tambahnya.

    Selama bertahun-tahun bekerja sama dengan Amerika

    Amin, seorang pria berusia 28 tahun asal Kabul, telah menghabiskan waktu bertahun-tahun berkolaborasi dengan Amerika Serikat dalam upaya memerangi Taliban di Afganistan. Namun, ia akhirnya terpaksa melarikan diri ke Pakistan dengan menyeberangi perbatasan.

    Dia mengungkapkan, awalnya hanya tinggal menunggu beberapa hari lagi untuk dievakuasi ke Amerika Serikat. Namun, rencana tersebut tertunda bulan lalu setelah Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menangguhkan program penempatan kembali pengungsi.

    Kini, hampir 20.000 warga Afganistan menunggu di Pakistan untuk mendapatkan persetujuan bermukim kembali di AS melalui program pemerintah Amerika.

    “Kami telah bekerja sama dengan Amerika selama bertahun-tahun. Kami membantu dan mendukung mereka di Afganistan, bahkan memberikan sebagian dari hidup kami. Sekarang, mereka seharusnya mendukung kami agar kami bisa hidup dengan damai,” kata Amin kepada DW.

    Ketegangan antara Kabul dan Islamabad makin panas

    Selama tiga tahun terakhir, hubungan antara Pakistan dan Afganistan, negara tetangganya, semakin memburuk.

    Islamabad menuding otoritas Taliban di Afganistan tidak mampu mengendalikan operasi kelompok militan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP), yang didirikan pada tahun 2007 dan telah melancarkan berbagai serangan terhadap pasukan keamanan Pakistan.

    Ketegangan lintas perbatasan dengan rezim Taliban yang semakin meningkat juga memicu kekhawatiran mengenai kesejahteraan warga Afganistan di Pakistan. Hal ini muncul di tengah laporan-laporan tentang dugaan intimidasi dan penangkapan. Pelapor khusus PBB telah menyuarakan keprihatinannya dan menegaskan, warga Afganistan di wilayah tersebut berhak mendapatkan perlakuan yang lebih manusiawi.

    Aktivis Gilani menyatakan, jutaan pengungsi Afganistan di Pakistan sering dijadikan “sandera untuk menekan setiap kali terjadi ketegangan antara kedua negara.”

    Minggu lalu, Kementerian Luar Negeri Pakistan membantah klaim yang diajukan oleh kuasa usaha Afganistan mengenai perlakuan buruk terhadap pengungsi Afganistan di Pakistan. Mereka menyebut tuduhan tersebut sebagai “tidak berdasar” dan mendesak Kabul untuk memfasilitasi pemulangan warga Afganistan secara lancar.

    Terpaksa Mengungsi Kembali Setelah Puluhan Tahun Tinggal di Pakistan

    Pakistan telah menjadi tempat berlindung bagi ratusan ribu pengungsi dari negara tetangganya, sebuah situasi yang dipicu oleh ketidakstabilan regional selama beberapa dekade. Warga Afganistan yang tiba di Pakistan setelah Taliban merebut kekuasaan pada Agustus 2021, bergantung pada perpanjangan visa untuk tetap tinggal di negara tersebut. Namun, proses ini mahal, penuh ketidakpastian, dan sering kali mengalami penundaan yang lama.

    “Kisah para pengungsi ini sangat memilukan. Keluarga-keluarga yang telah menetap di Pakistan selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, kini terpaksa mengungsi lagi akibat ketegangan antara kedua negara. Anak-anak, perempuan, dan laki-laki yang telah mengalami begitu banyak penderitaan diperlakukan seolah-olah mereka tidak bernilai. Ini bukan hanya krisis pengungsi, melainkan krisis kemanusiaan,” ungkap pengacara Kakar.

    Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris

    Lihat juga Video ‘Mendobrak Jalan Buntu Penantian Pengungsi ke Negara Impian’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Menteri Selandia Baru Mundur Usai Diadukan karena Sentuh Lengan Staf

    Menteri Selandia Baru Mundur Usai Diadukan karena Sentuh Lengan Staf

    Wellington

    Seorang menteri dalam pemerintahan Selandia Baru mengundurkan diri dari jabatannya setelah diadukan karena meletakkan tangannya ke lengan seorang staf saat mereka terlibat dalam diskusi yang bersemangat.

    Menteri Perdagangan dan Urusan Konsumen Selandia Baru, Andrew Bayly, mengatakan kepada wartawan bahwa perilakunya terhadap staf tersebut, yang tidak disebut jenis kelamin atau namanya, tergolong “berlebihan”.

    “Untuk itu, saya sangat meminta maaf,” ucap Bayly dalam pengumuman pengunduran dirinya, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2025).

    “Seperti yang Anda ketahui, saya tidak sabar untuk mendorong perubahan dalam portofolio jabatan menteri saya,” ujarnya.

    Pekan lalu, saya melakukan diskusi bersemangat dengan seorang anggota staf tentang pekerjaan. Saya membawa diskusi terlalu jauh, dan saya meletakkan tangan saya pada lengan atas mereka, dan itu tidak pantas,” kata Bayly dalam pernyataannya.

    Aduan telah diajukan mengenai perilaku Bayly dalam insiden yang terjadi pekan lalu. Namun Bayly menolak untuk memberikan komentar lebih lanjut soal apa yang sebenarnya terjadi dalam insiden itu.

    Ini menjadi permintaan maaf kedua yang disampaikan Bayly atas perilakunya sebagai menteri. Dalam insiden terpisah pada Oktober lalu ketika mengunjungi sebuah tempat bisnis setempat, Bayly diadukan karena mengumpat dan berulang kali menyebut seorang pekerja di sana sebagai “pecundang”.

    Bayly juga disebut sempat membentuk huruf “L” dengan jari di dahinya saat berbicara dengan pekerja di sana.

    Aduan yang disampaikan seorang pekerja di tempat bisnis itu, pada saat itu, menyebut sang menteri tampaknya minum minuman beralkohol dalam kunjungan tersebut.

    Bayly menyampaikan dua permintaan maaf pada saat itu, dengan mengatakan dirinya “salah membaca momen” dan menyebut komentar-komentarnya dimaksudkan sebagai komentar ringan. Dia juga menegaskan dirinya “tidak sedang mabuk” saat bertemu pekerja itu.

    Meski mundur dari jabatannya sebagai menteri, Bayly masih tetap menjadi anggota parlemen Selandia Baru.

    Perdana Menteri (PM) Selandia Baru, Christopher Luxon, dalam pernyataannya menyebut insiden Bayly itu terjadi pada 18 Februari lalu dan dirinya telah menerima pengunduran diri menterinya itu pada Jumat (21/2) waktu setempat.

    Luxon sengaja menunda pengumuman pengunduran diri Bayly untuk memberikan waktu kepadanya untuk berbicara kepada keluarga dan staf-stafnya.

    Dituturkan Luxon bahwa Bayly mengatakan kepada dirinya jika dia merasa perilakunya “tidak sesuai dengan harapan yang dia tetapkan untuk dirinya sendiri”. Luxon mengatakan dirinya mengapresiasi Bayly yang ingin terus menjadi anggota parlemen dan berterima kasih padanya karena telah melakukan “pekerjaan luar biasa” sebagai menteri.

    Bayly digantikan oleh Scott Simpson yang menjabat Menteri Perdagangan dan Urusan Konsumen yang baru. Simpson merupakan pejabat senior dalam parlemen yang bertanggung jawab atas penegakan disiplin partai-partai.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Presiden Korsel Hadapi Sidang Terakhir Pemakzulan

    Presiden Korsel Hadapi Sidang Terakhir Pemakzulan

    Seoul

    Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol, yang berstatus nonaktif usai dimakzulkan parlemen, menghadapi sidang terakhir yang akan menentukan nasib jabatannya. Hakim akan memutuskan apakah akan secara resmi memberhentikan Yoon terkait darurat militer kontroversial, atau mengembalikan jabatannya.

    Penetapan darurat militer singkat oleh Yoon pada Desember lalu telah menjerumuskan Korsel ke dalam kekacauan politik. Tak lama setelah itu, Yoon dimakzulkan oleh parlemen Korsel.

    Namun nasib jabatan Yoon ada di tangan Mahkamah Konstitusi Korsel, yang menggelar sidang selama beberapa pekan terakhir untuk mempertimbangkan pemakzulan yang diloloskan parlemen.

    Mahkamah Konstitusi Korsel, seperti dilansir AFP, Selasa (25/2/2025), menggelar sidang terakhir di Seoul pada Selasa (25/2) waktu setempat, dengan delapan hakim konstitusi akan memberikan pertimbangan secara tertutup untuk memutuskan nasib jabatan Yoon.

    Sidang terakhir untuk pemakzulan Yoon dimulai pukul 14.00 waktu setempat, namun menurut laporan jurnalis AFP, Yoon tidak hadir di ruang sidang.

    Justru sejumlah anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat, yang berkuasa di Korsel dan menaungi Yoon, tampak hadir dalam persidangan itu. Di luar gedung pengadilan, para pendukung Yoon meneriakkan slogan berbunyi: “Hentikan pemakzulan!”

    Dalam sidang terakhir ini, Yoon diperkirakan akan menyampaikan argumen penutup dalam pembelaannya, dengan perwakilan parlemen diberi tahu untuk menyampaikan argumen soal pemakzulannya.

    Putusan untuk sidang pemakzulan di Mahkamah Konstitusi Korsel ini diperkirakan akan disampaikan pada pertengahan Maret.

    Beberapa Presiden Korsel sebelumnya yang juga dimakzulkan, Park Geun Hye dan Roh Moo Hyun harus menunggu masing-masing 11 hari dan 14 hari untuk mengetahui nasib mereka.

    Jika Yoon secara resmi dicopot dari jabatannya, maka Korsel harus menggelar pemilihan presiden (pilpres) terbaru dalam waktu 60 hari.

    Yoon yang berusia 64 tahun telah berada di balik jeruji besi sejak dia ditahan bulan lalu atas tuduhan pemberontakan, dalam penyelidikan pidana terkait penetapan darurat militer tersebut. Dalam kasus pidana ini, Yoon terancam hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.

    Persidangan kasus pidana ini baru dimulai pekan lalu.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Eropa Usulkan Pasukan Perdamaian di Ukraina, Trump Bilang Putin Setuju

    Eropa Usulkan Pasukan Perdamaian di Ukraina, Trump Bilang Putin Setuju

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin telah menerima gagasan Eropa untuk mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke Ukraina, sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata nantinya.

    Pernyataan itu, seperti dilansir Reuters, Selasa (25/2/2025), disampaikan Trump saat melakukan pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berkunjung ke Gedung Putih, Washington DC, pada Senin (24/2) waktu setempat.

    Macron menambahkan bahwa Eropa siap untuk membantu mewujudkan gagasan tersebut.

    Trump dan Macron menguraikan upaya-upaya untuk menegosiasikan diakhirinya perang Ukraina dalam pembicaraan di Ruang Oval Gedung Putih, setelah keduanya melakukan video conference dengan para pemimpin G7 lainnya untuk menandai peringatan tiga tahun perang Ukraina, yang dipicu invasi militer Rusia.

    “Ya, dia akan menerimanya,” kata Trump ketika ditanya soal apakah Putin akan menerima kehadiran pasukan penjaga perdamaian di Ukraina.

    “Saya secara khusus menanyakan pertanyaan itu kepadanya. Dia tidak mempermasalahkannya,” ujar Trump.

    Meskipun berbeda pandangan, Trump dan Macron menyepakati untuk bekerja bersama dalam mewujudkan perdamaian di Ukraina. Macron menjadi pemimpin Eropa pertama yang mengunjungi Trump sejak dia kembali ke Gedung Putih bulan lalu.

    Dalam pertemuan itu, Macron mengatakan bahwa dirinya dan Trump sama-sama menginginkan “perdamaian jangka panjang yang solid”. Dia juga menyebut Eropa memiliki peran dalam memberikan jaminan keamanan.

    Menurut Macron, pertama-tama, gencatan senjata perlu dinegosiasikan, dan kemudian perjanjian damai yang didukung oleh jaminan keamanan diwujudkan.

    “Kami siap dan bersedia memberikan jaminan keamanan, yang mungkin mencakup pasukan, tapi mereka akan berada di sana untuk menjaga perdamaian,” cetus Macron saat menjawab pertanyaan wartawan bersama Trump di Ruang Oval Gedung Putih.

    “Pasukan itu tidak akan berada di garis depan. Mereka tidak akan menjadi bagian dari konflik apa pun. Mereka akan berada di sana untuk memastikan perdamaian dihormati,” tegasnya.

    Ditambahkan Marcon bahwa dirinya juga menginginkan keterlibatan AS yang “kuat” dalam rencana tersebut.

    “Saya kira kita bisa mengakhirinya dalam beberapa minggu — jika kita cerdas. Jika kita tidak cerdas, hal ini akan terus berlangsung,” ucap Trump dalam pertemuan dengan Macron tersebut, seperti dilansir AFP.

    Selain Macron, Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer juga mengatakan negaranya siap mengerahkan pasukan penjaga perdamaian di Ukraina jika ada kesepakatan. Starmer dijadwalkan berkunjung ke Gedung Putih dan bertemu Trump pada Kamis (27/2) mendatang.

    Baik Macron maupun Starmer dinilai berupaya meyakinkan Trump untuk tidak terburu-buru dalam mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Putin dengan cara apa pun, juga untuk tetap melibatkan Eropa dan mendiskusikan jaminan militer untuk Ukraina.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu