Category: Detik.com Internasional

  • Banyak Lagi yang Akan Ditangkap

    Banyak Lagi yang Akan Ditangkap

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa penangkapan pemimpin aksi protes pro-Palestina di Universitas Columbia merupakan “penangkapan pertama dari banyak penangkapan yang akan datang”.

    “Kita mengetahui ada lebih banyak mahasiswa di Columbia dan universitas lainnya di seluruh negara ini yang terlibat dalam aktivitas pro-teroris, antisemitisme, anti-Amerika, dan pemerintahan Trump tidak akan menoleransinya,” tegas Trump dalam pernyataan via media sosial Truth Social, seperti dilansir AFP, Selasa (11/3/2025).

    Otoritas imigrasi AS baru saja menangkap Mahmoud Khalil yang disebut sebagai pemimpin aksi pro-Palestina di Universitas Columbia yang menentang perang Israel di Jalur Gaza. Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) menyebut Khalil ditangkap pada Minggu (9/3) waktu setempat.

    Disebutkan DHS bahwa Khalil “memimpin aktivitas terkait Hamas, sebuah organisasi teroris”. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut soal tuduhan tersebut.

    DHS dalam pernyataannya menyebut langkah penangkapan itu dilakukan “untuk mendukung perintah eksekutif Presiden Trump yang melarang antisemitisme, dan dalam koordinasi dengan Departemen Luar Negeri”.

    Sosok Khalil menjadi wajah paling menonjol dari gerakan protes di universitas-universitas AS yang marak tahun lalu sebagai bentuk perlawanan terhadap perang yang berkecamuk di Jalur Gaza.

    Menurut Student Workers of Columbia Union, Khalil merupakan “seorang lulusan (Universitas) Columbia baru-baru ini dari Palestina dan kepala negosiator untuk kamp solidaritas Gaza musim semi lalu”. Dia disebut memegang green card dan berstatus penduduk tetap AS ketika ditangkap.

    Ribuan orang telah menandatangani petisi yang menyerukan pembebasan Khalil.

    Trump, dalam pernyataannya, mengancam akan mengambil tindakan lebih lanjut terhadap para demonstran kampus lainnya, yang beberapa di antaranya dia tuduh tanpa bukti sebagai “agitator bayaran”, atau “penghasut bayaran”.

    “Kita akan menemukan, menangkap, dan mendeportasi para simpatisan teroris ini dari negara kita — tidak akan pernah kembali lagi,” tegasnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Helikopter Medis Jatuh di AS, 3 Orang Tewas

    Helikopter Medis Jatuh di AS, 3 Orang Tewas

    Mississippi

    Sebuah helikopter angkut medis jatuh saat mengudara di negara bagian Mississippi, Amerika Serikat (AS). Sedikitnya tiga orang tewas dalam kecelakaan ini.

    Laporan otoritas setempat, seperti dilansir Associated Press, Selasa (11/3/2025), menyebut helikopter medis itu sedang dalam perjalanan kembali ke area Columbus setelah tuntas mengangkut seorang pasien, ketika tiba-tiba jatuh di area Madison County.

    Kecelakaan ini terjadi sekitar pukul 12.30 waktu setempat.

    Wakil Rektor urusan kesehatan pada Pusat Medis Universitas Mississippi, Dr LouAnn Woodward, dalam konferensi pers mengatakan kecelakaan itu menewaskan semua orang yang ada di dalam helikopter. Ketiga korban tewas terdiri atas satu pilot helikopter dan dua pekerja rumah sakit setempat.

    “Seluruh keluarga Pusat Medis sangat sedih atas kejadian ini,” ucap Woodward.

    Keluarga dari ketiga korban tewas telah diberitahu oleh otoritas setempat, namun nama ketiga korban tewas tidak diungkap ke publik untuk melindungi privasi.

    “Ini adalah pengingat tragis tentang risiko yang dihadapi para petugas cepat tanggap di Mississippi setiap harinya untuk menjaga kita tetap aman,” ucap Gubernur Mississippi, Tate Reeves, dalam pernyataan via Facebook.

    “Negara bagian kita tidak akan pernah melupakan pengorbanan para pahlawan ini,” ujarnya.

    Menurut pernyataan pihak Universitas Mississippi, ini menjadi kecelakaan pertama dalam 29 tahun terakhir selama layanan darurat AirCare beroperasi.

    Penyebab kecelakaan helikopter medis itu belum diketahui secara jelas.

    Namun pihak Universitas Mississippi mengatakan bahwa Otoritas Penerbangan Federal AS (FAA) dan otoritas terkait lainnya sedang melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap insiden ini.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Putus Pasokan Listrik ke Gaza, Arab Saudi Bilang Gini

    Israel Putus Pasokan Listrik ke Gaza, Arab Saudi Bilang Gini

    Riyadh

    Pemerintah Arab Saudi melontarkan kutukan keras terhadap keputusan Israel untuk memutus pasokan listrik ke Jalur Gaza, yang dilanda kehancuran akibat perang yang berkecamuk sejak Oktober 2023. Riyadh memperingatkan Tel Aviv untuk tidak menggunakan “hukuman kolektif” terhadap warga Palestina.

    Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (11/3/2025), mengutuk “dalam istilah paling keras” keputusan Israel memutuskan pasokan listrik untuk Jalur Gaza beberapa waktu terakhir.

    Kementerian Luar Negeri Saudi menegaskan kembali “penolakan mutlak terhadap pelanggaran Israel terhadap hukum kemanusiaan internasional”.

    “Kerajaan menekankan seruan kepada komunitas internasional untuk mengambil tindakan mendesak guna segera dan tanpa syarat memulihkan pasokan listrik dan memastikan aliran bantuan ke Gaza,” tegas Kementerian Luar Negeri Saudi dalam pernyataannya.

    “Kerajaan juga memperbarui seruan untuk mengaktifkan mekanisme akuntabilitas internasional atas pelanggaran terang-terangan ini,” cetus pernyataan tersebut.

    Kecaman Saudi ini disampaikan setelah Menteri Energi Israel, Eli Cohen, mengumumkan pada Minggu (9/3) bahwa dirinya menginstruksikan pemutusan pasokan listrik ke Jalur Gaza.

    “Saya baru saja menandatangani perintah untuk segera menghentikan pasokan listrik ke Jalur Gaza. Kami akan menggunakan semua cara yang kami miliki untuk memulangkan para sandera dan memastikan Hamas tidak lagi berada di Gaza setelah itu,” ucap Cohen dalam pernyataan video.

    Pemutusan pasokan listrik dilakukan Israel setelah akhir pekan lalu mengambil langkah kontroversial lainnya, dengan memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza hingga Hamas menerima persyaratan Tel Aviv untuk perpanjangan gencatan senjata yang menghentikan pertempuran selama 15 bulan terakhir.

    Tahap pertama gencatan senjata Gaza berakhir pada 1 Maret lalu, setelah memungkinkan masuknya pasokan makanan penting, tempat perlindungan, dan bantuan medis. Sementara Israel ingin memperpanjang tahap pertama hingga pertengahan April, Hamas bersikeras untuk transisi ke tahap kedua yang dimaksudkan mengakhiri perang secara permanen.

    Hamas, pada Sabtu (8/3), menuduh Israel “melakukan kejahatan perang berupa hukuman kolektif” dengan menghentikan bantuan dan menyebut tindakan itu juga berdampak pada para sandera Israel yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Ubah Citra, Arab Saudi Muncul sebagai Mediator Krisis Global

    Ubah Citra, Arab Saudi Muncul sebagai Mediator Krisis Global

    Jakarta

    Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman, semakin sibuk menerima kunjungan para pemimpin negara yang datang untuk membahas konflik global yang mendesak.

    Pada Senin (10/03) ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bertemu dengan Putra Mahkota Saudi untuk membahas perang Rusia di Ukraina. Pertemuan ini dilakukan menjelang pertemuan pada Selasa (11/03) antara delegasi Ukraina dan Amerika Serikat (AS) yang bertujuan untuk merundingkan kemungkinan akhir perang agresi Rusia, serta kesepakatan keamanan yang mencakup akses AS ke cadangan mineral dan logam berharga di Ukraina.

    Ini akan menjadi pertama kalinya delegasi Ukraina dan AS berbicara secara langsung setelah perselisihan publik antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Zelenskyy di Gedung Putih pada akhir Februari lalu.

    Fakta bahwa kedua negara memilih Arab Saudi sebagai lokasi pertemuan—bukan di Eropa, misalnya—menyoroti posisi strategis kerajaan kaya minyak ini di Timur Tengah.

    “Arab Saudi memang telah membangun dirinya sebagai platform dialog dalam dua hingga tiga tahun terakhir,” kata Sebastian Sons, peneliti senior di think tank Jerman CARPO, kepada DW.

    “Dalam strategi kebijakan luar negeri Arab Saudi, saat ini sangat penting untuk berbicara dengan semua pihak,” tambahnya.

    Memposisikan diri sebagai mediator netral

    Arab Saudi tampaknya berusaha mempertahankan posisi netral agar dapat menjaga jalur komunikasi terbuka dengan semua pihak yang terlibat dalam konflik yang sedang dimediasi.

    “Negara ini menahan diri untuk tidak bergabung dalam kritik dan sanksi Barat terhadap Rusia, tetapi juga menjalin kontak reguler dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy serta memberikan paket bantuan kemanusiaan dan medis senilai jutaan dolar untuk Ukraina,” jelas Kawas. Pada 2024, Riyadh membantu memfasilitasi pertukaran tahanan bersejarah antara Rusia dan AS. Dan pada pertengahan Februari, negara ini menjadi tuan rumah pembicaraan antara AS dan Rusia, di mana pejabat tinggi Washington dan Moskow bertemu untuk membahas normalisasi hubungan serta mengakhiri perang di Ukraina.

    Tampaknya juga ada kemungkinan bahwa Riyadh akan menjadi tempat pertemuan langsung antara Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang pertama sejak Trump kembali menjabat awal tahun ini.

    Selain memfasilitasi pembicaraan tentang akhir perang Rusia di Ukraina, Riyadh juga menjadi lokasi pertemuan Liga Arab untuk membahas konflik di Sudan serta masa depan Palestina di Gaza.

    “Kita melihat peran mediasi ini antara AS dan Rusia, antara AS dan Ukraina, serta menjadi pemain penting di Timur Tengah, terutama terkait dengan Palestina, Suriah, dan Lebanon,” kata Neil Quilliam, spesialis urusan luar negeri di think tank Chatham House yang berbasis di London, kepada DW.

    Kawas menggemakan pandangan ini: “Terkait dengan Timur Tengah, semua negosiasi di kawasan ini melewati Riyadh.”

    Kepentingan Saudi di mata internasional

    Peralihan fokus untuk membangun citra sebagai pusat komunikasi yang netral dan terpercaya ini dinilai sebagai tanda perubahan dari isolasi internasional Arab Saudi yang mencapai titik terendah setelah pembunuhan jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi, pada 2018. Ini juga bisa membantu mengalihkan perhatian dari catatan buruk rezim di Arab Saudi dalam isu hak asasi manusia.

    Alih-alih membela kebijakan domestik, posisi internasional baru negara ini memungkinkan Putra Mahkota Saudi untuk memanfaatkan pengaruhnya dalam berbagai konflik, menurut para pengamat.

    “Arab Saudi tentu akan menggunakan kesempatan untuk menengahi konflik Ukraina guna menampilkan diri sebagai mitra yang dapat diandalkan, karena negara ini menginginkan konsesi dari Trump, terutama terkait Gaza dan negara Palestina di masa depan bersama Israel,” kata Sebastian Sons kepada DW.

    Trump, yang dikenal sebagai pendukung kuat Israel, ingin melihat Israel dan Arab Saudi menormalisasi hubungan.

    Namun, serangan yang dipimpin Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023 dan perang yang terjadi di Gaza telah memperlambat proses ini.

    Awal tahun ini, Arab Saudi menolak rencana Trump untuk Gaza, di mana ia mengusulkan untuk mengubah Jalur Gaza yang hancur akibat perang menjadi “Riviera Timur Tengah” di bawah kepemilikan AS serta memindahkan sekitar 2,3 juta warga Palestina ke negara-negara Arab lainnya seperti Mesir dan Yordania. Para pakar hak asasi manusia mengkritik rencana ini sebagai bentuk pembersihan etnis.

    Sejak itu, Arab Saudi menegaskan kembali pendiriannya bahwa mereka tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel sebelum solusi dua negara, yang akan menjamin negara Palestina berdampingan dengan Israel, terlaksana.

    Mendorong investasi bagi Arab Saudi

    Ketika Trump kembali menjabat untuk masa jabatan keduanya awal tahun ini, Putra Mahkota Saudi menjadi pemimpin asing pertama yang mengucapkan selamat kepadanya. Tak lama setelah itu, Trump memuji Putra Mahkota Salman sebagai “orang yang luar biasa” dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia di Davos.

    Pada 2017, kunjungan luar negeri pertama Trump sebagai presiden adalah ke Arab Saudi. Langkah ini dianggap kontroversial, terutama karena bertepatan dengan pengakuan Trump bahwa ia memilih Arab Saudi sebagai tujuan pertama karena janji investasi senilai lebih dari $350 miliar (Rp5,74 kuadriliun) dalam ekonomi AS.

    Pekan lalu, Trump mengumumkan bahwa kunjungan kenegaraan pertamanya kali ini juga akan membawanya ke Arab Saudi. Kali ini, ia menambahkan, Riyadh berencana untuk berinvestasi setidaknya $600 miliar (Rp9,8 kuadriliun), termasuk pembelian peralatan militer AS dalam jumlah besar.

    Hal ini sejalan dengan model ekonomi Arab Saudi yang sedang bergeser, berupaya mengurangi ketergantungan pada minyak dan meningkatkan investasi asing serta modal eksternal, seperti dijelaskan oleh spesialis Timur Tengah, Sons. “Prioritas Riyadh adalah mengamankan model bisnisnya sendiri, dan untuk itu mereka membutuhkan AS,” jelasnya.

    Namun, ini juga berarti bahwa kerajaan tidak mungkin mengambil peran aktif dalam menyelesaikan konflik yang para pihaknya mereka fasilitasi. “Itu bukan tujuan Arab Saudi,” katanya,seraya menambahkan, “mereka lebih ingin membuka jalan untuk berbisnis dengan AS.”

    Artikel ini diadaptasi dari DW berbahasa Inggris.

    Lihat juga Video: Zelensky Tiba di Arab Saudi Jelang Perundingan dengan AS

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kejahatan Apa yang Telah Saya Lakukan?

    Kejahatan Apa yang Telah Saya Lakukan?

    Jakarta

    Kepolisian Filipina telah menangkap mantan Presiden Rodrigo Duterte berdasarkan surat perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait penyelidikan atas kebijakan “perang melawan narkoba”.

    Duterte ditangkap oleh polisi di Bandara Manila tak lama setelah kedatangannya dari Hong Kong.

    Duterte menolak meminta maaf atas tindakan keras antinarkoba yang brutal saat ia menjabat sebagai presiden Filipina pada 2016 hingga 2022. Tindakan tersebut mengakibatkan ribuan orang tewas.

    Setelah ditangkap, dia mempertanyakan dasar surat perintah tersebut: “Kejahatan apa yang telah saya lakukan?”

    ICC pertama kali mencatat dugaan pelanggaran tersebut pada 2016 dan memulai penyelidikan pada 2021. Penyelidikan tersebut mencakup kasus-kasus dari November 2011, saat Duterte menjabat sebagai wali kota Davao, hingga Maret 2019, sebelum Filipina menarik diri dari ICC.

    Pria berusia 79 tahun itu sebelumnya mengatakan bahwa ia siap masuk penjara, saat menanggapi laporan tentang kemungkinan penangkapannya.

    Mantan juru bicara kepresidenan Duterte, Salvador Panelo, mengecam penangkapan tersebut. Dia mengklaim penangkapan Duterte “melanggar hukum” karena Filipina telah menarik diri dari ICC.

    Di sisi lain, Koalisi Internasional untuk Hak Asasi Manusia di Filipina menyebut penangkapan Duterte sebagai “momen bersejarah”.

    “Jalannya moralitas itu panjang, tetapi hari ini, jalannya telah mengarah ke keadilan. Penangkapan Duterte adalah awal dari akuntabilitas atas pembunuhan massal yang menandai pemerintahannya yang brutal,” kata Ketua ICHRP, Peter Murphy.

    Duterte berada di Hong Kong untuk berkampanye bagi calon senatornya dalam pemilihan paruh waktu 12 Mei mendatang.

    Sebuah video yang diunggah oleh putrinya Veronica Duterte memperlihatkan Duterte ditahan di sebuah ruang tunggu di Pangkalan Udara Villamor, Manila.

    Dalam video itu, dia terdengar mempertanyakan alasan penangkapannya.

    “Apa hukumnya dan kejahatan apa yang telah saya lakukan? Saya dibawa ke sini bukan atas kemauan saya sendiri, melainkan atas kemauan orang lain. Anda harus bertanggung jawab sekarang atas perampasan kebebasan,” ujarnya.

    Rekaman yang ditayangkan stasiun televisi setempat menunjukkan dia berjalan di bandara menggunakan tongkat. Pihak berwenang mengatakan dia dalam “kesehatan yang baik” dan dirawat oleh dokter pemerintah.

    ‘Perang melawan narkoba’

    Rodrigo “Digong” Duterte, yang sekarang berusia 77 tahun, terpilih memimpin Filipina pada Juni 2016. Dia dulu berkampanye akan secara keras memberantas narkoba dan berbagai bentuk kejahatan.

    “Hitler membantai tiga juta orang Yahudi. Sekarang ada tiga juta pecandu narkoba [di Filipina]. Saya akan dengan senang hati membantai mereka,” katanya beberapa bulan setelah menjabat.

    Kebijakannya yang disebut “perang melawan narkoba” telah menyebabkan ribuan tersangka pecandu dan pengedar narkoba tewas dalam operasi polisi yang kontroversial.

    Ribuan orang lainnya ditembak mati oleh orang-orang bersenjata bertopeng tak dikenal, yang sering disebut oleh media Filipina sebagai vigilante alias orang-orang yang bertindak tanpa basis hukum.

    Jumlah resmi tersangka pengedar dan pengguna narkoba yang terbunuh selama Juli 2016 dan April 2022 adalah 6.248 orang.

    Banyak kelompok HAM percaya jumlah sebenarnya bisa mencapai 30.000 orang.

    Seorang kapten polisi di Kota Manila secara diam-diam diwawancarai dalam film dokumenter 2019 berjudul “On the President’s Orders”. Dia berkata, orang-orang bertopeng yang melakukan pembunuhan sebenarnya adalah polisi.

    Duterte pernah mengatakan kepada aparat penegak hukum di sebuah acara anti-narkoba, “Anda mungkin akan ditembak. Tembak dia terlebih dahulu, karena dia akan benar-benar menodongkan senjatanya pada Anda, dan Anda akan mati.”

    “Saya tidak peduli dengan HAM. Saya secara penuh akan memikul tanggung jawab hukum. Saya akan menghadapi pengacara hak asasi manusia itu, bukan Anda,” kata Duterte.

    Penyelidikan di parlemen pada Oktober 2024 lalu mengarah pada pasukan pembunuh bayaran yang menargetkan tersangka narkoba. Duterte telah membantah tuduhan penyalahgunaan tersebut.

    “Jangan pertanyakan kebijakan saya karena saya tidak meminta maaf, tidak ada alasan. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan, dan entah Anda percaya atau tidak… saya melakukannya untuk negara saya,” kata Duterte dalam penyelidikan parlemen.

    “Saya benci narkoba, jangan salah paham.”

    Duterte membangun citra sebagai seorang yang tegas di mata masyarakat sehingga ia disenangi oleh rakyat yang memilihnya sebagai presiden pertama Filipina dari Pulau Mindanao.

    Putrinya, Sara Duterte, adalah wakil presiden Filipina saat ini.

    Namun, dalam beberapa bulan terakhir, aliansi keluarga Duterte dengan Presiden Ferdinand Marcos tampak retak setelah keduanya memenangkan pemilihan umum 2022 dengan telak.

    Bahkan, pada awal Februari 2025, parlemen Filipina memilih untuk memakzulkan Wakil Presiden Sara Duterte menyusul adanya tudingan dugaan korupsi.

    Duterte dituduh menyalahgunakan dana publik senilai jutaan dolar dan mengancam akan membunuh Presiden Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr.

    Sara Duterte membantah tudingan tersebut dan mengklaim dirinya adalah korban dendam politik.

    Artikel ini akan diperbarui secara berkala.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Siklon Alfred Tak Separah yang Dibayangkan, WNI di Queensland Tetap Waspada

    Siklon Alfred Tak Separah yang Dibayangkan, WNI di Queensland Tetap Waspada

    Biro Meteorologi Australia memperingatkan hujan deras dan badai petir masih mengancam negara bagian Queensland dan New South Wales sebelah utara, seiring pergerakan sisa Siklon Tropis Alfred.

    Peringatan banjir darurat sudah dikeluarkan, dan lebih dari 200.000 rumah serta bisnis masih mengalami pemadaman listrik.

    Rosalia Pertiwi, warga Indonesia yang tinggal di Goodna, tidak jauh dari kawasan Brisbane River, mengatakan angin yang bertiup saat siklon tidak mempengaruhi rumahnya.

    Padahal, sempat diprediksi jika angin akibat siklon tersebut bisa berhembus dengan kecepatan 100 kilometer per jam.

    “Angin enggak parah-parah banget, kita over expectation,” kata Rosalia.

    “Justru yang ngeri-ngeri sedap karena hujan enggak berhenti, kita takut kena banjir.”

    Sebelumnya para pakar memprediksi jika siklon Alfred berubah arah dan kekuatannya melemah, namun tetap membawa hujan lebat dan banjir.

    Hingga saat ini Rosalia mengatakan tetap waspada karena pernah mengalami banjir besar di tahun 2022, salah satunya akibat air sungai yang meluap.

    “Jadi kalau listrik mati kayak 2022 lalu, kita siap ada generator,” ujarnya.

    ‘Tidak separah’ yang dibayangkan

    Selain Rosalia, warga Indonesia yang terdampak siklon Alfred adalah Nadya Nofita.

    Ia tinggal di Wellington Point, daerah pesisir di kota Redland, tak jauh dari Brisbane.

    Nadya mengatakan siklon Alfred yang menghantam rumahnya “tidak separah” yang dibayangkan.

    Meski begitu, listrik di rumahnya mati sejak Jumat sore dan baru menyala lagi Senin pagi.

    “Masak pakai kompor gas untuk camping,” kata Nadya yang rumahnya menggunakan kompor listrik.

    “Internet mati, karena enggak ada ada akses informasi, enggak bisa nonton TV juga, jadi enggak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.”

    Meski hujan sudah mereda, Nadya masih belum berani untuk bepergian jauh dari rumah demi keamanan.

    “Makanan aman, enggak perlu belanja lagi, banyak makanan instant,” ujarnya.

    Nadya namun mengkhawatirkan dampak setelah angin siklon Alfred.

    “Khawatir siklonnya sebentar, tapi dampaknya setelah itu bisa saja jalanan terputus, air tercemar,” katanya.

    “Kalau jalan terputus, jadinya makanan, supplies ke supermarket pun enggak ada, air tercemar, listrik mati belum tentu nyalanya cepat.”

    Persiapan mengurangi dampak bencana

    Sejumlah warga Indonesia yang tinggal di Brisbane mengaku peringatan dan pesan yang dikirim pemerintah dan otoritas cuaca membantu mereka untuk melakukan persiapan.

    Sudah jauh-jauh hari badan meteorologi di Australia memprediksi kedatangan angin siklon Alfred, yang juga menjadi pemberitaan.

    Di jejaring sosial, warga bahkan sempat membuat ‘meme’ dan video parodi yang mempertanyakan kedatangan siklon, karena tak kunjung tiba saat itu.

    Tapi bagi warga Indonesia di Queensland, persiapan menjadi salah satu hal yang membuat mereka bisa lebih waspada dan selamat.

    Sebelum siklon datang akhir pekan lalu, Nadya harus memindahkan bahan-bahan bangunan ke gudang karena keluarganya sedang renovasi rumah.

    “Persiapan membantu karena banyak yang terbang, barang-barang kecil,” katanya.

    Selain memindahkan barang-barang, Nadya juga membersihkan area luar rumah agar tidak ada barang-barang yang berserakan dan berpotensi membahayakan jika diterbangkan angin kencang.

    Untungnya walau dekat dengan pantai, rumahnya berada di dataran tinggi sehingga potensi banjir kecil.

    Rosalia juga terbantu dengan persiapan maksimal sebelum bencana.

    Sebelum siklon menerjang, Rosalia sempat mengunggah kondisi warga Goodna yang kesulitan mencari telur di supermarket di akun Instagram miliknya.

    Ia berhasil membeli bahan pokok, menyiapkan kegiatan anak di rumah, dan mengecek kondisi rumah, termasuk menyiapkan generator.

    “Sejauh ini stok makanan masih aman, worst scenario kita masak yang ada di freezer,” tambahnya.

    Pengalaman banjir 2022 menjadi pelajaran baginya, meski rumahnya tak sampai terendam.

    Bisnis terbebas dari banjir

    Liana Partogi adalah warga Indonesia lainnya yang tinggal di Brisbane.

    Ia memiliki restoran Indonesia, yang berlokasi hanya satu kilometer dari Sungai Brisbane.

    Liana mengaku bersyukur karena restorannya tidak kebanjiran.

    “Puji Syukur, Nusa [Dining] aman, enggak ada banjir, hanya beberapa area West End kena banjir,” katanya.

    Sebelum siklon datang, Liana mengambil langkah-langkah pencegahan dengan memasang karung pasir di sekitar restorannya.

    Bersama suaminya, ia dua kali mendatangi tempat pengambilan karung pasir yang disediakan pemerintah di New Market pada hari Selasa dan Rabu.

    Total, mereka mengangkut 12 karung pasir, masing-masing seberat 15 kilogram.

    Sebagai tindakan pencegahan, restoran terpaksa ditutup sejak Rabu hingga Senin petang.

    “Kerugiannya, karena tidak bisa trading beberapa hari yang lalu dikarenakan cyclone, jadi resto tidak ada income,” ceritanya.

    “Public transport juga ditutup oleh Brisbane City Council, beberapa staf enggak bisa travel ke tempat kerja.”

    Sebelum siklon datang, sejumlah pelanggan membatalkan reservasi, terutama untuk hari Jumat yang menurutnya biasanya ramai, sementara karyawan restorannya diliburkan.

    Liana mengaku sempat khawatir dengan Siklon Alfred karena asuransi restorannya (AIG) tidak mencakup bencana banjir.

  • Panas! Ukraina Luncurkan Puluhan Drone ke Moskow

    Panas! Ukraina Luncurkan Puluhan Drone ke Moskow

    Moskow

    Ukraina menargetkan Moskow, ibu kota Rusia, dengan drone-drone dalam serangan “besar-besaran” semalam. Otoritas Rusia mengklaim puluhan drone Ukraina berhasil ditembak jatuh oleh sistem pertahanan mereka.

    “Pertahanan udara dari Kementerian Pertahanan terus menangkis serangan besar-besaran drone musuh terhadap Moskow,” kata Wali Kota Moskow, Sergei Sobyanin, dalam pernyataan via Telegram, seperti dilansir AFP, Selasa (11/3/2025).

    “Sampai saat ini, pasukan pertahanan udara Kementerian Pertahanan telah menembak jatuh 69 drone musuh yang mengudara menuju ke Moskow,” sebutnya.

    Menurut Gubernur wilayah Moskow, Andrei Vorobyov, sedikitnya satu orang tewas dan tiga orang lainnya mengalami luka-luka di pinggiran selatan Moskow.

    Dia menambahkan bahwa puing-puing drone yang ditembak jatuh memicu kerusakan terhadap sedikitnya tujuh unit tempat tinggal di bangunan permukiman yang ada di pinggiran tenggara ibu kota Rusia tersebut.

    Serangan terhadap Moskow, yang berjarak ratusan kilometer dari perbatasan Ukraina, terjadi menjelang pertemuan antara para pejabat tinggi Kyiv dan Amerika Serikat (AS) di Arab Saudi pada Selasa (11/3) waktu setempat.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Ukraina diperkirakan akan mengajukan rencana gencatan senjata parsial dengan Rusia, dengan harapan dapat memulihkan dukungan dari donatur utama Kyiv, AS yang di bawah Presiden Donald Trump telah menuntut konsesi untuk mengakhiri perang yang berkecamuk selama tiga tahun terakhir.

    Pembicaraan di Saudi akan menjadi pembicaraan dengan level paling senior sejak adu mulut terjadi di Gedung Putih bulan lalu, ketika Trump mengomeli Presiden Volodymyr Zelensky karena dianggap tidak tahu berterima kasih.

    Sejak cekcok itu, Washington telah menangguhkan bantuan militer ke Ukraina dan menghentikan aktivitas berbagi informasi intelijen serta akses ke citra satelit dengan Kyiv dalam upaya memaksa negara itu ke meja perundingan.

    Lihat juga Video: Rudal-Drone Rusia Hantam Dobropillia, 11 Orang Tewas-30 Terluka

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Uranium Iran Dekati Level Bom, Dewan Keamanan PBB Gelar Sidang

    Uranium Iran Dekati Level Bom, Dewan Keamanan PBB Gelar Sidang

    New York

    Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akan menggelar sidang tertutup pada Rabu (12/3) besok untuk membahas cadangan uranium Iran, yang dilaporkan meningkat hingga mendekati level bom.

    Pertemuan tertutup ini, seperti dilansir Reuters, Selasa (11/3/2025), diusulkan oleh enam negara dari total 15 anggota Dewan Keamanan PBB, yakni Prancis, Yunani, Panama, Korea Selatan (Korsel), Inggris dan Amerika Serikat (AS).

    Dalam pertemuan ini, menurut sejumlah diplomat PBB, Dewan Keamanan PBB juga akan membahas kewajiban Iran dalam memberikan pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), dengan “informasi yang diperlukan untuk mengklarifikasi masalah-masalah yang belum terselesaikan terkait dengan material nuklir yang tidak dideklarasikan yang terdeteksi di beberapa lokasi di Iran”.

    Misi diplomatik Iran untuk PBB yang berkantor di New York belum menanggapi rencana pertemuan ini.

    Teheran sebelumnya telah membantah ingin mengembangkan senjata nuklir. Namun, menurut laporan IAEA, Iran malah “secara dramatis” mempercepat pengayaan uranium hingga kemurnian 60 persen, mendekati angka 90 persen untuk level senjata.

    Negara-negara Barat mengatakan bahwa tidak diperlukan untuk memperkaya uranium ke level yang begitu tinggi di bawah program sipil apa pun dan tidak ada negara lainnya yang melakukan hal itu tanpa memproduksi bom nuklir. Iran berulang kali menegaskan program nuklirnya bersifat damai.

    Tahun 2015 lalu, Iran mencapai kesepakatan bernama Joint Comprehensive Plan of Action dengan negara-negara besar seperti Inggris, Jerman, Prancis, AS, Rusia dan China. Kesepakatan itu disertai pencabutan sanksi terhadap Teheran sebagai imbalan atas pembatasan program nuklirnya.

    Namun pada tahun 2018, Washington yang saat itu dipimpin Presiden Donald Trump menarik diri dari kesepakatan tersebut. Sejak saat itu, Iran mulai menjauh dari komitmennya terkait nuklir.

    Inggris, Prancis dan Jerman telah memberitahu Dewan Keamanan PBB bahwa mereka siap — jika diperlukan — untuk mengaktifkan mekanisme “snap back” semua sanksi internasional demi mencegah Iran memproduksi senjata nuklir. Negara-negara Barat akan kehilangan kemampuan itu pada 18 Oktober tahun depan, ketika resolusi PBB tahun 2015 tentang kesepakatan nuklir itu berakhir.

    Sementara itu, Trump telah mengarahkan utusannya di PBB untuk bekerja sama dengan negara-negara sekutu dalam memberlakukan kembali sanksi dan pembatasan internasional terhadap Iran.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pemilu di Greenland Bakal Jadi Perhatian Dunia, Mengapa?

    Pemilu di Greenland Bakal Jadi Perhatian Dunia, Mengapa?

    Jakarta

    Dalam keadaan biasa-biasa saja, pemilu ini mungkin tidak akan terlalu menarik perhatian dunia. Sekitar 40.000 pemilih akan memilih 31 anggota parlemen, dan semuanya akan berlangsung di sebuah pulau yang bahkan belum sepenuhnya otonom.

    Namun, pemilu kali ini berlangsung dalam situasi biasa-biasa saja. Pemilu yang akan diadakan di Greenland pada 11 Maret ini bisa menjadi titik awal bagi gejolak geopolitik lebih lanjut di Belahan Utara.

    Pertama, karena para pendukung kemerdekaan Greenland berharap pemilu ini dapat menghasilkan mandat kuat untuk pemisahan penuh Greenland dari Denmark.

    Saat ini, Greenland, yang dulunya adalah koloni Denmark, menjadi wilayah otonomi yang berada di bawah kekuasaan Denmark.

    Kedua, dan mungkin yang paling penting, karena Presiden AS Donald Trump telah membicarakan kemungkinan menjadikan Greenland bagian dari AS sejak terpilih pada November lalu.

    Kekayaan mineral Greenland

    Trump sering menyebutkan bagaimana mengendalikan Greenland akan menjadi kepentingan bagi keamanan AS. Sejak tahun 1950-an, AS telah mengoperasikan Pangkalan Antariksa Pituffik di barat laut Greenland.

    Ini adalah pos paling utara milik Amerika Serikat dan memiliki peran kunci dalam peringatan peluru kendali dan pemantauan ruang angkasa.

    Selain masalah keamanan, ekonomi juga mungkin memainkan peran dalam klaim Trump terhadap Greenland. Di bagian selatan Greenland, diperkirakan ada cadangan minyak, gas, emas, uranium, dan seng yang sangat berharga.

    Berkat perubahan iklim yang mencairkan tanah Greenland, penambangan cadangan ini pada akhirnya akan menjadi lebih mudah.

    Selama masa jabatan pertamanya, pada tahun 2019, Trump menawarkan untuk membeli Greenland. Pemerintah Denmark segera menolak tawaran tersebut.

    Namun, di masa jabatannya kali ini, Trump terus mengungkapkan niat ekspansionis, baik terhadap Kanada, Terusan Panama, Gaza, maupun Greenland.

    Bahkan sebelum ia resmi menjabat pada Januari, Trump mengirim putranya, Donald Trump Jr., ke Greenland — meskipun secara resmi dia berada di sana sebagai turis.

    Beberapa minggu kemudian, sebuah jajak pendapat diterbitkan yang menunjukkan hanya 6% orang Greenland yang ingin pulau mereka menjadi bagian dari AS, sementara 85% menentang ide tersebut.

    Dalam pidatonya di hadapan Kongres AS awal Maret, Presiden Trump kembali menyampaikan keinginannya, dengan mengarahkan komentarnya kepada rakyat Greenland.

    “Kami sangat mendukung hak Anda untuk menentukan masa depan Anda sendiri,” ujar Trump. Namun, hanya dua kalimat kemudian, dia seolah mengingkari ucapannya, dengan menyatakan, “Saya rasa kita akan mendapatkannya [Greenland] — entah bagaimana caranya, kita akan mendapatkannya.”

    Campur tangan asing?

    Mengingat hal ini dan pemilu yang akan datang, Greenland harus menghadapi kemungkinan adanya upaya dari luar untuk mempengaruhi suara negara tersebut — misalnya, dari Rusia atau Cina, keduanya juga memiliki agenda keamanan mereka sendiri di Arktik.

    Layanan keamanan nasional dan intelijen Denmark, PET, memperingatkan adanya disinformasi dari Rusia, khususnya: “Beberapa minggu menjelang pengumuman tanggal pemilu Greenland, beberapa kasus profil palsu terlihat di media sosial, termasuk profil yang menyamar sebagai politisi Denmark dan Greenland, yang turut menyebabkan polarisasi opini publik,” tandas PET, meskipun mereka tidak mengaitkan akun-akun tersebut dengan negara tertentu.

    Asisten profesor studi media di Universitas Kopenhagen, Johan Farkas mengaku familiar dengan jenis posting seperti itu karena juga beredar di media Rusia. Namun, dia tidak berpikir hal itu akan berdampak besar pada pemilu Greenland karena, selain bahasa Denmark, sebagian besar penduduk setempat berbicara bahasa Inuit.

    Greenland adalah komunitas yang sangat kecil dan erat dalam banyak hal,” ujar Farkas kepada DW. “Jadi, mempengaruhi akun palsu, atau hal-hal seperti yang kita lihat di masa lalu dan dalam pemilu lainnya, menurut saya bukanlah hal yang mudah dilakukan.”

    Namun, bukan berarti tidak ada yang perlu dikhawatirkan. “Kekhawatiran saya sebagai peneliti disinformasi lebih terkait dengan bagaimana hal ini berkembang dalam politik makro. Apakah kita tiba-tiba akan melihat Elon Musk mengadakan wawancara podcast langsung dengan kandidat tertentu atau Trump mendukung kandidat tertentu? Itu adalah hal yang sangat bermasalah dan mengancam untuk pemilu yang bebas dan adil,” papar Farkas, dengan merujuk pada beberapa minggu sebelum pemilu Jerman baru-baru ini.

    Selama waktu itu, miliarder AS Musk muncul di media sosial bersama pemimpin partai sayap kanan Jerman, dan Wakil Presiden AS JD Vance menyerukan agar partai-partai tengah Jerman bekerja sama dengan sayap kanan.

    Kontroversi politik

    Sejak awal tahun, telah muncul sejumlah kontroversi seputar pemilu Greenland yang akan datang. Laporan-laporan menyebutkan bahwa para influencer dari gerakan “Make America Great Again” milik Trump membagikan uang $100 di ibu kota Greenland, Nuuk.

    Anggota parlemen setempat, Kuno Fencker, melakukan perjalanan ke Washington dan bertemu dengan seorang politisi Partai Republik yang berbicara kepadanya tentang bagaimana Greenland seharusnya menjadi wilayah Amerika Serikat.

    Profesor studi media Farkas tidak berpikir bahaya sudah berlalu — pemilu akan diadakan pada 11 Maret. “Namun,” katanya, “saya lebih khawatir sebulan yang lalu daripada sekarang.”

    Pada awal Februari, parlemen Greenland, Inatsisartut yang memiliki 31 kursi, mengesahkan undang-undang yang melarang donasi asing dan anonim kepada partai politik lokal. Donasi dari Denmark dikecualikan.

    Dan tawaran Trump untuk membeli negara mereka bukan satu-satunya hal yang akan dipilih oleh warga pada pemilu yang akan datang.

    Kemerdekaan dari Denmark

    Sekitar 57.000 orang Greenland, yang menyebut diri mereka Kalaallit, juga khawatir tentang masalah lain.

    Misalnya, sumber daya mineral apa yang harus dikembangkan oleh pulau mereka dan apakah, serta mitra asing mana yang harus mendapatkan konsesi untuk melakukannya.

    Perdebatan seputar pendapatan dari pertambangan adalah bagian dari argumen yang disampaikan oleh beberapa pihak untuk meraih kemerdekaan dari Denmark. Memungkinkan kepentingan asing untuk menambang di Greenland akan membuat Greenland kurang bergantung pada Denmark.

    Hal ini karena “Denmark menyumbang lebih dari setengah pendapatan anggaran Greenland untuk menutupi biaya pekerjaan, perawatan kesehatan, dan pendidikan, dengan biaya tahunan untuk dukungan administratif dan transfer keuangan langsung mencapai setidaknya $700 juta per tahun,” papar para peneliti dari Center for Strategic and International Studies yang berbasis di Washington pada bulan Januari.

    Kemerdekaan adalah tujuan jangka panjang, tutur Perdana Menteri Greenland, Mute Egede, setelah pidato Trump di Kongres AS. “Kami tidak ingin menjadi orang Amerika Serikat, maupun orang Denmark; kami adalah Kalaallit. Orang Amerika dan pemimpin mereka harus memahami itu,” tulis Egede di media sosial. “Kami tidak untuk dijual dan tidak bisa diambil. Masa depan kami ditentukan oleh kami di Greenland.”

    Jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas orang Greenland mungkin memang ingin merdeka dari Denmark, tetapi mereka tetap belum memutuskan kapan dan bagaimana hal itu akan terjadi.

    Dan ketidakpastian itu tidak akan berubah setelah pemilu pada 11 Maret, ujar Farkas. “Saya rasa hal yang paling penting adalah untuk melihat gambaran besarnya dan menyadari bahwa ini bukan ancaman yang hilang begitu pemilu ini selesai,” demikian kesimpulannya. “Selama keinginan AS yang dideklarasikan untuk menguasai Greenland ada, ada risiko bahwa kita tiba-tiba akan melihat eskalasi dari kampanye yang berpengaruh semacam ini,” pungkasnya.

    Diadaptasi dari artikel bahasa Jerman

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Trump Batalkan Hibah Rp 6,5 T ke Universitas Buntut Aksi Pro-Palestina

    Trump Batalkan Hibah Rp 6,5 T ke Universitas Buntut Aksi Pro-Palestina

    Washington DC

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membatalkan dana hibah dan kontrak senilai US$ 400 juta (Rp 6,5 triliun) kepada Universitas Columbia terkait aksi pro-Palestina yang dilakukan mahasiswa di universitas tersebut tahun lalu.

    Departemen Kehakiman, Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, seperti dilansir Middle East Monitor dan Associated Press, Selasa (11/3/2025), mengumumkan dalam pernyataan gabungan bahwa pemerintahan Trump telah membatalkan hibah dan kontrak untuk Universitas Columbia.

    Namun tidak disebutkan lebih lanjut, dalam pengumuman pada Jumat (7/3) tersebut, soal hibah dan kontak yang mana yang dibatalkan. Pengumuman itu hanya menyebut kegagalan Universitas Columbia dalam meredam antisemitisme di kampusnya sebagai alasan di balik pembatalan tersebut.

    Pihak Universitas Columbia telah membentuk komite disiplin baru dan meningkatkan penyelidikan internal terhadap mahasiswa yang kritis terhadap Israel, yang memicu kekhawatiran dari para pendukung kebebasan berbicara. Namun tampaknya upaya itu tidak cukup memuaskan bagi pemerintahan Trump.

    “Universitas harus mematuhi semua undang-undang antidiskriminasi federal jika mereka ingin menerima pendanaan federal. Sudah terlalu lama, (Universitas) Columbia telah mengabaikan kewajiban itu kepada mahasiswa-mahasiswa Yahudi yang belajar di kampusnya,” sebut Menteri Pendidikan AS Linda McMahon.

    Kebijakan Trump ini diambil setelah rentetan aksi protes oleh para mahasiswa pro-Palestina di berbagai universitas AS, termasuk Universitas Columbia, yang menentang perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.

    Aksi ini melibatkan unjuk rasa dan pendirian kemah-kemah oleh para mahasiswa di berbagai kampus AS, dalam upaya menuntut universitas mereka menghentikan investasi pada perusahaan-perusahaan yang mendukung serangan Israel dan pendudukan militer di wilayah Palestina.

    Banyak pihak dari berbagai spektrum politik AS, dan khususnya dalam pemerintahan Trump saat ini, secara konsisten menuduh para demonstran pro-Palestina telah menyebarkan antisemitisme. Mereka menyerukan tindakan lebih keras terhadap para mahasiswa dan universitas yang terlibat.

    Menanggapi kebijakan pemerintahan Trump, juru bicara Universitas Columbia, Samantha Slater, menegaskan pihaknya “berjanji untuk bekerja sama dengan pemerintah federal guna memulihkan pendanaan federal untuk Columbia”.

    “Kami menganggap serius kewajiban hukum Columbia dan memahami betapa seriusnya pengumuman ini, dan berkomitmen memerangi antisemitisme dan memastikan keselamatan dan kesejahteraan para mahasiswa, fakultas dan staf kami,” tegas Slater dalam pernyataannya.

    Di sisi lain, banyak pihak yang mengkritik kebijakan itu sebagai penindakan keras terhadap kebebasan berbicara. Bahkan beberapa kelompok pro-Israel sendiri juga turut mengecam langkah pemerintahan Trump tersebut.

    Salah satunya adalah kelompok advokasi pro-Israel, J Street, yang mengatakan kepada Reuters bahwa pemotongan dana semacam itu hanya akan menghambat upaya dalam mengatasi dugaan adanya antisemitisme di dalam Universitas Columbia.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu