Category: Detik.com Internasional

  • Kritik Mengemuka Usai Kampus Top AS Malah Hukum Aktivis Pro-Palestina

    Kritik Mengemuka Usai Kampus Top AS Malah Hukum Aktivis Pro-Palestina

    New York

    Columbia University mengikuti keinginan Presiden Amerika Serikat (AS) Trump dengan menghukum para aktivis pro-Palestina. Langkah kampus top AS itu pun menuai kritik.

    Sebagai informasi, otoritas Imigrasi AS menangkap pemimpin aksi pro-Palestina di Columbia, Mahmoud Khalil pada Minggu (9/3/2025. Khalil telah memimpin demonstrasi yang menentang perang Israel di Jalur Gaza.

    Penangkapan ini dilakukan menyusul tekad Presiden AS Donald Trump untuk mendeportasi para mahasiswa asing yang ikut aksi pro-Palestina atau kedapatan mendukung Hamas. Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, mengumumkan penangkapan Khalil itu.

    Khalil menjadi wajah paling menonjol dari gerakan protes di universitas-universitas AS menanggapi perang Gaza. DHS menyebut Khalil ‘memimpin aktivitas terkait Hamas, sebuah organisasi teroris’. Namun, DHS tidak menjelaskan lebih lanjut soal tuduhan tersebut.

    DHS menyebut penangkapan dilakukan untuk mendukung perintah eksekutif Presiden Trump yang melarang antisemitisme atau anti-Yahudi dan dalam koordinasi dengan Departemen Luar Negeri. Student Workers of Columbia Union mengatakan Khalil telah ditahan sejak Sabtu (8/3) waktu setempat. Organisasi itu menggambarkan Khalil sebagai seorang lulusan Columbia dari Palestina dan kepala negosiator untuk kamp solidaritas Gaza musim semi lalu.

    Kampus-kampus AS, termasuk Universitas Columbia yang ada di New York diguncang oleh aksi protes mahasiswa terhadap perang Israel di Jalur Gaza setelah serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober 2023 serta serangan mematikan Israel ke Gaza. Aksi protes pro-Palestina itu memicu tuduhan anti-Semitisme.

    Aksi-aksi protes tersebut, sebagian berubah menjadi aksi kekerasan dan menyebabkan gedung-gedung kampus diduduki dan kuliah diganggu, melibatkan mahasiswa-mahasiswa yang memprotes aksi militer Israel melawan demonstran pro-Tel Aviv.

    “Kami akan mencabut visa dan/atau green card para pendukung Hamas di Amerika sehingga mereka dapat dideportasi,” ucap Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio dalam pernyataan via media sosial X.

    Selain itu, Trump juga membekukan hibah federal senilai USD 400 juta atau sekitar Rp 6,5 triliun ke Columbia. Trump menuding Universitas Columbia gagal dalam meredam antisemitisme di kampusnya sebagai alasan di balik pembatalan tersebut.

    Picu Demo di New York

    Demonstrasi di New York tuntut pembebasan Mahmoud Khalil. (AFP/LEONARDO MUNOZ)

    Penangkapan Khalil itu memicu gelombang demonstrasi di New York. Pada Kamis (13/3/2025), ratusan demonstran Yahudi menyerbu Trump Tower di New York untuk mendukung warga Palestina serta menuntut pembebasan Khalil yang ditahan oleh otoritas AS. Mereka juga menuntut AS berhenti mempersenjatai Israel.

    Dilansir AFP, Minggu (16/3/2025), para demonstran mengenakan kaus merah dengan tulisan ‘Orang Yahudi katakan berhenti mempersenjatai Israel’. Kelompok tersebut berunjuk rasa selama lebih dari satu jam di dalam gedung pencakar langit Manhattan itu.

    Gedung tersebut merupakan tempat kantor pusat bisnis keluarga Presiden AS Donald Trump dan tempat tinggal pribadinya. Gedung tersebut juga merupakan lokasi di mana Trump menaiki eskalator emas pada tahun 2015 untuk mengumumkan pencalonan pertamanya sebagai presiden.

    Polisi menangkap 98 orang yang berdemo di bawah panji kelompok yang menamai dirinya sebagi ‘Jewish Voice for Peace’ atas kejahatan termasuk pelanggaran hukum. Kelompok tersebut meneriakkan ‘lawan Nazi, bukan mahasiswa’ yang merujuk pada tindakan keras Trump terhadap mahasiswa asing yang terlibat dalam protes pro-Palestina.

    Pembuat film dan Profesor Columbia, James Schamus, mengatakan orang-orang Yahudi di New York datang untuk menuntut pembebasan Khalil. Dia menuding Trump telah menangkap Khalil tanpa dasar.

    “Menuntut agar ke-Yahudian kita tidak dijadikan senjata untuk mencuri hak-hak warga negara Amerika dan mengakhiri demokrasi kita. Rezim Trump-Musk telah menjelaskan bahwa mereka tidak mendakwa Mahmoud Khalil dengan kejahatan apa pun, bahwa mereka menuduhnya memiliki pendapat yang mereka katakan ‘berpihak pada Hamas’,” ujarnya.

    Kepala Polisi setempat, John Chell, mengatakan protes tersebut berlangsung tanpa korban luka atau kerusakan dan atrium telah dibersihkan dari pengunjuk rasa dalam waktu 2 jam.

    “Sebagai orang Yahudi yang memiliki hati nurani, kami tahu sejarah kami dan kami tahu ke mana arahnya. Inilah yang dilakukan kaum fasis saat mereka memperkuat kendali,” kata anggota Jewish Voice for Peace, Jane Hirschmann, seorang Yahudi New York yang kakek dan pamannya diculik oleh Nazi.

    Penangkapan Khalil telah memicu kemarahan dari para kritikus pemerintahan Trump serta para pendukung kebebasan berbicara, termasuk beberapa dari kalangan politik kanan, yang mengatakan bahwa tindakan tersebut memiliki efek yang mengerikan terhadap kebebasan berekspresi. Selain di Trump Tower, demonstrasi juga terjadi di Times Square, New York, pada Sabtu (15/3). Para demonstran yang merupakan aktivis pro-Palestina memegang plakat dan melambaikan bendera dengan tema ‘Perjuangkan Hak Kami’.

    Demonstrasi juga terjadi di luar pengadilan New York untuk memprotes penangkapan dan penahanan Khalil. Seorang hakim federal di New York akan mendengarkan argumen yang mendukung dan menentang Khalil yang kini dipindahkan ke sebuah fasilitas di Jena, Louisiana, tempat dia ditahan.

    Columbia University Dikritik gegara Hukum Aktivis

    Demonstrasi di luar Pengadilan New York. (Getty Images via AFP/MICHAEL M. SANTIAGO)

    Columbia University, yang merupakan salah satu kampung elite di AS, memutuskan memberi hukuman kepada para mahasiswa dan alumninya yang terlibat demonstrasi pro-Palestina tahun lalu. Langkah kampus anggota Ivy League itu langsung menuai kritik.

    Dilansir Reuters dan NBC News, Minggu (16/3/2025), Columbia mengumumkan telah memberikan berbagai hukuman kepada mahasiswa yang menduduki gedung kampus pada musim semi lalu selama protes pro-Palestina. Pengumuman itu muncul seminggu setelah pemerintahan Trump membatalkan hibah dan kontrak federal senilai USD 400.

    Presiden atau Rektor sementara Universitas Columbia, Katrina Armstrong, menyebut kekhawatiran pemerintahan Trump sah dan mengatakan lembaganya bekerja sama dengan pemerintah untuk mengatasinya. Protes di kampus dan protes balasan pro-Israel telah menuai tuduhan antisemitisme, Islamofobia, dan rasisme.

    Universitas tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis (13/3) bahwa ‘dewan peradilannya menetapkan temuan dan mengeluarkan sanksi kepada mahasiswa mulai dari penangguhan selama beberapa tahun, pencabutan gelar sementara, dan pengusiran terkait dengan pendudukan Hamilton Hall musim semi lalu’.

    Dewan peradilan universitas terdiri dari mahasiswa, fakultas, dan staf yang dipilih oleh senat universitas. Namun, Columbia tidak merilis nama-nama mahasiswa yang didisiplinkan dan tidak menyebutkan berapa banyak mahasiswa yang menghadapi hukuman dengan alasan pembatasan privasi hukum. Mahasiswa dapat mengajukan banding atas hukuman mereka.

    Serikat pekerja yang mewakili pekerja mahasiswa Columbia, UAW Lokal 2710, mengatakan mantan pemimpinnya, Grant Miner, termasuk di antara mahasiswa yang dikeluarkan satu hari sebelum negosiasi kontrak dengan universitas akan dimulai. Langkah itu disebut oleh serikat pekerja sebagai ‘serangan terbaru terhadap hak Amandemen Pertama’. Sementara, juru bicara universitas mengatakan mereka tidak mengomentari pernyataan serikat tersebut.

    Kampus Columbia menjadi pusat protes anti-Israel yang kemudian menyebar ke beberapa kampus di AS. Demonstrasi dimulai setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 dan serangan Israel yang didukung AS berikutnya terhadap Gaza hingga menyebabkan puluhan ribu warga tewas. Saat itu, para pengunjuk rasa menuntut agar dana abadi universitas ditarik dari kepentingan Israel dan agar AS mengakhiri bantuan militer ke Israel.

    Grant Miner yang mewakili ribuan pekerja mahasiswa Columbia yang dipecat dan diusir minggu ini telah menyampaikan pidato di hadapan publik. Dia menggambarkan penahanan Mahmoud Khalil gara-gara memimpin demo pro-Palestina sebagai ‘kampanye ketakutan’.

    “Kita harus bersatu untuk memberi tahu Trump dan kawan-kawan miliardernya bahwa kita tidak akan membiarkan intimidasi dan kemunduran hak-hak sipil di negara ini,” katanya.

    Dia juga mengkritik kampusnya gara-gara memilih mengikuti keinginan Trump. Dia menganggap Columbia hanya mementingkan uang.

    “Saya tidak terkejut bahwa universitas memilih untuk mengorbankan mahasiswa dan pekerjanya demi uang hibah. Kita tahu persis berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli moralitas Columbia,” ujar Miner.

    AS Bakal Gunakan UU Terorisme Terhadap Aktivis Pro-Palestina

    Bendera AS. (Tom Pennington/Getty Images)

    Departemen Kehakiman AS mengatakan pihaknya sedang menyelidiki apa yang disebut sebagai kemungkinan pelanggaran undang-undang terorisme selama protes atas perang Gaza di Universitas Columbia. Dilansir Reuters, Wakil Jaksa Agung AS Todd Blanche mengatakan penyelidikan tersebut merupakan bagian dari ‘misi Presiden Donald Trump untuk mengakhiri antisemitisme di negara ini’.

    Dia menyebutnya sebagai tindakan balasan yang sudah lama tertunda. Pendukung hak-hak sipil langsung mengkritik langkah tersebut.

    Mereka mengatakan para pengunjuk rasa dilindungi oleh Amandemen Pertama Konstitusi AS yang melindungi hak-hak termasuk kebebasan berbicara. Pengumuman tersebut merupakan yang terbaru dalam serangkaian kebijakan pemerintahan Trump yang tidak berniat melonggarkan tindakan keras terhadap aktivis mahasiswa pro-Palestina.

    Awal minggu ini, Departemen Pendidikan AS memperingatkan bahwa mereka sedang menyelidiki 60 sekolah karena dianggap menoleransi lingkungan yang tidak bersahabat bagi orang Yahudi. Mereka juga menyelidiki pengaduan bahwa 45 universitas terlibat dengan program keberagaman yang menetapkan kelayakan berdasarkan ras. Kegiatan itu dianggap melanggar undang-undang hak sipil tahun 1964.

    Pengacara senior di American Civil Liberties Union dan bagian dari tim hukum Khalil, Brian Hauss, mengatakan penyelidikan Departemen Kehakiman itu salah alamat.

    “Amandemen Pertama tidak memperbolehkan adanya alasan untuk mencampuradukkan antara pro-Palestina dan pro-Hamas,” katanya dalam sebuah pengarahan.

    Presiden sementara Columbia University Katrina Armstrong menyebut agen dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS melakukan penggeledahan asrama setelah memberikan surat perintah yang ditandatangani oleh hakim federal. Dia mengatakan tidak ada yang ditahan, tidak ada barang yang dipindahkan, dan tidak ada tindakan lebih lanjut yang diambil.

    Penggeledahan tersebut merupakan bagian dari penyelidikan apakah Universitas Columbia menampung imigran di kampusnya yang berada di negara itu secara ilegal. Mahasiswa mengatakan agen imigrasi federal telah berulang kali terlihat di asrama dan perumahan mahasiswa di sekitar kampus Manhattan Columbia.

    Di antara tuntutan dalam surat hari Kamis kepada sekolah tersebut, pemerintahan Trump mengatakan Columbia harus secara resmi mendefinisikan antisemitisme, melarang penggunaan topeng ‘yang dimaksudkan untuk menyembunyikan identitas atau mengintimidasi’ dan menempatkan departemen Studi Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika di bawah ‘kepengurusan akademis’ yang akan mengambil alih kendali dari tangan fakultas mereka.

    Ratusan pendukung Khalil pun berdemonstrasi di gerbang utama Columbia pada hari Jumat (14/3). Seorang mahasiswa pascasarjana, Demetri, mengatakan suasana di kampus itu menyedihkan.

    “Pemerintah federal tidak dapat mendikte apa dan siapa yang diajarkan dan tidak diajarkan, seperti siapa yang dapat dan tidak dapat diterima,” katanya.

    Halaman 2 dari 4

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Tolak Tawaran Hamas Bebaskan Sandera AS-Israel

    Israel Tolak Tawaran Hamas Bebaskan Sandera AS-Israel

    Tel Aviv

    Israel menolak tawaran kelompok Hamas yang menyatakan siap membebaskan seorang sandera warga Amerika-Israel jika Tel Aviv memulai perundingan untuk tahap kedua dalam gencatan senjata Gaza, menuju akhir perang secara permanen. Tel Aviv menyebut tawaran itu sebagai “perang psikologis”.

    Hamas dalam pernyataannya pada Jumat (14/3) mengajukan tawaran untuk membebaskan seorang sandera warga negara Amerika-Israel bernama Edan Alexander, seorang tentara Israel berusia 21 tahun yang berasal dari New Jersey, AS, dan menyerahkan empat jenazah sandera berkewarganegaraan ganda lainnya.

    Tawaran itu disampaikan Hamas setelah menerima proposal dari mediator untuk negosiasi tahap kedua gencatan senjata yang terhenti.

    Pertempuran di Jalur Gaza berhenti sejak 19 Januari lalu ketika tahap pertama gencatan senjata diberlakukan. Namun ketika tahap pertama berakhir pada 2 Maret lalu, Israel dan Hamas gagal menyetujui dimulainya tahap kedua, yang memicu kegagalan perundingan dan blokade Israel terhadap Jalur Gaza.

    Israel telah menawarkan untuk memperpanjang tahap pertama gencatan senjata Gaza hingga April, proposal yang didukung oleh Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff. Namun Hamas bersikeras melanjutkan pembebasan sandera hanya jika tahap kedua dimulai, yang mewajibkan Israel membahas penarikan pasukan dan diakhirinya perang secara permanen — tuntutan utama Hamas.

    Kantor Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu, seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (15/3/2025), menyebut tawaran Hamas untuk membebaskan Alexander sebagai “manipulasi dan perang psikologis”.

    “Meskipun Israel telah menerima proposal Witkoff, Hamas tetap pada penolakannya dan tidak bergerak sedikitpun,” sebut kantor Netanyahu.

    Disebutkan juga bahwa Netanyahu akan menggelar rapat dengan jajaran kabinetnya pada Sabtu (15/3) malam untuk membahas situasi penyanderaan dan memutuskan langkah selanjutnya.

    Sebelumnya dilaporkan bahwa AS melakukan pembicaraan langsung dengan Hamas membahas pembebasan sandera, terutama Alexander. Witkoff menyebut pembebasan Alexander sebagai “prioritas utama”.

    Dua pejabat Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa persetujuan kelompok mereka untuk membebaskan sandera Amerika-Israel dan empat jenazah sandera lainnya menjadi persyaratan saat dimulainya perundingan membahas tahap kedua gencatan senjata Gaza.

    “Kami bekerja sama dengan para mediator agar perjanjian itu berhasil dan memaksa pendudukan untuk menuntaskan semua fase perjanjian. Persetujuan Hamas untuk membebaskan Edan Alexander bertujuan mendorong penyelesaian fase-fase perjanjian,” ucap juru bicara Hamas, Abdel-Latif Al-Qanua kepada Reuters.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Panas! Rusia Tembak Jatuh 126 Drone Ukraina

    Panas! Rusia Tembak Jatuh 126 Drone Ukraina

    Moskow

    Rusia melaporkan sistem pertahanannya telah menembak jatuh sedikitnya 126 drone Ukraina yang diluncurkan semalam. Sebagian besar drone Kyiv itu dijatuhkan di wilayah Volgograd dan Voronezh yang ada di bagian selatan negara tersebut.

    Kementerian Pertahanan Rusia, seperti dilansir AFP, Sabtu (15/3/2025), melaporkan bahwa sebanyak 64 drone Ukraina di antaranya ditembak jatuh di atas wilayah Volgograd dan Voronezh yang berdekatan, sedangkan sisanya menargetkan wilayah perbatasan.

    Serangan drone menghujani Rusia setelah Presiden Vladimir Putin mengatakan meskipun dirinya mendukung gagasan gencatan senjata dengan Ukraina, yang diusulkan Amerika Serikat (AS), dia memiliki “pertanyaan serius” tentang implementasinya dan ingin membahasnya langsung dengan Presiden Donald Trump.

    Militer Ukraina meluncurkan rentetan serangan drone terhadap Rusia selama invasi melanda wilayahnya.

    Serangan drone terbesar yang pernah dilancarkan Kyiv terjadi pada Senin (10/3) hingga Selasa (11/3) dini hari, dengan Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim total 337 drone telah ditembak jatuh di atas wilayah Rusia.

    Sebanyak 91 drone di antaranya dijatuhkan di wilayah Moskow dan 126 drone lainnya di atas wilayah Kursk, yang sempat diserbu pasukan militer Ukraina yang kini telah ditarik mundur.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Wali Kota Moskow, Sergei Sobyanin, pada saat itu menyebut serangan drone itu merupakan serangan drone terbesar Ukraina terhadap Moskow, yang bersama dengan wilayah sekitarnya memiliki populasi sedikitnya 21 juta jiwa dan merupakan salah satu wilayah metropolitan terbesar di Eropa.

    Sedikitnya tiga orang dilaporkan tewas akibat serangan drone Ukraina di wilayah Moskow tersebut.

    Sekitar 18 orang lainnya, termasuk anak-anak, mengalami luka-luka, karena gedung permukiman juga terkena dampak serangan.

    Lihat juga Video Jatuhkan 9 Drone Ukraina, Rusia Tuding AS Mau Matikan TurkStream

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Siprus Krisis Air Usai Dilanda Kekeringan Beruntun

    Siprus Krisis Air Usai Dilanda Kekeringan Beruntun

    Nikosia

    Afxentis Kalogirou mendedikasikan sebagian besar hidupnya untuk bertani di kawasan Siprus barat daya. Ia menanam apel dan tanaman musiman seperti selada, tomat, dan melon. Meskipun pulau ini gersang, musim penghujan biasanya akan membuat tanah cukup basah untuk digunakan untuk bercocok tanam selama musim panas. Tapi musim dingin ini berbeda. Tanahnya begitu kering dan keras, dan Kalogirou sedang berjuang untuk mengairi lahannya.

    Dia dan ratusan petani lainnya baru-baru ini menerima kabar dari Departemen Pengairan Siprus yang menginformasikan bahwa volume air yang dialokasikan untuk irigasi tahun ini akan menurun, menjadi setengah dari volume tahun 2024. Mereka juga disarankan untuk tidak memilih tanaman musiman karena pasokan air akan semakin berkurang di musim panas, yang berarti tanaman tersebut akan mati.

    Kini, di usianya yang sudah menginjak enam puluh tahun, Kalogirou menghadapi kemungkinan kehilangan penghasilan dari bertani. Sebelumnya penghasilannya csudah ukup terpukul akibat gagal panen apel akibat curah hujan yang rendah tahun 2024 lalu.

    “Karena tidak menanam tanaman musiman akan sangat besar dampaknya secara financial bagi saya dan petani lain di wilayah ini. Tanaman musiman menyumbang 60% dari pendapatan kami,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa ia pun sedang mengantisipasi kehilangan pendapatan lainnya dari pohon buah yang ditanamnya.

    “Air yang kami alokasikan untuk pohon-pohon kami hanya cukup untuk membuat mereka tetap hidup,” kata Kalogirou.

    Musim penghujan kedua yang kering di Siprus

    “Tahun lalu sudah buruk, tetapi ini adalah tahun kedua yang sangat kering,” kata Adriana Bruggeman, asisten profesor di Pusat Penelitian Energi, Lingkungan dan Air di lembaga nirlaba Siprus Institute.

    Menurut badan meteorologi Siprus, curah hujan bulanan di Januari 2025 adalah yang terendah selama hampir tiga dekade. Meskipun negara Mediterania ini tidak asing dengan musim kemarau, wakil direktur Departemen Pengembangan Air, Giorgos Kazantzis, mengatakan siklus kekeringan 20 tahunan, kini telah berubah.

    Suhu global yang meningkat, turut meningkatkan penguapan, mengurangi air permukaan dan mengeringkan tanah dan tumbuhan – hal ini membuat musim dengan curah hujan rendah menjadi lebih kering dibandingkan dengan sebelumnya.

    Eksploitasi sumber daya air yang tersedia secara berlebihan juga dapat memperparah kekeringan.

    Bendungan-bendungan yang sudah “melampaui batas”

    Situasi kekeringan yang memburuk menjadi masalah besar bagi negara yang kebijakan pasokan air dan irigasinya sangat bergantung pada kondisi cuaca.

    Sejak tahun 1980-an, Siprus telah mengembangkan jaringan 108 bendungan dan penampungan, air baik untuk air minum maupun irigasi. Namun dua tahun berturut-turut curah hujan yang tidak mencukupi telah mengakibatkan penurunan drastis.

    Menurut data saat ini, bendungan tersebut hanya terisi 26%, yang berarti hanya menampung sekitar 75 juta meter kubik air.

    “Bulan-bulan musim penghujan sangatlah penting untuk mengisi kembali persediaan air di bendungan dan juga air tanah. Tanpa hujan yang cukup, akan ada masalah di musim panas,” ujar Micha Werner, profesor dan ahli banjir dan kekeringan di IHE Delft Institute di Belanda.

    Pada tahun 2023, penduduk setempat, operator hotel dan penginapan, serta sekitar 6 juta wisatawan yang mengunjungi pulau ini diminta untuk menghemat air. Hal ini kemungkinan akan terjadi lagi tahun ini.

    “Negara seperti Siprus, seperti kebanyakan negara di Mediterania, tidak hanya menghadapi tantangan iklim yang fluktuatif, tapi juga angka kebutuhan air yang berubah-ubah, seperti halnya industri pariwisata yang mencapai puncaknya di musim panas, dimana pengunjung ingin menikmati mandi dan berenang di kolam renang yang bagus. Jadi ini menambah masalah.”

    Selain pasokan air yang langka, baru-baru ini ditemukannya kebocoran besar di bendungan Mavrokolympos yang terletak di bagian barat Siprus, ini dilaporkan telah menyebabkan cadangan air kian menipis.

    Sebagian besar negara Mediterania merasakan dampak kekeringan

    Siprus mewakili seluruh pesisir Laut Tengah atau Lembah Mediteran, yang mencakup negara-negara lain seperti Spanyol, Italia, Aljazair, Maroko, Tunisia, Turki, dan Israel, jelas Werner.

    Menurut data dari Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa (C3S), dikarenakan musim dingin yang begitu kering, wilayah lainnya di sekitar Valencia,Spanyol selatan, Yunani, Italia selatan, Maroko dan Tunisia juga mengalami kekeringan yang mengkhawatirkan.

    Sejak awal tahun 2000-an, Siprus telah berusaha untuk mengatasi kekurangan air, setidaknya untuk keperluan air minum, Siprus membangun lima pabrik desalinasi. Namun, pada tahun 2023, air dari pabrik-pabrik desalinasi hanya memenuhi 60% dari kebutuhan air minum di negara tersebut.

    Memperluas kapasitas desalinasi sekarang jadi prioritas utama. Dalam wawancara dengan DW, Menteri Pertanian Siprus, Maria Panayiotou, mengatakan “tujuan pemerintah adalah untuk memenuhi total kebutuhan air minum di negara itu melalui desalinasi, sehingga air waduk dapat digunakan secara eksklusif untuk irigasi.”

    Untuk mencapai hal ini, menteri Panayiotou menyatakan, “Pemerintah berencana untuk membangun dua pabrik desalinasi permanen tambahan, meningkatkan kapasitas dari fasilitas yang sudah ada, serta memperkenalkan unit desalinasi ‘bergerak’.”

    Secara khusus, empat unit desalinasi “bergerak” akan dibangun dalam tahun 2025, sementara dua pabrik permanen dijadwalkan selesai dalam lima tahun ke depan. Menghilangkan garam dari air laut menjadi lebih umum di banyak wilayah yang kekurangan air di dunia, tetapi ini dapat juga mencemari air bawah tanah, tanah, dan hewan laut. Namun, para ahli mengatakan bahwa beberapa teknologi pengolahan air laut ini dapat membantu mengatasi masalah kekeringan ini.

    Panayiotou mengakui bahwa Siprus menghadapi musim panas yang sangat sulit, dan menyatakan kesiapan pemerintah untuk memberikan dukungan finansial kepada para petani baik secara langsung maupun dengan mensubsidi infrastruktur pertanian permanen, seperti sistem irigasi pintar yang memanfaatkan air yang tersedia dengan efisien.

    Peringatan pemerintah tersebut membuat Afxentis Kalogirou dan banyak petani lainnya menahan diri untuk tidak membeli benih tanaman, yang biasanya akan ditanam pada musim semi.

    “Lebih banyak unit desalinasi adalah satu-satunya harapan untuk masa depan,” kata Kalogirou, seraya menambahkan bahwa jika tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengatasi kelangkaan air di Siprus, pertanian akan mati bersama generasinya.

    Diadaptasi dari artikel DW Bahasa Inggris

    Lihat juga video: Kapal Angkut Bantuan ke Gaza Mulai Berlayar dari Pelabuhan Siprus

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS Usul Gencatan Senjata Gaza Diperpanjang, Beri Peringatan ke Hamas

    AS Usul Gencatan Senjata Gaza Diperpanjang, Beri Peringatan ke Hamas

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) mengajukan proposal terbaru untuk memperpanjang gencatan senjata di Jalur Gaza setelah Ramadan dan Paskah. Washington juga memperingatkan Hamas bahwa akan ada harga mahal yang harus dibayar, jika mereka tidak membebaskan sandera sebelum batas waktu yang semakin dekat.

    “Presiden (AS Donald) Trump telah memperjelas bahwa Hamas harus segera membebaskan sandera, atau membayar harga yang mahal,” ucap Utusan Khusus Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, seperti dilansir Al Arabiya, Sabtu (15/3/2025).

    Proposal yang diajukan AS pada Rabu (12/3) waktu setempat, menyatakan bahwa Hamas harus membebaskan para sandera yang masih hidup dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina dari penjara Israel, berdasarkan formula yang telah disepakati sebelumnya.

    Proposal itu juga mengatur perpanjangan tahap pertama gencatan senjata untuk memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.

    Pada saat yang sama, menurut pernyataan Witkoff dan Dewan Keamanan Nasional, AS akan berupaya mencapai solusi yang langgeng untuk perang Gaza.

    Witkoff mengatakan bahwa Qatar dan Mesir, yang selama ini menjadi mediator bersama dengan AS, telah memberitahu Hamas soal usulan itu harus segera dilaksanakan dan agar seorang sandera berkewarganegaraan ganda AS-Israel, Edan Alexander, harus segera dibebaskan.

    Kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza, pada Jumat (14/3), mengajukan tawaran untuk membebaskan Alexander dan menyerahkan empat jenazah sandera berkewarganegaraan ganda lainnya.

    Witkoff mengecam tawaran Hamas itu, dan menyebut kelompok militan itu secara terbuka mengklaim fleksibilitas, namun mengajukan tuntutan tidak praktis tanpa gencatan senjata.

    “Hamas membuat pertaruhan yang sangat buruk bahwa waktu ada di pihak mereka. Tidak demikian. Hamas sangat menyadari tenggat waktu tersebut, dan seharusnya mereka mengetahui bahwa kami akan menanggapinya dengan tepat jika tenggat waktu itu terlewati,” tegasnya.

    Lihat juga Video: Hamas, Mesir, dan Qatar Bahas Gencatan Senjata Gaza Tahap II

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Penuturan Warga Suriah Ngungsi ke Pangkalan Rusia, Hindari Pembantaian

    Penuturan Warga Suriah Ngungsi ke Pangkalan Rusia, Hindari Pembantaian

    Damaskus

    “Anak laki-laki saya satu-satunya, usianya baru 25 tahun,” tutur Dalaal Mahna dengan air mata berlinang. “Mereka merenggutnya, lalu berkata, ‘Kami akan membunuhnya dan membuatmu hancur.’”

    Itulah kali terakhir Dalaal melihat putranya. Dalaal mengatakan buah hatinya itu ditembak mati oleh orang-orang bersenjata yang menculiknya.

    Dalaal merupakan penganut sekte minoritas Alawi di Suriah yang menjadi sasaran kekerasan sejak pekan lalu.

    “Semua orang tahu anak saya mengidap diabetes dan anemia. Dia hanya berusaha bertahan hidup semampunya.”

    BBC News Arabic bertemu langsung dengan Dalaal dan ribuan pengungsi lainnya di sebuah pangkalan udara Rusia terpencil di pesisir barat negara itu.

    Salah satu LSM yang memantau perang Suriah melaporkan lebih dari 1.400 warga sipil tewas sejak 6 Maret, silam. Sebagian besar korban adalah penganut Alawi yang tersebar Latakia dan provinsi tetangga Tartous, Hama, dan Homs.

    Dalaal adalah salah satu dari sedikit orang yang bersedia menceritakan pengalaman mengenaskan yang berlangsung selama satu pekan itu.

    ‘Eksekusi sepihak’

    Dalaal memperlihatkan foto anak laki-lakinya yang bernama Amjad Qatrawi. Dia mengatakan anaknya tewas di tangan kelompok bersenjata (BBC)

    Minggu lalu, pasukan keamanan melancarkan operasi di wilayah tersebut untuk meredam aksi pemberontakan kelompok pengikut mantan presiden Bashar al-Assad.

    Assad adalah seorang penganut Alawi dan rezimnya didominasi anggota sekte tersebut.

    Kekerasan meningkat tajam setelah 13 personel keamanan tewas dalam sebuah penyergapan oleh orang-orang bersenjata di kota pesisir Jableh.

    BBC

    BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.

    Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

    BBC

    Setelah serangan itu, kelompok bersenjata yang setia kepada pemerintahan pimpinan kaum Sunni dituduh melakukan pembunuhan balas dendam di komunitas-komunitas yang mayoritas Alawi.

    Selama empat hari berikutnya, banyak keluarga yang tewas dibunuh, termasuk perempuan dan anak-anak, menurut kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Penduduk terpaksa mengungsi dari rumah mereka dan mencari perlindungan di pegunungan (BBC)

    Pada Rabu (12/03), seorang juru bicara PBB mengatakan pihaknya sejauh ini sudah memverifikasi pembunuhan 111 warga sipil. Akan tetapi, angka sebenarnya diyakini jauh lebih tinggi.

    Selain itu, dia menambahkan sebagian kasus adalah eksekusi sepihak.

    Baca juga:

    Di jalan raya itu, kami menemukan sebuah mobil dengan banyak bekas tembakan.

    Tidak diketahui berapa banyak orang yang tewas di dalamnya, ataupun latar belakang mereka.

    Namun, sangat sulit membayangkan ada korban selamat di mobil nahas itu.

    Ketika tim BBC datang, jalanan tertutup, dan kepulan asap terlihat membubung (BBC)

    Jalan raya internasional sudah diamankan dan dibersihkan dari sisa-sisa serangan yang dilakukan kelompok yang disebut sebagai sisa-sisa rezim sebelumnya.

    Serangan yang kemudian memicu aksi balas dendam terhadap komunitas Alawi.

    Namun, puluhan jasad masih terlihat di semak belukar dan kuburan massal, seperti yang tim BBC lihat saat melakukan perjalanan bersama pasukan dari Kementerian Pertahanan Suriah.

    Berlindung di perbukitan

    Sulit untuk mengetahui siapa yang berada di dalam mobil ini, tetapi kemungkinan besar mereka sudah tewas (BBC)

    Puluhan jenazah tergeletak di antara semak belukar (BBC)

    Berdasarkan keterangan sumber BBC di pasukan keamanan, para pendukung setia Assad yang bertanggung jawab atas serangan di Jableh tidak semuanya berhasil dilumpuhkan.

    Mereka justru berhasil menarik diri ke pegunungan sekitar saat pasukan keamanan mengirimkan bala bantuan besar-besaran dari berbagai penjuru negara.

    “Mereka semua warga desa-desa di sini,” ungkap Mahmoud al-Haik, tent dari kementerian pertahanan pemerintah yang baru yang ditugaskan di Baniyas, pedesaan Latakia.

    Mahmoud al-Haik (kiri), prajurit dari Kementerian Pertahanan Suriah, menceritakan kepada Feras Kilani (kanan) dari BBC News Arabic tentang bagaimana para pejuang berhasil menguasai kota (BBC)

    “Semua orang di jembatan ini, semua pelaku kejadian ini, berasal dari komunitas sekitar sini. Tapi sekarang mereka semua sudah pergi dari daerah ini.”

    Kami bertanya, “Tapi bukankah di serangan awal, mereka berhasil menguasai sebagian besar wilayah [Baniyas]?”

    “Dua hari pertama situasinya benar-benar kacau,” jawabnya.

    “Daerah ini benar-benar dilanda kekacauan. Syukurlah, kami berhasil mengambil alih kendali. Warga mulai pulang ke rumah masing-masing. Saat ini banyak dari mereka yang meminta agar warga lain juga diizinkan pulang.”

    Kegiatan usaha masih terhenti akibat kekerasan yang terjadi (BBC)

    Perjalanan singkat ke beberapa desa memperlihatkan bahwa sebagian besar wilayah ini masih kosong.

    Khawatir menjadi korban pembunuhan sektarian, penduduk mengungsi ke pegunungan. Mereka rela tidur di tempat terbuka selama seminggu terakhir.

    Di sebuah desa di pinggiran kota Baniyas, tim BBC bertemu beberapa laki-laki yang dengan was-was kembali untuk melihat kondisi rumah dan toko mereka.

    Wafiq Ismail enggan menceritakan apa yang dilihatnya saat serangan terjadi (BBC)

    Wafiq Ismail, seorang warga Alawi, berusaha menjaga nada suaranya ketika kami wawancara. Dia mengaku ada di sana saat serangan terjadi, tetapi enggan memaparkan secara detail.

    “Jujur saja, saya tidak bisa menjelaskan apa-apa. Saya tidak terlibat sama sekali. Sumpah saya tidak pernah punya kaitan dengan semua ini,” ujarnya.

    “Bukan itu maksud pertanyaan kami,” tim BBCa menjelaskan.

    “Kami hanya ingin tahu, sebagai orang yang ada di sini, apa yang Anda lihat?”

    Jawabannya mencerminkan ketakutannya: “Saudaraku, saya benar-benar tidak bisa bicara soal ini. Saya tidak tahu apa-apa. Sudah ya Semoga Tuhan melindungi kita dari mara bahaya.”

    Perlindungan internasional

    Batas kendali pasukan keamanan Suriah berakhir di wilayah pedesaan Latakia. Daerah ini berbatasan dengan sekitar pangkalan udara militer Rusia, Hmeimim.

    Kami berhasil memasuki bagian luar pangkalan tanpa berkoordinasi dengan pihak Rusia. Rusia mendukung pasukan Assad selama perang saudara 13 tahun di Suriah.

    BBC

    Ribuan keluarga dari komunitas Alawi telah mengungsi ke pangkalan ini.

    Mereka menyelamatkan diri dari serangan yang dilancarkan berbagai kelompok di Suriah.

    Para pengungsi tinggal dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.

    Di tempat inilah Dalaal menceritakan dukanya atas kehilangan putranya.

    Tempat ini sarat dengan kisah-kisah yang sangat menyedihkan.

    Potret anak-anak dari keluarga Alawi yang mencari perlindungan di pangkalan udara Rusia (BBC)

    Sebagian besar keluarga kehilangan seseorang: anak laki-laki, sanak saudara, atau tetangga.

    Seorang perempuan Alawi lainnya mengatakan, “Kami membutuhkan perlindungan dari dunia internasional atas penderitaan yang kami lalui. Kami sudah meninggalkan rumah, harta benda, dan pekerjaan untuk mengungsi.”

    Perempuan Alawi ini mengatakan para pengungsi membutuhkan perlindungan dari pihak internasional (BBC)

    Hanya sedikit informasi yang diketahui terkait serangan yang terjadi pada Kamis (13/03) dan dampak sektariannya yang signifikan.

    Presiden Suriah Ahmad al-Sharaa, yang memimpin serangan pemberontak yang menggulingkan Assad pada bulan Desember lalu, mengakui dampak dari serangan tersebut dan berjanji akan mengusut tuntas para pelaku.

    Sharaa bahkan berjanji untuk tetap menindak pelaku meski mereka berasal dari pihak sekutunya.

    Dia menyatakan, “Kami tidak akan menolerir pertumpahan darah yang tidak dibenarkan.”

    Akan tetapi, peristiwa yang menambah rentetan insiden berdarah dalam sejarah Suriah ini tampaknya tidak akan dapat dengan mudah disembuhkan.

    Baca juga:

    Lihat juga Video dari Udara: Suriah Pasca-bentrokan Berdarah Tewaskan Ribuan Orang

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Afrika Selatan Sesalkan Dubesnya Diusir AS karena Dianggap Benci Trump

    Afrika Selatan Sesalkan Dubesnya Diusir AS karena Dianggap Benci Trump

    Pretoria

    Afrika Selatan menyesalkan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mengusir Duta Besar mereka, Ebrahim Rasool, yang dituduh membenci negara itu dan Presiden Donald Trump. Otoritas Afrika Selatan menyerukan “kesopanan diplomatik” antara kedua negara.

    Pengusiran Rasool itu diumumkan oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Marco Rubio, yang dalam pernyataannya via media sosial X menyatakan sang Duta Besar Afrika Selatan “tidak lagi diterima di negara kita yang hebat ini”.

    Rubio juga menyebut Rasool sebagai “politisi yang gemar menghasut tentang ras, yang membenci Amerika dan membenci @POTUS” — merujuk pada sebutan untuk Trump sebagai Presiden AS.

    Kantor kepresidenan Afrika Selatan dalam tanggapannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (15/3/2025), menyebut keputusan AS mengusir Rasool itu “disesalkan”.

    “Kepresidenan telah mengetahui pengusiran yang disesalkan terhadap Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat, Tuan Ebrahim Rasool,” sebut kantor kepresidenan Afrika Selatan dalam pernyataannya.

    “Kepresidenan mendesak semua pemangku kepentingan yang terkait dan terdampak untuk menjaga kesopanan diplomatik yang telah ditetapkan dalam keterlibatan terkait masalah ini,” imbuh pernyataan tersebut.

    “Afrika Selatan tetap berkomitmen untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan Amerika Serikat,” tegas kantor kepresidenan Afrika Selatan.

    Lihat juga Video: Duta Besar Afrika Selatan Diusir dari AS, Menlu Rubio: Dia Benci Amerika-Trump

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Pengusiran Duta Besar Afrika Selatan ini menjadi perkembangan terbaru dalam meningkatnya ketegangan antara kedua negara beberapa waktu terakhir.

    Pada Februari lalu, Trump membekukan bantuan AS untuk Afrika Selatan, dengan mengutip undang-undang di negara itu yang diklaim olehnya telah memungkinkan tanah dirampas dari para petani kulit putih.

    Pekan lalu, Trump semakin mengobarkan ketegangan dengan mengatakan bahwa para petani Afrika Selatan dipersilakan untuk menetap di AS, setelah mengulangi kembali tuduhannya soal pemerintah Afrika Selatan “menyita” tanah dari orang-orang kulit putih.

    Lihat juga Video: Duta Besar Afrika Selatan Diusir dari AS, Menlu Rubio: Dia Benci Amerika-Trump

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Crane Proyek Jembatan Tol di Thailand Ambruk, 5 Pekerja Tewas

    Crane Proyek Jembatan Tol di Thailand Ambruk, 5 Pekerja Tewas

    Bangkok

    Sebuah crane ambruk di lokasi pembangunan jembatan tol di Bangkok, Thailand, pada Sabtu (15/3). Sedikitnya lima orang tewas dan puluhan orang lainnya mengalami luka-luka dalam insiden ini.

    Insiden ini, seperti dilansir AFP dan Bangkok Post, Sabtu (15/3/2025), terjadi pada Sabtu (15/3) dini hari di ruas Jalan Rama II, jalan raya utama yang menghubungkan Bangkok dengan bagian selatan Thailand.

    Laporan menyebut salah satu balok beton yang sedang dibangun, yang berada di jarak sekitar 200 meter dari pintu masuk jalan tol, ambruk dan menimpa struktur jalan tol yang sudah ada. Hal ini memicu banyak cedera dan korban jiwa.

    Disebutkan bahwa lebih dari 20 pekerja berada di lokasi saat insiden itu terjadi.

    Tim penyelamat dan petugas dari Departemen Pencegahan dan Mitigasi Bencana Bangkok bergegas ke lokasi kejadian untuk mencari korban selamat di antara reruntuhan. Anjing pelacak dikerahkan dan peralatan khusus digunakan untuk menyisir puing-puing.

    Hingga pukul 07.00 waktu setempat, sedikitnya lima orang yang semuanya pekerja dipastikan tewas.

    “Kami telah mengevakuasi empat jenazah, tetapi satu jenazah masih terperangkap di reruntuhan,” ucap pejabat kepolisian senior, Sayam Boonsom, kepada wartawan di lokasi kejadian.

    Lihat juga Video: Sederet Fakta Insiden Lift Crane Proyek RS Jatuh Tewaskan 4 Orang di Blora

    Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.

    Dari lima korban tewas, tiga orang di antaranya berkewarganegaraan Thailand dan dua orang lainnya merupakan warga negara asing (WNA), yang asal negaranya belum diketahui.

    Sebanyak 27 orang lainnya mengalami luka-luka. Para korban luka-luka telah dilarikan ke rumah sakit setempat.

    Penyebab insiden ini belum diketahui secara jelas. Sayam mengatakan penyelidikan sedang dilakukan oleh otoritas terkait.

    Imbas insiden ini, ruas jalanan menuju ke lokasi kejadian ditutup sementara.

    Lihat juga Video: Sederet Fakta Insiden Lift Crane Proyek RS Jatuh Tewaskan 4 Orang di Blora

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Dibujuk Trump, Putin Akan Ampuni Tentara Ukraina Jika Serahkan Diri

    Dibujuk Trump, Putin Akan Ampuni Tentara Ukraina Jika Serahkan Diri

    Moskow

    Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan akan memberikan pengampunan jika tentara Ukraina, yang terkepung di wilayah Kursk, bersedia “menyerahkan diri”. Hal ini disampaikan setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membujuk Putin untuk mengampuni nyawa tentara-tentara Ukraina di wilayah Rusia.

    Militer Rusia telah melancarkan serangan balasan secara cepat di wilayah perbatasan barat Kursk selama sepekan terakhir, dalam upaya merebut kembali sebagian besar wilayah yang dikuasai pasukan Ukraina yang melancarkan serangan mendadak pada Agustus tahun lalu.

    Kekalahan di Kursk akan menjadi pukulan telak bagi rencana Kyiv untuk menggunakan cengkeramannya atas wilayah itu sebagai alat tawar-menawar, dalam perundingan damai untuk mengakhiri perang melawan Moskow yang telah berlangsung selama tiga tahun terakhir.

    “Kami bersimpati terhadap seruan Presiden Trump,” kata Putin dalam pernyataan yang disiarkan televisi Rusia, seperti dilansir AFP, Sabtu (15/3/2025).

    “Jika mereka (tentara Ukraina-red) meletakkan senjata dan menyerah, maka mereka akan dijamin nyawanya dan diperlakukan dengan bermartabat,” tegasnya.

    Trump, pada Jumat (14/3), mendesak Putin untuk menyelamatkan nyawa tentara-tentara Ukraina. Dia menyebut “ribuan” tentara Ukraina “sepenuhnya dikepung oleh militer Rusia, dan berada dalam posisi yang sangat buruk dan rentan”.

    Trump juga mengatakan bahwa utusannya, Steve Witkoff, telah melakukan pembicaraan yang “sangat baik dan produktif” dengan Putin membahas usulan gencatan senjata selama 30 hari.

    “Saya telah dengan sungguh-sungguh meminta kepada Presiden Putin agar nyawa mereka diampuni. Ini akan menjadi pembantaian yang mengerikan, yang tidak pernah terlihat sejak Perang Dunia II,” ujarnya.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Kepemimpinan militer Ukraina membantah klaim Putin dan Trump soal pengepungan pasukan mereka di Kursk. “Tidak ada ancaman terhadap unit kami dikepung,” tegas Staf Jenderal Ukraina.

    AS, di bawah kepemimpinan Trump, berupaya menengahi gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina. Ketegangan sempat terjadi bulan lalu antara Trump dan Presiden Volodymyr Zelensky dalam pertemuan di Ruang Oval Gedung Putih.

    Namun beberapa pekan kemudian, para pejabat AS dan Ukraina bertemu di Arab Saudi yang berujung dengan menyetujui usulan gencatan senjata. Trump kemudian mengutus Witkoff ke Moskow untuk membahas usulan itu dengan Putin dan para pejabat senior lainnya.

    Pekan lalu, Trump mengancam akan memberikan “sanksi perbankan skala besar” dan memberlakukan tarif terhadap Rusia jika mereka tidak mau bekerja sama dalam upaya mencapai gencatan senjata.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Cuaca Ekstrem Halangi Jutaan Anak untuk Bersekolah

    Cuaca Ekstrem Halangi Jutaan Anak untuk Bersekolah

    Manila

    Para pelajar di Filipina tahu bagaimana rasanya saat gelombang panas melanda. Di Ibukota, Manila, hampir setengah ruang kelas kosong pada awal minggu sebagai respons pihak sekolah atas peringatan cuaca ekstrem.

    Pada bulan April dan Mei 2024, suhu yang sangat panas menyebabkan kelas tatap muka hampir setiap hari dibatalkan, hal ini kadang terjadi di seluruh Filipina.

    Namun, pelajar-pelajar muda ini tidak sendirian. Menurut UNICEF, setidaknya 242 juta pelajar di seluruh dunia mengalami gangguan pendidikan akibat cuaca ekstrem yang terjadi sepanjang 2024.

    Cuaca ekstrem yang dimaksud adalah gelombang panas, topan tropis, badai, banjir, dan kekeringan – sebagai dampak perubahan iklim yang semakin intens. Hampir tiga perempat dari siswa yang terdampak tinggal di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah.

    ‘Hal kecil yang mengubah hidup’

    Sekitar satu miliar anak tinggal di negara-negara yang sangat rentan terhadap perubahan iklim dan lingkungan, jelas UNICEF, di mana peristiwa seperti badai atau banjir sering kali mengacaukan kehidupan, menghancurkan lingkungan, jalan, atau bahkan sekolah. Bangunan sekolah yang masih utuh terkadang berfungsi ganda sebagai tempat penampungan, para pelajar pun tidak bisa kembali belajar.

    Meskipun beberapa fasilitas pendidikan secara teknis dapat tetap buka saat gelombang panas melanda, suhu yang tinggi menyulitkan para pelajar untuk fokus atau menerima pelajaran.

    “Ini mungkin peristiwa kecil, tapi bisa mengubah hidup,” kata Megan Kuhfeld, seorang ilmuwan peneliti senior di Northwest Evaluation Association (NWEA), sebuah perusahaan penyedia layanan pendidikan di Amerika Serikat.

    Kemunduran akademis

    Mitzi Jonelle Tan, seorang aktivis keadilan iklim dari Filipina, secara langsung mengalami gangguan akibat perubahan iklim ini, saat masih remaja. Di tahun 2009, dua topan besar, Ketsana dan Parma melanda, ini berdampak pada kegiatan belajar mengajar yang terhenti sekolahnya selama bertahun-tahun.

    “Ketika tiba waktunya untuk mendaftar ke universitas, ada banyak hal yang belum kami pelajari. Jadi, kami harus mengikuti kursus kilat untuk menghadapi ujian masuk universitas,” kata Tan, yang kemudian melanjutkan pendidikannya di University of the Philippines Diliman.

    Kuhfeld dari NWEA menganalisis berbagai penelitian di Amerika Serikat yang meneliti korelasi antara waktu siswa absen dari sekolah – tidak harus karena iklim ekstrem – dan seberapa jauh ketertinggalan mereka dalam pembelajaran.

    Ia menemukan bahwa lamanya absen tidak berdampak langsung terhadap pembelajaran. Misalnya, satu minggu absen dari sekolah bisa jadi membuat siswa merasa berminggu-minggu tertinggal dari pembelajaran, ini bergantung pada kondisi para pelajar tersebut.

    Penting untuk diketahui jenjang pendidikan mana yang sedang ditempuh pelajar saat mereka absen dari sekolah. Kurikulum sekolah menengah jauh lebih kompleks dibandingkan kurikulum sekolah dasar, yang dirancang berdasarkan apa yang sudah diketahui para pelajar tersebut. Jadi, bagi pelajar sekolah menengah, absen membuat mereka kian sulit mengejar ketertinggalan.

    Namun, Kuhfeld melalui analisisnya mencatat bahwa absen yang disebabkan oleh cuaca buruk menunjukkan kemunduran belajar yang lebih signifikan dibanding alasan lainnya. Mungkin karena banyak dari para pelajar ini juga memiliki stres saat berusaha bertahan dan pulih dari bencana alam.

    “Ini bukan sekadar absen dari sekolah sekolah. Ada aspek kesehatan mental yang berperan,” katanya.

    Kembali ke sekolah, bagaimana caranya?

    Begitu sekolah dibuka kembali, para guru tidak bisa serta merta melanjutkan pekerjaannya, karena kembali ke kelas lebih dari sekadar memperbaiki infrastruktur.

    “Sekolah-sekolah dan gedung-gedungnya hancur, tetapi para siswa juga terdampak,” ujar Pia Rebello Britto, Direktur Global untuk Pendidikan dan Pengembangan Remaja di UNICEF. “Jika seseorang merasa tertinggal, ia mulai kehilangan motivasi dan keinginan untuk belajar.”

    Kurangnya motivasi ini kian memperburuk situasi para pelajar yang sebelumnya merasa “kurang beruntung”. Di Provinsi Sindh, Pakistan, Britto mengatakan bahwa ia melihat betapa sulitnya bagi anak-anak perempuan untuk tetap tertarik belajar setelah banjir menutup sekolah mereka, ini karena pendidikan juga kurang dipromosikan.

    Di Filipina, aktivis iklim Tan mengetahui adanya siswa-siswa berpenghasilan rendah yang harus memilih antara kembali ke kelas atau menghidupi keluarga mereka.

    “Jika rumah mereka benar-benar terendam banjir dan hancur, sangat sulit untuk meminta para pelajar kembali bersekolah dan belajar tentang sesuatu yang jauh dari realita yang mereka hadapi,” katanya.

    Bagaimana membuat pendidikan lebih tangguh saat bumi kian memanas

    Para ahli pendidikan sepakat bahwa sistem sekolah harus menjadi lebih resisten terhadap perubahan iklim, meskipun hal ini juga menyangkut masalah keuangan.

    Dengan berbagai cara, sekolah dapat mempersiapkan diri untuk menjadi lebih fleksibel, seperti membuat rencana darurat jika gedung sekolah rusak, dengan ‘memindahkan’ kelas ke gereja atau aula umum. Sekolah juga dapat menyesuaikan kalender sekolah untuk menghindari pembelajaran di bulan-bulan dengan cuaca ekstrem.

    Gelombang panas telah mengganggu sekolah-sekolah di Filipina, hal ini dikarenakan kalender akademik sebagian sekolah diselaraskan dengan kalender akademik negara lain. Hal ini berarti para pelajar akan mengikuti pembelajaran di kelas saat puncak kekeringan di musim kemarau dan panas yakni di bulan April dan Mei. Sekarang pemerintah telah mengubah kembali jadwal akademik tersebut.

    Namun, langkah yang paling penting adalah membuat sekolah dan murid-murid menjadi tangguh. Hal ini berarti membuat bangunan tahan terhadap iklim dengan mengisolasi atau membangunnya dengan bahan yang dapat mengatur suhu secara alami, meninggikan bangunan untuk melindunginya dari banjir, dan membangun atap yang lebih kokoh untuk menahan angin topan.

    Hal ini juga berarti membekali siswa dengan informasi yang lebih baik tentang perubahan iklim dalam kurikulum. Dengan begitu, mereka dapat memahami apa yang terjadi pada mereka dan dampak pembakaran bahan bakar fosil terhadap perubahan iklim yang memicu cuaca ekstrem.

    “Penting bagi mereka untuk mempelajarinya dengan cara yang kontekstual sehingga mereka dapat melihat bahwa perubahan iklim adalah sesuatu yang melintasi semua sektor kehidupan dan mereka dapat berpartisipasi dalam pembuatan dan perubahan kebijakan iklim,” ujar Tan.

    “Mereka mewakili generasi masa depan.”

    Diadaptasi dari Artikel DW Bahasa Inggris

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu