Category: Detik.com Internasional

  • Serangan Israel di Gaza Tewaskan 400 Orang, Netanyahu: Ini Baru Permulaan

    Serangan Israel di Gaza Tewaskan 400 Orang, Netanyahu: Ini Baru Permulaan

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa rentetan serangan mematikan di Gaza pada Selasa (18/3) “hanyalah permulaan” dari tindakan Israel terbaru di wilayah Palestina tersebut.

    “Hamas telah merasakan kekuatan tangan kita dalam 24 jam terakhir. Dan saya ingin berjanji kepada Anda — dan mereka — ini hanyalah permulaan,” kata Netanyahu dalam pidato yang disiarkan televisi, dilansir kantor berita AFP, Rabu (19/3/2025).

    “Mulai sekarang, negosiasi hanya akan berlangsung di bawah serangan,” kata Netanyahu, seraya menambahkan: “Tekanan militer sangat penting untuk pembebasan sandera tambahan”.

    Serangan udara Israel pada hari Selasa tersebut, yang terbesar sejak gencatan senjata di Gaza berlaku pada bulan Januari, menewaskan lebih dari 400 orang di seluruh Jalur Gaza. Demikian menurut kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai kelompok Hamas tersebut.

    Israel berjanji untuk terus bertempur hingga semua sandera yang ditawan oleh Hamas dipulangkan.

    Dari 251 sandera yang ditawan selama serangan Hamas ke Israel pada Oktober tahun lalu, 58 orang masih ditahan di Gaza, termasuk 34 sandera yang menurut militer Israel telah tewas.

    Keluarga sandera menuduh Netanyahu “mengorbankan” nyawa kerabat mereka dengan memerintahkan serangan besar-besaran di Gaza pada Selasa (18/3).

    “Tekanan militer tidak akan menyelamatkan para sandera – kami tahu ini dari pengalaman kami sendiri”, kata mantan sandera Yair Horn dalam sebuah pernyataan kepada pers di Tel Aviv, bersama dengan para bekas sandera dan kerabat lainnya.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara di seluruh dunia mengutuk serangan Israel tersebut. Adapun para keluarga sandera Israel memohon kepada Netanyahu untuk menghentikan kekerasan, karena khawatir akan nasib orang-orang yang mereka cintai.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Putin Tolak Gencatan Senjata Sepenuhnya di Ukraina, Zelensky Bilang Gini

    Putin Tolak Gencatan Senjata Sepenuhnya di Ukraina, Zelensky Bilang Gini

    Kyiv

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menanggapi sikap Presiden Rusia Vladimir Putin yang menolak gencatan senjata sepenuhnya dengan Kyiv, namun setuju untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi. Zelensky menganggap Putin tidak siap untuk mengakhiri perang.

    Berbicara setelah percakapan telepon dilakukan oleh Putin dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, seperti dilansir AFP, Rabu (19/3/2025), Zelensky mengatakan Ukraina pada dasarnya mendukung gencatan senjata yang diusulkan AS terhadap infrastruktur energi, yang juga didukung Rusia.

    Namun Zelensky mengatakan dirinya memerlukan lebih banyak informasi “https://news.detik.com/internasional/d-7830600/detail” dari Washington terlebih dahulu untuk bisa memberikan tanggapan lebih lanjut.

    Terlepas dari itu, Zelensky juga memperingatkan bahwa Putin sepertinya ingin “melemahkan” Ukraina dan “tidak siap untuk mengakhiri perang ini”.

    “Setelah kami mendapatkan detail dari Presiden AS, dari pihak AS, kami akan memberikan jawaban kami,” ucap Zelensky saat berbicara kepada wartawan setempat mengenai gencatan senjata energi antara Ukraina dan Rusia yang diusulkan AS.

    Ditegaskan Zelensky bahwa “pihak kami akan mempertahankannya” selama Moskow juga mematuhinya. Dia juga mengatakan bahwa AS harus menjadi “penjamin kendali atas implementasi” gencatan senjata energi tersebut.

    “Saya pikir akan tepat jika kami melakukan percakapan dengan Presiden Trump dan mengetahui detailnya tentang apa yang ditawarkan Rusia kepada Amerika atau apa yang ditawarkan Amerika kepada Rusia,” ujarnya.

    Lihat juga Video: Ditelepon Trump, Putin Sepakat Gencatan Senjata Tahap Awal dengan Ukraina

    Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.

    AS telah mendorong gencatan senjata menyeluruh selama 30 hari sebagai langkah pertama menuju penyelesaian yang lebih luas untuk perang yang berkecamuk selama tiga tahun terakhir.

    Namun dalam percakapan telepon dengan Trump pada Selasa (18/3), Putin menolak usulan gencatan senjata menyeluruh itu dan bersikeras menyebut kesepakatan semacam itu akan bergantung pada penghentian semua bantuan militer Barat untuk Ukraina.

    Kemudian Kremlin mengatakan Putin setuju untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi Ukraina selama 30 hari setelah berbicara via telepon dengan Trump. Namun Kremlin menambahkan bahwa agar gencatan senjata yang luas bisa berhasil, Ukraina tidak boleh diizinkan mempersenjatai kembali militernya.

    “Mereka (Rusia-red) tidak siap untuk mengakhiri perang ini, dan kita dapat melihatnya. Mereka bahkan tidak siap untuk mengambil langkah pertama, yaitu gencatan senjata,” kritik Zelensky dalam pernyataannya.

    Dia kemudian melontarkan tuduhan terhadap Putin dengan mengatakan bahwa “seluruh permainannya adalah untuk melemahkan” Ukraina.

    Pekan lalu, Ukraina menyatakan dukungan terhadap gencatan senjata selama sebulan penuh yang diusulkan AS selama pembicaraan bilateral digelar di Arab Saudi.

    Lihat juga Video: Ditelepon Trump, Putin Sepakat Gencatan Senjata Tahap Awal dengan Ukraina

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Akankah Amerika Serikat Membiarkan Ukraina Jatuh?

    Akankah Amerika Serikat Membiarkan Ukraina Jatuh?

    Jakarta

    Perang dagang dengan Cina dan Eropa, perselisihan tarif dengan negara tetangga Kanada dan Meksiko, perang di Gaza, anjloknya pasar saham, dan protes terhadap PHK massal: Presiden AS Donald Trump saat ini sedang berjuang di banyak bidang.

    Di tengah krisis ini, ada pertanyaan lain: Akankah AS membiarkan Ukraina jatuh? Tampaknya hanya masalah waktu, sebelum pertanyaan ini dijawab dengan “ya”. Setelah sejumlah upaya yang gagal untuk memaksakan gencatan senjata sementara antara Kyiv dan Moskow, ada banyak faktor yang tampaknya mengarah pada skenario ini.

    Trump baru-baru ini membahas masalah tersebut sendiri. Dalam wawancara dengan stasiun siaran AS Fox News setelah pertengkarannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Gedung Putih 28 Februari lalu, Trump ditanya oleh pembawa acara Maria Bartiromo apakah dia “merasa nyaman” dengan gagasan bahwa Ukraina “mungkin tidak akan selamat” dari perang dengan Rusia. “Yah, toh mungkin tidak akan bertahan,” kata Trump kepada Fox News.

    Ukraina bukan prioritas utama

    Marco Rubio, menteri luar negeri AS yang baru juga menegaskan, Ukraina bukanlah prioritas utama pemerintahan Trump, dalam sidang dengar pendapat di hadapan Komite Hubungan Luar Negeri Senat pada 15 Januari lalu.

    Rubio mengatakan, AS akan terus mendukung sekutu terdekatnya, dengan secara eksplisit menyebut Taiwan dan Israel. Mengenai Ukraina, ia mengatakan sudah saatnya bersikap “realistis” dan menyarankan bahwa kedua pihak harus membuat “konsesi.”

    “Tetapi pada akhirnya, di bawah Presiden Trump, prioritas utama Departemen Luar Negeri Amerika Serikat adalah Amerika Serikat,” katanya. “Uang pembayar pajak Amerika seharusnya hanya digunakan untuk memajukan kepentingan AS, dan setiap sen pengeluaran seharusnya diteliti untuk memastikan efektivitasnya.”

    Dalam opini yang dimuat di The Guardian baru-baru ini, Stephen Wertheim, pakar kebijakan luar negeri AS di Carnegie Endowment for International Peace, mengemukakan bahwa tidak ada sekutu NATO yang datang untuk membela Ukraina secara langsung. “Alasannya jelas: itu berarti perang dengan Rusia, sebuah prospek yang masih dapat dicegah oleh NATO, terlepas dari apa yang terjadi di Ukraina”, katanya.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Apakah Ukraina hanya pion dalam hubungan Rusia-AS?

    Stefan Meister, pakar Eropa Timur, Rusia, dan Asia Tengah di German Council on Foreign Relations, sangat kritis terhadap penolakan Trump untuk menawarkan jaminan keamanan kepada Ukraina.

    Presiden AS “telah secara besar-besaran memperburuk posisi negosiasinya sendiri dan posisi negosiasi Ukraina,” katanya kepada stasiun siaran Jerman SWR. “Mengapa Moskow harus membuat kompromi ketika presiden AS sudah menawarkan setengah dari apa yang diminta Rusia?”

    Stefan Meister lebih jauh mengatakan, ia khawatir Ukraina akan terlupakan begitu saja saat hubungan Rusia-AS sudah akur lagi. “Kesan saya adalah Trump pada dasarnya tidak peduli dengan Ukraina,” katanya, sambil menjelaskan bahwa Ukraina mungkin hanya “pion” yang diberikan kepada Rusia sebagai imbalan atas “hal-hal lain.”

    “Hal-hal lain” ini dapat terkait dengan topik-topik yang disebutkan oleh Rubio: Israel dan perdamaian di Timur Tengah, hubungan dengan Cina, urusan dengan Iran dan pemulihan hubungan antara Washington dan Moskow.

    Kolumnis AS Robert Kagan tidak memiliki ilusi. Dia mengatakan gagasan memperjuangkan demokrasi di wilayah lain di dunia merupakan hal yang asing bagi Trump. “Dia tampaknya tidak memiliki keraguan untuk membuat ‘kesepakatan’ dengan rezim kriminal Putin tanpa melibatkan orang-orang Eropa.”

    Diadaptasi dari artikel DW bahasa Jerman.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Houthi Klaim Sudah 4 Kali Serang Kapal Perang AS di Laut Merah dalam 72 Jam

    Houthi Klaim Sudah 4 Kali Serang Kapal Perang AS di Laut Merah dalam 72 Jam

    Jakarta

    Kelompok Houthi di Yaman mengatakan mereka kembali menyerang kapal perang milik Amerika Serikat (AS) di Laut Merah. Houthi mengklaim serangan ini adalah serangan keempat yang mereka lancarkan dalam 72 jam.

    Dilansir AFP, Rabu (19/3/2025), Juru bicara militer Houthi mengatakan operasi tersebut memakai sejumlah rudal jelajah dan drone. Mereka menargetkan kapal induk ‘USS Harry Trauman’ dan sejumlah kapal perang musuh. Mereka mengatakan serangan ini adalah yang keempat kalinya dalam 72 jam.

    Sebelumnya, Houthi yang didukung Iran bersumpah untuk menargetkan kapal kargo Amerika Serikat (AS) di Laut Merah setelah serangan mematikan AS menghantam negara itu. Dalam pidato yang disiarkan televisi, pemimpin Houthi Abdulmalik al-Huthi menyerukan unjuk rasa perlawanan “sejuta orang” di seluruh wilayah yang dikuasai.

    Dilansir AFP, Senin (17/3), serangan pertama AS di Yaman di bawah Presiden Donald Trump menewaskan 31 orang dan melukai lebih dari 100 orang, menurut pejabat Houthi.

    Serangan itu menyusul ancaman Houthi untuk memperbarui serangan terhadap pengiriman Israel di Laut Merah setelah jeda sejak Januari, ketika gencatan senjata perang Gaza dimulai.

    “Amerika sekarang akan dikenai embargo selama melanjutkan agresinya,” kata Houthi.

    “Kami akan menghadapi eskalasi dengan eskalasi, dan kami akan menanggapi musuh Amerika dengan menargetkan kapal induk dan kapal perangnya serta melarang kapalnya,” tambahnya.

    Pengumuman itu disampaikan Trump melalui Truth Social pada Sabtu (15/3). Operasi militer itu ditempuh AS usai menganggap Houthi berpihak kepada Iran dan mengancam kepentingan Amerika di Laut Merah.

    Serangan AS ini menewaskan sejumlah orang. Data Senin (17/3) total korban tewas serangan AS ini sebanyak 53 orang, lima di antaranya merupakan anak-anak. Sedangkan 98 orang mengalami luka.

    (zap/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Putin Tolak Gencatan Senjata Sepenuhnya di Ukraina, tapi Setuju Hal Ini

    Putin Tolak Gencatan Senjata Sepenuhnya di Ukraina, tapi Setuju Hal Ini

    Jakarta

    Presiden Rusia Vladimir Putin menolak gencatan senjata sepenuhnya di Ukraina. Namun, Putin menyetujui kesepakatan hanya untuk menghentikan serangan terhadap infrastruktur energi.

    Dilansir BBC, Rabu (19/3/2025), persetujuan Putin ini disampaikan saat dia berkomunikasi dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melalui sambungan telepon. Putin disebut menolak menandatangani gencatan senjata komprehensif selama sebulan yang baru-baru ini disusun oleh tim Trump dengan Ukraina di Arab Saudi.

    Dia mengatakan gencatan senjata komprehensif hanya dapat berhasil jika bantuan militer asing dan pembagian intelijen dengan Ukraina berakhir. Untuk diketahui, sekutu Eropa Ukraina menolak persyaratan tersebut.

    Kata Zelensky

    Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Ukraina terbuka dengan gagasan gencatan senjata yang mencakup infrastruktur energi, tetapi dia menginginkan lebih jelas mengenai hal ini. Dia pun menuduh Putin menolak gencatan senjata menyusul serangkaian serangan drone Rusia.

    “Hari ini, Putin secara efektif menolak usulan untuk gencatan senjata penuh,” kata Zelensky.

    Trump sebelumnya mengunggah bahwa percakapannya dengan Putin di telepon sangat bagus. Dia mengaku membahas banyak hal mengenai perdamaian.

    “Kami sepakat untuk gencatan senjata segera pada semua energi dan infrastruktur, dengan pemahaman bahwa kami akan bekerja cepat untuk memiliki gencatan senjata lengkap dan, pada akhirnya, mengakhiri perang yang sangat mengerikan ini antara Rusia dan Ukraina,” kata Trump di Truth Social.

    (zap/yld)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Gempur Gaza, Hamas Bilang Netanyahu Korbankan Sandera

    Israel Gempur Gaza, Hamas Bilang Netanyahu Korbankan Sandera

    Gaza City

    Kelompok Hamas menuding Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk mengorbankan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza, dengan kembali melancarkan serangan besar-besaran terhadap daerah kantong Palestina tersebut.

    Tudingan ini dilontarkan setelah militer Israel melancarkan serangan udara terbaru terhadap sejumlah area di Jalur Gaza pada Selasa (18/3) waktu setempat, ketika upaya untuk memperpanjang gencatan senjata mengalami kebuntuan.

    Otoritas pertahanan sipil Gaza melaporkan lebih dari 220 orang tewas akibat serangan udara Israel tersebut, yang menghancurkan masa relatif tenang di wilayah itu sejak gencatan senjata disepakati pada 19 Januari lalu.

    Atas serangan udara terbaru Israel itu, Hamas menuduh Netanyahu membatalkan perjanjian gencatan senjata, yang membuat nasib 59 sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza tidak jelas.

    “Keputusan Netanyahu untuk melanjutkan perang adalah keputusan untuk mengorbankan tahanan pendudukan (sandera-red) dan menjatuhkan hukuman mati kepada mereka,” kata pejabat senior Hamas, Izzat al-Rishq, dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Selasa (18/3/2025).

    Dia menyebut Netanyahu menggunakan pertempuran di Jalur Gaza sebagai “sekoci penyelamat” politik untuk mengalihkan perhatian dari krisis internal dalam pemerintahannya.

    Kantor Netanyahu sebelumnya menyebut serangan udara terbaru itu diperintahkan setelah “Hamas berulang kali menolak untuk membebaskan sandera kami, serta penolakannya terhadap semua usulan yang telah diterimanya dari Utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Steve Witkoff dan dari para mediator”.

    Seorang pejabat Israel mengatakan kepada AFP bahwa operasi itu “akan terus berlanjut selama diperlukan, dan akan diperluas melampaui serangan udara”.

    Dalam sebuah posting di Telegram pada Selasa dini hari waktu setempat, militer Israel mengatakan pihaknya saat ini “melakukan serangan besar-besaran terhadap target teror milik organisasi Hamas di Jalur Gaza”.

    Rentetan serangan terbaru Israel itu, menurut laporan Reuters, melanda sejumlah lokasi di wilayah Jalur Gaza, termasuk Gaza bagian utara, Gaza City, Deir al-Balah, Khan Younis, dan Rafah di selatan wilayah tersebut.

    Serangan ini disebut jauh lebih luas skalanya dibandingkan rentetan serangan drone yang rutin dilancarkan militer Israel, dan diklaim menargetkan individu atau kelompok kecil yang diduga ekstremis di Jalur Gaza, menyusul upaya gagal untuk memperpanjang gencatan senjata Gaza.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Manipur India Terjebak Konflik, Apa yang Halangi Perdamaian Abadi?

    Manipur India Terjebak Konflik, Apa yang Halangi Perdamaian Abadi?

    Jakarta

    Pemerintah India berusaha menstabilkan Manipur, kawasan yang sudah terjebak dalam kekerasan etnis selama hampir dua tahun. Namun ketegangan antaretnis terus berlangsung.

    Pada bulan Mei 2023, ketegangan lama antara komunitas Meitei dan Kuki meletus menjadi aksi kekerasan. Hingga kini telah merenggut lebih dari 250 nyawa. Jumlah yang mengungsi lebih dari 50.000 orang. Mayoritas orang Meitei tinggal di Lembah Imphal, sementara orang-orang Kuki tinggal di daerah perbukitan di sekitarnya.

    Kekerasan ini dimulai setelah komunitas Meitei meminta status suku resmi, yang bisa membawa keuntungan, seperti misalnya kuota pekerjaan dan hak atas tanah. Komunitas Kuki khawatir mereka akan semakin terpinggirkan jika Meitei mendapatkan status suku.

    Pemerintah pusat India membagi negara bagian itu menjadi dua zona etnis yang terpisah, dengan zona penyangga yang dipatroli oleh pasukan keamanan pusat—suatu langkah yang dipertimbangkan, guna mengurangi kekerasan. Namun ternyata tidak mengakhiri konflik tersebut.

    Kekacauan berlanjut di Manipur. Upaya pemerintah pusat untuk memastikan lalu lintas bebas di jalan raya diblokir setelah dewan Kuki mengatakan mereka menentang pergerakan barang dan orang yang tidak terbatas di daerah mereka.

    “Kami akan terus menentang pergerakan orang yang tidak terbatas melintasi zona penyangga etnis, karena itu merusak keadilan, hingga tuntutan kami untuk pemerintahan terpisah dipenuhi,” ujar seorang anggota senior dewan, kepada DW dengan syarat anonimitas.

    Kedamaian di Manipur masih sulit diraih

    Pada bulan Februari, pemerintah India memberlakukan “peraturan presiden” di negara bagian yang bergolak itu, ketentuan konstitusional yang mencabut kekuasaan pemerintahan negara bagian di saat krisis. Peraturan tersebut bukan untuk pertama kalinya.

    Namun, janji perdamaian yang datang bersama kendali langsung pemerintah pusat atas Manipur masih sulit diraih. Meskipun sebagian besar kekerasan telah terkendali, ada konsensus di antara para pengamat bahwa perdamaian yang langgeng bergantung pada mediasi netral yang berkelanjutan yang melibatkan perwakilan dari komunitas Meitei dan Kuki, serta dari kelompok Naga, yang juga tinggal di wilayah perbukitan negara bagian tersebut.

    “Masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan menerapkan keadilan dan imparsialitas dalam proses perdamaian, yang tampaknya sengaja diabaikan oleh pemerintah,” papar aktivis sosial Janghaolun Haokip, kepada DW.

    “Kecuali jika ada pembagian sumber daya yang adil atau pengaturan dari pemerintah pusat, masalah ini tidak akan hilang dan akan mempersulit rekonsiliasi. Masalahnya juga terletak pada pendekatan acuh tak acuh pemerintah terhadap hak dan keistimewaan kaum minoritas,” imbuh Haokip.

    Dalam sebuah laporan baru-baru ini, International Crisis Group, sebuah lembaga nirlaba independen, mengatakan bahwa menemukan jalan keluar yang berkelanjutan dari krisis ini akan memerlukan penanganan akar penyebab ketegangan etnis, dan bahwa New Delhi harus memulai negosiasi dengan membentuk komite perdamaian yang dapat diterima oleh kedua komunitas.

    “Karena tidak dapat mengendalikan kerusuhan, pemerintah pusat telah membagi negara bagian secara informal, dengan pasukan keamanan berpatroli di zona penyangga yang memisahkan kedua kelompok,” tulis laporan itu.

    “”Keterlambatan dalam mengatasi kebuntuan ini telah memungkinkan kelompok militan di negara bagian tersebut, yang sebelumnya menghadapi penurunan drastis, untuk bangkit lebih kuat. Jika tidak segera ditangani, konflik di Manipur bisa berlarut-larut, memperdalam perpecahan etnis di negara bagian tersebut dan menyebabkan efek gelombang yang berbahaya di negara bagian tetangga,” tambahnya.

    Menurut berbagai perkiraan yang dipublikasikan di media India, faksi militan di Imphal telah mengumpulkan berbagai macam senjata curian, termasuk lebih dari 6.000 senjata api dan peluru yang dijarah dari gudang senjata polisi sejak 2023. Hanya sebagian kecil yang telah dikembalikan.

    Apa yang bikin konflik jadi berlarut-larut?

    Editor Imphal Review of Arts and Politics, Pradip Phanjoubam, yang telah mencatat berbagai peristiwa sejak konflik pecah, meyakini bahwa berbagai pihak dengan kepentingan pribadi diuntungkan dari konflik yang terus berlanjut.

    “Para pemimpin populis membangun daerah pemilihan mereka melalui politik sektarian dan memecah belah yang egois, dan sekarang tidak tahu bagaimana cara mengatasi perangkap konflik,” ujar Phanjoubam kepada DW.

    Ia menyarankan bahwa dengan melanjutkan konflik, pihak yang bertikai dapat mempertahankan pengaruh mereka untuk mengamankan keuntungan, terutama jika mereka yakin resolusi yang mendukung perdamaian dapat melemahkan klaim atau daya tawar mereka.

    “Keuntungan ekonomi, kekuatan politik, dan kendali sumber daya dapat melanggengkan konflik. Dan inilah yang sedang terjadi,” tandasnya.

    Ilmuwan politik Bidhan Laishram setuju bahwa “tidak salah untuk mengatakan bahwa ada elemen atau kekuatan yang berkepentingan untuk menjaga agar konflik ini tetap panas.”

    “Dinamika dan persamaan yang berkembang pesat di Myanmar dan kepentingan geostrategis berbagai negara memperburuk krisis etnis di Manipur,” paparnya kepada DW.

    Dampak konflik Myanmar

    Konflik di Myanmar yang terletak di seberang perbatasan Manipur, telah memperumit situasi lebih jauh dengan mendorong imigrasi ilegal, serta penyelundupan narkoba dan senjata ke wilayah tersebut.

    Ketidakstabilan politik Manipur selalu dikaitkan dengan Myanmar karena ikatan kekerabatan yang membentang di perbatasan yang keropos, tetapi dampaknya sangat terlihat selama setahun terakhir.

    “Krisis yang berkepanjangan di Manipur merupakan hasil dari perhitungan geopolitik, kelambanan negara, dan perluasan jaringan pemberontak yang tidak terkendali. Tanpa perubahan dalam kebijakan dan mekanisme penegakan hukum, situasi kemungkinan akan semakin memburuk,” ungkap juru bicara Komite Koordinasi Integritas Manipur (COCOMI), Khuraijam Athouba, kepada DW.

    COCOMI adalah kolektif aktivis kelompok Meitei. “Meskipun ada banyak bukti infiltrasi lintas batas dan keterlibatan kartel narkoba, pemerintah India gagal mengambil tindakan tegas terhadap kelompok-kelompok ini. Kurangnya strategi kontrapemberontakan yang jelas dan pertimbangan politik telah memungkinkan krisis terus berlanjut,” tambah Athouba.

    Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris

    Lihat juga video: Unjuk Rasa Menuntut Kekerasan Antar Etnis di Manipur India Berakhir Ricuh

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Berkonsultasi dengan AS Sebelum Bombardir Gaza

    Israel Berkonsultasi dengan AS Sebelum Bombardir Gaza

    Jakarta

    Militer Israel kembali melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza di tengah gencatan senjata dan menewaskan ratusan orang. Gedung Putih mengungkapkan, pemerintah Israel telah berkonsultasi dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Senin (17/3) waktu setempat, sebelum melancarkan serangan mendadak di Gaza tersebut.

    “Pemerintahan Trump dan Gedung Putih diajak berkonsultasi oleh Israel mengenai serangan mereka di Gaza malam ini,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt dalam program “Hannity” di Fox News, dilansir kantor berita AFP dan Reuters, Selasa (18/3/2025).

    “Seperti yang telah dijelaskan Presiden Trump, Hamas, Houthi, Iran, semua pihak yang berusaha meneror bukan hanya Israel, tetapi juga Amerika Serikat, akan menghadapi harga yang harus dibayar — semua kekacauan akan terjadi,” katanya dalam wawancara yang disiarkan di televisi.

    Trump sebelumnya telah mengeluarkan peringatan secara terbuka dengan menggunakan kata-kata serupa, dengan mengatakan kelompok Hamas harus membebaskan semua sandera di Gaza atau “kekacauan akan terjadi.”

    Tim penyelamat melaporkan lebih dari 200 orang tewas dalam serangan Israel pada Selasa (18/3) waktu setempat itu. Atas serangan udara terbaru Israel ini, kelompok Hamas menuduh pemerintah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menggagalkan gencatan senjata.

    Serangan itu diperintahkan setelah “Hamas berulang kali menolak untuk membebaskan sandera kami, serta penolakannya terhadap semua usulan yang telah diterimanya dari Utusan Presiden AS Steve Witkoff dan dari para mediator,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan, dilansir Al Arabiya dan AFP, Rabu (18/3/2025).

    Seorang pejabat Israel mengatakan kepada AFP bahwa operasi itu “akan terus berlanjut selama diperlukan, dan akan diperluas melampaui serangan udara”.

    Lihat juga Video: Serangan Israel ke Gaza Tewaskan 200 Orang, Termasuk Petinggi Hamas

    Dalam sebuah posting di Telegram pada Selasa dini hari waktu setempat, militer Israel mengatakan pihaknya saat ini melakukan serangan besar-besaran terhadap target-target milik Hamas di Jalur Gaza.

    Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengatakan “Netanyahu dan pemerintah ekstremisnya telah memutuskan untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata, yang akan membuat para tahanan di Gaza menghadapi nasib yang tidak diketahui”.

    Dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat, fase awal gencatan senjata mulai berlaku pada 19 Januari, yang sebagian besar menghentikan pertempuran selama lebih dari 15 bulan di Gaza.

    Fase pertama gencatan senjata itu berakhir pada awal Maret. Meskipun kedua belah pihak sejak itu menahan diri dari perang habis-habisan, mereka belum dapat menyetujui langkah selanjutnya untuk perundingan gencatan senjata.

    Lihat juga Video: Serangan Israel ke Gaza Tewaskan 200 Orang, Termasuk Petinggi Hamas

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Israel Bombardir Gaza, Korban Jiwa Bertambah Jadi 220 Orang

    Israel Bombardir Gaza, Korban Jiwa Bertambah Jadi 220 Orang

    Gaza City

    Otoritas pertahanan sipil Jalur Gaza melaporkan lebih dari 220 orang tewas akibat serangan udara terbaru Israel terhadap wilayah itu pada Selasa (18/3) waktu setempat. Bombardir terbaru ini disebut sebagai serangan Israel yang paling mematikan sejak gencatan senjata Gaza diberlakukan 19 Januari lalu.

    “Lebih dari 220 martir telah dipindahkan ke rumah-rumah sakit di Jalur Gaza, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak, wanita dan orang lanjut usia, sebagai akibat dari agresi tersebut,” kata juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, Mahmud Basal, seperti dilansir AFP, Selasa (18/3/2025).

    Basal mengatakan bahwa operasi militer terbaru Israel masih berlangsung di Jalur Gaza dan berdampak pada sekolah-sekolah serta kamp-kamp yang menampung para pengungsi Palestina.

    Rentetan serangan Israel, menurut laporan Reuters, melanda sejumlah lokasi di wilayah Jalur Gaza, termasuk Gaza bagian utara, Gaza City, Deir al-Balah, Khan Younis, dan Rafah di selatan wilayah tersebut.

    Serangan ini disebut jauh lebih luas skalanya dibandingkan rentetan serangan drone yang rutin dilancarkan militer Israel, dan diklaim menargetkan individu atau kelompok kecil yang diduga ekstremis di Jalur Gaza, menyusul upaya gagal untuk memperpanjang gencatan senjata Gaza yang disepakati pada 19 Januari lalu.

    Serangan udara terbaru itu diperintahkan setelah “Hamas berulang kali menolak untuk membebaskan sandera kami, serta penolakannya terhadap semua usulan yang telah diterimanya dari Utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Steve Witkoff dan dari para mediator,” kata kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu.

    Seorang pejabat Israel mengatakan kepada AFP bahwa operasi itu “akan terus berlanjut selama diperlukan, dan akan diperluas melampaui serangan udara”.

    Dalam sebuah posting di Telegram pada Selasa dini hari waktu setempat, militer Israel mengatakan pihaknya saat ini “melakukan serangan besar-besaran terhadap target teror milik organisasi Hamas di Jalur Gaza”.

    Atas serangan udara terbaru Israel tersebut, kelompok Hamas yang menguasai Jalur Gaza menuduh Netanyahu telah membatalkan perjanjian gencatan senjata, yang membuat nasib 59 sandera yang masih ditahan di daerah kantong Palestina itu tidak jelas.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • AS Deportasi Profesor Lebanon Usai Hadiri Pemakaman Pemimpin Hizbullah

    AS Deportasi Profesor Lebanon Usai Hadiri Pemakaman Pemimpin Hizbullah

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) mendeportasi seorang doktor dan profesor asal Lebanon yang bekerja di universitas terkemuka di AS. Deportasi itu dilakukan setelah sang profesor diketahui menghadiri pemakaman pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah di Beirut bulan lalu.

    Foto-foto terkait Hizbullah juga dilaporkan ditemukan pada telepon genggam milik sang profesor wanita tersebut.

    Rasha Alawieh yang berusia 34 tahun ini, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (18/3/2025), merupakan seorang doktor dan profesor pada Brown University yang ada di Rhode Island, AS. Dia ditahan dan dideportasi beberapa jam kemudian setelah mendarat di Bandara Logan, Boston, AS.

    Penahanan dan deportasi Alawieh itu dilaporkan terjadi pada Jumat (14/3) pekan lalu.

    Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), dalam pernyataan via media sosial X, menyebut Alawieh terbang ke Beirut untuk secara khusus menghadiri pemakaman Nasrallah, yang tewas dalam serangan Israel di Lebanon beberapa bulan lalu.

    “Visa adalah keistimewaan, bukan hak — mengagungkan dan mendukung teroris yang telah membunuh warga Amerika menjadi alasan penolakan penerbitan visa. Ini adalah keamanan yang masuk akal,” tegas DHS dalam pernyataannya.

    Menurut laporan media POLITICO, otoritas AS menemukan “foto-foto dan video simpatik” terhadap pejabat-pejabat senior Hizbullah dalam folder item yang baru-baru ini dihapus pada telepon genggam milik Alawieh.

    Alawieh juga dilaporkan mengakui dirinya menghadiri pemakaman Nasrallah, yang digelar di Beirut bulan lalu, dan mengatakan bahwa dirinya mendukung Nasrallah “dari sudut pandang agama”, bukan sudut pandang politik.

    “CBP (Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS) menanyai Dr Alawieh dan memutuskan bahwa niat sebenarnya dari dirinya di Amerika Serikat tidak dapat dipastikan,” tulis asisten jaksa AS, Michael Sady, dalam dokumen yang diajukan ke pengadilan untuk deportasi.

    Alawieh, menurut laporan POLITICO, pertama kali datang ke AS tahun 2018 ketika mengikuti beasiswa nefrologi — ilmu tentang seluk-beluk ginjal — di Ohio State University. Dia juga pernah menempuh pendidikan di Yale dan University of Washington.

    Persidangan untuk kasus Alawieh dijadwalkan pada Senin (17/3) waktu setempat, setelah pengacara yang mewakili Alawieh mengajukan gugatan hukum untuk melawan deportasi itu. Menurut POLITICO, persidangan itu ditunda hingga pekan depan.

    Namun meskipun hakim pengadilan AS menetapkan Alawieh tidak akan dideportasi tanpa ada pemberitahuan pengadilan, para agen CBP menempatkan Alawieh dalam pesawat tujuan Prancis pada Jumat (14/3) lalu. CBP mengatakan pihaknya tidak menerima perintah pengadilan itu sebelum Alawieh diterbangkan keluar AS.

    Deportasi terhadap Alawieh ini dilakukan saat pemerintahan Presiden Donald Trump sedang marak menindak tegas warga negara asing di AS, baik yang tinggal secara ilegal ataupun secara legal, atas tindakan dan pandangan politik mereka.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu