Category: Detik.com Internasional

  • Gempar Rencana Israel Taklukkan Gaza, Arab Saudi Bilang Gini

    Gempar Rencana Israel Taklukkan Gaza, Arab Saudi Bilang Gini

    Jakarta

    Pemerintah Arab Saudi menyampaikan “penolakan tegas” terhadap rencana Israel untuk memperluas serangannya di Jalur Gaza. Saudi menyerukan agar pelanggaran hukum internasional dihentikan.

    “Arab Saudi dengan tegas menolak pengumuman otoritas pendudukan Israel tentang serangan dan kendali atas Jalur Gaza dan wilayah-wilayah Palestina,” kata Kementerian Luar Negeri Saudi pada Rabu (7/5) waktu setempat, dilansir Al Arabiya dan AFP, Kamis (8/5/2025). Kementerian pun menyatakan penolakannya terhadap “pelanggaran hukum internasional yang terus berlanjut oleh Israel”.

    Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa serangan baru di Gaza akan menjadi operasi militer intensif yang ditujukan untuk mengalahkan kelompok Hamas. Namun, dia tidak merinci seberapa banyak wilayah kantong itu akan direbut.

    “Penduduk akan dipindahkan, untuk perlindungan mereka sendiri,” kata Netanyahu dalam sebuah video yang diunggah di media sosial X, dilansir Al Arabiya, Selasa (6/5). Ia mengatakan tentara Israel tidak akan masuk ke Gaza, melancarkan serangan, lalu mundur. “Tujuannya adalah sebaliknya,” katanya.

    Hal ini disampaikan Netanyahu setelah kabinet keamanan Israel menyetujui perluasan operasi militer di Gaza termasuk “penaklukan” wilayah Palestina tersebut. Militer Israel pun telah memanggil puluhan ribu tentara cadangan untuk serangan itu.

    Seorang pejabat keamanan senior Israel mengatakan operasi yang diperluas itu “akan mencakup, antara lain, penaklukan Jalur Gaza dan penguasaan wilayah itu, serta pemindahan penduduk Gaza ke selatan demi perlindungan mereka.”

    Selain menyetujui perluasan serangan, menurut laporan situs berita Ynet, kabinet keamanan Israel juga menyetujui rencana baru untuk distribusi bantuan di dalam Jalur Gaza, meskipun tidak diketahui secara jelas kapan pasukan akan diizinkan masuk ke wilayah tersebut.

    Israel telah melanjutkan kembali serangan udara dan darat di Jalur Gaza pada Maret lalu, setelah gagalnya gencatan senjata yang didukung Amerika Serikat, yang telah menghentikan pertempuran di daerah kantong Palestina itu selama dua bulan.

    Lihat juga Video: Israel Berniat Kendalikan Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kapan Konklaf Pemilihan Paus Terlama dan Tercepat dalam Sejarah?

    Kapan Konklaf Pemilihan Paus Terlama dan Tercepat dalam Sejarah?

    Jakarta

    Konklaf Kepausan atau proses pemilihan Paus baru sedang berlangsung. Saat ini, sebanyak 133 Kardinal tengah berkumpul dalam pertemuan tertutup di Kapel Sistina, Vatikan, untuk memberikan suara secara rahasia hingga terpilih seorang Paus yang baru.

    Lantas, berapa lama durasi pelaksanaan Konklaf pemilihan Paus baru?

    Lama waktu Konklaf untuk memilih Paus bisa sangat bervariasi, tergantung pada seberapa cepat para Kardinal mencapai konsensus atau kesepakatan. Sepanjang sejarah, ada Konklaf yang hanya berlangsung dalam hitungan jam, namun ada pula yang memakan waktu hingga bertahun-tahun.

    Untuk mengetahui lebih lanjut, mari simak sejarah pelaksanaan Konklaf terpanjang dan tersingkat yang pernah tercatat dalam sejarah Gereja Katolik berikut ini.

    Konklaf Terlama: Hampir 3 Tahun (1268-1271)

    Konklaf terlama dalam sejarah Gereja Katolik terjadi pada tahun 1268 hingga 1271, yakni berlangsung hampir 3 tahun lamanya. Dikutip dari laman History, setelah wafatnya Paus Klemens IV, para Kardinal kesulitan mencapai kesepakatan karena perbedaan pandangan dan tekanan politik. Baru pada tahun 1271, Teobaldo Visconti yang saat itu bukan Kardinal, terpilih sebagai Paus dan mengambil nama Gregorius X.

    Pengalaman ini mendorong Paus Gregorius X menerbitkan dekrit Ubi periculum yang mewajibkan Konklaf digelar secara tertutup, hal ini untuk mencegah campur tangan dari pihak luar. Meski sempat dicabut sementara, aturan ini kembali diberlakukan usai Konklaf panjang pada tahun 1292-1294. Sejak tahun 1831, durasi konklaf tidak pernah lagi berlangsung lebih dari empat hari.

    Konklaf Tercepat: Hanya Beberapa Jam (1503)

    Sebaliknya, Konklaf tercepat pernah terjadi pada tahun 1503 yang hanya berlangsung beberapa jam saja alias selesai dalam kurun waktu satu hari saja. Dikutip dari laman History, setelah Paus Pius III wafat selama 26 hari setelah menjabat akibat infeksi parah, para Kardinal melaksanakan Konklaf dan dengan cepat memilih Giuliano della Rovere sebagai Paus baru. Ia kemudian dikenal sebagai Paus Julius II.

    (wia/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hari Kedua Pemilihan Paus, Semua Mata Tertuju ke Cerobong Asap Kapel Sistina

    Hari Kedua Pemilihan Paus, Semua Mata Tertuju ke Cerobong Asap Kapel Sistina

    Jakarta

    Dunia Katolik dilanda harap-harap cemas pada hari Kamis (8/5), saat para kardinal yang bertugas memilih paus baru bersiap di Kapel Sistina, Vatikan untuk memulai hari kedua pemungutan suara mereka. Semua mata tertuju ke cerobong asap Kapel Sistina.

    Dilansir kantor berita AFP, Kamis (8/5/2025), sebelumnya, gumpalan asap hitam mengepul di atas kerumunan yang memadati Lapangan Santo Petrus pada Rabu (7/5) malam waktu setempat. Hal ini mengonfirmasi bahwa pemungutan suara hari pertama konklaf belum memperoleh mayoritas dua pertiga suara untuk menunjuk pengganti mendiang Paus Fransiskus.

    Ke-133 kardinal menghabiskan malam di wisma tamu Santa Marta, dan akan melakukan misa private pada Kamis pagi waktu setempat, sebelum memulai hari kedua pemungutan suara.

    Jika pemungutan suara rahasia pertama pagi hari gagal lagi untuk mengidentifikasi pemenang yang jelas, maka pemungutan suara kedua akan diadakan. Jika tidak ada konsensus lagi, dua pemungutan suara lagi akan diadakan di sore hari.

    Para kardinal akan tetap berada di balik pintu tertutup sampai paus ke-267 yang baru terpilih mendapat berkat yang jelas untuk memimpin 1,4 miliar umat Katolik di dunia. Mereka disumpah untuk merahasiakan proses yang telah berlangsung berabad-abad itu.

    – ‘Asap hitam’ –
    Ruangan dikunci untuk menghindari gangguan dan kebocoran, satu-satunya cara para kardinal mengomunikasikan hasil suara mereka adalah dengan membakar surat suara mereka dengan bahan kimia untuk menghasilkan asap. Surat suara berwarna hitam jika tidak ada keputusan, atau putih jika mereka telah memilih paus baru.

    Dua pemilihan paus sebelumnya pada tahun 2005 dan 2013 berlangsung selama dua hari, tetapi beberapa pemilihan pada abad sebelumnya berlangsung selama lima hari. Yang terlama berlangsung hampir tiga tahun, antara November 1268 dan September 1271.

    Sebelum asap muncul, puluhan ribu orang — peziarah, turis, dan warga Roma yang penasaran — telah berkumpul di Lapangan Santo Petrus.

    “Saya tidak keberatan dengan asap hitam, itu menunjukkan Roh Kudus sedang bekerja. Akan ada pemungutan suara lainnya segera, kita akan mendapatkan paus kita,” kata James Kleineck, 37 tahun, dari Texas, Amerika Serikat saat melihat asap hitam dari Kapel Sistina pada Rabu (7/5).

    Barbara Mason, 50 tahun, melakukan perjalanan dari Kanada untuk konklaf tersebut, berharap untuk melihat seorang paus yang akan melanjutkan jejak progresif Paus Fransiskus.

    “Saya senang mereka meluangkan banyak waktu karena itu berarti mereka berpikir dengan saksama tentang siapa yang akan menjadi Paus,” katanya.

    Konklaf 2025 adalah yang terbesar dan paling internasional yang pernah ada, yang mempertemukan para kardinal dari sekitar 70 negara — banyak di antaranya sebelumnya tidak saling mengenal.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pemecatan Massal Ilmuwan Iklim AS Cemaskan Dunia

    Pemecatan Massal Ilmuwan Iklim AS Cemaskan Dunia

    Jakarta

    Rachel Cleetus tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya saat membuka email dari pemerintahan Donald Trump pekan lalu. Pesan elektronik itu memberitahukan bahwa dirinya, bersama hampir 400 ilmuwan dan pakar lainnya, resmi dikeluarkan dari proyek National Climate Assessment (NCA6), laporan utama empat tahunan yang menyoroti dampak perubahan iklim di Amerika Serikat.

    “Rasanya seperti menyaksikan laporan iklim paling komprehensif di negeri ini dihancurkan begitu saja,” kata Cleetus, Direktur Kebijakan Senior di Union of Concerned Scientists, organisasi nirlaba yang berbasis di Amerika Serikat. Dia menyebut pemecatan ini sebagai keputusan sembrono terhadap proyek ilmiah vital yang menyokong pemahaman tentang dampak iklim terhadap ekonomi, infrastruktur, dan kehidupan masyarakat.

    Pemangkasan anggaran sains iklim

    Langkah mengejutkan ini, kata Cleetus, sebenarnya sudah tercium sejak jauh hari. Sebulan sebelumnya, Gedung Putih membekukan pendanaan dan memecat staf program riset iklim federal US Global Change Research Program (USGCRP), lembaga yang bertanggung jawab atas koordinasi penyusunan NCA6.

    Tanpa kejelasan nasib proyek dan dengan semua penulis diberhentikan, masa depan NCA6 yang sedianya terbit pada awal 2028 kini terancam. Cleetus memperingatkan bahwa ada risiko laporan itu akan diganti oleh “ilmu pengetahuan semu” versi pemerintahan Partai Republik yang konservatif dan pro energi fosil.

    Pemecatan ini hanyalah satu dari serangkaian langkah pemerintahan Trump yang menggerus institusi sains iklim AS. Pada Maret lalu, ratusan karyawan diberhentikan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Lembaga ini sejak lama sudah menjadi salah satu pusat riset cuaca dan iklim yang menjadi acuan di seluruh dunia.

    Sebagai respons, ribuan ilmuwan menandatangani surat terbuka ke Kongres, menyebut pembongkaran lembaga-lembaga tersebut sebagai “pengingkaran kepemimpinan global AS dalam sains iklim.”

    Pembersihan besar-besaran: dari NASA hingga EPA

    Pembersihan juga menyasar Dinas Perlindungan Lingkungan (EPA) dan Departemen Energi, dengan pemecatan massal dan pemotongan hibah riset. Istilah “perubahan iklim” bahkan dihapus dari sejumlah situs lembaga pemerintah. Bahkan, Kepala Ilmuwan NASA sempat dilarang menghadiri pertemuan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) di Cina, forum utama PBB tentang iklim yang menjadi rujukan kebijakan global.

    Dampak internasional tak terhindarkan

    Meski laporan NCA berfokus pada Amerika, Cleetus menegaskan bahwa temuan dan modelnya digunakan secara luas oleh negara lain. Misalnya, riset tentang kenaikan muka laut di Pantai Timur dan Teluk AS juga relevan bagi negara-negara kepulauan kecil dan wilayah pesisir seperti Bangladesh.

    Profesor Walter Robinson dari NC State University menyebut, karena luasnya cakupan geografis dan keragaman iklim AS, temuan NCA6 punya nilai global. Maka tak heran jika komunitas ilmiah internasional ikut bersuara.

    Dukungan dari komunitas ilmiah global

    Sebagai bentuk perlawanan, Serikat Geofisika Amerika dan Masyarakat Meteorologi Amerika menyatakan akan menerbitkan lebih dari 29 jurnal ilmiah terkait iklim untuk memastikan keberlanjutan sains iklim independen.

    Namun dampak negatifnya tak hanya terasa di AS. Menurut Paolo Artaxo, profesor fisika lingkungan dari Universitas São Paulo, Brasil, pemutusan kerja sama ini mengganggu kolaborasi ilmiah antara AS dan berbagai kawasan lain seperti Amerika Latin, Afrika, Asia, dan Eropa.

    Chennupati Jagadish dari Akademi Sains Australia menyebut keputusan ini sebagai sinyal yang merusak kerja sama global. Dia mengaku banyak ilmuwan AS mulai melirik Australia sebagai tempat bernaung baru. Akademi di sana bahkan memiliki program untuk menyerap peneliti dan inovator yang meninggalkan AS.

    Presiden Trump juga mengusulkan pemangkasan besar dalam anggaran sains federal untuk 2026. Bila ini terjadi, menurut Robinson, pusat gravitasi sains iklim akan bergeser dari AS ke Uni Eropa, Cina, dan negara-negara OECD seperti Inggris, Jepang, Korea, dan Australia.

    Eropa bersiap isi kekosongan

    Pekan ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menggelar konferensi untuk merumuskan insentif keuangan bagi ilmuwan, termasuk yang bergerak di bidang iklim dan keanekaragaman hayati.

    Namun, Sissi Knispel de Acosta dari European Climate Research Alliance mengingatkan bahwa Eropa belum sepenuhnya siap mengisi kekosongan yang ditinggalkan AS. “Anggaran riset iklim, baik di negara-negara selatan maupun di Eropa, masih terfragmentasi dan bergantung pada proyek jangka pendek,” katanya.

    Meski Cleetus tetap optimistis para ilmuwan akan terus berkarya, dia mengakui bahwa “tak ada cara untuk langsung menggantikan mesin inovasi ilmiah sekelas AS di tempat lain dalam semalam.”

    Artikel ini terbit pertama kali dalam Bahasa Inggris

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Korea Utara Tembakkan Rudal Jarak Pendek ke Arah Laut

    Korea Utara Tembakkan Rudal Jarak Pendek ke Arah Laut

    Jakarta

    Korea Utara menembakkan beberapa rudal jarak pendek di lepas pantai timur. Militer Korea Selatan terus memantau peluncuran rudal jarak pendek tersebut.

    Dilansir Reuters Kamis (8/5/2025), proyektil tersebut diluncurkan dari Wonsan, kota pesisir timur Korea Utara, sekitar pukul 8:10 pagi (2310 GMT Rabu).

    Berdasarkan pernyataan Militer Korea Selatan, pihaknya terus berkomunikasi dengan AS dan Jepang untuk berbagi informasi tentang peluncuran tersebut.

    Program rudal balistik Korea Utara yang bersenjata nuklir dilarang oleh resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, tetapi dalam beberapa tahun terakhir Pyongyang telah maju dalam mengembangkan rudal dari semua jangkauan.

    Pada bulan Maret, Korea Utara menembakkan beberapa rudal balistik, sambil menyalahkan militer Korea Selatan dan AS karena melakukan latihan yang disebutnya berbahaya dan provokatif.

    Korea Utara juga telah mengekspor rudal balistik jarak pendek –di antara senjata lainnya– ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina. Hal itu berdasarkan pernyataan badan intelijen AS dan sekutu serta peneliti independen.

    Pyongyang dan Moskow telah membantah perdagangan senjata tersebut, meskipun pasukan Korea Utara telah dikerahkan untuk bertempur di garis depan di wilayah Kursk Rusia.

    Lihat juga Video: Kim Jong Un Luncurkan ‘Kapal Perusak Serbaguna’ Seberat 5.000 Ton

    (yld/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Iran Tuding Netanyahu Seret AS ke ‘Bencana’ di Timur Tengah

    Iran Tuding Netanyahu Seret AS ke ‘Bencana’ di Timur Tengah

    Teheran

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi menuding Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berupaya menyeret sekutunya, Amerika Serikat (AS), ke dalam “bencana” di kawasan Timur Tengah. Araghchi juga memperingatkan agar tidak ada upaya apa pun untuk menyerang Teheran.

    “Netanyahu secara langsung MENCAMPURI pemerintah AS untuk MENYERETNYA ke dalam BENCANA lainnya di kawasan kita,” kata Araghchi dalam pernyataan via media sosial X, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Selasa (6/5/2025).

    Araghchi memperingatkan Tel Aviv untuk tidak melakukan “kesalahan APA PUN terhadap Iran”.

    Dia juga menuduh Netanyahu “berusaha untuk secara terang-terangan MENDIKTE apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan Presiden (Donald) Trump dalam diplomasinya dengan Iran”.

    Sang Menlu Iran itu merujuk pada dukungan AS untuk Israel dalam perang melawan Hamas di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 lalu. Dia juga merujuk pada serangan balasan AS terhadap kelompok Houthi yang gencar melancarkan serangan menargetkan Israel dan kapal-kapal komersial di Laut Merah.

    “Dukungan yang MEMATIKAN untuk Genosida Netanyahu di Gaza dan mengobarkan PERANG atas nama Netanyahu di Yaman tidak menghasilkan APA PUN bagi rakyat Amerika,” sebut Araghchi dalam pernyataannya.

    Pernyataan Menlu Iran ini muncul setelah putaran terakhir perundingan nuklir dengan AS, yang seharusnya digelar pada 3 Mei lalu, ditunda karena “alasan logistik”.

    Lihat Video ‘Iran Pamer Rudal Balistik Baru, Ancam Pangkalan Militer AS di Timur Tengah’:

    Netanyahu telah menyerukan pembongkaran program nuklir Iran, dan mengatakan bahwa kesepakatan yang kredibel harus “menghilangkan kapasitas Iran untuk memperkaya uranium untuk senjata nuklir” dan mencegah pengembangan rudal balistik.

    Sementara Trump, pada Minggu (4/5), mengatakan dirinya hanya akan menerima “pembongkaran total” program nuklir Iran, tetapi juga mengisyaratkan keterbukaan untuk membahas penggunaan program nuklir itu untuk tujuan sipil.

    “Sekarang, ada teori baru yang beredar bahwa Iran akan diizinkan untuk memiliki (program nuklir) sipil — yang berarti untuk menghasilkan listrik,” kata Trump dalam wawancara dengan NBC News, sembari menambahkan bahwa dirinya “akan terbuka untuk mendengar” argumen tersebut.

    Teheran secara konsisten membantah tuduhan soal pihaknya berupaya mendapatkan senjata nuklir, dan bersikeras menyatakan program nuklirnya semata-mata untuk tujuan sipil.

    Araghchi menegaskan kembali bahwa jika tujuannya adalah agar Iran tidak memiliki senjata nuklir, maka “kesepakatan dapat dicapai dan hanya ada SATU JALAN untuk mencapainya: DIPLOMASI yang didasarkan pada SALING MENGHORMATI dan KEPENTINGAN BERSAMA”.

    Lihat Video ‘Iran Pamer Rudal Balistik Baru, Ancam Pangkalan Militer AS di Timur Tengah’:

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Geger 3 Polisi Tewas dalam Baku Tembak di Dagestan Rusia

    Geger 3 Polisi Tewas dalam Baku Tembak di Dagestan Rusia

    Moskow

    Baku tembak terjadi di wilayah Dagestan, Rusia bagian selatan, setelah sekelompok pria bersenjata tak dikenal melepaskan tembakan ke arah mobil polisi. Sedikitnya tiga polisi tewas dalam baku tembak itu.

    Kementerian Dalam Negeri setempat, seperti dilansir Reuters, Selasa (6/5/2025), menyebut serangan bersenjata terhadap para personel kepolisian itu terjadi pada Senin (5/5) sekitar pukul 14.20 waktu setempat. Para polisi yang diserang merupakan anggota unit kepolisian lalu lintas.

    Disebutkan oleh Kementerian Dalam Negeri, seperti dikutip kantor berita TASS, bahwa salah satu pelaku penyerangan telah tewas. Tidak disebutkan lebih lanjut soal jumlah pelaku penyerangan bersenjata itu.

    Sebuah video yang belum diverifikasi, yang dipublikasikan melalui saluran Telegram, menunjukkan jenazah para polisi tergeletak ruas jalanan kota Dagestan, tepatnya di samping kendaraan polisi.

    Video itu juga menunjukkan para pejalan kaki yang melintasi area itu berhenti untuk memeriksa jenazah-jenazah tersebut, dengan lebih banyak suara tembakan terdengar di jalanan.

    Sebuah video lainnya menunjukkan seorang pria bersenjata, yang berpakaian hitam, melepaskan tembakan di jalanan dan kemudian melarikan diri.

    Beberapa saluran Telegram mempublikasikan foto-foto yang belum diverifikasi, yang menunjukkan dua orang yang diidentifikasi sebagai pria bersenjata yang tergeletak di atas genangan darah.

    Dagestan yang sebagian besar penduduknya Muslim, telah dilanda rentetan serangan mematikan dalam beberapa tahun terakhir.

    Pada Maret lalu, pasukan antiterorisme menewaskan empat militan yang berafiliasi dengan kelompok radikal Islamic State (ISIS), yang menurut otoritas setempat berencana untuk menyerang cabang regional Kementerian Dalam Negeri.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Diserang Drone Ukraina, Moskow Tutup Semua Bandara

    Diserang Drone Ukraina, Moskow Tutup Semua Bandara

    Moskow

    Unit pertahanan udara Rusia menghancurkan sejumlah drone Ukraina yang menargetkan ibu kota Moskow dalam serangan yang berlangsung selama dua malam berturut-turut. Rentetan serangan drone Kyiv ini memaksa penutupan semua bandara yang ada di area Moskow selama beberapa jam.

    Wali Kota Moskow, Sergei Sobyanin, seperti dilansir Reuters, Selasa (6/5/2025), mengatakan sedikitnya 19 drone Ukraina telah dihancurkan saat mendekati ibu kota Rusia “dari berbagai arah”.

    “Di lokasi jatuhnya puing (drone), tidak ada kerusakan atau korban jiwa,” ucap Sobyanin dalam pernyataan via Telegram.

    “Para spesialis dari layanan darurat sedang bekerja di lokasi terjadinya insiden,” imbuhnya.

    Sebagian puing, menurut Sobyanin, terjatuh di salah satu ruas jalan raya utama menuju ke Moskow.

    Tiga saluran berita utama via Telegram, yang masih terkait dengan dinas keamanan Rusia — Bazaar, Mash dan Shot — melaporkan sebuah drone menghantam gedung apartemen di dekat jalan utama di sebelah selatan Moskow hingga memecahkan sejumlah kaca jendela. Namun tidak ada laporan korban jiwa.

    ‘Lihat juga Video: Permukiman Mewah di Moskow Diguncang Ledakan,1 Tewas-4 Luka’

    Pengawas penerbangan Rusia, Rosaviatsia, dalam pernyataannya menyebut seluruh penerbangan di empat bandara yang melayani Moskow dihentikan selama beberapa jam semalam untuk memastikan keselamatan udara. Beberapa bandara di sejumlah kota regional juga ditutup.

    Sejak perang dimulai lebih dari tiga tahun lalu, Ukraina telah melancarkan beberapa serangan drone menargetkan ibu kota Rusia. Serangan Kyiv yang terbesar terjadi pada Maret lalu, yang menewaskan sedikitnya tiga orang di Moskow.

    Belum ada komentar langsung dari Ukraina tentang serangan drone terbaru di Moskow tersebut.

    ‘Lihat juga Video: Permukiman Mewah di Moskow Diguncang Ledakan,1 Tewas-4 Luka’

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jelang Pemilihan Paus Baru, Demam Konklaf Landa Pengguna Medsos

    Jelang Pemilihan Paus Baru, Demam Konklaf Landa Pengguna Medsos

    Vatican City

    Kehebohan sedang menyelimuti media sosial menjelang dimulainya proses konklaf untuk memilih Paus yang baru, sepeninggal mendiang Paus Fransiskus. Netizen di berbagai jejaring sosial ramai-ramai membahas soal tradisi rahasia Gereja Katolik yang telah berlangsung selama berabad-abad tersebut.

    Pembahasan soal konklaf juga marak di kalangan pengguna medsos di Amerika Serikat (AS). Bahkan Presiden Donald Trump, pada Sabtu (3/5) waktu setempat, mengunggah gambar yang tampaknya dibuat oleh AI yang memperlihatkan dirinya mengenakan jubah Kepausan dan duduk di singgasana, dengan satu jari mengarah ke atas.

    Gambar yang mencolok itu menjadi yang paling terkenal di antara ribuan gambar yang muncul sejak berpulangnya Paus Fransiskus pada 21 April lalu, dan menjelang pertemuan para kardinal Gereja Katolik dari berbagai negara mulai Rabu (7/5) besok di Vatikan.

    Menurut platform pemantauan Visibrain, seperti dilansir AFP, Selasa (6/5/2025), lebih dari 1,3 juta tweet telah dipublikasikan di media sosial X, yang dulu bernama Twitter, membahas soal konklaf.

    Sedangkan di platform TikTok, video-video soal konklaf telah ditonton lebih dari 363 juta kali dengan jangkauan tak tertandingi tercatat di kalangan anak muda.

    Para pengamat Paus yang sangat bersemangat bahkan memainkan permainan online bernama “Mantapa” untuk memilih kardinal favorit mereka, dan membuat prediksi untuk Paus berikutnya. Permainan itu memiliki gaya mirip dengan taruhan olahraga.

    Melihat fenomena ini, peneliti ilmu informasi dan komunikasi, Refka Payssan, menilai misteri, kemegahan, dan ritual seputar konklaf — mulai dari Kapel Sistina yang megah hingga asap hitam atau putih yang menandakan hasil pemungutan suara yang diikuti para kardinal — “cocok untuk format naratif jejaring sosial”.

    ‘Lihat juga Video: 133 Kardinal Sudah Tiba di Vatikan Bersiap Gelar Konklaf’

    Laporte menilai “kaum muda suka berspekulasi” tentang hasil yang akan terjadi.

    “Setiap orang di jejaring sosial punya pendapat dan setiap orang ingin mengartikan berita, mencari petunjuk, ingin mengetahui kardinal mana yang akan menjadi Paus. Ini hampir seperti ‘escape game’,” sebutnya.

    Payssan menekankan bahwa konklaf memicu “rasa ingin tahu melihat sejarah terjadi secara langsung”, yang menandai peristiwa langka — pertama dalam 12 tahun — dengan konsekuensi global yang potensial.

    Meskipun mereka bukan penganut Katolik, sebut Laporte, “kaum muda sangat menyadari pengaruh Paus terhadap ratusan juta orang, bahkan miliaran orang, baik dalam pendiriannya tentang kontrasepsi maupun soal lingkungan”.

    Terlepas dari itu, demam konklaf yang melanda medsos dinilai sebagai cerminan keberhasilan Vatikan dalam beralih ke komunikasi digital dalam beberapa tahun terakhir untuk membangun ikatan dengan generasi muda.

    Akun X resmi kepausan, @pontifex, yang dibuat oleh Benediktus XVI tahun 2012 namun lebih banyak digunakan oleh mendiang Paus Fransiskus, kini memiliki 50 juta follower dan memposting pesan-pesan dalam sembilan bahasa.

    ‘Lihat juga Video: 133 Kardinal Sudah Tiba di Vatikan Bersiap Gelar Konklaf’

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jerman Bakal Larang Pelajar Ber-Handphone Ria di Sekolah?

    Jerman Bakal Larang Pelajar Ber-Handphone Ria di Sekolah?

    Jakarta

    Di sekitar 100 meter dari pintu gerbang sekolah menengah Dalton-Gymnasium di Alsdorf, dekat Kota Aachen, Jerman, setiap pagi ada sebuah ritual yang tidak biasa.

    Di sinilah batas lingkungan sekolah dimulai. Sejak minggu ini, di gerbang itu, hampir 700 siswa-siswi wajib mematikan telepon seluler mereka dan menyimpannya di dalam tas mereka.

    Smartphone hanya boleh kembali online setelah lonceng tanda usainya pelajaran berbunyi.

    Ketua organisasi pelajar berusia 16 tahun, Lena Speck, sendiri terkejut melihat betapa lancarnya hari pertama pemberlakuan larangan handphone. Ia berkata kepada DW: “Sejauh ini, kurang lebih semuanya berjalan lancar. Pagi ini, saya tidak melihat ada yang sampai handphone-nya disita. Bahkan, terasa bahwa siswa-siswa lebih banyak berbicara satu sama lain. Banyak dari kami yang merasa larangan handphone itu tidak begitu buruk.”

    Catatan hari pertama: Dua pelanggaran. Salah satu di antaranya: Ada seorang siswa berusia 16 tahun membuka smartphone-nya di tengah pelajaran Bahasa Jerman.

    Sebagai hukuman, handphone-nya dimasukkan ke dalam amplop dan disimpan dalam brankas di kantor sekolah. Keesokan harinya, orang tuanya bisa mengambilnya. Hukuman ini memicu banyak diskusi di kalangan siswa.

    Namun, ketua pelajar lainnya, Klara Ptak yang berusia 17 tahun, mendukung kebijakan tegas ini. Ia mengatakan kepada DW: “Ini seperti melanggar lampu merah. Konsekuensinya harus tegas, jika tidak, orang tidak akan patuh. Kalau saya tahu handphone saya akan disita sepanjang sore dan malam, saya mungkin akan lebih patuh pada aturan ini.”

    Banyak sekolah di Jerman kini berusaha mengikuti langkah ini, demi memastikan para siswa mengikuti pelajaran, bukannya sibuk dengan smartphone mereka.

    Namun, meski beberapa negara bagian telah mulai mengambil langkah ini, banyak pemerintah daerah lainnya di Jerman masih enggan untuk menetapkan standar yang seragam.

    Hessen menjadi pelopor, berencana untuk melarang penggunaan handphone pribadi di sekolah dasar setelah liburan musim panas, dan dengan beberapa pengecualian, di sekolah menengah.

    Banyak guru di sekolah-sekolah merasa bahwa larangan handphone ini sangat tepat. Andrea Vondenhoff, yang mengajar Bahasa Spanyol dan Inggris di Alsdorf.

    Ia yakin larangan ini akan diterima dengan cepat di Alsdorf dan segera menjadi hal yang biasa. “Di kelas, terlihat bahwa anak-anak lebih santai dan tidak terganggu. Pelanggaran paling banyak terjadi di tingkat SMA, sedangkan anak-anak yang lebih muda sangat patuh,” lapor Vondenhoff.

    “Sebagai guru, keuntungan terbesar adalah tidak perlu khawatir tentang apa yang mungkin dilakukan siswa dengan handphone mereka di bawah meja,” imbuhnya.

    Dalton-Gymnasium bukanlah sekolah yang baru saja memikirkan perubahan ini. Sekolah ini telah menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin dilakukan.

    Pada tahun 2013, mereka meraih Deutscher Schulpreis (Penghargaan Sekolah Jerman) untuk konsep pembelajaran yang mengedepankan tanggung jawab dan kemandirian.

    Tiga tahun kemudian, sekolah ini jadi pertama di Jerman yang berhasil menerapkan model fleksibilitas waktu (Gleitzeit), yang menyesuaikan waktu sekolah dengan ritme biologis siswa.

    Pada tahun lalu, sekolah ini juga meraih penghargaan untuk konsep medianya.

    Sekolah ini mengedepankan digitalisasi dengan menyediakan tablet bagi setiap siswa, dilengkapi ruang layar hijau (greenscreen) dan studio podcast.

    Beberapa siswa juga berperan sebagai “Tablet Scouts” yang membantu mendukung kebutuhan teknologi dan mengatasi masalah teknis.

    Kepala sekolah Martin Wller menanggapi kekhawatiran bahwa larangan handphone bisa menghambat kemajuan digital siswa, dengan mengatakan: “Ini bukan soal melarang digitalisasi, melainkan mengatasi gangguan yang ditimbulkan oleh handphone pribadi.”

    Sebagai tambahan, ada kemungkinan dampak positif lainnya: Berkurangnya kasus cyberbullying.

    Klaus Zierer, seorang ahli pendidikan dan dosen di Universitas Augsburg yang telah meneliti dampak larangan handphone di sekolah, mengatakan bahwa di sekolah-sekolah yang menerapkan larangan ini dengan pendampingan pedagogis, tingkat kesejahteraan sosial siswa meningkat.

    “Larangan handphone mengurangi waktu untuk cyberbullying, yang sering terjadi di sekolah, seperti dengan adanya foto-foto di toilet sekolah,” ujar Zierer.

    Negara-negara Eropa lainnya, seperti Prancis dan Italia, sudah lama melarang handphone di sekolah, dan pada tahun lalu, Inggris dan Belanda ikut bergabung.

    Namun, di Jerman, masih ada penolakan. Banyak wakil siswa dan serikat pekerja yang skeptis, berpendapat bahwa larangan ini hanya akan memindahkan masalah ke waktu luang dan tidak realistis. Menurut mereka, seharusnya siswa-siswi diajari untuk menggunakan handphone mereka dengan bijak di sekolah.

    Zierer menanggapi hal ini dengan tegas: “Anak usia sepuluh, sebelas, atau dua belas tahun tidak dapat bertanggung jawab dengan handphonenya. Itu beban yang berat.”

    Ia mengingatkan bahwa larangan pada anak-anak, seperti larangan alkohol, narkoba, atau peraturan di jalan raya, adalah bagian dari tanggung jawab generasi yang lebih tua untuk melindungi generasi yang lebih muda.

    “Larangan untuk anak-anak pada usia tertentu bukanlah hal yang buruk, justru ini adalah bentuk tanggung jawab kita untuk melindungi mereka,” ujarnya.

    Sebuah studi dari Inggris mendukung Zierer: Para siswa berprestasi rendah menunjukkan peningkatan studi, setelah pelarangan handphone.

    Di Jerman, studi menunjukkan bahwa siswa yang berusia 16 tahun ke atas bisa menghabiskan hingga 70 jam seminggu untuk berselancar di internet.

    Zierer mengingatkan: “Kita harus menawarkan siswa-siswi sesuatu yang tidak mereka dapatkan di kehidupan mereka sehari-hari. Mereka sudah cukup mendapatkan waktu di depan layar di rumah. Sebaliknya, mereka butuh lebih banyak gerakan, interaksi, dan pengalaman sosial untuk mengembangkan empati dan keterampilan sosial.”

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini