Category: Detik.com Internasional

  • Rusia Gempur Ibu Kota Ukraina Saat Pertukaran Tahanan, 15 Orang Luka

    Rusia Gempur Ibu Kota Ukraina Saat Pertukaran Tahanan, 15 Orang Luka

    Kyiv

    Serangan udara besar-besaran Rusia menggunakan drone dan rudal menghantam wilayah Ukraina, termasuk ibu kota Kyiv, pada Sabtu (24/5). Sedikitnya 15 orang mengalami luka-luka akibat gempuran di Kyiv, yang terjadi ketika kedua negara sedang dalam proses pertukaran tahanan besar-besaran.

    Angkatan Udara Ukraina, seperti dilansir AFP, Sabtu (24/5/2025), melaporkan Rusia meluncurkan 14 rudal balistik dan 250 drone secara total dalam serangan pada dini hari. Disebutkan oleh Angkatan Udara Ukraina bahwa Kyiv menjadi “target utama serangan musuh”.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Ukraina, Andriy Sybiga, menyebut rentetan serangan udara itu adalah “bukti nyata bahwa tekanan sanksi yang lebih besar terhadap Moskow diperlukan untuk mempercepat proses perdamaian”.

    Para pejabat Kyiv melaporkan puing-puing terjatuh di beberapa bagian ibu kota Ukraina, dengan beberapa memicu kebakaran. Sejumlah wartawan AFP melaporkan suara ledakan terdengar semalam.

    Kepolisian setempat melaporkan sedikitnya 15 orang mengalami luka-luka di area Kyiv dan dua orang lainnya luka-luka di area sekitarnya.

    Ajudan kepresidenan Ukraina, Andriy Yermak, secara terpisah menyebut Rusia “melakukan segala cara yang dapat dilakukan untuk mencegah gencatan senjata dan melanjutkan perang”.

    Sementara itu, militer Rusia melaporkan Ukraina menargetkan wilayahnya dengan 788 drone dan rudal sejak Selasa (20/5) waktu setempat.

    Kedua negara, pada tahap pertama, menerima masing-masing 390 tahanan, dan nantinya diharapkan akan melakukan pertukaran 1.000 tahanan secara total.

    Rusia telah mengisyaratkan akan mengirimkan persyaratan penyelesaian perdamaian kepada Ukraina setelah pertukaran tahanan, yang akan dilanjutkan selama akhir pekan ini — tanpa menyebutkan persyaratan apa saja yang akan diberikan.

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang gencar mengupayakan perdamaian Rusia-Ukraina, menyampaikan selamat untuk kedua negara atas pertukaran tahanan yang terjadi.

    “Ini bisa mengarah ke sesuatu yang besar???” tulis Trump via media sosial Truth Social.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Larangan Trump Paksa Pindah Universitas, Mahasiswa Asing di Harvard Panik

    Larangan Trump Paksa Pindah Universitas, Mahasiswa Asing di Harvard Panik

    Washington DC

    Kebijakan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mencabut hak Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa asing, berdampak pada ribuan mahasiswa dari berbagai negara.

    Kebijakan terbaru Trump ini, seperti dilansir AFP dan CNN, Sabtu (24/5/2025), dilaporkan memicu kepanikan karena memaksa para mahasiswa asing yang sedang menempuh pendidikan di Harvard untuk pindah universitas, atau terancam kehilangan status hukum mereka.

    Mahasiswa AS yang menempuh tahun keempatnya di Harvard, Alice Goyer, mengatakan kepada AFP bahwa “tidak seorangpun mengetahui” apa arti perkembangan situasi terbaru itu bagi para mahasiswa internasional yang telah terdaftar pada universitas bergengsi tersebut.

    “Kami baru saja mendapat beritanya, jadi saya telah menerima pesan teksi dari banyak teman internasional, dan saya pikir semua orang hanya — tidak seorang pun tahu,” ucapnya.

    “Semua orang sedikit panik,” ujar Goyer mengenai kondisi para mahasiswa asing di Harvard.

    Ditanya soal apakah mahasiswa asing akan dengan sukarela pindah ke universitas lainnya seperti yang ditegaskan pemerintahan Trump, Goyer mengatakan dirinya meragukan teman-teman satu kampusnya akan menempuh jalur tersebut.

    “Saya berharap mungkin ada pertempuran hukum yang akan terjadi,” harapnya.

    “Itu menakutkan dan menyedihkan. Ini pasti akan mengubah persepsi… mahasiswa yang (mungkin) mempertimbangkan untuk belajar di sana — AS semakin tidak menarik lagi untuk pendidikan tinggi,” sebut Moden yang baru berusia 21 tahun ini.

    Dia menyebut penerimaan dirinya di Harvard sebagai “hak istimewa terbesar” dalam hidupnya.

    Tonton juga “Setelah Harvard, Trump Mau Larang Kampus Lain Terima Mahasiswa Asing?” di sini:

    Menteri Keamanan Dalam Negeri AS Kristi Noem, pada Kamis (22/5), mengumumkan pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP) yang dimiliki Harvard. Program itu menjadi sistem utama yang mengizinkan mahasiswa asing untuk menempuh pendidikan di AS.

    “Ini berarti Harvard tidak dapat lagi menerima mahasiswa asing dan mahasiswa asing yang sudah ada, harus pindah atau kehilangan status hukum mereka,” demikian pernyataan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS.

    Dalam pengumumannya, Noem menegaskan pencabutan sertifikasi SEVP itu berlaku segera.

    “Berlaku segera, sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran dicabut,” tegas Noem dalam suratnya kepada Harvard.

    “Pemerintahan ini meminta pertanggungjawaban Harvard atas tindakannya yang mendorong kekerasan, antisemitisme, dan berkoordinasi dengan Partai Komunis China di kampusnya,” sebutnya.

    Harvard menerima hampir 6.800 mahasiswa asing untuk tahun ajaran 2024-2025. Angka itu setara dengan 27 persen dari total pendaftaran untuk tahun ajaran itu.

    Pihak Harvard mengecam keras kebijakan Trump itu yang disebutnya “melanggar hukum” dan akan melukai baik universitas dan AS sendiri sebagai sebuah negara. Sebagai respons, Harvard telah mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintahan Trump ke pengadilan federal Boston pada Jumat (23/5).

    Dalam gugatannya, Harvard menyebut kebijakan terbaru Trump itu sebagai “balas dendam”. Diketahui bahwa Trump marah pada Harvard yang menolak pengawasan Washington atas penerimaan dan perekrutan di tengah tuduhan universitas bergengsi itu menjadi sarang anti-Semitisme dan ideologi liberal “woke”.

    Harvard juga menyebut langkah pemerintahan Trump itu sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap Konstitusi AS dan hukum-hukum federal AS lainnya.

    “Ini adalah tindakan terbaru pemerintah sebagai balas dendam yang jelas terhadap langkah Harvard menjalankan hak Amandemen Pertama dengan menolak tuntutan pemerintah untuk mengendalikan tata kelola, kurikulum, dan ‘ideologi’ fakultas dan para mahasiswanya,” tegas Harvard dalam gugatan hukumnya.

    Gugatan Harvard itu meminta hakim AS untuk “menghentikan tindakan pemerintah yang sewenang-wenang, tidak masuk akal, melanggar hukum, dan inkonstitusional”.

    Setelah gugatan hukum diajukan, hakim distrik AS Allison Burroughs memerintahkan agar “pemerintahan Trump dengan ini dilarang melaksanakan… pencabutan sertifikasi SEVP (Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran) dari penggugat”.

    Perintah hakim Burroughs ini akan menangguhkan kebijakan Trump itu selama dua pekan ke depan. Hakim Burroughs menjadwalkan sidang lanjutan pada 27 Mei dan 29 Mei untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya dalam kasus tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Resmi Cabut Semua Sanksi Ekonomi untuk Suriah

    Trump Resmi Cabut Semua Sanksi Ekonomi untuk Suriah

    Washington DC

    Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara resmi mencabut sanksi ekonomi secara menyeluruh terhadap Suriah. Langkah ini menandai perubahan kebijakan dramatis menyusul tumbangnya rezim mantan Presiden Bashar al-Assad dan membuka pintu bagi investasi baru di Suriah.

    Pencabutan sanksi Suriah oleh pemerintahan Trump ini, seperti dilansir AFP, Sabtu (24/5/2025), diumumkan oleh Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, pada Jumat (23/5) waktu setempat.

    “Suriah harus terus berupaya untuk menjadi negara yang stabil dan damai, dan tindakan hari ini diharapkan akan menempatkan negara tersebut pada jalur menuju masa depan yang cerah, makmur, dan stabil,” kata Bessent dalam pernyataannya.

    Pernyataan Bessent ini meresmikan keputusan yang diumumkan oleh Trump pekan lalu. Saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Timur Tengah, Trump secara tak terduga mengumumkan keputusannya mencabut sanksi-sanksi “brutal dan melumpuhkan” terhadap Suriah sebagai respons atas permintaan Arab Saudi dan Turki.

    Pencabutan sanksi ini berlaku untuk pemerintahan baru Suriah, yang menurut Departemen Keuangan AS, memiliki syarat yakni negara tersebut tidak menyediakan tempat berlindung bagi organisasi teroris dan memastikan keamanan bagi minoritas agama dan etnis.

    Departemen Luar Negeri AS, secara bersamaan, mengeluarkan keringanan yang memungkinkan mitra dan sekutu asing untuk berpartisipasi dalam rekonstruksi Suriah. Hal ini berarti memberikan lampu hijau kepada perusahaan-perusahaan untuk berbisnis di negara tersebut.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Marco Rubio, pada Jumat (23/5), mengatakan bahwa keringanan itu akan “memfasilitasi penyediaan listrik, energi, air dan sanitasi, dan memungkinkan respons kemanusiaan yang lebih efektif di seluruh Suriah”.

    Tonton juga “Trump Ancam Apple dengan Tarif 25%, Minta iPhone Dibuat di AS” di sini:

    Otorisasi tersebut mencakup investasi baru di Suriah, penyediaan layanan keuangan, dan transaksi yang melibatkan produk minyak bumi Suriah.

    “Tindakan hari ini merupakan langkah pertama dalam mewujudkan visi presiden tentang hubungan baru antara Suriah dan Amerika Serikat,” kata Rubio.

    AS memberlakukan pembatasan besar-besaran terhadap transaksi keuangan dengan Suriah selama perang sipil berkecamuk selama 14 tahun di negara tersebut. Washington sebelumnya menegaskan akan menggunakan sanksi untuk menghukum siapa pun yang terlibat dalam rekonstruksi selama Assad masih berkuasa.

    Setelah penyerbuan yang dipimpin kelompok pemberontak Islamis tahun lalu berhasil menggulingkan rezim Assad, pemerintahan baru Suriah berupaya membangun kembali hubungan dengan pemerintah Barat dan mendorong pencabutan sanksi.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Panas! Netanyahu Tuduh Prancis-Inggris-Kanada Membantu Hamas

    Panas! Netanyahu Tuduh Prancis-Inggris-Kanada Membantu Hamas

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menuduh para pemimpin Prancis, Inggris, dan Kanada ingin membantu kelompok Hamas. Tuduhan ini dilontarkan setelah pemimpin ketiga negara Barat itu mengancam “tindakan konkret” jika Tel Aviv tidak menghentikan serangannya di Jalur Gaza.

    Presiden Prancis Emmanuel Macron, Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer, dan PM Kanada Mark Carney dalam pernyataan bersama pada 19 Mei lalu menyatakan mereka “sangat menentang perluasan operasi militer Israel di Gaza”.

    Pernyataan bersama ketiga pemimpin negara Barat itu juga “menyerukan kepada pemerintah Israel untuk menghentikan operasi militernya di Gaza dan segera mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza”. Ketiga pemimpin juga meminta Hamas “segera membebaskan sandera yang tersisa” di Jalur Gaza.

    Netanyahu dalam pernyataannya, seperti dilansir Reuters dan TIME, Sabtu (24/5/2025), menyebut Hamas “ingin menghancurkan negara Yahudi” dan memusnahkan orang-orang Yahudi. Dia mengatakan dirinya gagal memahami bagaimana ketiga pemimpin negara Barat itu gagal memahami hal tersebut.

    “Mereka (Hamas) tidak menginginkan negara Palestina. Mereka ingin menghancurkan negara Yahudi,” kata Netanyahu dalam pernyataan via media sosial X.

    “Saya tidak pernah bisa memahami bagaimana kebenaran sederhana ini luput dari perhatian para pemimpin Prancis, Inggris, Kanada, dan negara-negara lainnya,” ucapnya, sembari menyebut bahwa langkah negara Barat mengakui negara Palestina sama saja “memberikan hadiah utama kepada para pembunuh ini”.

    Disebutkan Netanyahu bahwa apa yang dilakukan para pemimpin Prancis, Inggris dan Kanada justru membuat Hamas semakin berani.

    “Hamas benar berterima kasih kepada mereka. Karena dengan mengeluarkan tuntutan mereka — yang disertai ancaman sanksi terhadap Israel, terhadap Israel, melawan Israel, bukan Hamas — ketiga pemimpin ini secara efektif mengatakan bahwa mereka ingin Hamas tetap berkuasa,” sebut Netanyahu.

    “Sekarang, para pemimpin ini mungkin berpikir bahwa mereka sedang memajukan perdamaian. Tidak. Mereka justru membuat Hamas semakin berani untuk terus bertempur selamanya,” tegasnya.

    Macron, Starmer, dan Carney tidak menuntut perang Gaza segera diakhiri, namun menyerukan penangguhan serangan militer terbaru Israel di Jalur Gaza dan pencabutan blokade bantuan kemanusiaan. Hamas juga tidak memberikan tanggapan untuk menanggapi pernyataan ketiga pemimpin itu.

    Netanyahu menegaskan kembali kritikannya terhadap Macron, Starmer dan Carney pada Kamis (22/5) malam.

    “Ketika para pembunuh massal, pemerkosa, pembunuh bayi, dan penculik berterima kasih kepada Anda, Anda berada di sisi keadilan yang salah, Anda berada di sisi kemanusiaan yang salah, dan Anda berada di sisi sejarah yang salah,” tegasnya dalam kritikan yang ditujukan untuk ketiga pemimpin tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Horor Penikaman Lukai 18 Orang di Stasiun Hamburg, Wanita Jerman Ditangkap

    Horor Penikaman Lukai 18 Orang di Stasiun Hamburg, Wanita Jerman Ditangkap

    Berlin

    Kepolisian Jerman menangkap seorang wanita berusia 39 tahun setelah serangan penikaman terjadi di stasiun utama di kota Hamburg pada Jumat (23/5). Sedikitnya 18 orang mengalami luka-luka akibat penikaman yang terjadi saat jam sibuk malam hari di kota tersebut.

    Juru bicara Kepolisian Hamburg, Florian Abbenseth, seperti dilansir AFP dan Reuters, Sabtu (24/5/2025), mengatakan bahwa tersangka penikaman diidentifikasi sebagai seorang wanita Jerman berusia 39 tahun, yang identitasnya tidak diungkap ke publik.

    Serangan penikaman itu terjadi pada Jumat (23/5) sore, setelah pukul 18.00 waktu setempat, di salah satu peron di depan rangkaian kereta yang sedang berhenti di Stasiun Hamburg. Tersangka penikaman, menurut juru bicara Direktorat Kepolisian Federal Hanover, diduga menyerang para penumpang di dalam stasiun.

    Tersangka, sebut Abbenseth, ditangkap di lokasi kejadian oleh aparat penegak hukum setempat.

    Disebutkan oleh Abbenseth saat berbicara kepada wartawan setempat di lokasi kejadian bahwa para petugas kepolisian “mendekati tersangka, dan wanita itu membiarkan dirinya ditangkap tanpa perlawanan”.

    Motif penikaman brutal ini belum diketahui secara jelas. Penyelidikan lebih lanjut sedang dilakukan oleh otoritas berwenang setempat.

    “Kami tidak memiliki bukti sejauh ini bahwa wanita itu mungkin memiliki motif politik,” ucap Abbenseth dalam pernyataan yang ditayangkan oleh televisi terkemuka Jerman, ARD.

    Kepolisian Hamburg dalam pernyataan via media sosial X menyebut tersangka diduga “bertindak sendirian” dalam aksi penyerangan ini.

    Sementara itu, dari 18 korban luka, menurut juru bicara dinas pemadam kebakaran Hamburg saat berbicara kepada AFP, sekitar empat korban luka di antaranya mengalami cedera yang mengancam nyawa mereka.

    Enam korban luka lainnya, menurut juru bicara dinas pemadam kebakaran Hamburg, mengalami luka parah.

    Kanselir Jerman, Friedrich Merz, dalam tanggapannya menyebut kabar dari Hamburg sebagai kabar yang “mengejutkan”.

    “Pikiran saya bersama para korban dan keluarga mereka,” kata Merz dalam pernyataan yang dirilis melalui juru bicaranya, Stefan Kornelius.

    Imbas dari penikaman ini, empat peron di Stasiun Hamburg ditutup sementara selama penyelidikan dilakukan. Operator kereta api Jerman, Deutsche Bahn, mengatakan insiden itu memicu “penundaan dan pengalihan layanan jarak jauh.”

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hakim AS Tangguhkan Perintah Trump Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing

    Hakim AS Tangguhkan Perintah Trump Larang Harvard Terima Mahasiswa Asing

    Washington DC

    Seorang hakim Amerika Serikat (AS) memerintahkan penangguhan sementara terhadap langkah pemerintahan Presiden Donald Trump melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing. Perintah ini dijatuhkan setelah universitas bergengsi itu mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintahan Trump.

    Harvard dalam gugatannya menyebut langkah pemerintahan Trump untuk mencabut hak universitas tertua di AS itu dalam menerima mahasiswa asing sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap Konstitusi AS dan hukum-hukum federal AS lainnya.

    Gugatan hukum diajukan oleh Harvard terhadap pemerintahan Trump setelah Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, memerintahkan pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran untuk Universitas Harvard yang berlaku untuk tahun ajaran 2025-2026.

    Noem menuduh Harvard telah “mendorong kekerasan, anti-Semitisme, dan berkoordinasi dengan Partai Komunis China”. Langkah ini membuat masa depan ribuan mahasiswa asing menjadi tidak jelas, dan aliran pendapatan menguntungkan yang didapat dari penerimaan mahasiswa asing menjadi diragukan.

    “Tanpa mahasiswa internasional, Harvard bukanlah Harvard,” tegas universitas berusia 389 tahun ini galam gugatan hukumnya yang diajukan ke pengadilan federal Boston pada Jumat (23/5).

    Setelah gugatan hukum diajukan, seperti dilansir AFP dan Reuters, Sabtu (24/5/2025), hakim distrik AS Allison Burroughs menjatuhkan perintah agar “pemerintahan Trump dengan ini dilarang melaksanakan… pencabutan sertifikasi SEVP (Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran) dari penggugat”.

    Perintah hakim Burroughs ini akan menangguhkan kebijakan Trump itu selama dua pekan ke depan. Hakim Burroughs juga menjadwalkan sidang lanjutan pada 27 Mei dan 29 Mei untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya dalam kasus tersebut.

    Hakim Burroughs juga mengawasi gugatan Harvard lainnya atas penghentian dana hibah oleh pemerintahan Trump.

    Di sisi lain, perintah hakim Burroughs ini sedikit memberikan keringanan kepada ribuan mahasiswa asing Harvard yang dipaksa pindah universitas berdasarkan kebijakan pemerintahan Trump, atau terancam kehilangan status hukum mereka.

    Harvard menerima hampir 6.800 mahasiswa asing untuk tahun ajaran saat ini. Angka itu setara dengan 27 persen dari total pendaftaran untuk tahun ajaran saat ini.

    Larangan menerima mahasiswa asing ini diberlakukan Trump karena dia marah pada Harvard yang menolak pengawasan Washington atas penerimaan dan perekrutan di tengah tuduhan soal universitas bergengsi itu menjadi sarang anti-Semitisme dan ideologi liberal “woke”.

    Pemerintahan Trump mengancam akan meninjau kembali pendanaan pemerintah untuk Harvard sebesar US$ 9 miliar, sebelum membekukan hibah sebesar US$ 2,2 miliar pada tahap pertama. Pemerintahan Trump juga mendeportasi seorang peneliti Sekolah Kedokteran Harvard.

    “Ini adalah tindakan terbaru pemerintah sebagai balas dendam yang jelas terhadap langkah Harvard menjalankan hak Amandemen Pertama dengan menolak tuntutan pemerintah untuk mengendalikan tata kelola, kurikulum, dan ‘ideologi’ fakultas dan para mahasiswanya,” tegas Harvard dalam gugatan hukumnya.

    Gugatan Harvard itu meminta hakim AS untuk “menghentikan tindakan pemerintah yang sewenang-wenang, tidak masuk akal, melanggar hukum, dan inkonstitusional”.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Video Trump Tak Buktikan ‘Genosida’ Kulit Putih di Afsel

    Video Trump Tak Buktikan ‘Genosida’ Kulit Putih di Afsel

    Washington DC

    Di Gedung Putih Rabu (21/5) Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuntut Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, yang tengah menjadi tamunya, untuk menanggulangi fenomena pembantaian massal terhadap petani kulit putih di negaranya.

    Narasi bahwa kelompok kulit putih menjadi korban pembunuhan sistematis dan disengaja sudah lama beredar di kelompok supremasi rasial di AS. Namun, hingga kini, tuduhan itu tak pernah terbukti secara fakta maupun statistik resmi. Klaim ini terkait erat dengan teori konspirasi rasis bernama “penggantian besar-besaran” alias the great replacement.

    Klaim Trump

    Trump menyampaikan tuduhan itu ketika menjamu Presiden Ramaphosa di Gedung Putih. Dalam tayangan video yang dia tampilkan pada menit ke-1:42, Trump berkata:

    “Ini adalah makam. Ada ribuan salib putih. Ini semua adalah petani kulit putih dan keluarganya. Mereka semua dibunuh.”

    Cek Fakta DW: Hoaks

    Pernyataan Trump sesungguhnya sudah beredar di media sosial bahkan sebelum kunjungan kenegaraan Ramaphosa ke AS. Seorang pengguna X (dulu Twitter) pada 12 Mei sudah mengklaim bahwa setiap salib putih dalam video itu mewakili seorang petani kulit putih yang dibunuh di Afrika Selatan. Hingga 22 Mei, unggahan tersebut telah ditonton hampir 55 juta kali.

    Namun, penelusuran gambar menunjukkan bahwa cuplikan yang menampilkan deretan salib putih di pinggir jalan itu bukanlah makam petani kulit putih. Video itu sudah pernah beredar di media sosial pada tahun 2020 dan 2023.

    Faktanya, adegan dalam video itu berasal dari sebuah aksi protes di dekat kota Newcastle, Afrika Selatan, pada 5 September 2020. Aksi tersebut digelar menyusul pembunuhan pasangan Glen dan Vida Rafferty di ladang mereka pada Agustus tahun yang sama.

    Aksi simbolik, bukan pemakaman massal

    Tak jauh dari jembatan Horn River, ratusan salib kayu simbolik didirikan sukarelawan di sepanjang jalan. Di pertengahan perjalanan menuju ladang tempat Rafferty dibunuh, terpampang spanduk besar bertuliskan: “Presiden Ramaphosa, berapa banyak lagi yang harus mati?”

    Pidato Julius Malema dan kontroversi lagu perjuangan

    Bagian lain dalam video yang diputar Trump menampilkan politikus Afrika Selatan, Julius Malema, yang meneriakkan slogan “Kill the Boer, kill the farmer” (“Bunuh Boer, bunuh petani”) merujuk pada komunitas kulit putih.

    Adegan itu diambil dari perayaan ulang tahun ke-10 partai kiri Economic Freedom Fighters (EFF) di Stadion FNB, Johannesburg, pada Agustus 2023. Harian Afrika Selatan VRTNWS turut melaporkan momen tersebut.

    Malema, sebelum mendirikan EFF, adalah anggota African National Congress (ANC) namun dikeluarkan dari partai pada 2012. Slogan yang dia teriakkan merupakan seruan perjuangan dari era apartheid yang beberapa kali telah diklasifikasikan sebagai ujaran kebencian di Afrika Selatan.

    Ramaphosa dan petani tolak klaim Trump

    Presiden Ramaphosa langsung memberi sanggahan setelah video ditayangkan. Dia menegaskan bahwa pernyataan dalam video itu bukan merupakan kebijakan pemerintah Afrika Selatan.

    Sementara itu, seorang petani Afrika Selatan bernama Theo de Jaeger juga membantah tudingan Trump dalam wawancaranya dengan Deutsche Welle. Dia menyatakan bahwa tidak ada genosida terhadap petani kulit putih di negaranya.

    Usai Trump menawarkan suaka bagi petani kulit putih, De Jaeger bahkan menulis surat terbuka kepada presiden AS.

    “Saya menulis surat itu karena saya khawatir Trump tidak sepenuhnya paham apa yang sebenarnya terjadi di sini,” ujarnya kepada DW.

    “Kami lebih ingin melihat adanya upaya konkret untuk memperbaiki kondisi kami, agar kami bisa menyelesaikan masalah ini sendiri. Ini bukan hanya soal rasisme, karena petani kulit hitam juga menghadapi masalah yang sama.”

    Ketimpangan agraria masih menganga

    Meski apartheid telah berakhir lebih dari 30 tahun lalu, ketimpangan kepemilikan lahan di Afrika Selatan masih sangat nyata. Menurut laporan pemerintah Afrika Selatan tahun 2017, warga kulit putih masih menguasai sekitar 72 persen lahan pertanian, sementara warga kulit hitam hanya memiliki sekitar 4 persen dari lahan pertanian yang terdaftar secara individual.

    Padahal, warga kulit putih hanya berjumlah 7,8 persen dari total populasi negara itu.

    Catatan Redaksi:
    Artikel ini merupakan bagian dari kerja sama DW dengan tim pemeriksa fakta dari ARD-Faktenfinder, BR24 #Faktenfuchs, dan DW-Faktencheck.

    Artikel ini terbit pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh: Rizki Nugraha

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga “Membaca Maksud Pemerintahan Trump Menjegal Harvard University” di sini:

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Sidang Pemakzulan Tentukan Masa Depan Wapres Sara Duterte

    Sidang Pemakzulan Tentukan Masa Depan Wapres Sara Duterte

    Jakarta

    Wakil Presiden Filipina Sara Duterte akan menghadapi sidang pemakzulan yang digelar oleh Senat Filipina. Hasil sidang itu akan menentukan nasib Sara Duterte ke depannya.

    Berdasarkan catatan detikcom, Jumat (23/5/2025), sidang pemakzulan ini sebetulnya berangkat dari munculnya sejumlah aduan pemakzulan terhadap Sara Duterte. Aduan itu mencuat saat Sara Duterte menghadapi penyelidikan atas dugaan ancaman pembunuhan terhadap Presiden Ferdinand Marcos Jr dan dugaan penyelewengan dana pemerintah.

    Aduan pemakzulan pertama disampaikan oleh koalisi aktivis pada Senin (2/12/2024) waktu setempat lalu. Dalam aduan itu, Sara Duterte dituduh melakukan tindak korupsi dan pelanggaran jabatan. Sara sebelumnya telah membantah menyelewengkan dana publik.

    Kemudian, aduan kedua diajukan oleh para aktivis, guru, mantan anggota Kongres dan beberapa pihak lainnya, pada Rabu (4/12/2024) waktu setempat, kepada parlemen Filipina.

    “Penyelewengan dana rahasia sebesar lebih dari setengah miliar Peso yang secara kurang ajar dilakukan oleh Wakil Presiden, khususnya likuidasi mencurigakan sebear 125 juta Peso hanya dalam waktu 11 hari pada akhir tahun 2022, merupakan pengkhianatan besar terhadap kepercayaan publik,” sebut mantan anggota Kongres, Teddy Casino, dan salah satu pelapor lainnya, dalam sebuah pernyataan.

    “Rakyat Filipina, khususnya para pembayar pajak yang menanggung beban pendanaan operasional pemerintah, berhak menuntut akuntabilitas dari pejabat tertinggi kedua mereka,” cetus pernyataan tersebut.

    DPR Filipina Setujui Pemakzulan Sara Duterte

    Foto: REUTERS/Lisa Marie David/ File Photo Purchase Licensing Rights

    Merespons aduan-aduan tersebut, para anggota majelis rendah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Filipina menyetujui mosi pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Sara Duterte dalam voting pada Rabu (5/2/2025) waktu setempat. Nasib jabatan Sara Duterte sebagai Wapres Filipina pun ada di tangan para Senator negara itu.

    Diloloskannya mosi pemakzulan Sara ini, seperti dilansir AFP, Rabu (5/2/2025), terjadi sehari sebelum masa sidang kongres berakhir dan memasuki masa reses.

    Meskipun rincian soal dakwaan pemakzulan tidak diungkapkan ke publik, voting digelar menyusul tiga aduan bulan lalu yang menuduh Sara melakukan rentetan tindak kejahatan, mulai dari “penyalahgunaan secara terang-terangan” dana publik jutaan dolar Amerika hingga merencanakan pembunuhan Presiden Ferdinand Marcos Jr.

    Sara, yang merupakan putri mantan Presiden Rodrigo Duterte ini, telah membantah semua tuduhan tersebut.

    “Telah diajukan oleh lebih dari sepertiga anggota Dewan Perwakilan Rakyat, atau total 215 anggota… mosi tersebut disetujui,” ucap Ketua DPR Filipina, Martin Romualdez, kepada para anggotanya.

    Nasib jabatan Sara pun berada di tangan 24 Senator Filipina, di mana dua pertiga di antaranya harus mendukung pemakzulan itu agar sang Wapres benar-benar dimakzulkan dari jabatannya. Senator Filipina pun sudah menetapkan tanggal persidangan Sara Duterte.

    Sidang Pemakzulan Sara Duterte Digelar 3 Juni 2025

    Foto: AP/

    Senat Filipina sudah memutuskan menggelar sidang pemakzulan yang akan memutuskan masa depan Wakil Presiden (Wapres) Sara Duterte pada 3 Juni mendatang. Jika dimakzulkan oleh Senat Filipina, maka Sara Duterte yang merupakan putri mantan Presiden Rodrigo Duterte akan diberhentikan dari jabatannya.

    Jadwal sidang pemakzulan untuk Sara Duterte itu, seperti dilansir AFP, Jumat (23/5/2025), terungkap dari dokumen Senat Filipina yang dilihat oleh AFP pekan ini.

    Presiden Senat Filipina, Francis Escudero, mengatakan bahwa sidang akan dimulai pada akhir Juli setelah para senator yang baru mulai bertugas.

    Sidang pemakzulan menjadi pokok pembahasan utama dalam pemilu sela yang digelar bulan ini, yang memutuskan separuh dari total 24 Senator Filipina yang akan bertugas sebagai dewan juri dalam sidang tersebut.

    Escudero, menurut foto surat yang diteruskan kepada AFP, telah memberi tahu Ketua DPR Filipina, Martin Romualdez, bahwa Senat Filipina akan siap mendengarkan dakwaan pada 2 Juni mendatang sebelum menggelar sidang pemakzulan.

    “Sebagaimana dinyatakan dalam surat kami tertanggal 24 Februari 2025, Senat akan meminta jaksa untuk membacakan tujuh dakwaan di bawah pasal-pasal pemakzulan dalam sidang terbuka,” tulis Escudero dalam suratnya tertanggal 19 Mei kemarin.

    Halaman 2 dari 3

    (maa/maa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Harvard Gugat Trump soal Larang Terima Mahasiswa Asing

    Harvard Gugat Trump soal Larang Terima Mahasiswa Asing

    Jakarta

    Harvard melayangkan gugatan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Gugatan itu dilayangkan usai Trump mencabut hak Harvard untuk menerima mahasiswa asing atau dari luar negeri.

    “Ini adalah tindakan terbaru pemerintah sebagai balasan yang jelas terhadap Harvard yang menjalankan hak Amandemen Pertama dengan menolak tuntutan pemerintah untuk mengendalikan tata kelola, kurikulum, dan ‘ideologi’ fakultas dan mahasiswa Harvard,” tulis dokumen gugatan yang diajukan di pengadilan federal Massachusetts dilansir kantor berita AFP, Sabtu (24/5/2025).

    Donald Trump sebelumnya mencabut hak Harvard untuk menerima mahasiswa asing atau dari luar negeri. Saat ini jumlah mahasiswa asing berjumlah seperempat dari mahasiswa kampus itu.

    “Segera berlaku, sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVIS) Universitas Harvard dicabut,” tulis Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem dalam surat kepada lembaga Ivy League sebagaimana dilansir AFP, Jumat (23/5).

    Surat itu Menteri tersebut diketahui merujuk pada sistem utama yang mengizinkan mahasiswa asing untuk belajar di AS. Kebijakan ini pun mendapat sejumlah penolakan, salah satunya dari sekolah di Cambridge, Messachusetts.

    Mereka mengatakan kebijakan itu “melanggar hukum”. Menurut mereka hal itu juga akan merugikan kampus dan negara, sementara seorang mahasiswa mengatakan masyarakat “panik”.

    Harvard, yang telah menggugat pemerintah atas serangkaian tindakan hukuman yang terpisah, dengan cepat membalas, menyebut tindakan itu “melanggar hukum.”

    “Tindakan pembalasan ini mengancam kerugian serius bagi komunitas Harvard dan negara kami, serta melemahkan misi akademis dan penelitian Harvard,” kata Harvard.

    Pimpinan American Association of University Professors di Harvard menilai langkah itu adalah serangkaian tindakan otoriter dan pembalasan terhadap lembaga pendidikan tinggi tertua di Amerika.

    “Pemerintahan Trump secara melawan hukum berusaha menghancurkan pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Sekarang mereka menuntut agar kita mengorbankan mahasiswa internasional kita dalam proses itu. Universitas tidak dapat menerima pemerasan seperti itu,” katanya.

    (whn/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Horor Penikaman di Stasiun Hamburg Jerman, 12 Orang Luka-luka

    Horor Penikaman di Stasiun Hamburg Jerman, 12 Orang Luka-luka

    Jakarta

    Serangan penikaman terjadi di stasiun kereta Hamburg, Jerman. Insiden itu mengakibatkan 12 orang terluka.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (24/5/2025), penikaman mengerikan itu terjadi pada Jumat (23/5) waktu setempat. Polisi mengatakan insiden penikaman terjadi di stasiun kereta api utama Kota Hamburg, Jerman Utara.

    “Menurut informasi awal, seseorang melukai beberapa orang dengan pisau di stasiun kereta api utama,” kata polisi Hamburg dalam sebuah posting di X.

    Juru bicara pemadam kebakaran Hamburg mengatakan insiden mengerikan itu mengancam nyawa. Dia menyebut ada 12 orang terluka akibat penikaman tersebut.

    “12 orang terluka dan beberapa di antaranya mengancam nyawa,” tuturnya.

    (whn/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini