Category: Detik.com Internasional

  • Ribuan Warga Gaza Serbu Pusat Distribusi Bantuan hingga Ricuh

    Ribuan Warga Gaza Serbu Pusat Distribusi Bantuan hingga Ricuh

    Gaza City

    Ribuan warga Gaza menyerbu pusat distribusi bantuan baru yang dikelola oleh kelompok kemanusiaan yang didukung Amerika Serikat (AS) di wilayah Jalur Gaza bagian selatan. Hal ini memicu kericuhan, yang memaksa para personel AS yang ada di lokasi dievakuasi, dan tentara Israel melepas tembakan.

    Penyaluran bantuan kemanusiaan Gaza dengan mekanisme baru yang dicetuskan AS dan sekutunya, Israel, itu menuai kritikan organisasi kemanusiaan internasional karena dianggap mem-bypass sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sudah ada dan gagal memenuhi prinsip-prinsip kemanusiaan.

    Distribusi bantuan yang dikawal oleh AS dan Israel ini, seperti dilansir AFP, Rabu (28/5/2025), melibatkan sebuah kelompok kemanusiaan bernama Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung oleh Washington. Penyaluran dilakukan setelah Israel melonggarkan blokade bantuan yang diberlakukan sejak 2 Maret, yang memicu kekurangan makanan dan obat-obatan.

    Namun pelaksanaan distribusi bantuan di area Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, pada Selasa (27/5) berujung kericuhan yang melibatkan ribuan orang saling mendorong dan memaksa masuk untuk mengambil bantuan kemanusiaan yang disediakan.

    Ayman Abu Zaid, salah satu pengungsi Gaza, menuturkan kepada AFP bahwa dirinya sedang mengantre di pusat distribusi bantuan itu ketika “tiba-tiba sejumlah besar orang mulai mendorong dan masuk secara acak”.

    “Itu karena kurangnya bantuan dan keterlambatan dalam distribusi, jadi mereka berusaha masuk untuk mengambil apa pun yang mereka bisa,” katanya.

    Pada satu titik, menurut Zaid, “tentara Israel mulai menembaki, dan suaranya sangat menakutkan, dan orang-orang mulai berhamburan, tetapi beberapa orang masih terus berusaha mengambil bantuan meskipun dalam bahaya”.

    Laporan media lokal Israel, Yedioth Ahronoth, seperti dilansir Anadolu Agency, menyebut sejumlah pekerja Amerika yang terafiliasi dengan GHF terpaksa dievakuasi dari Rafah setelah kericuhan terjadi.

    Sementara laporan surat kabar Israel Hayom menyebut tentara Israel dikerahkan ke pusat distribusi bantuan itu setelah para pekerja AS dievakuasi.

    Tidak disebutkan jumlah pekerja AS yang dievakuasi dari lokasi. Tidak diketahui secara pasti apakah ada korban luka atau korban jiwa akibat tembakan tentara Israel tersebut.

    Pihak GHF menyalahkan “blokade yang diberlakukan Hamas” telah memicu keterlambatan selama beberapa jam pada salah satu pusat distribusi bantuannya.

    GHF mengklaim operasi distribusi bantuan berlangsung normal usai kericuhan terjadi. Diakui oleh GHF bahwa ada momen ketika “volume orang di SDS (pusat distribusi) sangat banyak sehingga tim GHF mundur untuk memungkinkan sejumlah kecil warga Gaza mengambil bantuan dengan aman dan membubarkan diri.

    “Operasi normal telah dilanjutkan,” sebut GHF dalam pernyataannya.

    Dilaporkan oleh GHF pada Selasa (27/5) bahwa sekitar “8.000 kotak makanan telah didistribusikan sejauh ini… dengan total 462.000 makanan”. Operasi penyaluran bantuan oleh GHF ini sudah berlangsung sejak sehari sebelumnya.

    Di sisi lain, kantor media pemerintah Hamas yang menguasai Jalur Gaza mengkritik upaya terbaru Israel menyalurkan bantuan kemanusiaan di Gaza yang disebutnya “gagal total”.

    “Kegagalan ini terjadi setelah ribuan orang yang kelaparan, yang dikepung oleh pendudukan dan kekurangan makanan dan obat-obatan selama sekitar 90 hari, bergegas menuju ke area-area ini dalam situasi yang tragis dan menyakitkan,” kritik kantor media pemerintah Hamas.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Siapa Pemasok Senjata Terbesar Israel?

    Siapa Pemasok Senjata Terbesar Israel?

    Tel Aviv

    Di tengah meningkatnya kecaman global terhadap tindakan militer Israel di Gaza, Spanyol menyerukan kepada negara-negara Eropa untuk menghentikan pengiriman senjata ke Israel. Seruan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Spanyol, Jose Manuel Albares, dalam Konferensi Tingkat Tinggi Eropa dan Arab di Madrid, Senin (26/05).

    Dalam forum tersebut, Albares mendesak agar kerja sama Eropa dengan Israel segera ditangguhkan, dan menyatakan bahwa Eropa harus bersatu dalam menerapkan embargo senjata.

    “Kita semua harus sepakat untuk menerapkan embargo senjata bersama. Hal terakhir yang dibutuhkan Timur Tengah saat ini adalah lebih banyak senjata,” katanya.

    Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Mesir, Yordania, Arab Saudi, Turki, Maroko, Brasil, serta sejumlah organisasi antar pemerintah. Namun demikian, hanya sebagian kecil dari negara peserta yang secara aktif memasok persenjataan ke Israel.

    Israel sendiri merupakan salah satu pengekspor senjata terbesar di dunia, dan memiliki industri senjata dalam negeri yang tergolong besar.

    Menurut laporan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) pada Maret 2025, Israel adalah importir senjata terbesar ke-15 di dunia. Namun, impor senjata Israel hanya mencakup kurang dari 2% dari total global, dan bahkan mengalami penurunan sekitar 2,3% selama lima tahun terakhir dibandingkan periode sebelumnya.

    AS dan Jerman pemasok utama senjata ke Israel

    Tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Jerman, dan Italia, saat ini tercatat sebagai sumber utama persenjataan bagi Israel.

    Sejak 1946 hingga 2024, Israel telah menerima sekitar $228 miliar bantuan militer dari AS. Jumlah tersebut menempatkan Israel sebagai penerima bantuan militer terbesar dalam sejarah AS, menurut lembaga nonpartisan Council on Foreign Relations (CFR).

    Perjanjian yang saat ini berlaku menjamin bantuan senilai $3,8 miliar per tahun hingga 2028. Mayoritas bantuan ini harus digunakan untuk membeli perlengkapan militer dan jasa dari perusahaan AS.

    Meskipun ada upaya dari senator independen Bernie Sanders untuk menghentikan penjualan militer ke Israel, Senat AS menolak proposal tersebut baik pada April 2025 maupun sebelumnya pada November 2024. Artinya, dukungan AS terhadap Israel kemungkinan besar tidak akan berubah dalam waktu dekat.

    Sementara itu, Jerman menyumbang sekitar sepertiga dari impor senjata Israel selama periode 2020–2024. Bantuan tersebut mencakup fregat laut, torpedo, kendaraan lapis baja, truk militer, senjata anti-tank, serta amunisi. Bahkan saat ini, Israel tengah menunggu pengiriman kapal selam dari Jerman.

    Zain Hussain, peneliti dari SIPRI, menyatakan bahwa Jerman menjadi pilar penting bagi kemampuan maritim Israel. Kepada DW, dia menegaskan bahwa “Israel sangat bergantung pada Jerman untuk kemampuan angkatan lautnya.”

    Meskipun derasnya tekanan internasional, pemerintah Jerman tetap bersikeras menyuplai senjata. Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul menyatakan bahwa “sebagai negara yang memahami keamanan dan eksistensi Israel sebagai prinsip inti, Jerman selalu berkewajiban untuk membantu Israel.”

    Namun, pernyataan ini muncul bersamaan dengan komentar dari Kanselir Jerman Friedrich Merz, yang menyatakan kepada penyiar publik WDR bahwa dia “tidak lagi memahami tujuan Israel di Gaza” dan bahwa operasi militer “tidak lagi dapat dibenarkan semata-mata atas nama memerangi terorisme Hamas.”

    Meski demikian, pengurangan atau penghentian ekspor senjata dari Jerman akan menjadi perubahan signifikan. Pada 2024, Jerman mengekspor senjata ke Israel senilai lebih dari €131 juta, turun dari €326 juta pada 2023.

    Italia: Dukungan penuh kontroversi

    Italia hanya menyumbang sekitar 1% dari total senjata Israel. Padahal menurut konstitusi, seharusnya negara itu tidak dapat mengekspor senjata ke wilayah konflik. Namun, laporan investigatif mengungkap bahwa Italia tetap mengekspor senjata senilai €2,1 juta ke Israel pada kuartal terakhir 2023, di tengah serangan militer aktif di Gaza.

    Laporan dari media Altreconomia menyebut bahwa total ekspor senjata Italia ke Israel mencapai €5,2 juta selama 2023 — bertolak belakang dengan klaim pemerintah bahwa pengiriman telah dihentikan.

    Negara Eropa kurangi ekspor

    Sejumlah negara Eropa telah menghentikan atau menangguhkan lisensi ekspor senjata ke Israel, termasuk Prancis, Spanyol, dan Inggris. Namun kontribusi mereka terhadap total pasokan senjata Israel kurang dari 0,1%.

    Terlebih, laporan The Guardian pada Mei 2025 menunjukkan bahwa Inggris masih mengirim ribuan item militer ke Israel, meskipun telah menetapkan larangan ekspor.

    Hussain dari SIPRI menyatakan bahwa embargo senjata yang efektif harus mencakup negara-negara pemasok utama.

    “Amerika Serikat dan Jerman adalah pemasok terpenting senjata utama ke Israel. Untuk memberikan tekanan maksimal terhadap kapabilitas senjata Israel, negara-negara ini harus turut serta dalam embargo,” katanya.

    Apakah seruan saja cukup?

    Catherine Gegout, peneliti hubungan internasional dari Universitas Nottingham, mengatakan bahwa perubahan sikap dari AS akan sangat mempengaruhi kebijakan Jerman. “Akan ada lebih banyak tekanan terhadap Jerman jika AS berubah juga,” katanya kepada DW.

    “Saya tidak yakin negara-negara Uni Eropa lainnya cukup kuat untuk mengubah hubungan istimewa Jerman dengan Israel.”

    Meskipun demikian, dia menyebut langkah Spanyol memiliki nilai strategis dan simbolis. “Saya pikir ini masalah besar bagi Uni Eropa bahwa Jerman mengirim begitu banyak senjata,” ujarnya.

    “Upaya Spanyol untuk mendorong embargo senjata memiliki dua tujuan, praktis dan simbolik, bagi negara-negara yang menentang aksi militer Israel di Gaza.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh: Rizki Nugraha
    Editor: Hendra Pasuhuk

    Lihat Video ‘Ribuan Warga Gaza Serbu Bantuan Makanan: Kami Menderita Kelaparan’:

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Sebut Putin ‘Benar-benar Gila’, Kremlin Bilang Begini

    Trump Sebut Putin ‘Benar-benar Gila’, Kremlin Bilang Begini

    Moskow

    Kritikan terus dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia memberikan tanggapan santai, dengan menyebut rentetan kritikan Trump itu hanyalah “reaksi emosional”.

    Trump, pada akhir pekan, menyebut Putin “benar-benar menjadi GILA” setelah serangan besar-besaran Moskow terhadap Kyiv menewaskan sedikitnya 13 orang. Serangan ini dilancarkan saat upaya perdamaian antara kedua negara terus digencarkan oleh Trump, yang pernah berjanji akan mengakhiri perang dengan segera.

    Trump juga menyinggung soal “kejatuhan Rusia” jika Putin terus berambisi untuk menguasai seluruh wilayah Ukraina. Sang Presiden AS itu bahkan mengatakan dirinya “benar-benar” mempertimbangkan untuk menambah sanksi untuk Moskow.

    Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, seperti dilansir Reuters dan Bloomberg, Rabu (28/5/2025), menanggapi kritikan-kritikan Trump untuk Putin dengan menyebutnya sebagai “reaksi emosional”. Peskov justru berterima kasih kepada Trump atas bantuannya dalam meluncurkan perundingan damai dengan Ukraina.

    “Awal dari proses negosiasi, yang telah diupayakan oleh pihak Amerika , merupakan pencapaian yang sangat penting, dan kami sangat berterima kasih kepada Amerika dan kepada Presiden Trump secara pribadi atas bantuan dalam mengorganisasi dan meluncurkan proses negosiasi ini,” kata Peskov.

    “Tentu saja, pada saat yang sama, ini merupakan momen yang sangat penting, yang tentu saja terkait dengan beban emosional yang sangat besar dari semua orang dan reaksi emosional,” ucap Peskov dalam pernyataan yang dikutip kantor berita TASS.

    Dalam pernyataan pada Minggu (25/5), Trump secara terang-terangan menyebut Putin “benar-benar menjadi gila” setelah rentetan serangan drone besar-besaran dan mematikan Moskow menghantam berbagai wilayah Ukraina hingga memakan sedikitnya 13 korban jiwa.

    “Saya selalu mengatakan bahwa dia menginginkan SELURUH Ukraina, bukan hanya sebagian saja, dan mungkin itu terbukti benar, tetapi jika dia melakukannya, itu akan menyebabkan kejatuhan Rusia!” ucapnya.

    Pernyataan Trump itu menjadi teguran langka terhadap Putin, yang seringkali dibahas oleh sang Presiden AS itu dengan penuh kekaguman. Namun, Trump mulai menunjukkan rasa frustrasi yang meningkat dengan posisi Rusia dalam negosiasi gencatan senjata yang menemui jalan buntu dengan Kyiv baru-baru ini.

    Trump sebelumnya juga mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya “tidak senang” dengan serangan terbaru Rusia terhadap Ukraina, dan menegaskan bahwa dirinya “benar-benar” mempertimbangkan untuk menambah sanksi terhadap Moskow.

    Dalam kritikan terbarunya pada Selasa (27/5), Trump menyebut Putin sedang “bermain api” saat upaya perdamaian Ukraina terhenti dan Rusia terus melancarkan rentetan serangan terhadap negara tetangganya itu. Trump juga memperingatkan bahwa Rusia berisiko mendapatkan rentetan sanksi baru.

    “Yang tidak disadari Vladimir Putin adalah jika bukan karena saya, banyak hal yang sangat buruk akan terjadi pada Rusia, dan maksud saya SANGAT BURUK,” kata Trump dalam pernyataan terbaru via media sosial Truth Social.

    “Dia bermain api!” sebut Trump merujuk pada Putin.

    Selain mengkritik Putin, Trump juga melontarkan komentar keras terhadap Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang menyindir “bungkamnya Amerika” terhadap kebrutalan Rusia di negaranya.

    “Presiden Zelensky tidak membantu negaranya dengan berbicara seperti itu. Semua yang keluar dari mulutnya menimbulkan masalah, saya tidak menyukainya, dan sebaiknya itu dihentikan,” ujarnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 5 Orang Tewas Akibat Ledakan Pabrik Kimia di China, 6 Lainnya Hilang

    5 Orang Tewas Akibat Ledakan Pabrik Kimia di China, 6 Lainnya Hilang

    Beijing

    Sedikitnya lima orang tewas akibat ledakan dahsyat yang mengguncang sebuah pabrik kimia di Provinsi Shandong, China bagian timur. Sekitar enam orang lainnya masih dinyatakan hilang usai ledakan yang memicu kepulan asap raksasa itu terjadi pada Selasa (27/5).

    Ledakan dahsyat itu, seperti dilaporkan kantor berita Xinhua dan dilansir AFP, Rabu (28/5/2025), mengguncang pabrik kimia Youdao yang berada di kota Gaomi di Provinsi Shandong, yang berjarak sekitar 450 kilometer di sebelah tenggara ibu kota Beijing.

    Penyebab ledakan dahsyat ini belum diketahui secara jelas.

    Rekaman video yang ditayangkan oleh media lokal Xinjingbao menunjukkan kepulan asap raksasa berwarna abu-abu menjulang ke langit. Kebakaran juga terpantau terjadi di zona industri di kota tersebut, dengan jendela-jendela toko setempat pecah sebagai imbas ledakan dahsyat tersebut.

    Laporan Xinhua, yang mengutip sejumlah pejabat lokal, menyebutkan bahwa bencana itu “menyebabkan lima orang tewas, enam orang hilang, dan 19 orang lainnya mengalami luka ringan”.

    Beberapa video yang beredar juga menunjukkan puing-puing berserakan di jalanan, juga sebuah mobil dengan kaca depan yang pecah, dan kobaran api berwarna oranye tua melahap instalasi di latar belakang video tersebut.

    Layanan darurat setempat, menurut Kementerian Penanggulangan Darurat nasional, telah mengerahkan 55 kendaraan dan 232 petugas cepat tanggap pertama ke lokasi kejadian.

    Pabrik kimia yang dilanda ledakan itu merupakan milik perusahaan bernama Youdao Chemical, yang menurut laporan media lokal The Paper, memproduksi pestisida dengan “toksin rendah” dan mempekerjakan sekitar 300 karyawan di kompleks pabrik seluas 47 hektare.

    Kecelakaan industri semacam ini tergolong sering terjadi di China, di mana standar keselamatan pada banyak pabriknya terkadang tidak dipatuhi.

    Tahun 2015 lalu, ledakan mengguncang gudang bahan kimia yang muda terbakar di kota pelabuhan Tianjin, hingga menewaskan lebih dari 170 orang dan melukai 700 orang lainnya. Ledakan melanda sebuah pabrik kimia lainnya di area Shandong pada tahun yang sama, yang menewaskan sedikitnya 13 orang.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Bilang Putin Bermain Api, Rusia Berisiko Dapat Sanksi Baru

    Trump Bilang Putin Bermain Api, Rusia Berisiko Dapat Sanksi Baru

    Washington DC

    Kritikan kembali dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin. Yang terbaru, Trump memperingatkan bahwa Putin sedang “bermain api” saat upaya perdamaian Ukraina terhenti.

    Kritikan terbaru Trump ini dilontarkan setelah dia menyebut Putin “benar-benar menjadi GILA” setelah rentetan serangan udara besar-besaran Moskow menghantam Kyiv, ibu kota Ukraina.

    Trump juga memperingatkan bahwa Rusia berisiko mendapatkan rentetan sanksi baru.

    “Yang tidak disadari Vladimir Putin adalah jika bukan karena saya, banyak hal yang sangat buruk sudah terjadi pada Rusia, dan maksud saya SANGAT BURUK,” kata Trump dalam pernyataan terbaru via media sosial Truth Social, seperti dilansir AFP, Rabu (28/5/2025).

    “Dia bermain api!” sebut Trump merujuk pada Putin.

    Trump tidak menyebutkan hal-hal “sangat buruk” seperti apa yang dimaksudnya, atau membuat ancaman khusus apa pun. Gedung Putih belum memberikan penjelasan atas maksud pernyataan terbaru Trump tersebut.

    Namun, media terkemuka Wall Street Journal (WSJ) dan CNN melaporkan bahwa Trump sekarang mempertimbangkan sanksi baru terhadap Rusia paling cepat minggu ini, sambil menekankan bahwa dia masih dapat berubah pikiran.

    Pendahulunya, mantan Presiden Joe Biden, memberlakukan sanksi besar-besaran setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Tetapi sejauh ini, Trump masih menghindari apa yang menurutnya dapat menjadi sanksi yang “menghancurkan” terhadap bank-bank Rusia.

    Kritikan terbaru Trump ini menandai perubahan besar dari sikap sebelumnya terhadap Putin, yang sering dia kagumi dan sebelumnya dia menahan diri untuk mengkritik.

    Beberapa waktu terakhir, Trump semakin menunjukkan rasa frustrasi yang meningkat terhadap posisi Rusia dalam perundingan gencatan senjata dengan Ukraina yang menemui jalan buntu. Rasa frustrasi itu memuncak pada akhir pekan ketika Moskow melancarkan serangan drone besar-besaran terhadap Kyiv, yang menewaskan 13 orang.

    “Saya selalu memiliki hubungan yang sangat baik dengan Vladimir Putin dari Rusia, tetapi sesuatu telah terjadi padanya. Dia benar-benar menjadi GILA!” kata Trump dalam postingan Truth Social pada Minggu (25/5) malam.

    Serangan Rusia terus berlanjut meskipun ada percakapan telepon antara Trump dan Putin sekitar delapan hari lalu, di mana sang Presiden AS mengatakan Presiden Rusia telah setuju untuk “segera” memulai perundingan gencatan senjata.

    Moskow, pada Selasa (27/5), menuduh Kyiv berupaya “mengganggu” upaya perdamaian dan mengklaim serangan udaranya terhadap Ukraina merupakan “respons” terhadap meningkatnya serangan drone terhadap warga sipil Rusia.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • India Gencarkan ‘Serangan’ Diplomasi Usai Serangan di Kashmir

    India Gencarkan ‘Serangan’ Diplomasi Usai Serangan di Kashmir

    New Delhi

    Minggu lalu, India mengirimkan delegasi parlemen ke 33 negara dalam sebuah misi diplomatik untuk menggalang dukungan melawan kelompok-kelompok militan teroris yang berbasis di Pakistan, yang menurut Delhi adalah dalang di balik serangan-serangan lintas negara yang terjadi baru-baru ini.

    Ketegangan India dan Pakistan masih memuncak pasca penembakan turis India wilayah Kashmir yang dikelola India pada tanggal 22 April 2025. Serangan ini menewaskan setidaknya 26 orang dan menyebabkan kemarahan massal.

    Para pejabat India mengatakan bahwa Kelompok Militan Islam Lashkar-e-Taiba (LeT) yang berbasis di Pakistan adalah dalang dari serangan tersebut. Pada tanggal 7 Mei, militer India melancarkan Operasi Sindoor, serangan yang menargetkan infrastruktur teroris di Pakistan dan wilayah Kashmir yang dikelola Pakistan.

    Pakistan merespons serangan itu, dan selama empat hari terjadi saling serang dengan pesawat nir awak dan rudal, hingga kedua belah pihak sepakat melakukan gencatan senjata pada tanggal 10 Mei.

    Perang diplomasi India-Pakistan di tingkat global

    Setelah serangan tersebut dan perseteruan yang kian meningkat, baik India maupun Pakistan berusaha membentuk narasi tersendiri atas konflik tersebut.

    Delegasi India, yang diwakili beberapa partai politik, melengkapi narasi itu dengan dokumen-dokumen khusus negara yang merinci sejarah Pakistan yang diduga telah mendukung terorisme sejak lama, kebijakan “nol toleransi” India terhadap terorisme serta bukti-bukti pendukung yang mengaitkan serangan bulan April tersebut dengan kelompok-kelompok teroris yang berbasis di Pakistan.

    “Ini adalah misi politik. Kami ingin melakukan penjangkauan yang kuat kepada dunia, menyampaikan tekad kami dalam memerangi terorisme,” kata Randhir Jaiswal, juru bicara Kementerian Luar Negeri India.

    Pemerintah Pakistan membantah keras memberikan dukungan kepada kelompok-kelompok militan dan bersikeras bahwa pemerintah Pakistan tidak ada kaitannya dengan serangan di bulan April itu.

    Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, menyebut serangan yang dilancarkan India sebagai serangan yang “tidak beralasan” dan “agresif”. Kementerian Pertahanan Pakistan mengatakan bahwa serangan India menghantam lokasi-lokasi sipil, membantah bahwa India menargetkan kamp-kamp teroris.

    Islamabad juga telah melakukan penjangkauan diplomatik, dipimpin oleh ketua Partai Rakyat Pakistan, Bilawal Bhutto Zardari.

    Delegasi ini, meskipun lebih sedikit dibandingkan delegasi India, menghendaki hal yang serupa, melibatkan dukungan pemangku kepentingan-kepentingan internasional, termasuk anggota Dewan Keamanan PBB untuk memastikan keamanan Pakistan.

    Pakistan fokus membahas isu-isu pelanggaran gencatan senjata oleh India, ancaman India untuk mengurangi pasokan air Sungai Indus, serta menjelaskan posisi negara tersebut dalam sengketa Kashmir.

    Pada hari Minggu, Sharif mengunjungi sekutu Pakistan, Turki, sebagai bagian dari kunjungan diplomatiknya selama lima hari.

    India mencari dukungan untuk ‘perang melawan teror’

    Para ahli kebijakan dan diplomat yang berbicara dengan DW mengatakan bahwa ‘serangan’ diplomatik India akan melegitimasi negara tersebut menyerang Pakistan dengan alasan sah ‘membela diri’ di bawah hukum internasional.

    “Keikutsertaan anggota parlemen oposisi India sebagai delegasi menandakan persatuan, memberikan kredibilitas pada posisi India dan menarik negara-negara demokrasi yang menghargai konsensus dua partai politik yang berbeda,” kata Anil Wadhwa, mantan diplomat India, kepada DW.

    Wadhwa menambahkan bahwa para delegasi “akan melawan narasi palsu Pakistan” yang tidak mengakui keterlibatannya dalam serangan Kashmir.

    “Meskipun pemerintah India telah dengan tegas merespons kasus ini tanpa perlu meyakinkan konstituen domestik, mungkin masih ada beberapa keraguan di kalangan mitra internasional akibat narasi palsu yang dikeluarkan oleh Pakistan. Hal itu akan diatasi dengan upaya-upaya ini,” tambah Wadhwa.

    Penjangkauan mitra global India juga disorot oleh kunjungan Menteri Luar Negeri S Jaishankar baru-baru ini ke Belanda, Denmark dan Jerman.

    Dalam sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul minggu lalu, Jaishankar menegaskan kembali sikap New Delhi dalam memerangi terorisme.

    “India tidak memiliki toleransi terhadap terorisme. India tidak akan pernah menyerah pada ancaman nuklir. India akan berurusan dengan Pakistan secara bilateral. Seharusnya tidak ada kebingungan sedikitpun,” kata Jaishankar dalam sebuah konferensi pers bersama.

    India tingkatkan diplomasi internasional

    Ini bukan kali pertama India mengirimkan delegasi parlemen ke luar negeri untuk menjaring dukungan diplomatik dan menjelaskan posisi kebijakan luar negerinya, terutama terkait konflik yang melibatkan Pakistan.

    Sebelumnya, setelah serangan terhadap parlemen India pada bulan Desember 2001, pemerintah dibawah pimpinan mantan Perdana Menteri Atal Bihari Vajpayee mengirimkan delegasi multi-partai untuk memberikan pengarahan kepada para pemimpin dunia mengenai dugaan campur tangan kelompok-kelompok militan yang berbasis di Pakistan dalam melakukan serangan tersebut.

    Namun delegasi saat ini lebih menonjol karena skala dan cakupannya lebih besar dibandingkan dengan kejadian-kejadian sebelumnya.

    “Hal ini didukung lanskap geopolitik, di mana India merupakan negara ekonomi utama G20, anggota Quad dan pemain kunci dalam forum-forum global. Misi Pakistan bukanlah tandingan dalam hal skala dan cakupannya,” kata Wadhwa.

    Ajay Bisaria, mantan komisaris tinggi India untuk Pakistan, mengatakan kepada DW bahwa narasi India “akan beresonansi secara lebih global dengan para mitra dan organisasi multilateral.”

    Bisaria mengatakan bahwa delegasi India juga mewakili konsensus nasional yang kuat, ini memberikan India kesempatan untuk membangun dukungan internasional dalam perang global baru melawan terorisme.

    “Sangat penting bagi India untuk meningkatkan diplomasi globalnya, memanfaatkan pendekatan-pendekatan inovatif seperti delegasi parlemen untuk melawan narasi paksa militer Pakistan dan menunjukkan tanggapan terukur India terhadap tantangan-tantangan keamanan negara,” tambahnya.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Hendra Pasuhuk

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Perintahkan Konsulat dan Kedubes Tunda Proses Visa Pelajar ke AS

    Trump Perintahkan Konsulat dan Kedubes Tunda Proses Visa Pelajar ke AS

    Jakarta

    Menteri Luas Negeri AS Marco Rubio memerintahkan kedutaan dan kantor konsulat untuk tidak mengeluarkan izin visa pelajar atau pertukaran mahasiswa tambahan. Hal itu sebagai dampak kebijakan Presiden AS Donald Trump yang mencabut izin Harvard menerima mahasiswa asing.

    Dilansir AFP, Selasa (28/5/2025), kebijakan penangguhan pemrosesan visa pelajar itu ditandatangani oleh Marco Rubio. Kebijakan itu memerintahkan kedutaan dan konsulat untuk tidak mengizinkan “visa pelajar atau pertukaran tambahan… kapasitas penunjukan hingga panduan lebih lanjut dikeluarkan.”

    Selain itu Departemen Luar Negeri juga “berencana untuk mengeluarkan panduan tentang pemeriksaan media sosial yang diperluas untuk semua aplikasi tersebut.”

    Kebijakan tersebut mengisyaratkan bahwa penangguhan tersebut dapat berlangsung singkat, memerintahkan kedutaan untuk menerima panduan baru dalam “beberapa hari mendatang,” meskipun misi AS sudah sering melihat penundaan besar dalam pemrosesan aplikasi.

    Juru bicara Departemen Luar Negeri Tammy Bruce tidak mengomentari secara langsung kebijakan tersebut. Namun ia mengatakan “kami menganggap serius proses pemeriksaan siapa saja yang masuk ke negara ini.”

    “Tujuannya, seperti yang dinyatakan oleh presiden dan Menteri Rubio, adalah memastikan bahwa orang-orang yang ada di sini memahami hukum yang berlaku, bahwa mereka tidak memiliki niat kriminal, bahwa mereka akan berkontribusi terhadap pengalaman di sini, betapa pun singkat atau lamanya status mereka,” kata Bruce.

    Saat ditanya apakah mahasiswa yang ingin belajar di kampus AS harus bersiap untuk mendapatkan visa sebelum semester dimulai pada musim gugur, Bruce hanya meminta calon mahasiswa mengikuti proses yang normal.

    Pada Minggu lalu, Rubio mengatakan telah mencabut ribuan visa sejak Trump menjabat pada tanggal 20 Januari. Rubio telah menggunakan undang-undang yang tidak jelas yang memungkinkan menteri luar negeri untuk mengusir orang asing karena kegiatan yang dianggap bertentangan dengan kepentingan kebijakan luar negeri AS. Sasaran yang paling terlihat adalah para mahasiswa yang terlibat dalam aktivisme terkait Gaza.

    Pejabat pemerintahan Trump menuduh para mahasiswa bersikap anti-Semitisme, tuduhan yang dibantah keras oleh sejumlah orang yang menjadi sasaran.

    Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri Amerika Serikat mengumumkan pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP) yang dimiliki Harvard pada Kamis (22/5). Program itu diketahui menjadi sistem utama yang mengizinkan mahasiswa asing menempuh pendidikan di Amerika.

    Pihak Harvard mengecam keras kebijakan Trump itu. Sebagai respons, Harvard telah mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintahan Trump ke pengadilan federal Boston pada Jumat (23/5).

    (yld/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perang Gaza Bukan Lagi Lawan Hamas

    Perang Gaza Bukan Lagi Lawan Hamas

    Jakarta

    Jerman tiba-tiba melontarkan sindiran pedas terhadap Israel yang terus membombardir Gaza, Palestina. Jerman mengatakan perang di Jalur Gaza bukan lagi melawan Hamas.

    Dirangkum detikcom dilansir Al Arabiya, Selasa (27/5/2025) Kanselir Jerman Friedrich Merz menyebut rentetan serangan Israel baru-baru ini di Jalur Gaza yang memicu korban kemanusiaan pada warga sipil, tidak dapat lagi dibenarkan sebagai perang melawan Hamas.

    Merz juga mengakui dirinya tidak lagi memahami apa yang saat ini dilakukan oleh militer Tel Aviv di Jalur Gaza, yang mengalami kehancuran besar dan dilanda krisis kemanusiaan akibat perang berkepanjangan selama dua tahun terakhir.

    “Membahayakan penduduk sipil hingga sedemikian rupa, seperti yang banyak terjadi dalam beberapa hari terakhir, tidak dapat lagi dibenarkan sebagai perang melawan terorisme Hamas,” tegas Merz dalam wawancara dengan televisi WDR.

    Dalam pernyataannya, Merz mengatakan dirinya tidak lagi memahami tujuan militer Israel di Jalur Gaza.

    “Sejujurnya, saya tidak lagi memahami apa yang sedang dilakukan militer Israel di Jalur Gaza, dengan tujuan apa,” ujarnya.

    Jerman Berencana Telepon Netanyahu

    Foto: Kanselir Jerman Friedrich Merz (Dok Reuters).

    Merz menambahkan bahwa dirinya berencana menelepon Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pekan ini untuk memberitahunya “agar tidak berlebihan” dalam operasi militernya di daerah kantong Palestina tersebut.

    Dia mengatakan bahwa Berlin harus berhati-hati dalam memberikan nasihat publik kepada Israel, karena Jerman “tidak seperti negara lainnya di Bumi” — merujuk pada sejarah kelam Jerman dalam Perang Dunia II dan Holocaust.

    “Pertanyaannya adalah: Seberapa jelas kita menyuarakan kritikan sekarang, dan karena alasan historis, saya lebih menahan diri,” kata Merz dalam pernyataannya.

    Namun demikian, dia menambahkan bahwa “ketika batasan dilanggar, ketika hukum kemanusiaan internasional dilanggar… maka Kanselir Jerman juga harus angkat bicara”.

    Merz menegaskan dirinya ingin Jerman tetap menjadi “mitra terpenting Israel di Eropa”.

    “Tetapi pemerintah Israel tidak boleh melakukan apa pun yang tidak lagi mau diterima oleh sahabat-sahabatnya,” tegasnya mengingatkan Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Arab Saudi Tetapkan Idul Adha Jatuh pada 6 Juni

    Arab Saudi Tetapkan Idul Adha Jatuh pada 6 Juni

    Riyadh

    Arab Saudi menetapkan awal bulan Zulhijah pada 28 Mei 2025. Dengan begitu, Hari Raya Idul Adha jatuh pada 6 Juni 2025.

    Dilansir Arabnews, Rabu (28/5/2025), Kerajaan Saudi juga telah mengumumkan libur Idul Adha bagi para pekerja sektor publik dan swasta. Libur Idul Adha selama 1 minggu.

    Penetapan Hari Raya Idul Adha di Arab Saudi sama dengan Indonesia. Pemerintah Indonesia juga menetapkan Idul Adha jatuh pada 6 Juni.

    “Tanggal 1 Zulhijah jatuh Rabu 28 Mei. Sehingga 10 Zulhijah atau Idul Adha bertepatan dengan Jumat 6 Juni 2025,” kata Menteri Agama Nasaruddin Umar.

    Diketahui pemantauan hilal dilakukan di 114 titik lokasi di seluruh Indonesia. Tim Hisab Rukyat Kemenag RI, Cecep Nurwendaya, mengatakan jika ada wilayah di NKRI yang memenuhi kriteria MABIMS atau penentuan awal bulan Hijriah yang digunakan di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam.

    (isa/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Nasib Tak Jelas Puluhan Mahasiswa RI Gara-gara Harvard Disikat Trump

    Nasib Tak Jelas Puluhan Mahasiswa RI Gara-gara Harvard Disikat Trump

    Jakarta

    Nasib puluhan mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di Universitas Harvard belum jelas. Mereka terdampak aturan ‘larangan mahasiswa asing’ yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Polemik ini berawal saat Kementerian Dalam Negeri Amerika Serikat mengumumkan pencabutan sertifikasi Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran (SEVP) yang dimiliki Harvard pada Kamis (22/5). Program itu diketahui menjadi sistem utama yang mengizinkan mahasiswa asing menempuh pendidikan di Amerika.

    Pihak Harvard mengecam keras kebijakan Trump itu. Sebagai respons, Harvard telah mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintahan Trump ke pengadilan federal Boston pada Jumat (23/5).

    Setelah gugatan hukum diajukan, hakim distrik AS Allison Burroughs memerintahkan agar pemerintahan Trump membatalkan pencabutan sertifikasi SEVP.

    Perintah hakim Burroughs ini akan menangguhkan kebijakan Trump itu selama dua pekan ke depan. Hakim Burroughs menjadwalkan sidang lanjutan pada 27 Mei dan 29 Mei untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya dalam kasus tersebut.

    Sementara itu, Pemerintahan Trump memberi sinyal akan mengajukan banding atas putusan hakim Burroughs tersebut. Kemudian Wakil kepala staf Gedung Putih, Stephen Miller, dalam tanggapan terpisah menyebut hakim Burroughs sebagai ‘hakim komunis’.

    Diketahui Harvard menerima hampir 6.800 mahasiswa asing untuk tahun ajaran saat ini. Angka itu setara dengan 27 persen dari total pendaftaran untuk tahun ajaran saat ini.

    Bagaimana dampak kebijakan ini ke Indonesia? Baca halaman selanjutnya.

    87 Mahasiswa Asal Indonesia Terdampak

    Foto: Juru Bicara Kemlu, Roy Soemirat (Adrial Akbar/detikcom)

    Ternyata kebijakan Trump ini berdampak ke mahasiswa asal Indonesia. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengatakan ada 87 mahasiswa Harvard asal Indonesia yang terdampak.

    “Kebijakan tersebut telah menimbulkan ketidakpastian bagi nasib mahasiswa internasional dari berbagai negara yang studi di Universitas Harvard, termasuk 87 mahasiswa asal Indonesia,” kata jubir Kemlu, Roy Soemirat, kepada wartawan, Selasa (27/5/2025).

    Roy mengatakan Kemlu terus memantau perkembangan kebijakan imigrasi yang dikeluarkan oleh pemerintahan Trump. Saat ini perwakilan Kemlu juga telah menjalin komunikasi intensif dengan 87 warga Indonesia yang berstatus mahasiswa Harvard dan siap memberikan bantuan hukum.

    “Perwakilan RI di Amerika Serikat telah menjalin komunikasi intensif dengan mahasiswa Indonesia di Universitas Harvard dan mengimbau mereka untuk tetap tenang. Perwakilan RI di AS siap memberikan bantuan kekonsuleran terhadap mahasiswa Indonesia yang terdampak,” ujar Roy.

    Langkah Indonesia

    Foto: REUTERS/Kent Nishimura

    Menurut Roy, pemerintah Indonesia juga telah menyampaikan keprihatinannya terhadap masalah larangan Harvard menerima mahasiswa asing kepada pemerintah Amerika. Indonesia mendorong adanya solusi yang tidak merugikan puluhan mahasiswa Indonesia di Harvard.

    “Mahasiswa Indonesia di AS selama ini telah banyak memberikan kontribusi penting bagi kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan di AS,” jelas Roy

    Kini, para mahasiswa ini masih menanti kepastian nasibnya. Harvard juga terus melawan kebijakan Donald Trump yang menekan.

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini