Foto Bisnis
Rengga Sancaya – detikFinance
Senin, 08 Sep 2025 14:00 WIB
Jawa Tengah – Proyek Strategis Nasional Bendungan Jragung yang tengah dibangun di Desa Candirejo, Kabupaten Semarang, digadang-gadang jadi penopang utama pertanian.

Foto Bisnis
Rengga Sancaya – detikFinance
Senin, 08 Sep 2025 14:00 WIB
Jawa Tengah – Proyek Strategis Nasional Bendungan Jragung yang tengah dibangun di Desa Candirejo, Kabupaten Semarang, digadang-gadang jadi penopang utama pertanian.

Jakarta –
BPJS Ketenagakerjaan buka suara soal isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Gudang Garam. Isu ini muncul usai viralnya video ribuan buruh rokok kena PHK yang kemudian disangkut pautkan dengan Gudang Garam.
Terkait ini, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro menyebut pihaknya belum menerima kabar resmi dari pihak manajemen. Namun jika benar terjadi PHK maka pihaknya siap memberikan perlindungan sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kita baru dapat infonya dari berita, tapi kita siap. Bagaimana setiap pekerja yang mengalami PHK itu tetap mendapatkan perlindungan. Karena perlindungan kami paling tidak kita punya jaring pertama adalah jaminan kehilangan pekerjaan,” ujarnya saat ditemui di Kompleks DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).
Menurut Pramudya, perlindungan tersebut diberikan ke setiap buruh yang terdaftar dalam program jaminan kehilangan pekerjaan, termasuk para buruh di Gudang Garam. “Kami berharap pekerja-pekerja yang nantinya ter-PHK entah itu di Gudang Garam atau di mana pun dia berada maka dilindungi dalam program jaminan kehilangan pekerjaan,” tambah dia.
Media sosial dihebohkan dengan video yang memperlihatkan ribuan buruh rokok kena PHK. Raksasa rokok asal Kediri, Gudang Garam dikait-kaitkan dengan video tersebut.
Sejauh ini belum ada keterangan resmi dari pihak perusahaan soal kabar PHK tersebut. Yang jelas, di video itu terlihat para buruh memakai seragam merah berpadu biru dongker dengan logo Gudang Garam di bagian dada.
Kinerja Gudang Garam sendiri tampak kurang baik. Hal ini tercermin dari laba perusahaan yang mengalami penurunan tajam.
Dilansir dari laporan keuangan per Juni 2025, Minggu (7/9/2025), laba bersih Gudang Garam tercatat Rp 117,16 miliar sepanjang semester I 2025, merosot sampai 87,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 925,51 miliar.
Tonton juga video “Heboh Gudang Garam Dilanda Isu PHK Massal” di sini:
(acd/acd)

Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi kabar terkait adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) di PT Gudang Garam. Sampai saat ini disebut belum ada laporan dari pihak produsen rokok terbesar tersebut.
Airlangga mengatakan PHK di Gudang Garam karena kemungkinan perusahaan sudah mulai menerapkan modernisasi. Pihaknya memastikan akan terus memantau perkembangan isu tersebut.
“Kita monitor, karena Gudang Garam sudah menggunakan juga modernisasi. Nanti kita lihat ya, Gudang Garam belum melaporkan,” ujar Airlangga ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025).
Sebelumnya, beredar video di media sosial terkait adanya PHK massal di pabrik rokok Gudang Garam di Tuban, Jawa Timur. Video berdurasi 1 menit 17 detik itu memperlihatkan para buruh sangat sedih, menangis dan berpelukan satu sama lain.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan pihaknya sedang mengecek kebenaran informasi tersebut. Jika benar terjadi, kondisi itu menunjukkan lemahnya daya beli masyarakat yang berdampak pada menurunnya produksi industri rokok.
“Bila benar terjadi PHK di PT Gudang Garam, ini membuktikan daya beli masyarakat masih rendah sehingga produk menurun. Produk rokoknya juga kurang mengikuti tren perubahan zaman dan kurang inovatif sehingga kurang dapat bersaing di pasaran,” jelas keterangan resmi Partai Buruh dan KSPI, Sabtu (6/9).
Partai Buruh KSPI menekankan dampak PHK tidak hanya akan dirasakan oleh buruh langsung. Puluhan ribu pekerja lain yang terkait industri rokok berpotensi kehilangan pekerjaan, seperti di sektor logistik, pemasok, pedagang kecil, supir, hingga pemilik kontrakan.
Partai Buruh dan KSPI memperingatkan pemerintah untuk mengambil langkah nyata, tidak hanya janji seperti kasus PHK di pabrik Sritex sebelumnya. “Pemerintah pusat dan daerah harus turun tangan, tapi jangan seperti kasus PHK Sritex yang hanya janji manis, THR saja tidak dibayar,” ujar siaran pers itu.
Tonton juga video “Heboh Gudang Garam Dilanda Isu PHK Massal” di sini:
(aid/kil)

Jakarta –
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah mendapatkan sorotan dari publik soal aspek halalnya. Hal ini terjadi karena ada laporan soal food tray program MBG diproduksi di China dan diduga mengandung minyak babi.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan bahwa program MBG sebenarnya tak sepenuhnya harus tersertifikasi halal. Ia mengatakan bahwa prinsip halal dalam program MBG bersifat wajib jika terdapat satu penerima manfaat dan petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang beragama Islam.
Namun, ketika di lapangan terdapat sepenuhnya penerima manfaat maupun petugas yang non muslim, maka akan disesuaikan dengan kearifan lokal di lokasi tersebut.
“Kami sudah instruksikan kepada seluruh SPPG di seluruh Indonesia, jika ada satu saja penerima manfaat yang muslim, maka SPPG itu wajib bersertifikat halal. Nah, kecuali kalau ada satu SPPG yang 100% non-muslim, maka kearifan lokal sudah boleh dilakukan karena bagi mereka halal juga. Tetapi kalau ada satu saja yang muslim, maka wajib ada sertifikat halal,” katanya di Jakarta, Senin (8/9/2025).
“Jadi hal seperti itu untuk meyakinkan, karena ada pengalaman di Halmahera Barat itu Pegawai SPPG pun harus disertifikat halal. Kenapa? Karena yang muslim ketika yang bekerjanya itu diragukan, mereka tidak mau makan. Jadi ini secara psikologis betul-betul penting,” tambahnya.
Dadan mengatakan, untuk menjamin kehalalan program MBG, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) agar disiapkan penyelia halal di daerah, termasuk melatih kepala SPPG.
“Kami sudah bekerjasama dari awal bahwa seluruh SPPG yang ada itu sudah dikontrol oleh Badan Penyelenggara Produk Halal dan kami selalu mematuhi halal,” katanya.
Terkait dengan adanya laporan food tray yang diduga mengandung minyak babi, Dadan mengatakan pemerintah akan menindaklanjuti hal tersebut guna memberikan keyakinan kepada setiap masyarakat bahwa program MBG yang diterimanya sesuai dengan keimanan masing-masing.
“Oleh sebab itu Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Haikal Hassan harus pergi ke China, kemudian menginfeksi seluruh tempat makan yang digunakan oleh BGN, sehingga keluar pernyataan bahwa seluruhnya halal, supaya tidak membuat keraguan,” katanya.
Sementara itu, Kepala BPJPH, Haikal Hassan menyatakan dirinya akan segera berangkat ke China pada minggu ini untuk meninjau langsung pembuatan ompreng atau food tray MBG. Hal ini guna memastikan produk yang digunakan pada program MBG terjamin kualitas halal.
“Mudah-mudahan dalam minggu ini kami akan berangkat ke China karena kami tidak melayani isu, tidak melayani berita-berita yang hoax, kami harus menyaksikan lebih dulu, kami harus audit lebih dulu semuanya,” katanya.
Tonton juga video “Tak Semua Anggaran Makan Gratis Rp 335 T 2026 Dialokasikan di BGN” di sini:
(kil/kil)

Jakarta –
Sebanyak 680.098 orang menjadi pengurus dan pengawas Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih. Dari total tersebut, Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi menyebut sekitar 5% yang mempunyai gelar Strata-I (S1) ke atas.
“Ini tantangan, saya nggak bilang hambatan bahwa dari konsolidasi data pengurus dan pengawas KDKMP yang jumlahnya 680 ribu orang, hanya 5% yang sarjana, sisanya SMA ke bawah,” kata Budi Arie dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI, Senin (8/9/2025).
Ia membeberkan pengurus Kopdeskel Merah Putih sebanyak 420.377 orang dan pengawas 259.721 orang. Dari total tersebut, yang menyandang gelar S1 ke atas hanya 30.832 orang dan 649.266 orang lulusan SMA ke bawah.
Budi Arie menilai kondisi tersebut terjadi lantaran masyarakat desa yang mempunyai gelar sarjana lebih memilih bekerja di kota dibandingkan di desa.
“Bagaimanapun ini anak bangsa kita yang harus dilatih, diperkuat untuk menggerakan ekonomi desa. Karena saya begitu dapatnya angka 5% S1 pengurus KDKMP, S1-nya sudah ke kota semua, ini yang ada di desa,” jelasnya.
Dari sisi umur, Budi Arie menyebut banyak generasi milenial dengan rentang umur sekitar 29-44 tahun sebanyak 260.514 orang, generasi X yang berusia 45-49 tahun sebanyak 213.952 orang, dan generasi Z di usia 18-28 tahun sebanyak 136.348 orang. Melihat ini, Budi menyebut ada harapan karena banyak usia-usia produktif yang terlibat di program Kopdeskel Merah Putih.
“Kelompok usia, total kan 640 ribu orang, di mana pengurus 5 pengawas 3 per koperasi. 200 sekian ribu itu adalah usia 29-44 tahun dan gen X 45-59 tahun 213 ribu. Jadi emang ada harapan karena dari sisi pengurus dan pengawas ini usia-usia produktif ini masih ada daya tarung dan daya juang, masih bisa dilatih,” terangnya.
Pada saat yang sama, Budi Arie menerangkan saat ini Kementerian Koperasi (Kemenkop) berfokus untuk memberikan pelatihan dan pendampingan agar Kopdeskel Merah Putih bisa segera beroperasi. Pada 2026, operasionalisasi Kopdeskel Merah Putih akan terus dioptimalkan dan berkelanjutan, dengan memastikan bahwa seluruh penyaluran barang-barang subsidi pemerintah kepada masyarakat melalui Kopdeskel Merah Putih.
Tonton juga video “Koperasi Desa Merah Putih, Solusi Transformasi Ekonomi Desa” di sini:
(acd/acd)

Jakarta –
Kalangan pekerja meminta pemerintah untuk menaikkan ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Permintaan ini disampaikan langsung ke Presiden Prabowo Subianto saat beberapa serikat pekerja besar di Indonesia diundang ke Istana beberapa waktu lalu.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengusulkan agar batas PTKP yang awalnya cuma Rp 4,5 juta per bulan menjadi Rp 7,5 juta per bulan. Lantas, seberapa besar urgensi permintaan buruh untuk meningkatkan penghasilan tidak kena pajak?
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menilai kebijakan reformasi pajak jelas dapat menggerakkan perekonomian, tak terkecuali peningkatan ambang batas PTKP.
Dia menilai saat ini memang PTKP pekerja di Indonesia terlampau sangat rendah, yaitu Rp 4,5 juta per bulan. Hal ini membuat penghasilan masyarakat kelas menengah menjadi lebih banyak yang terpotong pajak.
“Pajak sebagai instrumen yang tepat untuk menggerakkan perekonomian yang sedang lesu. Salah satunya adalah melalui peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). PTKP saat ini terbilang sangat rendah, Rp 54 juta selama setahun atau Rp 4,5 juta sebulan,” beber Huda ketika dihubungi detikcom, Senin (8/9/2025).
Menurutnya, jika batas PTKP dinaikkan menjadi Rp 7,5 juta per bulan, maka ruang bagi masyarakat sebagai pekerja untuk berbelanja bisa meningkat. Sebab, pendapatan masyarakat kelas menengah dapat menjadi lebih besar, pada akhirnya daya beli meningkat dan juga bisa menggerakkan perekonomian.
“Pendapatan disposable masyarakat bisa meningkat. Perekonomian bisa berjalan lebih cepat,” sebut Huda.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga mendukung wacana kenaikan PTKP. Menurutnya, batas penghasilan bebas pajak terakhir kali disesuaikan 2016, sementara itu hingga kini biaya hidup sudah terus merangkak naik. Menurutnya, memang sudah saatnya PTKP disesuaikan.
“Kalau kita bicara PTKP, batas penghasilan tidak kena pajak ini terakhir disesuaikan pada 2016 dan masih di Rp 4,5 juta per bulan. Padahal, biaya hidup di kota besar sekarang sudah jauh di atas itu. Jadi wajar kalau buruh mengusulkan kenaikan PTKP ke Rp 7,5 juta,” ungkap Rendy ketika dihubungi detikcom.
Senada dengan Huda, Rendy menilai kenaikan PTKP jelas kabar baik bagi pekerja. Kenaikan PTKP artinya membuat pajak yang dipotong lebih kecil, take-home pay alias penghasilan bersih bertambah, daya beli ikut naik. Indonesia yang bertumpu pada konsumsi domestik sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi jelas akan mengalami pergerakan ekonomi yang begitu besar.
“Mengingat konsumsi rumah tangga adalah mesin utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, efek ini bisa jadi stimulus yang cukup kuat,” pungkas Rendy.
Tonton juga video “17+8 Tuntutan Rakyat Dijawab DPR, TNI, dan Polri” di sini:
Halaman 2 dari 2
(hal/ara)

Jakarta –
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyalurkan distribusi nilai manfaat tahap pertama tahun 2025 sebesar Rp 2,1 triliun kepada 5,4 juta jemaah haji reguler dan khusus.
Rinciannya, Rp 1,9 triliun diberikan kepada jemaah haji reguler dengan rata-rata Rp 366,2 ribu per jemaah. Sementara untuk jemaah haji khusus, nilai manfaat yang dibagikan setara US$9,2 juta atau sekitar US$72 per jemaah.
Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, menyebut distribusi ini sebagai bentuk optimalisasi pengelolaan dana haji yang aman dan produktif.
“Kami terus berupaya agar dana kelolaan jemaah haji dapat memberikan manfaat berkelanjutan, tidak hanya untuk pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji, tapi juga nilai manfaat yang langsung dirasakan jemaah,” kata Fadlul dalam keterangan resmi, Senin (8/9/2025).
Anggota Badan Pelaksana BPKH, Amri Yusuf, menambahkan penyaluran nilai manfaat dilakukan sesuai prinsip syariah serta transparan. Jemaah juga bisa mengecek pembagian nilai manfaat ini melalui kanal digital, termasuk aplikasi BPKH Apps.
“Kami pastikan pembagian dilakukan adil, sesuai syariah, dan bisa diakses dengan mudah. Jemaah bisa memantau langsung melalui aplikasi resmi,” ujar Amri.
BPKH mengimbau seluruh jemaah untuk memastikan data telah terverifikasi agar distribusi nilai manfaat dapat diterima tepat sasaran.
Tonton juga video “BPKH Limited: Pendistribusian Kompensasi Jemaah” di sini:
(rrd/rrd)

Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto mengklaim pemerintahan yang dipimpinnya sudah menciptakan banyak lapangan kerja. Ia juga mengatakan potensi pembukaan lapangan kerja ke depan akan sangat besar.
“Kita mengerti masalah kesulitan mendapat lapangan kerja di tempat-tempat tertentu dan pada golongan-golongan tertentu. Tapi kita sudah buktikan pemerintah yang saya pimpin sudah ciptakan cukup banyak lapangan kerja dan potensi lapangan kerja ke depan sangat besar,” kata Prabowo di Hambalang akhir pekan ini.
Direktur Eksekutif Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan pernyataan Prabowo ini secara umum memang benar. Menurut data BPS yang dilihatnya, jumlah penduduk bekerja pada Februari 2025 sebanyak 145,77 juta orang, naik 3,59 juta orang dibandingkan Februari 2024.
Ia mengatakan data tersebut memang mengindikasikan adanya pembukaan dan penyerapan lapangan kerja baru. Namun jika dibandingkan dengan target lapangan kerja baru yang sebelumnya dijanjikan Prabowo, yakni sebesar 19 juta lapangan kerja, menurutnya angka ini masih terlalu kecil.
“Menurut saya kalau lapangan kerja tercipta, iya. Cuma target 19 juta lapangan kerja kayaknya berat begitu ya, karena kan rata-rata lapangan kerja baru mungkin sekitar 1,5 juta per tahun begitu ya. Artinya kalau dalam 5 tahun itu hanya sekitar katakanlah 7,5 juta,” kata Tauhid kepada detikcom, Senin (8/9/2025).
Belum lagi, ia memaparkan seiring penambahan lapangan kerja baru, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor. Kondisi ini kemudian membuat angka pengangguran per Februari 2025 sebesar 7,28 juta orang, naik 0,08 juta orang dibandingkan periode sebelumnya.
“Pada saat yang sama lapangan kerja tercipta, pengangguran yang PHK juga terjadi. Nah, penciptaan lapangan kerja biasanya buat yang fresh graduate, sementara yang PHK ini kan yang sudah lama dan sebagainya,” paparnya.
Tidak hanya soal jumlah, menurut Tauhid saat ini kualitas penciptaan lapangan kerja di Indonesia juga masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari tingginya persentase para pekerja informal dibandingkan pekerja formal.
Masalahnya, penciptaan lapangan kerja yang kurang berkualitas ini membuat daya beli masyarakat kian tergerus. Sebab para pekerja informal secara umum memiliki upah atau penghasilan yang tidak sebesar pekerja formal. Ini membuat dana di kantong para pekerja sangat terbatas, apalagi untuk dibelanjakan.
“Nah problem-nya adalah meskipun lapangan kerja tercipta, itu sebagian besar masuk ke sektor informal. Nah ini yang membuat ekonomi dan daya beli kita tidak kuat walaupun penciptaan lapangan kerja tercipta. Karena masuk ke sektor informal dengan penerimaan utama yang lebih rendah daripada mereka kerja di lapangan formal,” terangnya.
Senada, Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda mengatakan sekarang ini pembukaan lapangan kerja baru memang masih ada. Namun secara jumlah terus mengecil tiap tahun.
“Kalau kita lihat, menurut Bappenas ya, di awal 2010 itu 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap tenaga kerja sampai 440 ribu tenaga kerja. Artinya pada saat itu kan pertumbuhan ekonomi 5-6%, ya katakanlah itu bisa membuka 2,4 juta tenaga kerja setiap tahunnya. Nah sekarang 1% pertumbuhan ekonomi itu hanya bisa membuka 110 ribu tenaga kerja saja. Artinya dengan pertumbuhan ekonomi yang sekitar 4-5% ini cukup kecil,” jelas Nailul.
Kemudian ia juga menyoroti banyak PHK yang membuat jumlah pengangguran ikut meningkat seiring pembukaan lapangan kerja baru. Jumlah pekerja yang terkena PHK pada semester I ini tercatat sudah naik 32% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
“Mengacu ke BPS itu memang menyebutkan untuk tingkat pengangguran terbuka ya itu turun, tapi pengangguran secara jumlah itu meningkat. Kemudian PHK itu juga masif sampai Juni 2025, kalau akumulasi dari Januari tumbuhnya sampai 32% dibandingkan dengan periode Januari-Juni di 2024. Artinya ini semakin banyak pengangguran,” terangnya.
Pada akhirnya, mereka yang tidak mendapat pekerjaan di sektor formal berpindah ke sektor informal, membuat proporsi pekerja formal dan informal tidak sebanding. Padahal menurutnya jumlah pekerja sektor informal yang terlalu besar dapat mempengaruhi daya beli masyarakat secara keseluruhan.
“Lebih dari 60% pekerja kita adalah sektor informal, sedangkan yang formal itu 40%. Begitu juga dengan setengah pengangguran yang dia hari ini bekerja besok tidak,” ucap Nailul.
“Karena kalau kita diserap sama sektor industri, sektor formal, gaji setara minimal setara UMR, ada jaminan, Alhamdulillah kan orang juga daya belinya secara agregat jadi semakin meningkat. Dengan daya beli meningkat, artinya multiplier efeknya juga akan meningkat. Makanya ini yang tidak dimiliki ketika kita lebih banyak bertumpu pada sektor informal,” terangnya lagi.
Tonton juga video “Prabowo: Pengangguran Turun, 3,6 Juta Lapangan Kerja Baru Diciptakan” di sini:
(igo/fdl)