Category: CNBCindonesia.com News

  • Video: Dorong SDGs, Bappenas Kerja Sama dengan Filantropi RI

    Video: Dorong SDGs, Bappenas Kerja Sama dengan Filantropi RI

    Jakarta, CNBC Indonesia –Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus kepala badan perencanaan pembangunan nasional Rachmat Pambudy tengah bekerjasama dengan perhimpunan filantropi indonesia untuk penerapan sustainable development goals.

    Selengkapnya dalam program Manufacture Check CNBC Indonesia, Senin (04/08/2025).

  • Video: Utang Pinjol RI Melesat 25%, Sentuh Rp 83 Triliun

    Video: Utang Pinjol RI Melesat 25%, Sentuh Rp 83 Triliun

    Jakarta, CNBC Indonesia –Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding pembiayaan dari industri pinjaman daring atau peer-to-peer (p2p) lending alias pinjol mencapai Rp 83,52 Triliun per Juni 2025.

    Selengkapnya dalam program Manufacture Check CNBC Indonesia, Senin (04/08/2025).

  • Video: Rojali-Rohana Muncul, Daya Beli Lemah Kian Terlihat

    Video: Rojali-Rohana Muncul, Daya Beli Lemah Kian Terlihat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena unik tengah terjadi di berbagai pusat perbelanjaan Indonesia, yakni kehadiran kelompok Rojali (Rombongan Jarang Beli) dan Rohana (Rombongan Hanya Nanya). Istilah ini belakangan ramai digunakan untuk menggambarkan perilaku konsumen yang berkunjung ke mal, namun enggan melakukan pembelian. Mereka lebih banyak sekadar melihat-lihat atau bertanya, tanpa transaksi nyata.

    Presiden Komisaris Tamara Corporation, Anthony Putihray, menilai fenomena ini sebagai cerminan nyata dari tekanan ekonomi yang tengah dirasakan masyarakat. Ia menyebut, kondisi global yang belum sepenuhnya pulih turut memberi dampak besar pada perilaku konsumsi.

    Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa pergeseran pola konsumsi ini juga didorong oleh meningkatnya preferensi masyarakat untuk berbelanja secara digital. Belanja daring dianggap lebih hemat waktu, biaya, dan sering kali menawarkan harga yang lebih kompetitif

    Selengkapnya saksikan dialog Shafinaz Nachiar bersama Presiden Commissioner Tamara Corporation Anthony Putihray dalam segmen Property Point di Program Manufacture Check CNBC Indonesia, Senin (04/08/2025).

  • Video: Airlangga Sebut Tarif Trump 19% Mulai 7 Agustus

    Video: Airlangga Sebut Tarif Trump 19% Mulai 7 Agustus

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut tarif impor 19 % yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan mulai diberlakukan pada Kamis 7 Agustus 2025.

    Selengkapnya dalam program Manufacture Check CNBC Indonesia, Senin (04/08/2025).

  • Video: Bisnis Makanan & Minuman Jadi Andalan di Kuartal I-2025

    Video: Bisnis Makanan & Minuman Jadi Andalan di Kuartal I-2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan sektor industri Makanan dan Minuman (Mamin) masih menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal pertama 2025

    Selengkapnya dalam program Evening Up CNBC Indonesia, Senin (04/08/2025).

  • Video: Trump Kenakan Tarif 19% ke Malaysia, Thailand & Kamboja

    Video: Trump Kenakan Tarif 19% ke Malaysia, Thailand & Kamboja

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan memberlakukan tarif impor sebesar 19% terhadap produk ekspor asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Besaran tarif tersebut tercantum dalam perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada Kamis (31/7/2025) waktu setempat,

    Selengkapnya dalam program Manufacture Check CNBC Indonesia, Senin (04/08/2025).

  • Video: Marcos Tekankan Netralitas, Ekonomi Filipina Diuji

    Video: Marcos Tekankan Netralitas, Ekonomi Filipina Diuji

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam pidato kenegaraan tahunannya yang keempat, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr kembali menegaskan kebijakan luar negeri pemerintahannya dan menyebut negaranya sebagai “teman bagi semua”.

    Selengkapnya dalam program Evening Up CNBC Indonesia, Senin (04/08/2025).

  • Kapal Perang India Tiba-Tiba Masuk Laut China Selatan, Ada Apa?

    Kapal Perang India Tiba-Tiba Masuk Laut China Selatan, Ada Apa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Armada Kapal Perang India masuk ke wilayah Laut China Selatan (LCS), Minggu (3/8/2025). Hal ini terjadi saat perairan itu sedang berada dalam sengketa panas yang melibatkan beberapa negara termasuk China.

    Mengutip Al Jazeera, keberadaan kapal New Delhi ini dikarenakan adanya latihan maritim bersama militer Filipina. Kapal-kapal angkatan laut India yang ikut serta antara lain kapal perusak berpeluru kendali INS Delhi, kapal tanker INS Shakti, dan korvet INS Kiltan. Filipina mengerahkan dua fregat, BRP Miguel Malvar dan BRP Jose Rizal.

    Kepala Staf Filipina, Romeo Brawner Jr., mengatakan pada hari Senin bahwa pelayaran gabungan tersebut berlangsung di dalam zona ekonomi eksklusif negaranya.

    “Kami tidak mengalami insiden yang tidak diinginkan, tetapi masih ada yang membayangi kami – seperti yang telah kami perkirakan,” kata Brawner kepada wartawan, tanpa menyebut nama China.

    “Dalam patroli gabungan sebelumnya dengan angkatan laut asing lainnya, kapal-kapal angkatan laut dan penjaga pantai China telah melakukan pengawasan dari kejauhan,” timpal militer Filipina.

    Latihan tersebut bertepatan dengan keberangkatan Presiden Ferdinand Marcos untuk lawatan lima hari ke India. Di sana, ia menyatakan akan berupaya mempererat hubungan maritim dan mengupayakan kerja sama di berbagai sektor, termasuk pertahanan, farmasi, dan pertanian.

    Sementara itu, Brawner menyatakan harapannya agar pasukan Filipina dapat terlibat lebih banyak dengan militer India dalam manuver gabungan di masa mendatang. Hal ini untuk menjaga perdamaian di kawasan Indo-Pasifik.

    “Latihan ini mengirimkan sinyal solidaritas yang kuat, kekuatan dalam kemitraan, dan energi kerja sama antara dua negara demokrasi yang dinamis di Indo-Pasifik”, ujarnya.

    LCS sendiri merupakan perairan yang disengketakan antara sejumlah negara Asia Tenggara dengan China. Beijing mengklaim 90% wilayah itu dalam sebuah skema peta yang disebut 9 garis putus-putus.

    Sementara itu, menanggapi laithan ini, Kementerian Luar Negeri China menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa sengketa teritorial dan maritim harus diselesaikan antara negara-negara yang terlibat langsung, dan tidak ada pihak ketiga yang boleh campur tangan.

    Selain itu, Kementerian Pertahanan Nasional China menimpal dengan menyebut Filipina sebagai “pembuat onar” yang telah bersekutu dengan kekuatan asing untuk menimbulkan masalah, di wilayah yang dianggap Tiongkok sebagai perairan teritorialnya sendiri.

    “China tidak pernah goyah dalam tekadnya dan akan menjaga kedaulatan teritorial nasional serta hak dan kepentingan maritim, dan mengambil tindakan balasan yang tegas terhadap setiap provokasi oleh pihak Filipina,” kata juru bicara Zhang Xiaogang kepada para wartawan.

    (tps/tps)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Mobil Hybrid Ini Tahan 34,5 Km/Liter, Laku Segini di GIIAS 2025

    Mobil Hybrid Ini Tahan 34,5 Km/Liter, Laku Segini di GIIAS 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Faktor efisiensi dan pengiritan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jadi poin penting pertimbangan konsumen dalam memilih mobil baru. Kehadiran mobil listrik, terutama dari China memberikan alternatif pilihan bagi konsumen akan kendaraan yang lebih irit dan ramah lingkungan.

    Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan penjualan mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) pada semester I 2025 tercatat sebanyak 35.846 unit. Sayangnya, mobil listrik punya kendala harga baterai yang mahal, pengisian baterai yang lama, dan terbatasnya tempat pengisian ulang daya baterai, terutama di luar kota bagi mereka yang ingin bepergian jauh.

    Alternatif pilihan yang realistis adalah mobil hybrid, yang menggabungkan penggunaan BBM dan baterai listrik. Hal itu tergambar dari penjualan Rocky Hybrid di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025 yang mencapai ratusan surat pemesanan kendaraan (SPK).

    “Dalam pelaksanaan GIIAS 2025, Daihatsu membukukan 580 Surat Pemesanan Kendaraan(SPK). Dari jumlah tersebut, Rocky Hybrid mencatatkan 147 SPK,” kata Chief Executive Officer PT Astra International Tbk – Daihatsu Sales Operation (PT AI-DSO) Fredy Handjaja Senin (4/8/2025).

    Berdasarkan uji kendaraan yang dilakukan di Jepang pada Rocky Hybrid, satu liter BBM bisa dipakai untuk menempuh 28 km hingga 34,5 km (dengan metode Japan Cycle ’08/JC08). Selain itu, dari segmen low cost green car (LCGC), Daihatsu Sigra mencatat pemakaian BBM 14 km/liter untuk dalam kota dan 17,6 km/liter untuk luar kota. Semua penggunaan BBM ini sangat tergantung pada kondisi jalan dan gaya berkendara.

    Adapun berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pada semester pertama 2025, total penjualan mobil sebanyak 374.740 unit. Daihatsu menempati peringkat kedua dengan penjualan 64.405 unit dan menguasai market share 17,2%.

    Sedangkan data penjualan wholesales Gaikindo Juni 2025 tercatat 57.760 unit atau turun 22,6% dibandingkan Juni 2024 sebesar 74.615 unit secara year on year (yoy).

    (fys/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tambang Ilegal Masih Merajalela di RI, Ini Biang Keroknya

    Tambang Ilegal Masih Merajalela di RI, Ini Biang Keroknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Praktik pertambangan ilegal atau Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia masih menjadi isu yang belum tuntas. Bahkan yang terbaru, kegiatan PETI berada di dekat kawasan strategis nasional yakni di Ibu Kota Negara Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, setidaknya per November 2024, terdapat sekitar 2.000 titik PETI tersebar di Indonesia. Negara bahkan harus menanggung kerugian hingga triliunan rupiah dari praktik tambang ilegal tersebut.

    Tak ayal, dari kasus tambang ilegal di IKN saja, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menyebutkan kerugian negara akibat adanya aktivitas pertambangan batu bara ilegal di wilayah IKN Nusantara ini mencapai Rp 5,7 triliun.

    Lantas, kenapa tambang ilegal di Indonesia masih merjalela?

    Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai persoalan PETI merupakan masalah struktural yang telah berlangsung cukup lama dan cenderung dibiarkan begitu saja.

    “Ada beberapa faktor masih adanya tambang ilegal. Bahkan di dekat lokasi prioritas seperti IKN. Yang pertama saya kira ini masalah koordinasi dan juga masalah pembiaran,” ungkap Bhima kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (4/8/2025).

    Bhima mengatakan, maraknya PETI juga tidak terlepas dari lemahnya koordinasi antar lembaga, terutama antara Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan pemerintah daerah. Menurutnya, sebelum Undang-Undang Cipta Kerja berlaku, kewenangan perizinan tambang berada di tangan pemerintah daerah.

    Namun, setelah kewenangan tersebut ditarik ke pemerintah pusat, banyak pemda memilih untuk lepas tangan dalam hal pengawasan. Sementara, kapasitas pusat untuk mengawasi seluruh wilayah tambang di Indonesia sangat terbatas.

    Kondisi itu lantas membuat pengawasan menjadi longgar dan tambang-tambang ilegal pun bermunculan di mana-mana. Ditambah lagi, terdapat keterlibatan aktor lokal dalam mendukung keberlangsungan tambang ilegal.

    “Kedua, ada faktor aktor-aktor lokal yang melakukan beking atau menjaga tambang-tambang ilegal tadi. Nah dinasti politik konglomerat lokal itu mendukung adanya praktik tambang yang ilegal, termasuk juga pendanaan politik pada saat Pemilu. Itu banyak studinya menunjukkan ke sana, jadi ada pembiaran,” ujarnya.

    Di samping itu, lonjakan harga komoditas juga menjadi pemicu masifnya aktivitas tambang ilegal, terutama seperti tambang emas. Sebagai contoh, saat harga emas hampir menyentuh Rp 1,9 juta per gram, banyak tambang emas ilegal baru bermunculan.

    Kemudian, persoalan yang paling serius adalah korupsi dalam penegakan hukum. Ia mengatakan bahwa banyak tambang ilegal justru merasa aman karena menyetor pungli kepada oknum pengawas tambang maupun pejabat pemerintahan.

    “Dan juga sanksi kepada tambang yang ilegal ini masih sangat ringan dan kalau tambang ilegal bermunculan kan seharusnya mereka yang udah tau bisa dilihat bisa dilacak tambang ilegalnya dilakukan penegakan hukum aturannya sudah jelas sebenarnya tapi penegakan hukumnya yang kurang. Itu yang membuat tambang ilegal masif,” kata Bhima.

    Ada Beking di Balik Tambang Ilegal

    Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Sudirman Widhy turut buka suara perihal maraknya praktik pertambangan ilegal di berbagai wilayah Indonesia.

    Menurut dia, Perhapi sejak lama telah aktif memberikan masukan kepada pemerintah, terutama kepada aparat penegak hukum agar bertindak lebih tegas dalam memberantas praktik yang merugikan negara.

    Hal ini berangkat dari banyaknya laporan yang diterima Perhapi, baik dari masyarakat maupun dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi yang menyampaikan keberadaan aktivitas tambang ilegal di wilayah kerja mereka.

    “Pada kenyataannya praktik pertambangan ilegal ini masih saja muncul di banyak area, sehingga kemudian muncul prasangka di tengah-tengah masyarakat jika para penambang ilegal tersebut bisa bekerja karena merasa dibekingi oleh oknum,” kata Widhy.

    Namun, pihaknya tetap memberikan apresiasi atas langkah-langkah penindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Seperti operasi terbaru yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dalam menindak praktik pertambangan batu bara ilegal di daerah Samboja, Kalimantan Timur, yang merupakan bagian dari kawasan pengembangan di IKN.

    Meski demikian, upaya pemberantasan melalui penindakan saja tidak akan cukup untuk menyelesaikan persoalan tambang ilegal. Ia menilai perlu adanya strategi pencegahan yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan oleh pemerintah.

    Terpisah, Ketua Badan Kejuruan (BK) Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Rizal Kasli menjelaskan, praktik tambang ilegal sejatinya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga marak di negara-negara lain seperti di Afrika, Asia, dan Amerika.

    “Terutama dipengaruhi oleh harga komoditas yang bagus seperti emas, batubara dan lain-lain. Terdapatnya sumber daya dan cadangan komoditas yang gampang dijangkau dan diolah,” kata Rizal.

    Selain itu, faktor utama maraknya PETI adalah kesulitan ekonomi masyarakat, tingginya pengangguran, lemahnya pengawasan, dan tidak tegasnya penegakan hukum. Lebih ironis lagi, praktek ini kerap mendapat perlindungan dari oknum aparatur negara.

    “Sebenarnya kegiatan ini kasat mata tapi gak pernah bisa diberantas secara tuntas karena di sana bermain dana yang cukup besar,” katanya.

    Rizal menilai meski pemerintah sudah mengeluarkan berbagai aturan terkait pertambangan, namun implementasi pengawasan dan penindakan hukum masih sangat minim. Satgas-satgas yang dibentuk juga belum mampu menuntaskan persoalan ini.

    “Kemudian ada pemodal (cukong) dan jaringan perdagangan baik bahan pendukung maupun produknya. Mereka beroperasi dengan terang-terangan bahkan seperti di wilayah IKN pun tidak luput dari kegiatan PETI ini. Sudah banyak Satgas yang dibentuk, namun tetap saja hal ini sulit diberantas,” ujarnya.

    Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia menilai bahwa tata kelola pertambangan di Indonesia terus mengalami perbaikan dalam 15 tahun terakhir ini. Ia lantas mengingatkan situasi pada tahun 2010 lalu, dimana terdapat lebih dari 15.000 izin tambang yang tersebar, banyak di antaranya bermasalah.

    Kondisi pertambangan pada saat itu kemudian mulai dibenahi lewat koordinasi dan supervisi oleh KPK dalam kerangka Stranas Pencegahan Korupsi, yang menghasilkan pemetaan izin tambang menjadi kategori Clear and Clean (CNC) dan non-CNC.

    “Akhirnya kan izin ini mulai dibenahi ya dan kemudian dipetakan mana yang clear and clean mana yang non-clear clean. Jadi sudah berjalan,” ujarnya.

    Namun, ia mengakui bahwa PETI masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Polanya pun tidak banyak berubah, marak saat harga komoditas tinggi seperti emas dan batu bara dan menyebar di banyak daerah.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]