Category: Bisnis.com

  • Mentan Minta Bulog Agresif Serap 4,5 Juta Ton Beras Tahun Ini

    Mentan Minta Bulog Agresif Serap 4,5 Juta Ton Beras Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) meminta agar Perum Bulog menambah penyerapan beras dalam negeri menjadi 4,5 juta ton dari semula 3 juta ton di tahun ini.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan realisasi serapan beras yang dilakukan Bulog sudah mencapai 2,65 juta ton sampai Juni 2025. Angka ini hampir mendekati target 3 juta ton pengadaan gabah/beras dalam negeri di tahun ini.

    Sejalan dengan realisasi serapan yang hampir mencapai target, Amran meminta dukungan Komisi IV DPR dan mengusulkan agar Instruksi Presiden (Inpres) diubah.

    Pasalnya, Presiden Prabowo Subianto melalui Inpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras dalam Negeri serta Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP) menargetkan pengadaan beras dalam negeri pada 2025 adalah sebanyak 3 juta ton.

    “Kami ingin masukan, mungkin ada perubahan Inpres, kami butuh dukungan karena target kita hanya 3 juta ton [pengadaan beras dalam negeri]. Karena di luar prediksi target kita serapan beras tahun ini 3 juta ton,” kata Amran dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV di DPR, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Amran mengatakan dengan target 3 juta ton, maka sisa Bulog menyerap hasil panen petani tinggal sekitar 300.000 ton lagi, mengingat saat ini Bulog telah menyerap hampir 2,7 juta ton.

    “Artinya apa? 1 bulan ke depan tidak ada pembelian beras lagi [oleh Bulog]. Padahal masuk panen kedua,” ujarnya.

    Adapun, Amran mengaku Kementan juga telah meminta untuk mengadakan rapat koordinasi (rakor) guna mempercepat Inpres sebelum memasuki puncak kedua panen pada Agustus mendatang.

    “Karena Inpres kemarin mencapai saja 3 juta [ton] itu sudah luar biasa ternyata realisasinya alhamdulillah lebih baik,” pungkasnya.

  • Menteri Karding Singgung Potensi Kerja di Luar Negeri, Menaker Bilang Begini

    Menteri Karding Singgung Potensi Kerja di Luar Negeri, Menaker Bilang Begini

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli angkat bicara mengenai peluang kerja di luar negeri di tengah tingginya kebutuhan lowongan kerja, sebagaimana dilontarkan oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding.

    Yassierli mengatakan, semua peluang kerja yang ada harus dioptimalkan oleh masyarakat. 

    “Kita harus mengoptimalkan semua peluang,” kata Yassierli ketika ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/7/2025).

    Peluang pertama yang dapat dimanfaatkan, kata Yassierli,  yakni dari program prioritas Presiden Prabowo Subianto yaitu makan bergizi gratis (MBG) yang ditargetkan memiliki 50.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan 80.000 Koperasi Desa (Kopdes) / Kelurahan Merah Putih yang diperkirakan dapat menyerap 2 juta tenaga kerja.

    “Itu adalah lapangan pekerjaan yang ada di depan mata. Tapi memang ini [SPPG dan Kopdes] kan sedang berproses, disiapkan,” ujarnya.

    Yassierli mengatakan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersama Kementerian Koperasi (Kemenkop) telah sepakat untuk memberikan pelatihan bagi pengelola dan pekerja koperasi guna mendukung keberlanjutan program tersebut.

    Peluang kedua, yakni lapangan kerja dari investasi baru. Yassierli menyebut, hadirnya Danantara telah menarik banyak investasi baru di Indonesia.

    Dalam hal ini, Kemnaker dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi sepakat agar investasi yang masuk harus mempertimbangkan dengan sektor ketenagakerjaan, salah satunya serapan tenaga kerja.

    Lebih lanjut, Yassierli menyebut bahwa pihaknya sudah melakukan pendekatan dengan kawasan-kawasan industri untuk menghimpun data, termasuk proyeksi kebutuhan tenaga kerja di perusahaan yang ada.

    “Yang keempat, baru nanti kita berbicara peluang untuk magang ataupun tenaga kerja di luar negeri. Jadi semua itu kita optimalkan,” tuturnya.

    Menteri Karding sebelumnya menyebut, kerja di luar negeri dapat menjadi alternatif yang logis di tengah tingginya kebutuhan akan lowongan kerja nasional.

    KemenP2MI selaku pemegang tata kelola masyarakat yang ingin dan telah kerja di luar negeri, kerap membagikan informasi terkait lowongan kerja di luar negeri.

    “Saya kampanye agar anak-anak, termasuk mahasiswa, bisa mendapatkan kesempatan bekerja di luar negeri,” kata Karding dalam keterangannya, dikutip Rabu (2/7/2025).

    Kendati begitu, Karding menegaskan bahwa program penempatan pekerja migran bukanlah paksaan, tetapi peluang yang dapat dimanfaatkan di tengah tingginya kebutuhan akan lowongan kerja.

    “Jadi konteksnya jelas, bukan berarti di dalam negeri tidak ada pekerjaan, melainkan memberi peluang tambahan di luar negeri yang aman dan legal,” tegasnya. 

  • Data Center Indonesia Masih Tertinggal dari Tetangga, Malaysia Tetap Terfavorit

    Data Center Indonesia Masih Tertinggal dari Tetangga, Malaysia Tetap Terfavorit

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Data Center Indonesia (IDPRO) menilai investasi senilai Rp37 triliun yang digelontorkan EDGNEX Data Centers by DAMAC sebagai katalis penting dalam mendorong gelombang baru pembangunan pusat data berbasis kecerdasan buatan (AI) di Tanah Air.

    Namun, jika dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia masih jauh tertinggal.

    Proyek ini diyakini mampu mempercepat transformasi digital nasional sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai hub pusat data strategis di Asia Tenggara.

    EDGNEX, bagian dari DAMAC Group yang berbasis di Dubai, mengumumkan pembangunan pusat data generasi berikutnya yang siap mendukung teknologi AI di Jakarta, menjadikannya fasilitas kedua mereka di Indonesia. 

    Proyek ini diperkirakan menjadi salah satu pusat data AI terbesar di kawasan, dengan efisiensi energi tinggi ditandai oleh target Power Usage Effectiveness (PUE) sebesar 1,32, jauh di bawah rata-rata global. Fase pertama ditargetkan beroperasi pada Desember 2026.

    Ketua Umum IDPRO Hendra Suryakusuma menyebut masuknya DAMAC merupakan sinyal positif bagi iklim investasi pusat data di Indonesia. Apalagi, pertumbuhan kapasitas nasional tengah berlangsung signifikan, dan diproyeksikan mencapai 2,3 gigawatt (GW) pada 2030, naik tajam dari 580 megawatt (MW) yang tercatat saat ini.

    Meski demikian, Hendra mengingatkan bahwa angka tersebut masih tertinggal dari negara tetangga. 

    “Jika kita lihat, ini angka yang sebenarnya masih jauh ketertinggalannya kalau dibandingkan Malaysia. Di Malaysia mereka sudah lebih dari 1 gigawatt saat ini,” kata Hendra saat dihubungi Bisnis pada Rabu (2/7/2025). 

    Lebih lanjut, Hendra menambahkan proyek tersebut membawa banyak peluang, termasuk dalam hal transfer teknologi dan penguatan infrastruktur digital. Teknologi rak dengan densitas tinggi ini dinilai penting dalam menjaga keberlanjutan (sustainability) operasional pusat data. 

    “Kalau saya lihat justru ini iklim yang baik untuk investment dan efek domino dari investment yang mereka lakukan pastinya akan panjang karena akan ada rekrutmen terhadap data center infrastrukturnya, untuk IT infrastrukturenya sampai ke cybersecurity infrastrukturnya,” kata Hendra.

    Namun, untuk mendukung pertumbuhan eksponensial ini, Hendra menilai pemerintah perlu memperkuat ekosistem regulasi dan insentif, termasuk penyederhanaan perizinan dan tarif listrik yang kompetitif.

    Hendra juga menekankan pentingnya skema tarif listrik khusus dan jaminan pasokan energi terbarukan. 

    “Tarif listrik kita ini kalau bisa dibikin lebih kompetitif karena memang Indonesia adalah potensial renewable energy terbesar yang ada di kawasan ini. Kita minta ada skema khusus nih untuk industri data center yang memang adalah industri strategis nasional,” jelasnya.

    Di luar tantangan teknis, IDPRO juga menyoroti faktor sosial seperti penolakan pembangunan oleh organisasi masyarakat di beberapa wilayah, serta kebutuhan mendesak akan pengembangan talenta digital lokal. 

    Dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) di atas 17% dari sisi kapasitas daya, Hendra menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan keberlanjutan. 

    “Kalau kita lihat energi mix dari PLN kan masih di atas 60%. Artinya kalau industri ini tumbuh tanpa adanya dukungan dari renewable energy maka dampak terhadap ekosistemnya akan buruk,” tegasnya.

    Seiring dengan dinamika pasar yang terus berkembang, Hendra mengatakan IDPRO mencatat lonjakan signifikan jumlah anggota, termasuk pemain global seperti Equinix dan Microsoft yang kini telah bergabung. Di anggota IDPRO yang tadinya hanya enam member pada 2016 dengan kapasitas sekitar 32 megawatt, sekarang sudah lebih dari 340 megawatt. 

    Lebih lanjut, dia menyebut periode 2024 hingga pertengahan 2025 sebagai momentum penting, dengan puluhan proyek data center baru yang mencakup ratusan megawatt kapasitas tambahan. 

    “Data ini juga line sama data dari PLN. Artinya memang di 2024 sampai sekarang ini pertumbuhan pembangunan data center ini lumayan besar,” ujarnya.

    Dia pun menggarisbawahi peran krusial pusat data dalam menopang sektor-sektor strategis di era digital. 

    “Data center ini sekarang menjadi tulang punggung dari kegiatan pendidikan, kesehatan, keuangan. Makin ke depan makin masif penduduk menggunakan aplikasi, dan aplikasi ini membuat data ter-transfer, ter-generate, dan juga terproses di data center. Jadi data center itu sebenarnya backbone dari digital ecosystem,” pungkasnya.

  • Pengamat Ungkap Bisnis Data Center di Indonesia Masih Prospektif 3-5 Tahun ke Depan

    Pengamat Ungkap Bisnis Data Center di Indonesia Masih Prospektif 3-5 Tahun ke Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Industri pusat data (data center) di Indonesia diprediksi akan mengalami pertumbuhan signifikan dalam tiga hingga lima tahun ke depan. 

    Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan prospek industri pusat data dalam beberapa tahun ke depan sangat menjanjikan. Menurutnya, pertumbuhan ini tidak terlepas dari meningkatnya kebutuhan pemrosesan data besar di sektor e-commerce, layanan publik, hingga fintech.

    “Industri data center di Indonesia diprediksi tumbuh pesat dalam 3–5 tahun ke depan, didorong oleh adopsi AI dan kebutuhan pemrosesan data besar. Transformasi digital di sektor e-commerce, fintech, dan layanan publik meningkatkan permintaan infrastruktur digital,” ujarnya saat dihubungi Bisnis pada (2/7/2025). 

    Heru menyoroti laporan pasar data center Indonesia yang diperkirakan mencapai US$3,98 miliar atau setara Rp64,87 triliun pada 2028 dengan CAGR 14%. Kapasitas data center AI-ready diproyeksikan melonjak dari 200 MW saat ini menjadi 971,9 MW pada 2025 dan 2.110 MW pada 2030. 

    Menurutnya lonjakan tersebut turut didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah seperti Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), peta jalan Making Indonesia 4.0, serta penetrasi teknologi Internet of Things (IoT). Namun demikian, tantangan tetap membayangi, terutama dalam aspek keekonomian energi dan regulasi.

    “Tantangan terbesar keberlanjutan data center di Indonesia adalah keekonomian energi dan regulasi,” katanya. 

    Heru menyebut data center membutuhkan pasokan listrik besar, tetapi biaya energi tinggi dan ketergantungan pada gas impor menghambat daya saing. 

    “Regulasi seperti UU PDP dan KBLI 63112 menuntut kepatuhan ketat, termasuk residensi data dan izin lingkungan, yang sering kompleks,” ungkapnya.

    Heru juga menekankan pentingnya revisi regulasi yang relevan agar pertumbuhan industri ini tetap sejalan dengan kepentingan nasional dan mendukung keberlanjutan sektor digital. Termasuk melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 mengenai keberadaan pusat data agar kembali pada semangat awal yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012, yaitu mewajibkan pusat data untuk layanan di Indonesia beserta pusat pemulihan data (data recovery center)-nya ditempatkan di wilayah Indonesia untuk semua jenis layanan.

    Optimisme terhadap potensi pasar data center Indonesia juga terlihat dari langkah perusahaan infrastruktur digital global, EDGNEX Data Centers by DAMAC. Menurut masuknya investasi asing mencerminkan tingginya kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia. Namun, dia juga mengingatkan akan potensi ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan.

    “Namun, tanpa permintaan yang sepadan, ada risiko overcapacity. Kapasitas saat ini hanya 200 MW, jauh dari kebutuhan 2.000 MW. Proyeksi backlog 20–30% pada 2030 menunjukkan potensi ketimpangan jika ekspansi tidak diimbangi strategi pasar yang matang,” ucapnya. 

    Dia menegaskan pentingnya kolaborasi antara investor asing dengan pelaku lokal serta dukungan regulasi yang adaptif agar momentum pertumbuhan ini tidak hanya bersifat sementara, tapi juga berkelanjutan. Dalam pandangannya, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat data regional, terutama dengan adanya hambatan pengembangan data center di negara-negara tetangga yang sebelumnya dominan di kawasan.

    EDGNEX Data Centers by DAMAC sebelumnya mengumumkan pembangunan pusat data generasi berikutnya dengan teknologi AI-ready di Jakarta, yang menjadi fasilitas kedua mereka di Indonesia. Investasi tersebut mencapai US$2,3 miliar atau sekitar Rp37 triliun, menjadikannya salah satu pengembangan pusat data AI terbesar di Asia Tenggara.

    Lokasi proyek telah memasuki tahap awal konstruksi setelah proses akuisisi lahan diselesaikan pada Maret lalu. Fase pertama ditargetkan mulai beroperasi pada Desember 2026, dengan penggunaan rak AI berdensitas tinggi dan target Power Usage Effectiveness (PUE) sebesar 1,32—jauh di bawah standar global rata-rata, yang menandakan efisiensi energi tinggi.

    Hussain Sajwani, Pendiri DAMAC Group, menyatakan komitmen perusahaannya dalam menjembatani kesenjangan digital di pasar Asia Tenggara, terutama Indonesia.

    “Kami bangga membangun salah satu pusat data paling canggih dan berkelanjutan di kawasan ini, yang dirancang untuk mendukung gelombang inovasi dan pertumbuhan digital berikutnya,” ujarnya dalam keterangan resmi.

  • Ketua Komisi XI DPR: Pajak Seller Shopee Cs Jangan Bikin Rakyat Kaget

    Ketua Komisi XI DPR: Pajak Seller Shopee Cs Jangan Bikin Rakyat Kaget

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengingatkan pentingnya komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha terkait kebijakan perpajakan di sektor e-commerce.

    Dia mewanti-wanti agar rencana penunjukkan e-commerce seperti Shopee hingga Tokopedia sebagai pemungut pajak penjualan para pedagangnya tidak diterapkan secara tiba-tiba hingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

    “Jangan sampai kemudian rakyat terkaget-kaget terhadap apa yang menjadi kebijakan pemerintah, seakan-akan pemerintah tidak aspiratif dan tidak memberitahukan itu,” kata Misbakhun di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Legislator dari Fraksi Partai Golkar itu mendorong agar Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan duduk bersama dengan pelaku dunia usaha untuk mencari titik temu terbaik terkait polemik perpajakan e-commerce itu.

    Bagaimanapun, sambungnya, pemerintah juga butuh uang dari pajak. Oleh sebab itu, Misbhakun menyatakan tidak boleh ada aktivitas bisnis atau ekonomi yang tidak dipajaki, baik itu daring (online) maupun luring (offline).

    Dia juga mengingatkan bahwa membayar pajak merupakan kewajiban seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Misbhakun mencontohkan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada setiap transaksi perdagangan.

    “Begitu Anda membeli sesuatu, ada kewajiban membayar PPN 11%. Kalau itu barang mewah, Anda membayar 12%. Nah, mekanismenya itu mau online, mau offline, silakan diikuti aturan yang sudah dibuat oleh pemerintah,” tegasnya.

    Misbakhun kembali mengingatkan pentingnya pajak dalam membiayai belanja negara, termasuk pembayaran gaji untuk aparat dan tenaga layanan publik.

    “Karena pajak ini penting untuk negara, untuk membiayai pembangunan, untuk membayar gaji polisi, gaji guru, gaji dokter, gaji bidan, gaji siapa pun yang masuk dalam pembiayaan APBN,” tutupnya.

    Rencana Pemerintah

    Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa rencana penunjukan e-commerce seperti Shopee hingga Tokopedia sebagai pemungut pajak penjualan para pedagangnya demi persamaan perlakuan alias asas keadilan.

    Anggito menjelaskan bahwa ada dua jenis perdagangan yaitu melalui sistem elektronik dan non-elektronik. Menurutnya, selama ini penarikan pajak perdagangan non-elektronik teratas melalui faktur dan sejenisnya.

    Hanya saja, sambungnya, Kementerian Keuangan tidak memiliki data perdagangan elektronik. Oleh sebab itu, pemerintah ingin menunjukkan e-commerce sebagai penarik pajak atas transaksi penjualan barang di platformnya.

    “Jadi, kami menugaskan kepada platform [Shopee, Tokopedia, dll] untuk mendata siapa saja yang melakukan perdagangan melalui sistem elektronik. Dulu pernah dilakukan tahun 2020, tapi dibatalkan,” ungkap Anggito kepada wartawan, Senin (30/6/2025).

    Dia pun menegaskan bahwa tidak ada penarikan pajak baru. Hanya saja, Anggito meminta setiap bersabar terkait besaran tarifnya.

    Guru Besar di Universitas Gadjah Mada itu menyatakan Kementerian Keuangan akan menyampaikan kejelasan apabila aturan baru itu sudah terbit. Menurutnya, pemerintah masih menggodok aturan tersebut.

    “Ini kita ingin melakukan dua hal. Satu, pendataan. Kedua, perlakuan yang sama, yang mirip lah antara yang online sama offline,” jelas Anggito.

    Adapun, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rosmauli menyampaikan bahwa rencana pemungutan pajak pedagang daring melalui Shopee Cs adalah pajak yang dimaksud adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22, bukan jenis pajak baru.

    Otoritas pajak memandang langkah ini turut mendorong pedagang yang berjualan secara daring untuk menjalankan kewajiban perpajakannya. 

    “Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap aktivitas ekonomi digital dan menutup celah shadow economy, khususnya dari pedagang online yang belum menjalankan kewajiban perpajakan,” ujarnya dalam keterangannya, Kamis (26/6/2025).  

    Shadow economy atau ekonomi bayangan sendiri merupakan aktivitas ekonomi yang tidak terdeteksi oleh pemerintah. Akibatnya, pendapatan masyarakat yang tak masuk dalam radar tersebut tidak masuk ke sistem perpajakan.

    Lebih lanjut, Ditjen Pajak menyadari bahwa terdapat pedagang daring yang belum menyampaikan laporan perpajakannya, baik karena kurangnya pemahaman maupun keengganan menghadapi proses administratif yang dianggap rumit. 

    “Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata,” lanjut Rosmauli. 

    Sebagaimana ketentuan yang sudah ada, pedagang atau UMKM orang pribadi dalam negeri yang beromzet sampai dengan Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan PPh dalam skema ini. 

    Rosmauli menjelaskan bahwa ketentuan ini pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting) dari mekanisme pembayaran PPh secara mandiri oleh pedagang online, menjadi sistem pemungutan PPh Pasal 22 yang dilakukan oleh marketplace sebagai pihak yang ditunjuk. 

    Dengan langkah tersebut, proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan.

    Rosmauli menuturkan bahwa saat ini peraturan mengenai penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 masih dalam proses finalisasi di internal pemerintah. Sejalan dengan menutup celah shadow economy, alhasil sedikit demi sedikit penerimaan pajak akan bertambah.

  • Kepercayaan Konsumen Indonesia Juni 2025 Naik, Kalahkan India – Malaysia

    Kepercayaan Konsumen Indonesia Juni 2025 Naik, Kalahkan India – Malaysia

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepercayaan konsumen Indonesia mengalami kenaikan signifikan sebesar 2,0 poin Juni 2025 dibandingkan dengan bulan sebelumnya menurut laporan Ipsos Global Consumer Confidence Index (GCCI).

    Dengan skor indeks nasional 61, Indonesia saat ini menempati posisi teratas secara global dalam tingkat kepercayaan konsumen, mengungguli India dengan 59 poin, Malaysia 55,7, dan Singapura 55,1.

    Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan optimisme tertinggi di kawasan Asia Pasifik, meskipun secara tahunan mengalami sedikit penurunan sebesar -2,1 poin dibandingkan dengan Juni 2024.

    Menurut Managing Director Ipsos Indonesia Hansal Savla, tren penurunan tahunan ini mengindikasikan kehati-hatian di tengah optimisme masyarakat Indonesia seiring dengan dinamika ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.

    “Kenaikan tipis ini menunjukkan ketahanan konsumen Indonesia. Namun, tingkatnya belum kembali ke level tahun lalu. Ini mencerminkan optimisme yang masih disertai kehati-hatian,” kata Hansal dalam siaran pers, Rabu (2/7/2025).

    Dalam konteks Asia Pasifik, Indonesia lebih menonjol ketika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Sebagai contoh, Thailand mengalami penurunan indeks dengan skor turun -7,6 poin dibandingkan dengan Juni 2024, dan -2,2 poin dalam sebulan terakhir.

    Malaysia mengalami fluktuasi dengan kenaikan secara tahunan +2,7 poin, tapi mengalami penurunan bulanan signifikan sebesar -3,9 poin. Singapura menunjukkan tren membaik dengan peningkatan +3,1 poin dalam sebulan terakhir, meskipun secara tahunan masih tercatat negatif -2,9 poiin.

    India, meskipun secara bulanan naik cukup kuat +2,9 poin, tapi mengalami penurunan terbesar dalam skala tahunan -6,1 poin.

    Secara global, indeks kepercayaan konsumen di 30 negara yang disurvei Ipsos mencapai 48,2. Beberapa negara menunjukkan pemulihan kuat, seperti Turki (+6.3), Malaysia (+2.7), dan Korea Selatan (+2.0)

    Namun, sejumlah negara Eropa seperti Prancis (-3,7), Jerman (-2,7), dan Belanda (-2,7) masih mengalami pelemahan berkelanjutan.

    Laporan ini dinilai mencerminkan meskipun sebagian besar dunia mengalami ketidakpastian ekonomi, tapi tingkat kepercayaan bisa berubah cepat, tergantung pada kondisi ekonomi global maupun domestik ke depan.

    “Hal ini menggarisbawahi pentingnya tetap waspada dan adaptif dalam menghadapi potensi perlambatan ekonomi,” kata dia.

  • Adeksi Respons Positif  Putusan MK Pisah Pemilu Nasional-Lokal

    Adeksi Respons Positif Putusan MK Pisah Pemilu Nasional-Lokal

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan jadwal keserentakan pemilu nasional dan lokal.

    Ketua Umum Adeksi, Dance Ishak Palit berpandangan putusan MK tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki desain tata kelola pemilu supaya lebih efisien, demokratis, dan akuntabel.

    “Putusan ini merupakan langkah penting untuk menghadirkan tata kelola pemilu yang tidak membebani pemilih, penyelenggara, maupun kontestan. Kami melihat ada peluang besar untuk memperkuat peran DPRD dan meningkatkan kualitas demokrasi lokal,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (2/7/2025).

    Lebih lanjut, Dance mendorong DPR RI sebagai pembentuk undang-undang agar menjadikan putusan MK tersebut sebagai acuan dalam merevisi Undang-Undang Pemilu.

    “Penataan waktu dan mekanisme pemilu daerah harus memberi ruang bagi penguatan peran DPRD dan efektivitas pemerintahan daerah,” ucapnya.

    Sebab itu, dia menyatakan bahwa ADEKSI siap untuk berkontribusi aktif dalam proses penyusunan regulasi turunan agar pelaksanaan pemilu daerah ke depannya dapat berjalan lebih baik, adil, dan efisien.

    Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya mengubah skema waktu pelaksanaan Pemilu menjadi dua tahap: Pertama, Pemilu Serentak Nasional yaitu Presiden, DPR, dan DPD tetap dilaksanakan pada tahun 2029.  

    Kedua, Pemilu Daerah Pilkada dan Pemilihan Anggota DPRD digeser dua tahun kemudian pada tahun 2031, dan disatukan pelaksanaannya.

  • Data Center Google Konsumsi 30,8 Juta Megawatt Sepanjang 2024, Naik 4 Kali Lipat

    Data Center Google Konsumsi 30,8 Juta Megawatt Sepanjang 2024, Naik 4 Kali Lipat

    Bisnis.com, JAKARTA — Google mengungkap bahwa data center mereka telah mengkonsumsi daya hingga 30,8 juta megawatt-jam listrik sepanjang 2024. 

    Melansir laman TechCrunch pada Rabu (2/7/2025) angka tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat apabila dibandingkan pada 2020 yang mencatat 14,4 juta megawatt jam.

    Sebelumnya, Google telah berkomitmen untuk menggunakan sumber energi bebas karbon dalam seluruh operasionalnya.  Namun demikian, pertumbuhan pesat data center mereka membuat komitmen ini semakin menantang untuk diwujudkan. 

    Hampir seluruh kebutuhan listrik Google berasal dari pusat data pada 2024, sekitar 95,8% dari total konsumsi listrik perusahaan digunakan untuk mengoperasikan fasilitas tersebut.

    Rasio konsumsi listrik antara data center dan kebutuhan operasional lainnya juga konsisten selama empat tahun terakhir. 

    Meski Google baru menyediakan data mulai 2020, jika rasio tersebut digunakan untuk menghitung ke belakang, maka diperkirakan pada 2014 pusat data Google hanya mengonsumsi sedikit lebih dari 4 juta megawatt-jam. 

    Dengan perhitungan tersebut, dalam satu dekade, konsumsi energi data center Google naik hampir tujuh kali lipat.

    Google sebenarnya telah mengoptimalkan efisiensi energi data center secara maksimal dan kerap dipuji sebagai perusahaan teknologi terdepan dalam hal ini. 

    Namun, ketika rasio power usage effectiveness (PUE) atau efektivitas penggunaan daya perusahaan mendekati angka ideal 1,0, peningkatan efisiensi menjadi lebih lambat. 

    Pada 2024, PUE Google tercatat sebesar 1,09 hanya membaik 0,01 poin dari tahun sebelumnya dan 0,02 dari satu dekade lalu.

    Menyadari kebutuhan energi yang terus meningkat, Google mulai berinvestasi besar-besaran dalam berbagai sumber energi bebas karbon, termasuk panas bumi (geothermal), dua jenis energi nuklir (fisi dan fusi), serta energi terbarukan lainnya.

    Energi panas bumi dinilai menjanjikan karena dapat menghasilkan listrik stabil tanpa tergantung cuaca. 

    Beberapa startup seperti Fervo Energy—yang didukung Google—berhasil mengembangkan teknologi pengeboran untuk memanfaatkan potensi ini secara lebih luas.

    Di sisi energi nuklir, Google baru saja mengumumkan investasi pada Commonwealth Fusion Systems dan akan membeli 200 megawatt listrik dari pembangkit Arc mereka yang ditargetkan mulai beroperasi awal 2030-an. 

    Sementara itu, untuk energi fisi, Google telah berkomitmen membeli 500 megawatt listrik dari Kairos Power, perusahaan pengembang reaktor modular kecil.

    Meski demikian, kedua proyek nuklir tersebut belum akan menghasilkan listrik dalam waktu dekat, paling tidak dalam lima tahun ke depan. Google juga gencar membeli kapasitas dari sumber terbarukan. 

    Pada Mei 2025, Google membeli kapasitas 600 megawatt dari pembangkit surya di South Carolina, dan pada Januari mengumumkan kerja sama untuk 700 megawatt pembangkit surya di Oklahoma. 

    Bersama Intersect Power dan TPG Rise Climate, Google tengah membangun beberapa gigawatt kapasitas pembangkit bebas karbon, dengan total nilai investasi mencapai US$20 miliar atau setara dengan sekitar Rp 324 triliun dengan kurs 16.202 per dolar AS. 

    Secara total, Google telah mengontrak energi terbarukan dalam jumlah yang setara dengan total konsumsi energinya. Namun, tantangannya adalah sumber-sumber tersebut tidak selalu tersedia pada waktu dan lokasi yang dibutuhkan.

    “Kami sejak awal menyatakan bahwa pencapaian 100% pemadanan energi secara tahunan bukanlah tujuan akhir. Tujuan akhir kami adalah mencapai penggunaan energi bebas karbon 24/7 di seluruh lokasi operasi kami, sepanjang waktu,” kata Michael Terrell, Kepala Divisi Energi Terbarukan Google

    Secara global, baru sekitar 66% konsumsi data center Google yang dipadankan secara real-time dengan listrik bebas karbon. Angka ini juga bervariasi antarwilayah di Amerika Latin, angkanya sudah mencapai 92%, namun di kawasan Timur Tengah dan Afrika, baru menyentuh 5%.

    Menurut Terrell, hambatan-hambatan inilah yang mendorong Google untuk berinvestasi pada sumber energi stabil seperti fisi dan fusi. 

    “Untuk bisa mencapai target kami, teknologi-teknologi ini sangat dibutuhkan,” katanya.

  • Pelindo-ASDP Hadirkan Vending Machine Produk UMK di Pelabuhan Ajibata

    Pelindo-ASDP Hadirkan Vending Machine Produk UMK di Pelabuhan Ajibata

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo bersama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) menghadirkan vending machine berisi produk usaha mikro dan kecil (UMK) di Pelabuhan Ajibata, Danau Toba, Sumatra Utara.

    Inisiatif tersebut menjadi bagian dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) BUMN untuk memperkuat pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal berbasis digital.

    “Melalui vending machine, kami memadukan pelayanan publik modern di pelabuhan dengan dukungan konkret bagi pelaku usaha lokal,” kata Direktur SDM dan Umum Pelindo Dwi Fatan Lilyana dalam keterangan diterima di Jakarta, Rabu.

    Dalam program kolaborasi TJSL BUMN itu, Pelindo bersama ASDP secara total menyediakan dua vending machine UMK, satu di Toba dan satu lagi di Meruorah, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

    Proyek tersebut merupakan percontohan pemanfaatan teknologi otomatis 24 jam untuk memasarkan produk-produk UMKM binaan, yang sebagian besar berasal dari wilayah Toba.

    Lokasi vending machine dipilih di kawasan strategis pariwisata nasional, yakni Pelabuhan Ajibata dan Marina Labuan Bajo untuk menjangkau arus wisatawan yang tinggi.

    Lebih lanjut, Dwi menjelaskan bahwa seluruh transaksi melalui mesin itu menggunakan sistem pembayaran digital QRIS. Hal tersebut akan memudahkan wisatawan melakukan pembelian tanpa kontak fisik.

    “Kami tidak hanya menyediakan akses pasar, tetapi juga mendampingi peningkatan kualitas produk UMKM dengan memfasilitasi keberadaan vending machine di lokasi strategis,” ujarnya.

    Ia mengatakan melalui Program TJSL yang salah satu fokusnya adalah pemberdayaan ekonomi lokal, Pelindo dan ASDP akan memperluas penggunaan vending machine di pelabuhan-pelabuhan lain, dengan prioritas lokasi strategis sektor pariwisata.

    Sementara, Asisten Deputi Bidang TJSL Kementerian BUMN Edi Eko Cahyono mengatakan program tersebut bukan sekadar kegiatan seremonial.

    “Vending machine ini tentunya merekam data penjualan dan minat konsumen di tempat tertentu dan dalam kurun waktu tertentu. Data ini akan kami jadikan dasar sebagai strategi pembinaan ke depan. Program ini harus punya dampak nyata,” katanya.

  • Sektor Data Center Indonesia Makin Menarik Usai DAMAC Masuk

    Sektor Data Center Indonesia Makin Menarik Usai DAMAC Masuk

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menilai investasi raksasa properti asal Dubai, Damac, beberapa waktu lalu menandakan Indonesia masih menarik bagi investor global. 

    Diketahui Damac sebelumnya mengumumkan pembangunan data center siap AI di Indonesia. Total nilai yang disiapkan mencapai Rp37 triliun. 

    Sekretaris Umum APJII Zulfadly Syam mengatakan kehadiran pemain asing seperti DAMAC, menunjukkan bahwa iklim investasi di sektor infrastruktur digital Indonesia mulai dilirik dunia internasional.

    Menurutnya kompetisi pasar akan sedikit banyak berdampak pada segmentasi yang sama, namun karena pasar masih luas maka industri ini masih berkembang untuk jadi enabler dalam transformasi digital Indonesia.

    Dia juga menilai bahwa langkah perusahaan global untuk menanamkan investasi di sektor ini memberi sinyal positif bagi perkembangan industri ke depan.

    “Kehadiran DAMAC dan sejumlah pemain asing lainnya menandakan iklim investasi infrastruktur digital Indonesia sudah mulai kompetitif dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura,” kata Zulfadly kepada Bisnis, Rabu (2/7/2025).

    Namun demikian, dia mengingatkan bahwa data center tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan infrastruktur dasar yang kuat dan ekosistem pendukung.

    “Sinyal progress-nya ada, namun data center tidak dapat berdiri sendiri. Supply listrik selalu harus bagus sehingga tetap memerlukan pemikiran menggunakan energi terbarukan. Kedua, harus didukung oleh ekosistemnya, ketiga, regulasi yang berkaitan harus mendukung industri,” paparnya.

    Zulfadly juga menjelaskan mengenai tiga komponen penting di sektor data center yaitu mengatakan  ketiga komponen tersebut antara lain lahan, supply listrik, dan permintaan (demand). 

    “Selama ketiga komponen itu masih available di Indonesia maka demand terhadap data center masih progress,” kata Zulfadly saat dihubungi Bisnis pada Rabu (2/7/2025). 

    Berdasarkan laporan terbaru dari Structure Research dan Cushman & Wakefield, jumlah data center di Indonesia pada 2024 tercatat sebanyak 430 fasilitas. 

    Angka ini masih tertinggal dibandingkan dengan Malaysia (532) dan Singapura (717), meskipun Indonesia memiliki potensi pasar dan jumlah populasi yang jauh lebih besar.

    Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Data Center Indonesia (IDPRO), Hendra Kusuma sebelumnya mengatakan lambatnya pertumbuhan data center di Indonesia disebabkan oleh sejumlah faktor struktural, mulai dari regulasi, pasokan listrik, hingga kesiapan ekosistem.

    Menurutnya, proses perizinan yang kompleks menjadi salah satu hambatan utama investasi. 

    “Proses perizinan ini di beberapa wilayah kita ini masih tergolong kompleks dan memakan waktu. Jadi terutama untuk data center yang hyperscale ya, yang skalanya besar,” ungkap Hendra.

    Tantangan lainnya adalah terkait kebutuhan energi. “Data center itu power hungry, jadi dia membutuhkan energi, pasokan listrik yang luar biasa besar,” kata Hendra.

    Dia mencontohkan Malaysia yang mampu memberikan insentif listrik hingga 8 sen dolar per kWh, menjadikan negara tersebut lebih atraktif bagi investor. Selain itu, Malaysia juga memiliki proses perizinan yang lebih ramah serta lahan yang luas untuk pembangunan fasilitas skala besar.

    Malaysia bahkan diprediksi akan menjadi pasar data center terbesar kedua di dunia dalam lima tahun ke depan, menggeser posisi Singapura. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang masih dalam tahap membangun permintaan, baik domestik maupun internasional.

    “Kalau kita terapkan digital sovereignty atau kedaulatan digital, harusnya makin banyak data center ini akan pindah ke Indonesia,” jelas Hendra.

    Dia menyebut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang maksimal, Indonesia memerlukan sekitar 3 gigawatt daya listrik hanya untuk kebutuhan data center. Artinya, dibutuhkan pembangunan sekitar 100 data center baru dalam seratus tahun ke depan.