Category: Bisnis.com

  • Pengusaha Ragu Tarif Trump Bikin Pemain Tekstil Global Relokasi Pabrik ke RI

    Pengusaha Ragu Tarif Trump Bikin Pemain Tekstil Global Relokasi Pabrik ke RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) meragukan potensi relokasi pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) dari negara lain ke Indonesia di tengah pemberlakuan tarif bea masuk ke Amerika Serikat. Adapun, Indonesia mendapatkan penurunan tarif dari semula 32% menjadi 19%. 

    Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta mengatakan tarif bea masuk produk Indonesia ke AS masih setara dengan sejumlah negara kompetitor, Vietnam (20%), Kamboja, Thailand, Filipina dan Malaysia (19%). 

    “Kalau di sektor TPT agak sedikit sulit, karena Vietnam dan Kamboja tarifnya hampir setara. Tapi ini tergantung pada perkembangan dan insentif yang diberikan pemerintah,” kata Redma kepada Bisnis, dikutip Senin (11/8/2025). 

    Redma tak memberikan rinci insentif yang dapat menggerakkan investor masuk ke Indonesia. Namun, stimulus berupa harga energi dan logistik dapat menjadi angin segar di sektor tekstil nasional. 

    Kendati demikian, menurut Redma, ada hal yang lebih penting untuk memastikan dunia usaha sektor ini terjaga, yakni jaminan perlindungan pasar domestik dari produk impor ilegal. 

    “Karena pasar yang paling potensial adalah pasar dalam negeri, namun ini pun masih menjadi tantangan karena maraknya barang impor murah dari China,” ujarnya. 

    Di sisi lain, Redma mengatakan pihaknya cukup lega dengan penurunan tarif dari 32% menjadi 19%. Namun, tambahan tarif bea masuk ke AS itu tetap dinilai tinggi dan dapat berpotensi menurunkan ekspor tekstil Indonesia. 

    “Dengan adanya tambahan tarif ini, importasi AS kemungkinan besar akan turun drastis sehingga pangsa pasar produk impor juga turun dan ini akan berimbas pada penurunan ekspor kita,” kata Redma kepada Bisnis, Kamis (7/8/2025).  

    Meskipun demikian, dengan tarif China (30%) dan India (25%) yang masih lebih tinggi dari Indonesia, maka ada porsi sisa impor AS yang ditinggalkan China dan India.  

    “Ekspor kita bisa stabil atau bahkan bisa naik jika bisa mengisi pangsa pasar yang ditinggalkan China dan India,” jelas Redma. 

    Diberitakan sebelumnya, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) optimistis dampak penurunan tarif bea masuk produk Indonesia ke Amerika Serikat(AS) yang kini menjadi 19% dapat membuka berbagai peluang investasi untuk masuk ke dalam negeri. 

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, tak sedikit investor dari Vietnam dan Taiwan yang mulai minat untuk merelokasi usahanya ke Indonesia dikarenakan tarif ke AS yang lebih rendah. 

    Adapun, tarif produk Vietnam ke AS dipatok sebesar 20%, sedangkan produk asal Taiwan ke AS mencapai 32%. Meski berbeda tipis, Indonesia dinilai lebih diuntungkan. 

    “Tarif 19% ini masih banyak breakdown yang dibawa yang akan membuat ekonomi kita bagus ke depan, lapangan kerja, bahkan banyak orang dari Vietnam, Taiwan pengen juga relokasi karena 1% very meaningfulsebenarnya,” kata Luhut di Jakarta, belum lama ini.

  • Prabowo Terima Presiden Peru Dina Boluarte di Istana Kepresidenan

    Prabowo Terima Presiden Peru Dina Boluarte di Istana Kepresidenan

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto menerima Presiden Republik Peru, Dina Ercilia Boluarte Zegarra di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, (11/8/2025).

    Orang nomor satu asal Peru itu akan memulai rangkaian kunjungan kenegaraan sebagai bagian dari perayaan 50 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Peru.

    Sebelumnya, pesawat yang membawa Presiden Boluarte mendarat di Terminal VIP Bandara Internasional Soekarno-Hatta sekitar pukul 16.00 WIB. Kedatangannya disambut secara resmi dan penuh kehormatan oleh jajaran pejabat tinggi Indonesia dan Peru, termasuk Menteri Perdagangan RI Budi Santoso, Gubernur Banten Andra Soni, Menteri Luar Negeri Peru Elmer Schialer Salcedo, Duta Besar Indonesia untuk Peru Ricky Suhendar, dan Duta Besar Peru untuk Indonesia Luis Raúl Tsuboyama Galván.

    Momen kedatangan Presiden Boluarte diiringi dengan dentuman meriam dan barisan pasukan kehormatan. Setibanya di terminal, Presiden Boluarte memberikan penghormatan kepada bendera nasional Peru dan Indonesia sebelum melangkah melewati jajaran pasukan kehormatan yang berdiri tegak.

    Sebagai bagian dari sambutan budaya, rombongan disuguhi penampilan Tari Walijamaliha – sebuah tarian tradisional khas Banten – yang disiapkan untuk memperkenalkan kekayaan seni budaya Indonesia serta menambah suasana kehangatan dalam penyambutan.

    Kedatangan Presiden Dina Boluarte ini merupakan kunjungan balasan atas lawatan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, ke Peru pada 14 November 2024 lalu dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC di Lima. Dalam kunjungan tersebut, Prabowo sempat menyampaikan undangan resmi kepada Presiden Boluarte untuk berkunjung ke Indonesia.

    Kunjungan kenegaraan ini juga bertepatan dengan peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Peru yang telah terjalin sejak 12 Agustus 1975. Hubungan kedua negara semakin menunjukkan penguatan kerja sama, baik di bidang perdagangan, budaya, maupun politik luar negeri.

  • Syarat dan Daftar 15 Item Belanja yang Kena Sasaran Efisiensi Sri Mulyani

    Syarat dan Daftar 15 Item Belanja yang Kena Sasaran Efisiensi Sri Mulyani

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN.

    Lewat aturan tersebut, Kemenkeu menekankan bahwa efisiensi belanja dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung program prioritas pemerintah. Cakupan anggaran belanja yang terdampak efisiensi antara lain anggaran belanja kementerian atau lembaga, dan efisiensi transfer ke daerah. 

    “Hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) utamanya digunakan untuk kegiatan prioritas Presiden yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” demikian bunyi beleid yang dikutip, Rabu (6/8/2025).

    Menariknya di dalam beleid itu, Sri Mulyani tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos dibandingkan yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025. 

    Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain, alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan.

    Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.

    Meski demikian, aturan baru tersebut juga tidak menyebut secara spesifik berapa nilai besaran anggaran yang terdampak efisiensi. PMK itu hanya menekankan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menyesuaikan item anggaran yang terkena efisiensi sesuai arahan presiden. 

    Selain itu, meski tetap merujuk kepada kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh presiden, Menteri Keuangan berhak menetapkan besaran efisiensi anggaran dan menyampaikannya kepada masing-masing kementerian dan lembaga. 

    Beleid efisiensi itu juga memerintahkan kepada kementerian dan lembaga untuk mengidentifikasi rencana efisiensi belanja. Identifikasi rencana efisiensi anggaran belanja dilakukan melalui identifikasi jenis belanja, item belanja, atau sumber dana. Sumber dana yang dimaksud beleid ini bisa dari pinjaman hibah, rumah murni pendamping, PNBP BLU dan SBSN.

    Namun yang jelas dalam beleid baru tersebut, Sri Mulyani menekankan bahwa apabila hasil identifikasi jenis belanja, item belanja, atau sumber dana tidak dapat memenuhi besaran efisiensi, kementerian atau lembaga dapat melakukan penyesuaian.

    Penyesuaian itu dapat dilakukan dengan ketentuan besaran efisiensi anggaran belanja kementerian atau lembaga tidak berubah, memastikan ketersediaan anggaran untuk pemenuhan Belanja Pegawai, Penyelenggaraan Operasional Kantor, Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Dasar, dan pelaksanaan Pelayanan Publik, efisiensi dilakukan pada seluruh item belanja, dan menghindari adanya pengurangan pegawai non aparatur sipil negara yang telah bekerja kecuali karena berakhirnya perikatan kontrak.

    “Rencana efisiensi anggaran belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 disampaikan kepada mitra Komisi Dewan Perwakilan Rakyat terkait untuk mendapat persetujuan, sepanjang dipersyaratkan sesuai dengan kebijakan dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.”

    Selain itu, efisiensi tersebut juga perlu mempertimbangkan pencapaian target penerimaan perpajakan.

  • Presiden Peru Tiba di Indonesia, Bakal Temui Prabowo di Istana Hari ini

    Presiden Peru Tiba di Indonesia, Bakal Temui Prabowo di Istana Hari ini

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Peru Dina Ercilia Boluarte Zegarra tiba di Indonesia pada Minggu, (10/8/2025). Kedatangannya merupakan kunjungan balasan dari lawatan Presiden Prabowo Subianto ke Peru beberapa waktu lalu.

    Dina tiba di Terminal VIP Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 16.00 WIB. Setelah turun dari mobil, Dina diberikan rangkaian bunga oleh Kang Nong Banten sebagai sambutan selamat datang.

    Sebagai tamu kehormatan, Dina disambut dengan iringan tarian tradisional Banten dan pasukan penyambut tamu negara.

    Dalam acara ini, turut dihadiri Menteri Perdagangan RI Budi Santoso, Menteri Luar Negeri Peru Elmer Schialer Salcedo, Gubernur Banten Andra Soni, Duta Besar Indonesia untuk Peru Ricky Suhendar, serta Duta Besar Peru untuk Indonesia Luis Raul Tsuboyama Galvan.

    Sebelumnya, akhir 2024, Presiden Prabowo berkunjung ke Peru untuk kerja sama di bidang kebudayaan dan ekonomi. Kedua negara juga berkomitmen untuk menyelesaikan Persetujuan Kemitraan ekonomi Komprehensif  (CEPA) 

    “Saya mengundang Presiden Republik Peru untuk mengunjungi Indonesia secara resmi dalam rangka HUT ke-50,” kata Prabowo dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet Indonesia, Jumat (15/11/2024).

    Selain CEPA, pertemuan tersebut juga membahas kerja sama pemberantasan narkotika dan menyatukan pandangan kedua negara di kancah internasional. Rencananya Dina akan melakukan pertemuan dengan Prabowo Subianto dan kegiatan kenegaraan di Indonesia.

  • Upaya Menata Ulang Penghiliran Nikel

    Upaya Menata Ulang Penghiliran Nikel

    Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan peng­­­hiliran nikel yang selama ini diposisikan sebagai fondasi transformasi ekonomi nasional kini meng­­­hadapi tantangan serius. Tu­­­­tupnya sejumlah smelter, an­­­jloknya harga nikel glo­­­bal, serta ketergantungan pa­da satu pasar dan satu je­­­nis tek­­­nologi, menandai bah­­­wa strategi penghiliran per­­­lu di­­­tin­­­jau ulang secara me­­­nye­­­luruh.

    Data terbaru menunjukkan setidaknya 28 jalur produksi smelter nikel dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) telah menghentikan operasi hingga pertengahan 2025. Sebagian besar smelter ini tidak lagi mampu beroperasi secara ekonomis karena harga nikel kadar menengah (MC 30%) di pasar domestik berkisar US$33—US$34 per wet metric ton (WMT), jauh dibawah ongkos produksi (Media Nikel Indonesia, 17/6).

    Bahkan, dalam laporan khusus media ini, kondisi industri penghiliran nikel Indonesia disebut “terancam mandek” akibat tekanan berlapis, mulai dari rendahnya harga global, kebijakan anti-dumping China, hingga rendahnya permintaan bahan mentah dari dalam negeri (Bisnis Indonesia, 30/7). Sinyal krisis ini tidak bisa diabaikan begitu saja.

    Salah satu akar persoalan adalah ketergantungan yang terlalu besar pada satu pasar—yakni China. Sekitar 90% ekspor produk hilir nikel Indonesia masih bergantung pada pasar China, khususnya untuk produk feronikel dan nickel pig iron (NPI). Ketika pasar tersebut terganggu oleh penurunan permintaan atau kebijakan antidumping, industri nikel Indonesia langsung terpukul.

    Ketergantungan tunggal ini tidak hanya menciptakan risiko eksternal, tetapi juga memperlihatkan lemahnya strategi diversifikasi pasar. Sementara negara-negara, seperti Filipina atau Australia mulai memperluas mitra ekspor mereka ke Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS), Indonesia justru belum mengembangkan strategi penghiliran berbasis pasar alternatif.

    Selain itu, penggunaan teknologi RKEF yang mendominasi smelter di Indonesia kian mempersempit opsi. Teknologi ini hanya efektif untuk nikel saprolit dan menghasilkan produk bernilai tambah rendah, yang tidak kompatibel dengan kebutuhan global akan nikel kadar tinggi untuk baterai kendaraan listrik.

    Padahal tren dunia justru bergerak cepat ke arah elektrifikasi transportasi dan energi bersih. Jika Indonesia terus bertahan dalam model penghiliran ini, kita akan kehilangan momentum untuk menjadi pemain utama dalam rantai nilai industri baterai global.

    Kondisi pasar nikel saat ini juga memperlihatkan anomali. Dalam situasi normal, pelaku industri cenderung menolak intervensi negara. Namun, kini desakan agar pemerintah mengatur ulang volume produksi nikel justru datang dari asosiasi pengusaha sendiri (Bisnis Indonesia, 1/8). Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pasar telah gagal menjaga keseimbangan antara pasokan dan permintaan.

    Tanpa regulasi pasokan, koordinasi lintas sektor, dan sistem pengendalian harga, industri nikel nasional berisiko mengalami race to the bottom. Sebuah kondisi persaingan tanpa batas antarprodusen yang justru merusak nilai tambah dan mempercepat keruntuhan ekosistem industri dengan mengorbankan kepentingan pekerja, lingkungan, dan pajak.

    LANGKAH PEMBARUAN

    Permintaan pelaku industri agar negara mengambil peran dalam kontrol produksi bukanlah bentuk mundur dari liberalisasi, tetapi refleksi atas absennya institusi stabilisasi harga dan tata kelola pasokan dalam kebijakan penghiliran selama ini. Kondisi saat ini membuka peluang untuk melakukan reorientasi penghiliran nasional. Setidaknya ada empat agenda pembaruan yang bisa ditempuh.

    Pertama, pembentukan otoritas penghiliran nasional. Pemerintah perlu membentuk lembaga lintas sektor yang mengintegrasikan kebijakan produksi, teknologi, perizinan, dan pasar. Tanpa badan otoritatif, arah penghiliran akan terus sektoral dan terfragmentasi.

    Kedua, diversifikasi teknologi dan pasar harus dipercepat. Investasi High Pressure Acid Leaching (HPAL) perlu ditingkatkan, dan ekspor diarahkan ke negara-negara seperti UE, India, AS, dan Korea Selatan dalam kerangka strategic partnership berbasis pasokan mineral kritis. Indonesia tak sekadar eksportir bahan mentah, tetapi mitra strategis transisi energi global. Diplomasi mineral harus mendorong alih teknologi, pendanaan penghiliran, dan akses pasar yang lebih adil.

    Ketiga, integrasi rantai nilai dalam negeri. Smelter tidak boleh berdiri sendiri tanpa keterhubungan dengan industri hulu dan hilir di dalam negeri. Rantai nilai nikel harus diarahkan untuk mendorong pengembangan baterai listrik, kendaraan listrik, dan penyimpanan energi.

    Keempat, perlindungan sosial dan keberlanjutan. Kebijakan penghiliran harus berpihak pada pekerja tambang, masyarakat lokal, dan lingkungan hidup. Standar industri hijau dan mekanisme kompensasi lingkungan harus menjadi syarat bagi setiap investasi hilir dalam mengedepankan “environmental conditionalities”.

    Penghiliran nikel tidak boleh berhenti sebagai proyek fisik atau jargon politik. Ia harus diangkat menjadi strategi bangsa yang menyeluruh guna mengintegrasikan visi ekonomi, teknologi, sosial, dan lingkungan. Dengan lebih dari 21 juta ton cadangan nikel laterit terbesar di dunia, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi sentra industri kendaraan listrik global.

    Potensi ini hanya bisa tercapai dengan penghiliran berdaulat, penguasaan teknologi, akses pasar global, dan ekosistem industri yang kuat. Krisis harga dan penutupan smelter adalah alarm untuk koreksi kebijakan. Kedaulatan ekonomi bukan sekadar stop ekspor mentah, tetapi soal siapa yang menguasai rantai nilai dan memberi manfaat berkelanjutan bagi bangsa.

  • Kilas Balik Pesawat N250, Simbol Teknologi Nasional yang Berakhir di Museum

    Kilas Balik Pesawat N250, Simbol Teknologi Nasional yang Berakhir di Museum

    Bisnis.com, JAKARTA — Tepat pada 10 Agustus 1995 atau 30 tahun yang lalu, pesawat asli buatan Bapak Teknologi Nasional, Bacharudin Jusuf Habibie, N250 untuk pertama kalinya mengudara di langit Indonesia. 

    Terbangnya pesawat N250 Gatotkaca secara perdana di langit Kota Bandung dan disaksikan langsung oleh Presiden Soeharto, diabadikan sebagai peringatan Hari Teknologi Nasional (Harteknas) setiap tanggal 10 Agustus. 

    Sayang, masa depan N250 yang diciptakan Habibie tak berlangsung lama usai krisis moneter yang menerpa Indonesia. Memaksa Proyek Strategis Nasional (PSN) itu berhenti dengan imbalan utang dari Dana Moneter Internasional/International Monetary Fund (IMF). 

    Alhasil, pesawat tersebut harus mendekam di hangar PT Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN), kini menjadi PT Dirgantara Indonesia (Persero), selama 25 tahun sebelum akhirnya dibawa ke museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala (Muspusdirla) Yogyakarta pada 2020. 

    Spesifikasi Pesawat N250 

    Melansir dari laman resmi Institut Teknologi Dirgantara Adisutjipto, pesawat N250 Memiliki spesifikasi mesin dual turboprop 2439 KW Allison AE 2100C dengan 6 bilah baling-baling. 

    Pesawat ini memiliki berat kosong 13.665 kg, berat maksimum saat lepas landas 22.000 kg,  panjang 26,30 meter, tinggi 8,37 meter, serta rentang sayap 28 meter.

    N250 Gatotkaca mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km per jam dan kecepatan ekonomis 555 km per jam. Kecepatan ini menjadi angka tertinggi di kelas turboprop dengan 50 penumpang. 

    Sedangkan untuk ketinggian operasinya adalah 25.000 kaki atau 7.620 meter di atas permukaan laut dengan daya jelajah mencapai 2.040 km. Sementara bahan bakar standar pada N250 mampu menjelajah hingga 1.480 km. 

    Pesawat Gatotkaca N250 di Museum

    Sementara berdasarkan catatan pemberitaan Bisnis, salah satu keunggulan yang ditonjolkan IPTN untuk memenangkan pertempuran di medan pemasaran pesawat komuter 80 penumpang kala itu adalah melengkapi N-250 dengan sistem pengendali penerbangan fly by wire (FBW).

    Selama ini, teknologi FBW baru diterapkan pada pesawat tipe besar seperti Airbus A-320 dan Boeing 777. Dengan demikian, N-250 merupakan jenis pesawat yang ketiga menggunakan teknologi tersebut, atau yang pertama dalam kelas komuter.

    Selain pertimbangan keamanan, sistem FBW juga dimaksudkan untuk memudahkan pilot mengendalikan pesawat tersebut dalam setiap kondisi.

    Sejarah Pesawat N250 

    Rencana pengembangan pesawat N250 ini pertama kali diungkapkan oleh PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang sekarang menjadi PT. Dirgantara Indonesia pada Paris Air Show di tahun 1989. Pembuatan prototipe pesawat N250 Gatotkaca dimulai pada tahun 1992.

    Awalnya, pesawat ini dibuat dengan kapasitas 30 penumpang, namun pada tahun 1989 desain tersebut diubah dan dibuat dengan kapasitas 50 penumpang. Sejatinya, pesawat ini dibuat untuk menjadi alat transportasi antar pulau dan antar kota, karena itu bentuk N250 tidak terlalu besar.

    Pemberian nama pesawat N250 Gatotkaca tentu bukanlah tanpa alasan. Kode N pada nama pesawat memiliki arti sebagai “Nusantara” yang menunjukkan bahwa proses desain hingga produksinya dikerjakan di Indonesia. Sedangkan “Gatotkaca” yang disematkan pada pesawat tersebut adalah nama pemberian presiden RI ke-2 Soeharto untuk prototipe N250.

    Sementara itu angka 250 mengacu pada 2 mesin dan 50 mewakili kapasitas pesawat dengan 50 penumpang. Pesawat hasil rancangan BJ Habibie ini menggunakan teknologi yang cukup canggih yang dibuat untuk 30 tahun kedepan. 

    Mendiang Bacharudin Jusuf Habibie, yang kala itu memimpin IPTN, nyatanya sudah menyiapkan 4 desain prototipe pesawat komuter dengan kapasitas angkut 50 orang—termasuk N250. 

    BJ Habibie

    Empat gambar desain pesawat itu kini masih dipajang di kantor PT Dirgantara Indonesia (Persero). Presiden Kedua RI Soeharto bahkan sempat memberikan nama pada masing-masing gambar rancangan pesawat N250 tersebut. 

    Pertama, Gatotkoco, lalu Kerincing Wesi, Konconegoro, dan terakhir Putut Guritno. Sobekan kertas halaman buku tulis berisi tulisan tangan masing-masing nama-nama pesawat itu dipajang bersama gambar 4 desain pesawat itu, diparaf Habibie tanggal 17 Agustus 1993.

    Dua di antaranya, yakni Gatotkoco dan Koconegoro sudah rampung dibangun kala itu. Sementara empat pesawat seluruhnya disiapkan untuk menjalani uji sertifikasi agar lebih cepat rampung melalap jam terbang yang dipersyaratkan bagi pesawat baru. 

    “Dua sudah terbang. Sudah mulai start sertifikasi, tapi belum selesai. Belum tuntas, sampai krisis terjadi dan proyek ini dihentikan,” kata Direktur PT Dirgantara Indonesia (Persero) Elfien Goentoro kala itu. 

    Habibie menyebutkan harga jual N-250 diperkirakan mencapai US$13,5 juta atau sekitar Rp27 miliar. dengan harga jual sebesar itu, IPTN akan mencapai break even point setelah melahirkan Gatotkaca yang ke-260. 

    Jumlah penjualan itu diperkirakan tercapai pada 2007, kalau pemasaran lancar. Sementara itu, IPTN cukup banyak menyedot dana untuk pengembangan proyek prestisius tersebut. Setidaknya US$650 juta dana dari kantung pemerintah yang akan dilahap guna memenuhi keperluan tersebut.

    Harapan penjualan dan cita-cita N250 hilir mudik di langit Nusantara pun tak pernah terjadi imbas krisis moneter. N250 bahkan menjadi salah satu poin dalam perjanjian dengan IMF, di mana penghentian program ditukar dengan dukungan utang IMF untuk membantu ekonomi Indonesia. 

  • Setumpuk PR Dirjen Pajak Baru Kejar Kekurangan Target Pajak Rp1.245,5 Triliun

    Setumpuk PR Dirjen Pajak Baru Kejar Kekurangan Target Pajak Rp1.245,5 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja penerimaan pajak yang masih belum sesuai ekspektasi menjadi pekerjaan utama Direktur Jenderal alias Dirjen Pajak Baru, Bimo Wijayanto. Apalagi realisasi penerimaan pajak pada semester 1/2025 lalu mencapai Rp831,27 triliun atau kurang dari Rp1.2456,3 triliun dari outlook yang tercatat sebesar Rp2.076,9 triliun. 

    Tidak tercapainya penerimaan pajak akan berimbas ke kinerja APBN secara keseluruhan, termasuk kemungkinan pelebaran defisit yang tahun ini memang sudah di-setting melebar ke angka 2,78%. 

    Namun demikian, untuk memenuhi kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp1.245,63 triliun, bukan pekerjaan mudah. Tingginya restitusi telah memicu kontraksi penerimaan di jenis-jenis utama penerimaan pajak seperti PPN dan PPh.

    Sekadar ilustrasi, kalau merujuk kepada data Kementerian Keuangan, angka restitusi itu bisa ditelusuri melalui besaran jumlah pajak bruto dan pajak neto. Penerimaan PPN Bruto pada semester 1/2025 tercatat sebesar Rp443,93 triliun, sementara itu neto Rp267,27 triliun. Artinya jika selisih antara PPN bruto dan neto itu dianggap sebagai restitusi, maka nilainya akan mencapai Rp176,6 triliun. 

    Selain itu, ada kecenderungan ketidakelastisan antara penerimaan pajak dengan sektor-sektor produk domestik bruto (PDB). Sebagai contoh, pemerintah mengkaim bahwa daya beli pemerintah masih cukup terjaga. Klaim ini diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang memaparkan bahwa sepanjang semester 1/2025 lalu pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 4,96% atau lebih tinggi dibandingkan dengan semester II/2024 yang tercatat sebesar 4,92%.

    Namun demikian, tren pertumbuhan konsumsi ini tidak sejalan dengan kinerja penerimaan pajak pertambahan nilai atau PPN. Data penerimaan pajak pada Semester 1/2025 mencatat realisasi PPN sebanyak Rp267,27 triliun atau terkontraksi sebesar 19,7% dibandingkan realisasi tahun lalu yang tercatat sebesar Rp332,81 triliun.

    Artinya ada ketidakelastisan antara kinerja konsumsi rumah tangga yang merepresentasikan daya beli masyarakat dengan penerimaan PPN. Kalau merujuk data BPS, secara kumulatif konsumsi rumah tangga mencapai Rp6.317,2 triliun pada semester 1/2025. Menariknya, jumlah PPN yang dipungut otoritas pajak hanya di angka Rp267,27 triliun atau sekitar 4,2% dari total aktivitas konsumsi masyarakat.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak Rosmauli menekankan bahwa linerja penerimaan pajak tidak semata-mata dipengaruhi oleh konsumsi dan sektor manufaktur, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor lain secara keseluruhan. Meski demikian, Rosmauli mengakui bahwa penerimaan pajak tahun ini menghadapi banyak tantangan.

    “Saat ini, pengumpulan penerimaan pajak menghadapi sejumlah tantangan, antara lain penurunan harga komoditas yang disebabkan oleh gejolak perekonomian global dan ketidakstabilan geopolitik yang terjadi di sejumlah negara,” ujar Rosmauli kepada Bisnis, dikutip Senin (11/8/2025). 

    Rasio Pajak Stagnan, Rasio Utang Melonjak

    Realisasi penerimaan pajak semester 1/2025 tercatat di angka Rp831,3 triliun atau terkontraksi sebesar 7% dari realisasi semester 1/2024 yang tembus di angka Rp893,8 triliun. 

    Tren pelemahan dari sisi penerimaan pajak ini berisiko bagi stabilitas pengelolaan anggaran. Apalagi, pemerintah juga harus menghadapi potensi lonjakan utang untuk menutup celah fiskal yang ditimbulkan akibat shortfall penerimaan pajak.

    Dalam catatan Bisnis, pada tahun 2024 lalu total outstanding utang pemerintah mencapai Rp8.909,13 triliun atau 39,6% dari produk domestik bruto (PDB). Artinya jika mengacu data realisasi pembiayaan utang semester 1/2025, total utang pemerintah pusat telah menembus angka Rp9.224,5 triliun.

    Sementara itu, jika dihitung menggunakan outlook APBN 2025 yang mencapai Rp772,9 triliun, posisi utang pemerintah pusat (SBN dan pinjaman) kemungkinan menembus Rp9.682 triliun atau tumbuh 8,67% year on year (yoy). Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 2025 di angka 5% atau sekitar Rp23.245,9 triliun, maka proyeksi rasio utang terhadap PDB pada 2025 berada di angka 41,6%. 

    Perbandingan Rasio Pajak Vs Rasio Utang

    Angka 41,6% menjadi yang tertinggi selama 9 tahun terakhir. Proyeksi ini bahkan melampaui realisasi rasio utang pada masa pandemi Covid-19 (2020-2021) yang bila berdasarkan data Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024 berada di angka 39,4% – 41,1%.

    Persoalannya, tren lonjakan rasio utang yang nyaris mencetak rekor selama 9 tahun terakhir berbanding terbalik dengan kinerja rasio pajak yang justru stagnan bahkan cenderung menurun.

    Tahun ini, misalnya, pemerintah telah menetapkan bahwa outlook penerimaan pajak sebesar Rp2.076,9 triliun. Artinya dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5%, maka rasio pajak pada tahun 2025 kemungkinan akan berada di angka 8,9%.

    Proyeksi tersebut menunjukkan bahwa rasio pajak, khususnya penerimaan pajak pusat yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak, tidak pernah melonjak signifikan. Angka rasio pajak selalu terjebak di kisaran 8% selama 9 tahun terakhir. Angka pastinya di 7,5% – 8,9%. 

  • Harga Smartphone Xiaomi Terbaru Agustus 2025: Seri POCO Diskon Besar

    Harga Smartphone Xiaomi Terbaru Agustus 2025: Seri POCO Diskon Besar

    Bisnis.com, JAKARTA — Produsen smartphone asal China, Xiaomi, memperbarui harga produknya untuk Agustus ini. Perusahaan ingin memperkuat posisi di Indonesia di tengah pelemahan daya beli. 

    Terjadi sejumlah perubahan harga yang ditawarkan seri Smartphone keluaran China ini. Terhitung dari seri Xiaomi dan Redmi, hanya Xiaomi 14T yang turun harga menjadi Rp5,8 juta, dengan kata lain, varian tersebut turun sekitar Rp200.000 dibanding bulan lalu.

    Seri POCO menjadi yang cukup banyak menawarkan diskon. Dua di antaranya adalah varian POCO X7 Pro 5G dan POCO X7 5G yang kurang lebihnya turun harga sekitar Rp400.000 dibanding Juli lalu.

    Berikut ini adalah daftar harga lengkap katalog produk Xiaomi bulan Agustus 2025, dilansir laman resminya: 

    Xiaomi Series:

    1. Xiaomi 15 Ultra Rp16.999.000 

    2. Xiaomi 15 Rp11.999.000 

    3. Xiaomi 14T dari Rp6.499.000 jadi Rp5.799.000

    4. Xiaomi 14T Pro Rp8.499.000 

    5. Xiaomi 14 dari Rp11.999.000 jadi Rp10.499.000

    Redmi Series: 

    1. Redmi Note 14 Pro+ 5G: 

    -12 GB + 512 GB dari Rp 5.999.000 jadi Rp 5.599.000 

    -8 GB + 256 GB dari Rp5.499.000 jadi Rp5.099.000 

    2. Redmi Note 14 Pro 5G: 

    -12 GB + 512 GB dari Rp 4.999.000 jadi Rp 4.599.000 

    -8 GB + 256 GB dari Rp4.399.000 jadi Rp3.999.000 

    3. Redmi Note 14 5G: 

    -12 GB + 512 GB dari Rp 3.999.000 jadi Rp Rp3.699.000 

    -8 GB + 256 GB Rp3.199.000 

    4. Redmi Note 14: 

    -8 GB + 256 GB Rp2.599.000 

    -8 GB + 128 GB Rp2.399.000 

    5. Redmi Note 13 Pro+ 5G: 

    -12 GB + 512 GB dari Rp 5.999.000 jadi Rp 5.099.000 

    6. Redmi Note 13 Pro 5G: 

    -12 GB + 512 GB Rp4.999.000 

    -8 GB + 256 GB Rp4.399.000 

    Smartphone Redmi Note 14

    7. Redmi Note 13 5G: 

    -8 GB + 256 GB Rp3.199.000 

    8. Redmi Note 13 Pro: 

    -8 GB + 256 GB Rp3.799.000 

    9. Redmi Note 13: 

    -8 GB + 256 GB Rp2.799.000 

    -8 GB + 128 GB Rp2.499.000 

    10. Redmi 13: 

    -8 GB + 256 GB dari Rp2.199.000 jadi Rp1.799.000 

    -8 GB + 128 GB dari Rp1.999.000 jadi Rp1.699.000 

    11. Redmi 14c: 

    -8 GB + 256 GB dari Rp1.799.000 jadi Rp1.599.000 

    -6 GB + 128 GB dari Rp1.499.000 jadi Rp1.399.000 

    12. Redmi 13x: 

    -8 GB + 256 GB Rp1.799.000 

    -8 GB + 128 GB Rp1.699.000 

    13. Redmi 13c Rp1.499.000 

    14. Redmi A5 dari Rp1.199.000 jadi Rp 1.149.000 

    15. Redmi A3: 

    -4 GB + 128 GB dari Rp1.199.000 jadi Rp1.099.000

    POCO Series: 

    1. POCO F7 Ultra: 

    16 GB + 512 GB Rp10.999.000 

    16 GB + 256 GB Rp9.999.000 

    2. POCO F7 Pro: 

    12 GB + 512 GB Rp7.499.000 

    3. POCO F7: 

    12 GB + 512 GB dari Rp5.999.000 

    4. POCO X7 Pro 5G: 

    12 GB + 512 GB dari Rp4.999.000 jadi Rp4.599.000

    Smartphone POCO

    5. POCO F6: 

    12 GB + 512 GB dari Rp5.699.000 jadi Rp4.549.000 

    8 GB + 256 GB Rp4.999.000 

    6. POCO X7 5G: 

    12 GB + 512 GB dari Rp4.399.000 jadi Rp3.949.000

    8 GB + 256 GB dari Rp3.799.000 jadi Rp3.349.000

    7. POCO M7 Pro 5G: 

    8 GB + 256 GB dari Rp2.999.000 jadi Rp2.599.000

    8. POCO M6: 

    8 GB + 256 GB dari Rp2.099.000

    9. POCO C75 

    8 GB + 256 GB dari Rp1.749.000 

    6 GB + 128 GB dari Rp1.449.000 

    10. POCO C71: 

    4 GB + 128 GB dari Rp1.099.000 jadi Rp1.049.000 

    11. POCO X6 Pro 5G: 

    12 GB + 512 GB dari Rp4.999.000 jadi Rp3.799.000 

    12. POCO X6 5G: 

    12 GB + 512 GB dari Rp3.999.000 jadi Rp3.499.000 

    13. POCO M6 Pro: 

    8 GB + 256 GB dari Rp2.999.000 jadi Rp2.499.000 

    14. POCO C65: 

    8 GB + 256 GB dari Rp1.749.000 

    6 GB + 128 GB Rp1.449.000 

    (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Kewenangan Besar Sri Mulyani ‘Utak-atik’ Efisiensi Anggaran

    Kewenangan Besar Sri Mulyani ‘Utak-atik’ Efisiensi Anggaran

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah terus menginjak rem efisiensi sebagai konsekuensi dari keterbatasan ruang fiskal akibat tersendatnya sektor pendapatan negara. Efisiensi belanja ini akan dialihkan untuk program prioritas pemerintah.

    Salah satu penguat berlanjutnya kebijakan efisiensi itu tampak dari implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Beleid baru ini memberikan kewenangan besar kepada Menteri Keuangan. 

    Ada sejumlah perbedaan beleid tersebut dengan aturan yang diterbitkan sebelumnya, sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025. Pada PMK No.56/2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mencantumkan pos anggaran belanja lainnya ke dalam pos anggaran yang kena efisiensi. 

    Dengan kata lain, ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos yang diefisiensi kalau membandingkannya dengan jumlah yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025. 

    Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain, alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan.

    Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.

    Melalui keterangan tertulis, Kemenkeu menjelaskan bahwa 15 item belanja yang tercantum dalam PMK No.56/2025 merupakan item belanja yang termasuk dalam kategori belanja barang dan modal. 

    Sementara itu, item belanja lainnya yang tercantum dalam S-37 menjadi target identifikasi rencana efisiensi yang dilakukan oleh kementerian/lembaga sebagaimana diatur juga dalam ketentuan yang sama pada Pasal 3 ayat (3) dan ayat (5). 

    “Di mana dibuka ruang untuk pemenuhan target efisiensi dari jenis belanja lain sesuai dengan arahan Presiden,” ujar Kepala Biro Layanan Komunikasi dan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro kepada Bisnis, Kamis (7/8/2025).

    Kewenangan Besar Sri Mulyani

    Untuk diketahui, PMK No.56/2025 khususnya pasal 3 ayat (3) mengatur bahwa “Jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi belanja barang, belanja modal, dan/atau jenis belanja lainnya sesuai arahan Presiden.”

    Kemudian, pasal 3 ayat (5) mengatur bahwa nantinya Bendahara Negara dapat menyesuaikan 15 item belanja yang diatur dalam PMK tersebut sesuai arahan Kepala Negara. 

    “Menteri Keuangan dapat melakukan penyesuaian item belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan arahan Presiden,” demikian bunyi pasal 3 ayat (5). 

    Masih terkait dengan kewenangan penetuan efisiensi, Kemenkeu melalui keterangannya juga menjelaskan bahwa besaran efisiensi yang diatur dalam PMK No.56/2025 masih merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 yang diterbitkan Presiden Prabowo di awal tahun lalu. 

    Hal itu lantaran dalam PMK terbaru dimaksud, belum adanya keterangan berapa besaran anggaran yang menjadi objek dari efisiensi. Sebelumnya, pada Inpres No.1/2025, efisiensi anggaran belanja negara tahun 2025 diatur sebesar Rp306,6 triliun yang terdiri dari Rp256,I triliun belanja pemerintah pusat dan Rp50,59 triliun transfer ke daerah. 

    Namun demikian, pada keterangan tertulis yang sama, Deni menyebut pihaknya belum membuat kebijakan penyisiran anggaran sejalan dengan terbitnya PMK No.56/2025.

    “Sampai saat ini belum ada kebijakan penyisiran ulang efisiensi anggaran kecuali yang sudah tercantum dalam Instruksi Presiden alias Inpres No.1/2025,” terangnya. 

    Adapun saat dimintai keterangan lebih lanjut, Rabu (6/8/2025), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati masih enggan menjelaskan. Usai mengikuti rapat kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, kemarin, Bendahara Negara langsung menuju mobilnya lantaran ada kegiatan yang harus diikutinya lagi. 

    “Aku nanti ada rapat. Terima kasih, ya,” ucapnya sebelum menutup pintu mobilnya dan bertolak pulang dari Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu(6/8/2025). 

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga merespons singkat. Dia menjelaskan bahwa kementeriannya bakal mengumumkan lebih lanjut soal implementasi PMK tersebut. 

    Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu menuturkan, efisiensi akan terus dilakukan karena merupakan keinginan setiap lembaga.  “Kalau efisiensi kan memang sudah menjadi keinginan kita setiap lembaga. Terus mencari efisiensi dalam anggaran. Jadi lanjut terus aja, dalam pelaksanaan, dalam perencanaan,” tuturnya di Istana Kepresidenan.

    Belanja Gagal Jadi Katalis Ekonomi?

    Adapun berdasarkan data pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut sebesar 5,12% secara tahunan (yoy) dibandingkan kuartal II/2024. 

    PDB menurut pengeluaran berupa belanja pemerintah tumbuh negatif 0,33% secara tahunan (yoy) dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan itu semakin merosot dari kuartal I/2024, yakni hanya 1,24% yoy. Efisiensi anggaran sesuai Inpres No.1/2025 memang diterapkan pada periode tersebut. 

    Sebagai respons, Menkeu Sri Mulyani sebelumnya mempercepat realisasi belanja pemerintah yang sebelumnya tertahan. Hal itu kendati statistik menunjukkan tuahnya belum dirasakan setidaknya hingga kuartal II/2025.

    Per akhir Maret 2025, atau akhir kuartal I/2025 ketika blokir anggaran kementerian/lembaga dibuka, Sri Mulyani memaparkan bahwa belanja negara terakselerasi hingga Rp516,1 triliun. Dia menjelaskan pada Januari hingga Februari 2025 atau dalam dua bulan, realisasi belanja pemerintah baru mencapai Rp316,9 triliun. Secara rata-rata, per bulannya belanja senilai Rp158,45 triliun.  

    Artinya, pada Maret saja pemerintah telah membelanjakan Rp200 triliun dari APBN, lebih tinggi dari rata-rata dua bulan sebelumnya.   

    “Ini menggambarkan pada Maret terjadi akselerasi belanja. Kabinet yang baru sudah fokus menjalankan programnya, sudah tidak transisi,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (30/4/2025). 

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

    Adapun penurunan belanja pemerintah secara tahunan, juga disebut pemerintah karena faktor musiman. Saat kuartal II/2024, belanja pemerintah digelontorkan akibat Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 serentak. 

    “Konsumsi pemerintah dibandingkan tahun lalu memang minus 0,33%, karena tahun lalu ada Pemilu sehingga government spending-nya besar,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada konferensi pers, Selasa (5/8/2025).

    Menko Perekonomian sejak 2019 itu menyebut ke depan pemerintah akan mendorong konsumsi guna meningkatkan utilitas serta penciptaan lapangan pekerjaan. Beberapa yang sudah diumumkan adalah stimulus ekonomi pada kuartal III/2025 sebesar Rp10,8 triliun, setelah sebelumnya digelontorkan Rp24,44 triliun. 

    Kemudian, pemerintah juga akan menyiapkan di antaranya paket stimulus untuk Libur Natal dan Tahun Baru. “Hingga tentu ke depan kita terus mendorong konsumsi untuk meningkatkan utilitas dan menciptakan lapnagan kerja untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang,” terang mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.

    Namun demikian, Direktur Ekonomi Digital pada Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai belanja negara sudah gagal memberikan dampak yang signifikan. Hal itu kendati sudah ada anggaran yang sebagian dibuka oleh pemerintah. 

    “Pertumbuhan pengeluaran pemerintah masih minus atau terkontraksi. Padahal seharusnya ketika daya beli masyarakat masih turun, belanja pemerintah bisa menjadi stimulus yang tepat bagi perekonomian,” katanya kepada Bisnis, Kamis (7/8/2025). 

    Nailul menyebut efek dari efisiensi pada awal 2025 berdampak negatif terhadap perekonomian, setidaknya hingga kuartal II/2025. Untuk itu, dia mendorong agar pemerintah bisa mendorong belanja di sektor perhotelan atau sektor transportasi yang dinilai bisa menjadi stimulus bagi ekonomi daerah. 

    “Maka, saya berharap pemerintah melakukan stimulus perekonomian di triwulan III dan IV tahun ini dengan melakukan belanja modal dan barang yang dapat menggerakan perekonomian,” tuturnya.

    Apa Imbasnya ke Penerapaan Negara?

    Sebelumnya, data APBN dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan bahwa realisasi penerimaan pajak semester I/2025 berada di level Rp831,3 triliun. Terjadi kontraksi sebesar 7% yoy dari semester I/2024 yang sebelumnya senilai Rp893,8 triliun. 

    Sebelumnya, outlook APBN 2025 terkait dengan penerimaan pajak yakni sebesar Rp2.076,9 triliun dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5%. 

    Pranjul Bhandari, Chief Indonesia and India Economist dari HSBC Global Research mengatakan bahwa turunnya penerimaan negara pada paruh pertama 2025 disebabkan oleh perubahan kebijakan perpajakan korporasi dan sistem baru yang diperkenalkan (Coretax). 

    Namun, Pranjul memperkirakan pemerintah bakal menghimpun penerimaan negara yang meningkat pada semester II/2025. 

    “Saya rasa paruh kedua 2025 kita akan melihat pertumbuhan penerimaan, yang naik dibandingkan paruh pertama,” ujarnya pada media briefing secara daring, Jumat (8/8/2025). 

    Dengan penerimaan yang naik Juli-Desember 2025, maka pemerintah memiliki peluang untuk mendorong belanja lebih besar. Pranjul pun melihat, rencana-rencana pemerintah untuk menyalurkan kembali stimulus ekonomi maupun perpanjangan periode insentif yang telah disampaikan menunjukkan rencana pemerintah untuk menggeber belanja. 

    Kepala Ekonom HSBC untuk Indonesia dan India itu menilai, outlook defisit APBN yang direvisi dari awalnya 2,5% terhadap PDB ke sekitar 2,8% terhadap PDB menunjukkan bahwa pemerintah terbuka untuk lebih fleksibel dalam belanja. 

    Sekadar informasi, pada Juli 2025 lalu, Sri Mulyani telah melaporkan ke Prabowo bahwa outlook defisit APBN adalah 2,78% terhadap PDB. 

    “Bagi saya itu artinya pemerintah sedikit lebih terbuka untuk belanja, dengan saat yang sama masih menaati batas 3% defisit. Yang mana bagi saya adalah kabar baik untuk pertumbuhan ekonomi,” pungkas Pranjul.

  • Profil 5 Tokoh Militer Penerima Pangkat Jenderal Kehormatan dari Prabowo Subianto

    Profil 5 Tokoh Militer Penerima Pangkat Jenderal Kehormatan dari Prabowo Subianto

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menyematkan anugerah jenderal kehormatan dan kenaikan pangkat kehormatan ke sejumlah purnawirawan dan perwira tinggi TNI.

    Penganugerahan itu diberikan saat Upacara Gelar Pasukan Operasional dan Kehormatan Militer di Lapangan Udara (Lanud) Suparlan Pusdiklatpassus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. 

    Dalam upacara yang diikuti oleh 27.384 prajurit dari tiga matra TNI itu, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan tanda pangkat Jenderal Kehormatan, menyematkan tanda jabatan Wakil Panglima TNI, menyerahkan piagam penghargaan Bintang Sakti kepada prajurit berintegritas tinggi.

    Selain itu, Prabowo juga meresmikan dan mengukuhkan sejumlah satuan baru TNI di antaranya peningkatan kepangkatan perwira tinggi pasukan elite TNI dan pembentukan enam Komando Daerah Militer (Kodam) baru.

    Berikut profil penerima penganugerahan itu:

    Letjen TNI (Purn) Yunus Yosfiah

    Alumni AMN 1965, aktif dalam Kopassus dan operasi penting di Timor:

    Yunus memasuki satuan elite Kopassus (dahulu RPKAD), mulai dari Komandan Peleton Grup 2, Komandan Kompi Grup 2 dan Grup 4, hingga menjabat Komandan Batalyon Infanteri 744 yang dikenal atas keterlibatannya dalam operasi di Timor Timur, termasuk penembakan Nicolao Lobato pada tahun 1978

    Dia meneruskan karier sebagai Kepala Staf Kodam VI/Tanjungpura, Panglima Kodam II/Sriwijaya, dan kemudian menjabat Komandan Sesko ABRI serta Kepala Staf Sosial Politik ABRI

    Pada masa transisi reformasi, Yunus menjadi Ketua Fraksi ABRI di MPR pada tahun 1997, kemudian ditugaskan sebagai Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan di Sekretariat Negara. Dia kemudian ditunjuk sebagai Menteri Penerangan oleh Presiden BJ Habibie (1998–1999), dan dikenal karena mencabut kewajiban SIUPP serta menghentikan pemutaran film kontroversial G30S/PKI—langkah yang menjadi tonggak awal kebebasan pers era reformasi

    Setelah pensiun sebagai Letjen TNI pada 1999, Yunus bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia juga menjabat sebagai Sekjen PPP (2003–2007) dan pernah menjadi anggota DPR RI (2004–2009) dari fraksi PPP. Sejak tahun 2015, dia aktif bergabung dengan Partai Gerindra dan dipercaya sebagai anggota Dewan Pembina 

    Dihormati dengan pangkat kehormatan oleh Presiden Prabowo pada Agustus 2025:

    Pada 10 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan pangkat kehormatan Jenderal TNI bintang empat kepada Yunus Yosfiah, sebagai pengakuan atas dedikasi dan jasanya selama pengabdian di TNI dan pelayanan negara

    Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin

    Alumni Akabri 1974, rekan seangkatan Prabowo di militer:

    Sjafrie Sjamsoeddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 30 Oktober 1952. Ia menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri), lulus pada 1974 bersama Presiden Prabowo Subianto

    Memulai karier sebagai perwira Kopassus, Sjafrie memegang jabatan sebagai Komandan Peleton, Komandan Kompi, hingga Wakil Asisten Operasi Kopassus. Dia kemudian dipercaya menjadi Komandan Grup A Paspampres dan bertugas sebagai pengawal pribadi Presiden Soeharto. Kariernya berkembang hingga menduduki posisi penting seperti Danrem 061, Kepala Staf Kodam Jaya, hingga Panglima Kodam Jaya pada era 1997–1998 

    Masuk pemerintahan sebagai pejabat Kementerian Pertahanan hingga kini menjadi Menteri Pertahanan (2024–sekarang).

    Setelah pensiun dari militer pada sekitar tahun 2010, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan dan kemudian Wakil Menteri Pertahanan antara 2010–2014. 

    Sejak 2019, dia menjadi Asisten Khusus Menteri Pertahanan di bidang manajemen pertahanan. Pada 2023, ia menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Pertahanan dengan hasil Summa Cum Laude  

    Pada 21 Oktober 2024, Prabowo Subianto melantik Sjafrie sebagai Menteri Pertahanan dalam kabinet Merah Putih Hubungan mereka bersahabat erat sejak masa cadet di Akmil dan berlanjut ke kerja sama profesional hingga kini.

    Pada 13 Maret 2025, dia menerima empat tanda kehormatan tertinggi dari TNI, meliputi Bintang Yudha Dharma Utama, Kartika Eka Paksi Utama, Jalasena Utama, dan Swa Bhuana Paksa Utama. Selain itu, ia juga telah dianugerahi pangkat kehormatan Jenderal (Purn) Kehormatan pada 10 Agustus 2025 sebagai penghargaan atas jasa dan dedikasinya di dunia militer dan pertahanan.

    Letjen TNI (Purn) Muhammad Herindra

    Lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 30 November 1964, Herindra menyelesaikan pendidikan di Akademi Militer tahun 1987 dan meraih predikat terbaik Angkatan (Adhi Makayasa)

    Bergabung dengan Kopassus sejak dini, dia memimpin Batalyon Infanteri 812 (unit kontra-teror) dan menjalani berbagai peran di intelijen serta teritorial—termasuk sebagai Kasum TNI, Inspektur Jenderal, hingga pimpinan umum Kopassus.

    Karier pemerintahan pasca-pensiun yaitu menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan sejak Desember 2020 hingga Oktober 2024, lalu dilantik menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) pada 21 Oktober 2024. Ia juga menjabat Komisaris Utama PT Len Industri

    Menerima berbagai tanda jasa—mulai dari Bintang Yudha Dharma, Kartika Eka Paksi, hingga penghargaan asing seperti Royal Order of Sahametrei dari Kamboja.

    Pada 10 Agustus 2025, Presiden Prabowo menganugerahi Herindra pangkat kehormatan Jenderal (bintang empat) atas dedikasi panjangnya terhadap TNI dan negara  

    Letjen TNI (Purn) Agus Sutomo

    Lahir di Blitar, Jawa Timur (25 Agustus 1955), Agus menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Laut dan lulus pada tahun 1978.

    Menjabat sebagai Kepala Staf TNI AL sejak November 2009 dan kemudian diangkat menjadi Panglima TNI pada Desember 2010. Dalam tugasnya, ia memperkuat profesionalisme dan mendorong modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI.

    Pada 10 Agustus 2025, Agus mendapatkan pangkat kehormatan Jenderal (bintang empat) sebagai bentuk penghargaan atas kontribusi strategisnya di TNI dan pemerintahan.

    Letjen TNI (KKO) (Purn) Ali Sadikin

    Ali Sadikin lahir di Sumedang, Jawa Barat pada 7 Juli 1926. Ia memulai kiprah kemiliterannya dalam era awal kemerdekaan, bergabung dengan angkatan laut (yang kemudian menjadi Korps Marinir), dan berani maju ke garis depan dalam pertempuran melawan Belanda—aksi heroiknya disebut “Hollywood style”.

    Selain kiprah militer, Ali juga aktif sebagai anggota kelompok “Petisi Lima Puluh”, yang vokal menolak dominasi kekuasaan otoriter di era Orde Baru.

    Meskipun telah wafat pada 20 Mei 2008, Ali Sadikin secara anumerta dianugerahi pangkat kehormatan Jenderal (bintang empat) oleh Presiden Prabowo pada 10 Agustus 2025 sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya bagi bangsa.