Category: Bisnis.com

  • Aksi Koboi Kopda Bazarsah di Arena Sabung Ayam Berujung Vonis Mati

    Aksi Koboi Kopda Bazarsah di Arena Sabung Ayam Berujung Vonis Mati

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengadilan Militer I-04 Palembang telah memvonis mati terdakwa Kopral Dua (Kopda) Bazarsah dalam kasus penembakan tiga polisi di lokasi judi sabung ayam, Kabupaten Way Kanan, Lampung.

    Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk Fredy Ferdian Isnartanto menyatakan Kopda Bazarsah terbukti secara sah dan bersalah dalam peristiwa itu. 

    Dalam amarnya, Fredy menyatakan Bazarsah telah melakukan tindak pidana sebagaimana Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan Senjata Api dan Senjata Tajam Secara Ilegal, serta Pasal 303 KUHP tentang tindak pidana perjudian.

    “Memidana terdakwa dengan pidana pokok hukuman mati dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer,” kata majelis hakim dilansir dari Antara, Senin (11/8/2025). 

    Atas vonis tersebut, Kopda Bazarsah memiliki waktu tujuh hari untuk mengambil sikap menerima atau mengajukan banding atas vonis tersebut.

    Berbeda dengan Kopda Bazarsah, Pembantu Letnan Satu (Peltu) Yun Hery Lubis divonis divonis lebih ringan dengan hukuman 3,5 tahun dan dipecat dari kedinasan TNI. Dia terbukti sebagai pengelola judi sabung ayam di TKP penembakan.

    Rekam Jejak Kasus Kopda Bazarsah 

    Kopda Bazarsah divonis hukuman mati dalam kasus penembakan tiga anggota korps Bhayangkara pada Senin (17/3/2025).

    Tiga anggota kepolisian itu yakni Kapolsek Negara Batin Way Kanan, Lusiyanto; Bripka Petrus Apriyanto; dan Bripda M Ghalib Surya Ganta. 

    Kejadiannya terjadi saat kepolisian melakukan penggerebekan lokasi judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung sekitar 16.50 WIB.

    Kala itu, pihak kepolisian mendapatkan informasi soal lokasi judi sabung ayam di Way Kanan. Mendapatkan informasi itu, 17 anggota kemudian dikerahkan ke TKP. 

    Setibanya di lokasi, belasan anggota itu langsung ditembak oleh orang tidak dikenal. Dari belasan orang itu, Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus dan Bripda Ghalib telah tewas lantaran terkena tembakan.

    Kemudian, lokasi judi sabung ayam itu dicap sebagai area “Texas” lantaran diduga menjadi tempat peredaran senjata rakitan serta rawan kriminalitas.

    Area perjudian sabung ayam itu lumayan jauh dari pusat kota, perlu waktu tiga sampai empat jam untuk mencapai area Texas tersebut. Di lokasi itu juga hanya terdapat satu rumah yang dikelilingi perkebunan karena. 

    Adapun, lokasi sabung ayam itu merupakan milik oknum TNI. Di lain sisi, pada peristiwa penembakan ini sempat muncul isu karena dilatarbelakangi oleh dugaan setoran terhadap aparat setempat.

  • Ini 4 Catatan Ekonom ke Sri Mulyani Sebelum Lanjutkan Efisiensi APBN Lagi

    Ini 4 Catatan Ekonom ke Sri Mulyani Sebelum Lanjutkan Efisiensi APBN Lagi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan melanjutkan efisiensi belanja seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN. Terdapat beberapa catatan yang harus diperhatikan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto guna memastikan efisiensi berjalan pada jalur yang benar. 

    Untuk diketahui, PMK tersebut mengatur ihwal efisiensi belanja yang ditujukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung program prioritas pemerintah. 

    Menariknya di dalam beleid itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos yang diefisiensi kalau membandingkannya dengan jumlah yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025. 

    Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan.

    Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede memberikan empat poin catatan bagi pemerintah untuk melaksanakan efisiensi belanja ke depannya. Pertama, penerapan efisiensi jangan diberlakukan secara keseluruhan di seluruh pos anggaran atau across-the-board. 

    Sebab, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1/2025 yang menjadi acuan efisiensi belanja pemerintah pada awal tahun ini memasukkan pembangunan infrastruktur dan pengadaan peralatan/mesin ke dalam area identifikasi.

    “Sehingga ada risiko salah sasaran bila pemangkasan tak berbasis output,” jelas Josua kepada Bisnis, Senin (11/8/2025).

    Kedua, percepatan realokasi dan lelang agar pergeseran ke belanja modal atau capital expenditure (capex) tidak menimbulkan pengeluaran yang rendah (low disbursement) pada paruh kedua. Josua mewanti-wanti pemerintah agar menggunakan mekanisme ‘blokir-buka’ anggaran yang cepat, bukan penahanan berkepanjangan.

    Ketiga, layanan dasar yang meliputi pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, serta proyek yang didanai skema khusus seperti pinjaman/hibah/BLU/SBSN sesuai koridor Inpres/PMK. 

    Keempat, penguatan terhadap reviu belanja secara kuartalan berbasis kinerja. Hal itu termasuk koordinasi dengan daerah saat penyesuaian transfer ke daerah (TKD). 

    “Agar efisiensi benar-benar menekan biaya input seremonial/operasional, bukan mengorbankan output pelayanan publik atau serapan capex yang menopang investasi,” ujar Josua.

    Menurut pengamatan Josua, arah kebijakan efisiensi yang diatur pada PMK No.56/2025 dalam melanjutkan mandat Inpres No.1/2025 itu relatif tepat sasaran. Sebab, PMK yang baru diterbitkan Sri Mulyani pada akhir Juli lalu itu secara eksplisit menyasar pos-pos dengan efek berganda atau multiplier effect rendah di belanja barang/jasa dan sebagian belanja modal (perjalanan dinas, rapat/semiloka, sewa, jasa profesional, iklan/publikasi, pengadaan kendaraan, percetakan/souvenir, dan lain-lain).

    Di sisi lain, efisiensi yang dicanangkan pemerintah itu dinilai sambil tetap melindungi belanja pegawai dan bantuan sosial. 

    Sebagai informasi, Inpres No.1/2025 yang diterbitkan Presiden Prabowo sebelumnya menargetkan efisiensi total Rp306,7 triliun, yang meliputi anggaran kementerian/lembaga Rp256,1 triliun, serta Rp50,6 triliun pada TKD. 

    Efisiensi pada PMK itu juga, lanjut Josua, memprioritaskan agar pemangkasan tidak berasal dari pinjaman/hibah, Rupiah Murni Pendamping, PNBP-BLU yang disetor ke kas negara, maupun proyek yang menjadi underlying SBSN—sehingga ruang fiskal dialihkan ke program prioritas Presiden tanpa menurunkan layanan dasar.

    Di sisi lain, PMK baru itu juga merinci 15 jenis belanja sebagai objek efisiensi yang dinilai teknisnya untuk mendorong “value for money”.

    Belum Ada Penjelasan Rinci Efisiensi Anggaran Lanjutan

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara masih enggan menjelaskan lebih lanjut perincian efisiensi APBN yang dilanjutkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto setelah pelaksanaan pertama di awal tahun ini. 

    Namun demikian, Suahasil menjelaskan bahwa kementeriannya bakal mengumumkan lebih lanjut soal implementasi PMK tersebut. Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu menuturkan, efisiensi akan terus dilakukan karena merupakan keinginan setiap lembaga. 

    “Kalau efisiensi kan memang sudah menjadi keinginan kita setiap lembaga. Terus mencari efisiensi dalam anggaran. Jadi lanjut terus aja, dalam pelaksanaan, dalam perencanaan,” tuturnya di Istana Kepresidenan. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, PMK Nomor 56/2025 itu mengatur bahwa anggaran belanja yang terdampak efisiensi antara lain anggaran belanja kementerian atau lembaga, dan efisiensi transfer ke daerah. 

    “Hasil efisiensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) utamanya digunakan untuk kegiatan prioritas Presiden yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tertulis dalam beleid itu, dikutip pada Rabu (6/8/2025).

    Menariknya di dalam beleid itu, Sri Mulyani tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan pos anggaran dari 16 menjadi 15 pos yang terkena efisiensi kalau membandingkannya dengan jumlah yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025. 

    Meski demikian, aturan baru tersebut belum menyebut secara spesifik berapa nilai besaran anggaran yang terdampak efisiensi. PMK itu hanya menekankan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menyesuaikan item anggaran yang terkena efisiensi sesuai arahan presiden. 

    Selain itu, meski tetap merujuk kepada kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh presiden, Menteri Keuangan berhak menetapkan besaran efisiensi anggaran dan menyampaikannya kepada masing-masing kementerian dan lembaga.

  • Kurva Terbalik Efisiensi Anggaran, Defisit APBN Justru Membengkak

    Kurva Terbalik Efisiensi Anggaran, Defisit APBN Justru Membengkak

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara agresif melakukan efisiensi belanja untuk mendukung program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Ironisnya, aksi gencar efisiensi belanja itu dilakukan ketika outlook defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 terkerek naik dari 2,53% menjadi 2,78% dari produk domestik bruto (PDB).

    Pelebaran ruang fiskal di tengah beban anggaran yang cukup besar dan penerimaan pajak yang terkontraksi hingga 7% pada semester 1/2025, tentu berisiko. Outlook defisit anggaran yang mencapai 2,78% dari PDB juga tercatat tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

    Risiko lainnya, pemerintah harus menambah utang yang diperkirakan mencapai Rp772,9 triliun sampai akhir tahun. Meski lebih rendah dari target senilai Rp775,9 triliun, outlook utang pemerintah 2025 diperkirakan mengerek rasio utang terhadap PDB hingga 41,6%. Alhasil, sebagai jalan pintas, pemerintah kemudian menggunakan sisa anggaran lebih alias SAL tahun 2024 senilai Rp85,6 triliun untuk meminimalkan risiko fiskal akibat pembengkakan utang dan menjaga defisit di bawah 3% dari PDB.

    Di sisi lain, melalui implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 yang mengatur efisiensi belanja, pemerintah sejatinya telah memberikan sinyal bahwa efisiensi anggaran kemungkinan terjadi lebih radikal atau sebaliknya, karena dalam Pasal 4 ayat 6 PMK tersebut, pelaksanaan efisiensi akan memperhitungkan penerimaan pajak secara keseluruhan.

    “PMK ini menegaskan bahwa pelaksanaan kebijakan efisiensi harus mempertimbangkan pencapaian target penerimaan perpajakan secara keseluruhan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro kepada Bisnis belum lama ini.

    Aturan PMK Efisiensi

    Sekadar informasi bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara alias APBN.

    Lewat aturan tersebut, Kemenkeu menekankan bahwa efisiensi belanja dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendukung program prioritas pemerintah. Cakupan anggaran belanja yang terdampak efisiensi antara lain anggaran belanja kementerian atau lembaga, dan efisiensi transfer ke daerah. 

    Menariknya di dalam beleid itu, Sri Mulyani tidak memasukkan anggaran belanja lainnya dalam pos anggaran yang kena efisiensi. Itu artinya ada pengurangan item belanja kena efisiensi dari 16 menjadi 15 pos dibandingkan yang tertera dalam Surat Menkeu No: S-37/MK.02/2025. 

    Adapun kalau merujuk beleid baru tersebut, pos-pos anggaran yang kena efisiensi antara lain, alat tulis kantor; kegiatan seremonial; rapat, seminar, dan sejenisnya; kajian dan analisis; diklat dan bimtek; honor output kegiatan dan jasa profesi; percetakan dan souvenir; sewa gedung, kendaraan, dan peralatan. Selanjutnya, lisensi aplikasi; jasa konsultan; bantuan pemerintah; pemeliharaan dan perawatan; perjalanan dinas; peralatan dan mesin; infrastruktur.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

    Meski demikian, aturan baru tersebut juga tidak menyebut secara spesifik berapa nilai besaran anggaran yang terdampak efisiensi. PMK itu hanya menekankan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) bisa menyesuaikan item anggaran yang terkena efisiensi sesuai arahan presiden. 

    Selain itu, meski tetap merujuk kepada kebijakan efisiensi anggaran yang ditetapkan oleh presiden, aturan itu memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan besaran efisiensi anggaran dan menyampaikannya kepada masing-masing kementerian atau lembaga. 

    Catatan Ekonom Soal Efisiensi

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede memberikan empat poin catatan bagi pemerintah untuk melaksanakan efisiensi belanja ke depannya. Pertama, penerapan efisiensi jangan diberlakukan secara keseluruhan di seluruh pos anggaran atau across-the-board. 

    Sebab, Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 yang menjadi acuan efisiensi belanja pemerintah pada awal tahun ini memasukkan pembangunan infrastruktur dan pengadaan peralatan/mesin ke dalam area identifikasi. “Sehingga ada risiko salah sasaran bila pemangkasan tak berbasis output,” jelas Josua.

    Kedua, percepatan realokasi dan lelang agar pergeseran ke belanja modal atau capital expenditure (capex) tidak menimbulkan pengeluaran yang rendah (low disbursement) di paruh kedua. Josua mewanti-wanti pemerintah agar menggunakan mekanisme ‘blokir-buka’ anggaran yang  yang cepat, bukan penahanan berkepanjangan. 

    Ilustrasi pembangunan

    Ketiga, layanan dasar yang meliputi pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, serta proyek yang didanai skema khusus seperti pinjaman/hibah/BLU/SBSN sesuai koridor Inpres/PMK. Keempat, penguatan terhadap reviu belanja secara kuartalan berbasis kinerja. Hal itu termasuk koordinasi dengan daerah saat penyesuaian transfer ke daerah (TKD). 

    “Agar efisiensi benar-benar menekan biaya input seremonial/operasional, bukan mengorbankan output pelayanan publik atau serapan capex yang menopang investasi,” ujar Josua.

    Menurut pengamatan Josua, arah kebijakan efisiensi yang diatur pada PMK No.56/2025 dalam melanjutkan mandat Inpres No.1/2025 itu relatif tepat sasaran. Sebab, PMK yang baru diterbitkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhir Juli lalu itu secara eksplisit menyasar pos-pos dengan efek berganda atau multiplier effect rendah di belanja barang/jasa dan sebagian belanja modal (perjalanan dinas, rapat/semiloka, sewa, jasa profesional, iklan/publikasi, pengadaan kendaraan, percetakan/souvenir, dan lain-lain).

    Penerimaan Pajak Jadi Kunci

    Sementara itu, peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan bahwa defisit anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tahun depan, pemerintah akan melanjutkan sejumlah program unggulan atau prioritas yang mulai dijalankan tahun ini.

    Program tersebut menurutnya juga akan mengalami penyesuaian target penerima, yang berpotensi bertambah. Peningkatan jumlah penerima ini akan mendorong kebutuhan anggaran lebih besar untuk belanja prioritas.

    Di sisi lain, tantangan pada pos penerimaan pajak diperkirakan masih akan berlanjut tahun depan. Indikator tax buoyancy yang rendah menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB belum mampu secara signifikan meningkatkan penerimaan pajak. Kondisi ini dipengaruhi antara lain oleh tingginya tingkat informalitas di sektor usaha serta kebutuhan pemberian insentif pajak.

    Terkait efisiensi, pemerintah akan mengarahkannya pada pos-pos yang tidak berhubungan langsung dengan program prioritas, seperti perjalanan dinas, rapat, seminar, dan belanja barang.

    “Namun, porsi pos-pos ini relatif kecil terhadap total anggaran, sehingga dampak efisiensinya terhadap penurunan belanja secara keseluruhan tidak signifikan. Hal ini karena belanja terbesar tetap dialokasikan untuk program-program utama yang tidak termasuk dalam kebijakan efisiensi.”

  • Industri Amankan Bahan Baku Meski Sinyal Kontraksi Manufaktur Berlanjut

    Industri Amankan Bahan Baku Meski Sinyal Kontraksi Manufaktur Berlanjut

    Bisnis.com, JAKARTA — Meski tren produktivitas manufaktur masih dalam fase kontraksi, pembelian bahan baku/penolong dan barang modal terus meningkat. Hal ini menunjukkan kesiagaan pelaku industri menghadapi tantangan usaha hingga akhir tahun.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bahan baku penolong naik juga mengalami kenaikan 2,56% yoy menjadi US$82,75 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$80,69 miliar.

    Tak hanya itu, impor barang modal pada Januari-Juni 2025 mencapai US$23 miliar atau melesat 20,90% (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$19,03 miliar. 

    Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Ariyo DP Irhamna mengatakan peningkatan impor bahan baku dan barang modal saat PMI manufaktur kontraksi mengindikasikan dua hal. 

    “Pertama, sebagian pelaku usaha melakukan front-loading impor untuk mengamankan stok di tengah ketidakpastian harga global dan kurs rupiah,” kata Ariyo kepada Bisnis, Selasa (12/8/2025). 

    Artinya, meski Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia terkontraksi 4 bulan beruntun, pengusaha secara hati-hati tetap mempersiapkan diri untuk ekspansi di tengah ketidakpastian global.

    Adapun, indeks kinerja manufaktur Indonesia menurut laporan S&P Global anjlok ke level 46,7 pada April 2025 dan masih berada di level kontraksi, yakni 49,2 pada Juli 2025.

    Kedua, Ariyo melihat sektor tertentu, seperti otomotif, makanan-minuman, dan elektronik masih tetap berinvestasi karena melihat peluang ekspor pasca penurunan tarif, meski secara keseluruhan ekspansi industri belum meluas. 

    “Artinya, pembelian barang modal belum sepenuhnya mencerminkan optimisme luas, melainkan strategi antisipatif,” tuturnya. 

    Dia pun memproyeksi pemulihan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia baru akan terjadi pada kuartal I atau kuartal II 2026. 

    Di satu sisi, industri makanan misalnya, masih optimistis di tengah penerapan tarif bea masuk ke AS. Impor bahan baku terus ditambah, tak hanya untuk mendongkrak produktivitas, namun juga sebagai langkah negosiasi dengan AS untuk menurunkan tarif resiprokal.

    Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menegaskan komitmen impor biji gandum atau wheat grain dari Amerika Serikat (AS) untuk pabrik tepung RI yang akan berlangsung selama 5 tahun ke depan. 

    Komitmen impor biji gandum 1 juta ton per tahun senilai US$250 juta hingga 2030 disebut menjadi salah satu pemanis negosiasi tarif bea masuk ke AS yang diterapkan Presiden Donald Trump dari sebelumnya 32% menjadi 19%.

    Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies mengatakan, pihaknya telah menandatangani kesepakatan impor bijih gandum AS dengan US Wheat Associates beberapa waktu lalu. 

    paya kita membantu pemerintah untuk negosiasi tarif, kami sekarang ini komitmen untuk pabrik kecil untuk mengambil gandum Amerika kami commit 1 juta ton per tahun 2025-2030,” kata Ratna kepada Bisnis, belum lama ini. 

    Dalam catatan Aptindo, impor biji gandum atau wheat grain dari Amerika Serikat sebanyak 692.882 metrik ton pada 2024. Tahun depan, pihaknya akan membeli gandum AS sebanyak 1 juta metrik ton per tahun hingga lima tahun ke depan. 

    Dengan demikian, nilai transaksi pembelian biji gandum selama 5 tahun mendatang dari AS dapat mencapai US$1,25 miliar atau setara Rp20,2 triliun (kurs Rp16.216 per USD). 

    Namun, di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI), Farhan Aqil Syauqi mengatakan hingga saat ini kondisi industri tekstil masih sulit untuk ekspansi dan tidak ada perubahan signifikan terkait produksi. 

    “Sangat sulit saat ini untuk bersaing di dalam negeri. Kami head to head dengan produk China yang melakukan dumping atau predatory pricing,” kata Farhan kepada Bisnis, dihubungi terpisah.

    Dia melihat konsumsi masyarakat saat ini memang cenderung naik namun lebih memilih produk-produk yang murah di pasar. Kondisi tersebut yang mengganggu daya saing industri dalam negeri.

    “Saat ini kami juga masih habiskan stok kami. Pasar domestik saat ini sangat penuh dengan produk bahan baku impor,” jelasnya. 

  • Kejagung Blak-blakan Soal Peluang Nadiem jadi Tersangka pada Kasus Laptop Chromebook

    Kejagung Blak-blakan Soal Peluang Nadiem jadi Tersangka pada Kasus Laptop Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan kans eks Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Chromebook.

    Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih berfokus pada penyidikan terhadap empat tersangka yang telah ditetapkan.

    “Begini, masalahnya ini kan penyidikan. Kan sementara fokus baru empat tersangka. Nanti kita lihat perkembangan penyidikan kesananya,” ujar Anang di Kejagung, dikutip Selasa (12/4/2024).

    Dia menambahkan, salah satu pendalaman itu yakni pemanggilan sejumlah saksi untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi berkas perkara keempat tersangka yang ada.

    Di samping itu, Anang juga menekankan bahwa penyidik sangat berhati-hati dalam setiap langkah untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

    “Kan tentunya juga penyidik sangat berhati-hati. Kita fokus di empat dulu. Nanti fakta hukum seperti apa, kita bisa nanti. Saya yakin penyidik mendalami,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Nadiem memiliki peran krusial dalam pengadaan Chromebook ini. Pasalnya, Nadiem diduga telah memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020-2022 menggunakan ChromeOs dari Google pada 6 Mei 2020.

    Adapun, Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada Kemendikbudristek dalam program digitalisasi pendidikan periode tahun 2019–2022. 

    Empat tersangka itu adalah Jurist Tan selaku Staf Khusus (Stafsus) Mendikbudristek tahun 2020–2024 dan Ibrahim Arief (IBAM) selaku mantan konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Kemudian, Sri Wahyuningsih (SW) selaku eks Direktur SD di Kemendikbudristek dan Mulyatsyah (MUL) selaku eks Direktur Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kemendikbudristek. 

    Sri dan Mulyatsyah merupakan KPA dalam proyek pengadaan pendidikan ini. Sementara itu, Kejagung telah menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 miliar.

  • Kemendag Ungkap Sederet Manfaat bagi RI Usai Prabowo Teken IP-CEPA

    Kemendag Ungkap Sederet Manfaat bagi RI Usai Prabowo Teken IP-CEPA

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto resmi meneken Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia—Peru (Indonesia—Peru CEPA/IP—CEPA) pada Senin (11/8/2025). Berikut sederet manfaat perjanjian IP—CEPA untuk Indonesia.

    Untuk diketahui, perjanjian IP—CEPA berhasil rampung dalam waktu 14 bulan. Prosesnya lebih cepat dari perundingan perjanjian dagang umumnya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.

    Perjanjian IP—CEPA akan memperluas akses pasar dan meningkatkan perdagangan Indonesia dan Peru. Kedua negara sepakat akan bekerja sama di sektor pangan, pertambangan, transisi energi, perikanan, dan pertahanan.

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyatakan IP—CEPA harus dapat dioptimalkan sebagai landasan dalam kemajuan hubungan dan kinerja perdagangan Indonesia—Peru, termasuk menjadi peluang memperkuat hubungan pelaku usaha.

    “Setelah penandatanganan IP—CEPA, pemerintah Indonesia dan Peru akan segera melaksanakan proses ratifikasi agar IP—CEPA dapat diberlakukan,” ujar Roro dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (12/8/2025).

    Roro menjelaskan bahwa IP—CEPA akan fokus pada akses pasar untuk perdagangan barang, fasilitas bea cukai dan perdagangan, dan solusi untuk mengatasi hambatan perdagangan secara keseluruhan.

    Melalui perjanjian ini, ungkap Roro, Indonesia menghapuskan tarif sekitar 85% pos tarif untuk lebih dari 9.700 produk Peru. Sementara itu, Peru menghapus sekitar 87% pos tarif untuk lebih dari 6.900 produk Indonesia.

    “Bagi Indonesia, IP—CEPA merupakan perjanijan perdagangan kedua dengan negara di wilayah Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa Peru adalah negara yang penting dalam hubungan Indonesia dengan negara di regional Amerika,” jelasnya.

    Jika menengok pada kinerja 2024, total perdagangan Indonesia—Peru pada tercatat sebesar US$480,7 juta. Meski angkanya cukup kecil, perdagangan Indonesia dengan Peru menunjukkan pertumbuhan rata-rata sebesar 15,08% per tahun selama 2020–2024.

    Kemendag mengungkap, nilai ekspor Indonesia pada 2024 bernilai mencapai US$$331,2 juta dan nilai impor sebesar US$149,6 juta.

    Adapun, sederet produk ekspor unggulan Indonesia ke Peru di antaranya motor mobil dan motor kendaraan lainnya, alas kaki, minyak sawit dan turunannya, dan lemari pendingin.

    Pada periode 2020–2024, Kemendag mencatat ekspor tumbuh rata-rata 15,4% per tahun. Sementara itu, produk impor Indonesia dari Peru adalah biji cokelat, briket batu bara, bahan bakar padat, pupuk, anggur, dan seng mentah. Di sisi lain, pertumbuhan impor tumbuh rata-rata 13,5% per tahun.

    Lebih lanjut, Roro menyampaikan Kemendag akan melakukan perundingan terkait investasi dan jasa setelah IP—CEPA diimplementasikan selama 2 tahun untuk meningkatkan hubungan bilateral Indonesia dan Peru. Hal ini mengingat perjanjian ini bersifat inkremental.

    Menurut Roro, untuk memperkuat hubungan dagang di sektor perdagangan barang, maka perlu diterapkan beberapa strategi.

    Perinciannya, dengan meningkatkan volume perdagangan barang, mulai dari memfasilitasi transfer teknologi perdagangan barang sebagaimana disepakati dalam perjanjian dan membangun kerangka kerja yang dapat memperkuat perekonomian. Selain itu, juga perlu mendorong aspek berkelanjutan dan memupuk solidaritas dalam mengatasi tantangan global.

  • Biografi Raden Dewi Sartika, Pelopor Sekolah Perempuan di Indonesia

    Biografi Raden Dewi Sartika, Pelopor Sekolah Perempuan di Indonesia

    Bisnis.com, JAKARTA – Siapa Raden Dewi Sartika? Mengapa namanya terus dikenang dalam sejarah pendidikan Indonesia? Di masa kolonial Belanda, ketika akses pendidikan untuk perempuan sangat terbatas, Dewi Sartika hadir sebagai cahaya perubahan.

    Raden Dewi Sartika lahir di lingkungan bangsawan Sunda dan dia tidak suka dengan hidup terlalu nyaman. Kemudian, dia menggugat norma sosial dan menghadirkan sesuatu yang revolusioner, yaitu pendidikan bagi kaum perempuan.

    Dewi Sartika tidak hanya membuka sekolah, dia membuka mata dan harapan. Dia menjadi simbol keberanian, pendidikan, dan emansipasi wanita di tanah jajahan. Di tengah tantangan kolonial dan tekanan adat, langkahnya menciptakan gelombang baru. Artikel ini mengupas biografi Raden Dewi Sartika, perjuangannya, warisannya, hingga jejaknya dalam sejarah.

    Biografi Raden Dewi Sartika

    Profil Raden Dewi Sartika

    Nama Lengkap: Raden Dewi Sartika
    Tempat & Tanggal Lahir: Bandung, 4 Desember 1884
    Tempat & Tanggal Wafat: Tasikmalaya, 11 September 1947
    Gelar: Pahlawan Nasional Indonesia (dianugerahkan tahun 1966)
    Pendidikan: Belajar secara informal melalui keluarga dan guru privat
    Ayah/Ibu: Raden Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas
    Perjuangan Utama: Pendiri Sekolah Isteri, pelopor pendidikan perempuan
    Warisan Abadi: Nama jalan, gedung, dan sekolah diabadikan atas namanya

    Latar Belakang Keluarga

    Raden Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 di Bandung, dari keluarga bangsawan Sunda. Ayahnya, Raden Somanagara, adalah seorang pejuang kemerdekaan dan penganut kuat pendidikan. Ibunya, Raden Ayu Rajapermas, juga berasal dari kalangan ningrat yang menjunjung nilai adat dan agama.

    Lingkungan keluarga ini memberikan fondasi intelektual dan spiritual bagi Dewi Sartika sejak dini. Namun, ayahnya wafat ketika ia masih kecil. Kepergian sosok ayah yang inspiratif menjadi titik balik bagi Dewi Sartika.

    Dia diasuh oleh pamannya di lingkungan Keraton, di mana ia mulai menyerap nilai-nilai budaya dan pendidikan. Di sinilah benih perjuangan mulai tumbuh, di tengah koridor istana yang menyimpan tradisi dan keterbatasan perempuan.

    Masa Kecil dan Pendidikan

    Meski hidup di zaman kolonial, Dewi Sartika menunjukkan kecerdasan luar biasa. Dewi Sartika belajar membaca dan menulis dari sang paman dan guru-guru privat. Di balik dinding istana, ia membaca buku-buku yang membuka wawasan. Dewi Sartika juga memperhatikan ketimpangan, laki-laki bebas belajar, sementara perempuan dibatasi.

    Ketika bermain dengan anak-anak abdi dalem, Dewi Sartika sering memerankan guru. Ia menggambar huruf di tanah, mengajarkan membaca kepada teman-temannya. Dari permainan kecil itu, terlahir visi besar. Ia yakin bahwa perempuan berhak untuk pintar, mandiri, dan setara. Keyakinan ini menjelma menjadi misi hidupnya.

    Perjuangan Dewi Sartika di Bidang Pendidikan

    Pendirian Sekolah Isteri

    Pada 16 Januari 1904, di usia 20 tahun, Dewi Sartika mendirikan “Sekolah Isteri” di halaman belakang rumah ibunya di Bandung. Sekolah ini adalah sekolah perempuan pertama di Hindia Belanda. Awalnya hanya menerima beberapa murid, namun dampaknya luar biasa. Ia mengajarkan membaca, menulis, berhitung, hingga keterampilan rumah tangga.

    Mengutip Arsip Nasional RI, sekolah ini menjadi inspirasi bagi perempuan di berbagai kota lain. Murid-muridnya berasal dari beragam latar belakang sosial. Mereka pulang dengan harapan baru dan semangat memberdayakan komunitasnya. Dewi Sartika tak hanya mengajar, ia menanamkan nilai bahwa perempuan bisa menjadi pusat perubahan.

    Tantangan dari Masyarakat dan Pemerintah Kolonial

    Tidak mudah mendirikan sekolah perempuan di tengah masyarakat patriarkal. Banyak yang menganggap Dewi Sartika merusak adat. Pemerintah kolonial pun mencurigainya. Namun, ia tak mundur. Ia berdialog, menjelaskan pentingnya pendidikan untuk membangun keluarga dan bangsa.

    Dewi Sartika berani berdiri di antara dua tekanan, budaya konservatif dan kekuasaan kolonial. Namun justru di titik ini karakternya diuji dan dibentuk. Ia tidak melawan dengan amarah, tapi dengan strategi cerdas dan komunikasi persuasif. Seiring waktu, sekolahnya justru mendapat dukungan luas.

    Visi dan Misi Pendidikan Perempuan

    Menurut Dewi Sartika, perempuan bukan hanya pelengkap laki-laki. Ia percaya perempuan adalah tiang negara. Melalui pendidikan, perempuan dapat menjadi ibu yang cerdas, guru pertama bagi anak-anaknya, serta penggerak kemajuan bangsa.

    Ia merancang kurikulum yang adaptif, ada pelajaran dasar, keterampilan hidup, hingga etika sosial. Sekolahnya tidak sekadar tempat belajar, tapi ruang untuk merdeka berpikir. Visi ini jauh melampaui zamannya, menjadi pondasi pemikiran pendidikan gender di Indonesia.

  • Tensi Dagang Mereda, Singapura Kerek Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

    Tensi Dagang Mereda, Singapura Kerek Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Singapura menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini setelah mencatat kinerja yang lebih baik dari perkiraan pada paruh pertama 2025.

    Kenaikan proyeksi itu didorong oleh percepatan pengiriman barang sebelum penerapan tarif Amerika Serikat (AS) dan meredanya ketegangan perdagangan.

    Melansir Bloomberg pada Selasa (12/8/2025) Kementerian Perdagangan dan Industri Singapura (MTI) menyampaikan ekonomi diperkirakan tumbuh 1,5%–2,5% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya 0%–2% yang berlaku sejak Mei.

    “Prospek ekonomi Singapura untuk sisa tahun ini masih dibayangi ketidakpastian,” ujar Sekretaris Permanen MTI Beh Swan Gin, sembari menambahkan bahwa terlalu dini untuk berspekulasi terkait kemungkinan resesi teknikal tahun ini.

    Dolar Singapura menguat tipis 0,1% terhadap dolar AS ke level 1,2865, nyaris tanpa reaksi signifikan terhadap revisi naik proyeksi pertumbuhan tersebut.

    Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura tumbuh 4,4% pada kuartal II/2025, sedikit di atas estimasi awal pemerintah 4,3% dan sejalan dengan proyeksi median ekonom dalam survei Bloomberg. Secara musiman, ekonomi tumbuh 1,4% dibandingkan kuartal I/2025, sesuai estimasi awal.

    Pertumbuhan ini membantu Singapura menghindari resesi teknikal pada kuartal II, dengan pelaku usaha mempercepat pengiriman sebelum tarif baru Presiden AS Donald Trump berlaku bulan ini. Aksi tersebut mendongkrak kinerja sektor manufaktur, ekspor, dan jasa.

    Pada April lalu, pemerintah memangkas proyeksi pertumbuhan PDB 2025 sebesar satu poin persentase dari estimasi awal 1%–3% akibat potensi dampak tarif AS yang lebih tinggi.

    Kinerja awal yang solid juga membuat Otoritas Moneter Singapura (MAS) mempertahankan kebijakan moneternya pada pertemuan Juli, setelah melakukan pelonggaran pada Januari dan April. MAS menyatakan kebijakan saat ini masih sesuai dan siap merespons risiko yang muncul.

    Meski Singapura hanya menghadapi tarif resiprokal sebesar 10% — lebih rendah dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya — risiko tetap tinggi jika AS menaikkan tarif sektoral pada ekspor kunci seperti semikonduktor dan farmasi. Dampak lanjutan juga dapat muncul jika negara lain mengurangi impor karena penurunan penjualan mereka ke AS.

    MTI memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester II/2025 akan melambat dibandingkan semester I. Sektor manufaktur diperkirakan melemah akibat berkurangnya permintaan di pasar lain, perdagangan grosir akan tertekan seiring meredanya percepatan pengiriman.

    Sementara itu, permintaan lebih rendah pada jasa pengiriman laut maupun udara dapat menekan sektor transportasi dan pergudangan.

    MTI menegaskan akan terus memantau perkembangan global dan domestik serta melakukan penyesuaian proyeksi jika diperlukan sepanjang tahun ini.

    MAS, yang mengelola kebijakan moneter dengan mengizinkan pergerakan mata uang dalam rentang tertentu, dijadwalkan mengumumkan keputusan berikutnya pada 14 Oktober. 

    Sepanjang 2025, dolar Singapura telah menguat lebih dari 6% terhadap dolar AS, sementara indeks acuan Straits Times menguat hampir 12%.

  • Dunia Usaha Sebut IP-CEPA Diversifikasi Ekspor RI di Tengah Ketidakpastian Global

    Dunia Usaha Sebut IP-CEPA Diversifikasi Ekspor RI di Tengah Ketidakpastian Global

    Bisnis.com, JAKARTA — Dunia usaha menyebut penandatangan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia—Peru (Indonesia—Peru CEPA/IP—CEPA) akan mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia di tengah ketidakpastian global. 

    Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Perindustrian Saleh Husin mengatakan perjanjian ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia, khususnya ke negara nontradisional sebagai salah satu upaya diversifikasi pasar ekspor di era ketidakpastian global akibat kondisi geopolitik saat ini.

    “Kadin bidang Perindustrian memandang penandatanganan IP—CEPA sebagai peluang strategis untuk memperluas akses pasar produk nasional ke kawasan Amerika Latin, khususnya Peru,” kata Saleh kepada Bisnis, dikutip pada Selasa (12/8/2025).

    Menurut Saleh, dengan adanya IP—CEPA maka akan meningkatkan akses pasar Indonesia melalui penghapusan hambatan tarif dan nontariff terhadap sebagian besar produk kedua negara.

    “Kesepakatan ini juga memperluas ruang kerja sama di berbagai sektor, mulai dari pangan, energi, pertambangan, perikanan, hingga pertahanan, serta memperkuat posisi Indonesia menuju keanggotaan Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pasific Partnership [CPTPP],” sambungnya.

    Adapun, Saleh menyebut beberapa ekspor utama Indonesia ke Peru diharapkan semakin meningkat nilai ekspornya di antaranya seperti kendaraan bermotor, alas kaki, minyak sawit, biodiesel, serta kertas dan karton.

    Kadin bidang Perindustrian menilai, agar perjanjian ini berjalan efektif dan memberi manfaat maksimal, dunia usaha akan mendorong pemerintah untuk memastikan pemanfaatan akses pasar disertai peningkatan volume dan nilai ekspor.

    Serta, sambung dia, memfasilitasi transfer teknologi untuk meningkatkan daya saing dan memperkuat kerangka hukum dan kelembagaan yang mendukung hubungan perdagangan berkelanjutan antara Indonesia dan Peru.

    Aktivitas ekspor-impor di pelabuhan

    Selain itu, Saleh menambahkan, pemerintah juga perlu berkolaborasi dengan asosiasi industri dalam mensosialisasikan implementasi IP—CEPA agar manfaat IP—CEPA dapat dioptimalkan oleh para pelaku industri.

    Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai Peru bisa menjadi gerbang ekspor produk manufaktur Indonesia ke Amerika Latin usai Presiden Prabowo Subianto meneken IP—CEPA.

    Apalagi, Faisal menyebut bahwa selama ini Indonesia dengan Peru mencatatkan surplus perdagangan. Dia mengungkap mayoritas Indonesia mengekspor produk manufaktur bernilai tambah tinggi, seperti otomotif ke Peru. Selain produk manufaktur, Indonesia juga mengekspor produk alas kaki ke Peru.

    Oleh karenanya, Faisal menyatakan pemerintah harus menghitung secara matang produk apa saja yang akan diekspor ke Peru. Harapannya, dengan adanya IP—CEPA, Indonesia bisa melakukan penetrasi pasar yang lebih luas.

    “Bahkan kalau bisa Peru menjadi hub bagi masuknya barang-barang manufaktur Indonesia, khususnya ke Amerika Latin, jadi melalui Peru,” kata Faisal kepada Bisnis.

    Faisal mengatakan kesepakatan dagang CEPA bukan hanya sekadar perdagangan barang, melainkan lebih luas, yakni mulai dari jasa, investasi, hingga nontariff measure. Sehingga, sambung dia, pemerintah mengidentifikasi produk apa yang akan diekspor, hambatan,  perdagangan jasa, hingga sasaran investasi.

    Seperti diketahui, Presiden Prabowo menyatakan perjanjian penandatanganan IP—CEPA akan memperluas akses pasar dan meningkatkan perdagangan Indonesia dan Peru.

    Adapun, perjanjian IP—CEPA berhasil rampung dalam 14 bulan, lebih cepat dari perundingan perjanjian dagang umumnya yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.

    Melalui IP—CEPA, kedua negara sepakat akan bekerja sama di sektor pangan, pertambangan, transisi energi, perikanan, serta pertahanan.

    “Kita sepakat kerja sama di bidang pangan, di bidang pertambangan, di bidang transisi energi, di bidang perikanan, juga di bidang pertahanan,” ujar Prabowo dalam Pernyataan Pers Bersama Presiden Prabowo dan Presiden Dina Boluarte, dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden, Senin (11/8/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Presiden Peru Dina Boluarte mengatakan Indonesia menjadi mitra penting Peru di kawasan Asia Tenggara.

    “Perdagangan bilateral kita memiliki dinamika dan potensi yang luas menjadikan Indonesia negara mitra dagang terbesar keenam Peru di Asia,” ujar Boluarte.

    Boluarte menuturkan saat IP—CEPA berlaku, maka perjanjian ini akan semakin memperkuat hubungan ekonomi perdagangan, mendorong pertukaran barang, dan menjadi dasar perjanjian masa depan di bidang investasi, jasa, serta perdagangan elektronik.

    Ke depan, Boluarte mengungkap blueberry asal Peru akan masuk ke pasar Tanah Air. Hal ini mengingat Peru telah menjadi salah satu pengekspor utama buah segar dan superfood di dunia, seperti quinoa, matcha, chia, dan blueberry.

  • Daerah Mulai Waswas Efisiensi Bikin Kas Cekak, Ekonomi Bakal Tertekan?

    Daerah Mulai Waswas Efisiensi Bikin Kas Cekak, Ekonomi Bakal Tertekan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah daerah mulai terimbas oleh kebijakan efisiensi belanja transfer ke daerah. Mereka mulai menyiapkan antisipasi untuk memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak berdampak negatif terhadap target-target pembangunan daerah. 

    Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel), misalnya, berharap kebijakan efisiensi dana transfer ke daerah di pemerintah pusat tidak memberikan dampak negatif terhadap kelangsungan program daerah. 

    Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Sumsel Hari Wibawa mengatakan mekanisme penahanan dana efisiensi di pusat diharapkan tidak menjadi penghambat akselerasi program prioritas di Bumi Sriwijaya. Terutama, kata dia, pada pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan penguatan layanan publik yang dimana saat ini dampak dari penundaan sebenarnya sudah mulai terasa.

    “Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan memahami bahwa efisiensi TKD sesuai PMK 56/2025 bertujuan untuk memastikan anggaran digunakan secara tepat sasaran,” ujarnya, Senin (11/8/2025). 

    Terlebih, Hari menuturkan, Sumsel memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Hal itu dapat dilihat dari share PDRB Sumsel terhadap Pulau Sumatera yang sebesar 13,63%. Sehingga kelancaran transfer dana akan berdampak langsung pada sejumlah instrumen penting daerah. 

    “Mulai dari pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan daya saing daerah,” jelasnya. 

    Sebagai upaya dalam menghadapi efisiensi anggaran, imbuh Hari, Pemerintah Provinsi Sumsel telah melakukan beberapa langkah. Pertama, melakukan penguatan pendapatan asli daerah (PAD), dengan meningkatkan jumlah kendaraan bermotor yang membayar pajak. Kedua, pihaknya juga mengirimkan Surat Gubernur kepada pemerintah pusat untuk tetap menganggarkan atau melanjutkan proyek-proyek PSN yang telah ditetapkan di Sumsel. 

    “Fokusnya pada proyek yang memberi multiplier effect besar terhadap perekonomian daerah, seperti infrastruktur distribusi hasil pertanian dan energi,” jelasnya.

    DAK Fisik Jabar Berkurang Rp169 Miliar

    Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdampak efisiensi anggaran yang beleidnya diteken oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56/2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Beleid yang berlaku mulai 5 Agustus 2025 lalu, sejak awal menjadi bahan pembahasan dalam perancangan APBD Perubahan 2025 Provinsi Jawa Barat. Sekda Jabar Herman Suryatman mengatakan kepada Bisnis jika aturan tersebut memiliki dampak pada kementerian dan lembaga di tingkat Pusat.

    “Untuk daerah hanya berpengaruh pada Dana Transfer Daerah,” katanya, Senin (11/8/2025).

    Namun, diakui Herman, PMK 56/2025 tetap membawa dampak pada pengurangan anggaran ke Provinsi Jawa Barat. “Untuk Jawa Barat terkena dampak pengurangan DAK Fisik sebesar Rp169 miliar,” ujarnya.

    Adapun, pada Rancangan APBD perubahan Jabar 2025, Pemprov Jabar menargetkan  Pendapatan Daerah mengalami peningkatan semula sebesar Rp30,99 triliun menjadi sebesar Rp31,09 triliun atau bertambah sebesar Rp94,95 miliar, naik 0,31%. 

    Rinciannya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp19,31 triliun bertambah sebesar Rp64,42 miliar menjadi Rp19,37 triliun. Sedangkan Pendapatan Transfer yang semula Rp11,67 triliun bertambah sebesar Rp30,52 miliar menjadi Rp11,70 triliun, naik 0,26%. Sementara, Pendapatan Daerah lain-lain tidak mengalami perubahan yaitu Rp23,19 miliar.

    Risiko Ekonomi Tertekan 

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman menilai langkah pemerintah pusat mencadangkan TKD hasil efisiensi dan tidak menyalurkannya ke daerah—sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (4) dan (5) PMK 56/2025—akan memukul belanja modal daerah.

    “Belajar dari enam bulan terakhir saat Inpres 1/2025 berlaku, pemotongan TKD sekitar Rp50 triliun, terutama pada DAK [Dana Alokasi Khusus] fisik, berdampak signifikan. Hampir setengah DAK fisik dipangkas dan itu sangat mengganggu proyek-proyek infrastruktur yang menjadi kewenangan daerah,” ujar Armand kepada Bisnis, Senin (11/8/2025).

    Menurutnya, DAK fisik memiliki peran ganda, yaitu mendorong pemerataan pembangunan dan pencapaian prioritas nasional, serta menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi lokal. Pemangkasan anggaran tersebut, lanjutnya, membuat daerah kehilangan daya dorong untuk menjalankan pembangunan sesuai kebutuhan masing-masing.

    KPPOD mencatat bahwa selain infrastruktur, efisiensi belanja juga memukul sektor jasa. Misalnya, larangan penggunaan anggaran untuk kegiatan di hotel berdampak pada industri perhotelan dan restoran di daerah, serta mengurangi penerimaan pajak daerah dari sektor tersebut.

    “Kalau aktivitas di hotel dan restoran berkurang, penerimaan dari pajak hotel dan restoran juga turun. Jadi efeknya berlapis,” ujar Armand.

    Sejalan, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman meyakini efisiensi TKD melalui penahanan pencairan dana akan berdampak langsung ke keterlambatan proyek infrastruktur daerah, pengurangan belanja modal, dan hilangnya potensi efek pengganda (multiplier effect) di sektor riil daerah.

    Menurut pengajar di Universitas Trilogi Jakarta itu, daerah dengan ketergantungan tinggi pada TKD seperti daerah tertinggal dan otonomi khusus akan merasakan kontraksi belanja publik yang signifikan.

    “Dalam jangka pendek, ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi regional, memperlambat penciptaan lapangan kerja, dan menurunkan daya beli. Dalam jangka panjang, ketertinggalan infrastruktur dan layanan publik bisa semakin lebar antarwilayah,” ungkap Rizal kepada Bisnis, Senin (11/8/2025).