Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Sopir dan Komandan Mobil Brimob yang Lindas Affan Kurniawan Terancam Dipecat!

    Sopir dan Komandan Mobil Brimob yang Lindas Affan Kurniawan Terancam Dipecat!

    Bisnis.com, JAKARTA — Divpropam Mabes Polri mengungkap dua anggota terkait mobil rantis Brimob yang melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan terancam dipecat tidak hormat alias PTDH.

    Karo Wabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto mengatakan dua anggota itu, yakni Kompol Kosmas selaku Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri dan anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat.

    “Pertama, kategori pelanggaran berat dilakukan oleh Kompol K dan Bripka R,” ujar Agus di Divhumas Polri saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/9/2025).

    Dia menambahkan Kompol Kosmas (Kompol K) berada di kursi samping pengemudi saat melindas Affan Kurniawan. Sementara itu, Bripka Rohmat (Bripka R) merupakan pengemudi rantis Brimob yang melindas Affan.

    “Untuk kategori pelanggaran berat, dapat dituntut dan nanti, dan dapat dituntut ancamanya adalah pemberhentian tidak dengan hormat,” imbuhnya.

    Sementara itu, lima orang lainnya yakni Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Baraka Jana, Baraka Yohanes David masuk dalam kategori pelanggaran sedang.

    Menurut Agus, kelima anggota Satbrimob Polda Metro Jaya ini masuk dalam pelanggaran kategori sedang dengan ancaman sanksi mutasi atau demosi, patsus, hingga penundaan pendidikan.

    “Kelima anggota tersebut kategori sedang. Posisinya mereka duduk di posisi belakang sebagai penumpang,” pungkasnya.

  • Ratusan Warga Pati Geruduk Gedung KPK, Tuntut Bupati Sudewo Ditangkap

    Ratusan Warga Pati Geruduk Gedung KPK, Tuntut Bupati Sudewo Ditangkap

    Bisnis.com, JAKARTA – Massa dari Pati, Jawa Tengah menggelar demo di depan gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (1/9/2025). Mereka menuntut Bupati Pati Sudewo segera ditangkap KPK.

    Berdasarkan pantauan Bisnis, mereka konvoi menggunakan 7 bus dari Pati menuju KPK. Massa tampak membentangkan Poster dan banner berisi tuntutan penangkapan Sudewo.

    Koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, Supriyono alias Botok mengatakan telah mendesak KPK untuk segera menerbitkan surat rekomendasi nonaktif Sudewo sebagai Bupati Pati.

    “Intinya, dari audisi tersebut KPK akan berkoordinasi hari ini Untuk menerbitkan surat rekomendasi penonaktifan Bapak Bupati Pati Sudewo. Sekian yang saya sampaikan Hasilnya kita disuruh menunggu,” katanya kepada wartawan, Senin (1/8/2025).

    Menurutnya, bukti dugaan keterlibatan Sudewo dalam skandal korupsi proyek kereta api di wilayah Jawa Tengah/Solo Balapan telah kuat, sehingga KPK seharusnya langsung dapat menetapkan Sudewo sebagai tersangka.

    Dia menyebut salah satu buktinya adalah penyitaan uang Rp3 miliar di rumah Sudewo dan pengembalian uang Rp720 juta ke KPK

    “Bapak Bupati Sudewo itu sudah layak ditetapkan segera tersangka. KPK telah menyita uang Rp3 miliar di rumah pribadi Bapak Sudewo, dia mengembalikan uang 720 juta di KPK. Artinya, Bupati Sudewo sadar telah melakukan perbuatan melanggar hukum Dan Bupati Sudewo sadar uang Rp720 juta adalah hasil tindak pidana. Jadi itu sebenarnya sudah layak ditetapkan segera tersangka,” jelasnya.

    Dia menilai lambatnya pengembangan kasus Sudewo karena KPK hanya mengkondisikan perkara sehingga Sudewo berpeluang lepas dari jeratan hukum.

    Sebelumnya, Bupati Pati Sudewo telah diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Rabu (27/8/2025), karena diduga menerima uang comitmen fee proyek pembangunan kereta api di Jawa Tengah. Dia diduga menerima Rp720 juta dari proyek itu dan KPK telah menyita Rp3 miliar dari kediamannya.

    Dia mengklaim aliran dana yang diterima merupakan pendapatannya selama menjadi anggota DPR.

    “Kalau soal uang, itu juga ditanyakan dan itu sudah dijelaskan dalam pemeriksaan kira-kira dua tahun yang lalu, bahwa itu adalah uang pendapatan dari DPR RI, semua rinci, ada pemasukan, pendapatan, ada pengurangan,” katanya kepada wartawan, Rabu (27/8/2025).

  • Eks Menag Yaqut Tiba KPK, jadi Saksi Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024

    Eks Menag Yaqut Tiba KPK, jadi Saksi Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menghadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (1/9/2025), Yaqut berstatus sebagai saksi atas perkara dugaan korupsi kuota Haji 2024.

    Dari pantauan Bisnis, Yaqut tiba di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pukul 09.18 WIB. Dia mengenakan kemeja putih dengan kopiah hitam.

    “Saya menghadiri panggilan KPK sebagai saksi untuk memberikan keterangan sebagaimana diketahui,” kata Yaqut saat ditanya wartawan, Senin (1/9/2025). 

    Yaqut mengaku tidak ada dokumen dalam pemeriksaan hari ini. Dia juga tampak didampingi Juru Bicara yang telah menemaninya sejak 2022, Anna Hasbie.

    Pemeriksaan hari ini dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK Budi Prasetyo yang menjelaskan Yaqut diperiksa untuk mendalami penyidikan kuota haji.

    “Benar, hari ini KPK melakukan penjadwalan pemeriksaan saksi Sdr. YCQ dalam penyidikan perkara kuota haji,” jelasnya dalam keterangan tertulis.

    Budi meyakini Yaqut akan memberikan keterangan dalam pemeriksaan tersebut sehingga membantu proses penyidikan untuk membuat terang perkara ini.

    Diketahui, KPK telah melakukan penggeledahan rumah Yaqut dan menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.

    KPK juga telah mencegah Yaqut bepergian ke luar negeri dalam 6 bulan ke depan. Dalam perkara ini KPK menemukan transaksi jual beli kuota haji. Hal ini disampaikan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan selain kuota khusus, kuota haji furoda juga dijual dengan harga mencapai Rp1 miliar.

    “informasi yang kami terima itu, yang [kuota haji] khusus itu di atas Rp100 jutaan, bahkan Rp200-Rp300 gitu ya. Bahkan ada yang furoda itu hampir menyentuh angka Rp1 M per kuotanya, per orang,” kata Asep, dikutip Rabu (27/8/2025).

    Asep mengatakan selisih dari tarif tersebut kemudian disetorkan travel untuk oknum di Kementerian Agama mencapai USD2.600 sampai USD7.000 per kuota atau sekitar Rp40,3 juta sampai Rp108 juta.

    “Jadi kalau yang besaran US$2.600 sampai US$7.000 itu untuk kelebihannya yang disetorkan ke Oknum di Kementerian Agama,” jelasnya.

    Eks Mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas Kembali Menghadiri Panggilan KPK, Senin (1/9/2025) sebagai Saksi Perkara Korupsi Haji 2024. JIBI/Sulthon Sulung Kandiyas

  • KPK Kembali Periksa Menag Yaqut Cholil Terkait Kuota Haji Hari Ini (1/9)

    KPK Kembali Periksa Menag Yaqut Cholil Terkait Kuota Haji Hari Ini (1/9)

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 pada Senin (1/9/2025). 

    “Semoga yang bersangkutan hadir,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dilansir dari Antara. 

    Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024, yakni pada 9 Agustus 2025.

    Pengumuman dilakukan KPK setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.

    Pada saat itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.

    Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri. Salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

    Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024.

    Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

    Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.

  • Kapan Polisi Boleh Menggunakan Senjata Api? Ini Dasar Hukum dan SOP Polri

    Kapan Polisi Boleh Menggunakan Senjata Api? Ini Dasar Hukum dan SOP Polri

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberi arahan jelas kepada aparat penegak hukum agar bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran hukum, khususnya yang bersifat kriminal seperti perusakan fasilitas umum maupun penjarahan.

    Sjafrie menegaskan, Presiden Ke-8 RI menaruh perhatian serius terhadap keselamatan masyarakat dan stabilitas negara, terutama dalam menghadapi potensi kerusuhan yang bisa menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materiil.

    “Presiden memberi penegasan agar semua tindakan pelanggaran yang bersifat kriminal, baik dalam bentuk perusakan benda, fasilitas umum, maupun harta milik pribadi, harus ditindak secara tegas dan sesuai hukum,” ujarnya di Kantor Presiden, Minggu (31/8/2025).

    Menurutnya, aparat tidak boleh ragu untuk mengambil langkah tegas apabila situasi mengancam keselamatan masyarakat maupun pejabat negara. Dia mengatakan bahwa apabila terjadi hal-hal yang menyangkut keselamatan pribadi maupun instansi yang mengalami penjarahan, maka petugas tidak boleh ragu untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku kerusuhan.

    “Petugas tidak boleh ragu untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku kerusuhan dan penjarahan yang memasuki wilayah pribadi maupun wilayah institusi negara yang harus selalu dalam keadaan aman,” imbuhnya.

    Di sisi lain, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa arahan terkait tindakan tegas aparat dalam merespons kericuhan sudah jelas, termasuk mengenai penggunaan senjata seperti peluru karet.

    “Sudah jelas kan perintahnya,” ujar Listyo singkat saat ditanya awak media di Kantor Presiden, Minggu (31/8/2025).

    Sambil berjalan cepat saat didesak soal makna tindakan tegas yang dimaksud, Kapolri menekankan bahwa seluruh langkah aparat tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.

    “Yang jelas kan SOP-nya sudah ada, aturan hukumnya sudah ada, tentunya semuanya dalam koridor aturannya,” jelasnya.

    Namun, ketika kembali ditanyakan apakah ‘tindakan tegas terukur’ berarti aparat akan melakukan penembakan, Listyo memilih tidak menjawab lebih jauh dan langsung masuk ke mobil dinasnya.

    Untuk diketahui, terdapat aturan baku penggunaan senjata api oleh Polri. Faktanya, penggunaan senjata api oleh aparat di Indonesia telah diatur secara ketat dalam sejumlah Undang-Undang dan Peraturan Kapolri (Perkap), serta didukung dengan Standard Operating Procedure (SOP) internal yang mengikat anggota di lapangan.

    Dasar Hukum yang tertuang sebenarnya berasal dari Undang-undang (UU) hingga Peraturan Kapolri (Perkapolri).  Pertama, mulai dari Perkapolri No. 1 Tahun 2009.

    Dalam aturan yang menjadi acuan utama dalam eskalasi tindakan kepolisian. Ada enam tahapan penggunaan kekuatan mulai dari kehadiran polisi, perintah lisan, kendali tangan kosong (lunak maupun keras), penggunaan alat non-mematikan (seperti gas air mata, tongkat), hingga penggunaan senjata api.

    Dalam kondisi ekstrem, terutama saat menghadapi massa anarkis yang membahayakan keselamatan, Brimob dapat menggunakan peluru hampa, peluru karet, hingga peluru tajam. Namun demikian, prosedurnya berlapis dimulai dari tembakan peringatan hingga tembakan pantul sebelum mengarah langsung.

    Kemudian terdapat aturan Perkapolri No. 8 Tahun 2009 yang menekankan bahwa senjata api hanya boleh digunakan untuk melindungi nyawa manusia, baik nyawa polisi sendiri maupun masyarakat.

    Dalam aturan itu Polisi diwajibkan mematuhi prinsip legalitas (sesuai hukum), proporsionalitas (sebanding dengan ancaman), necessity (benar-benar diperlukan). Sehingga, sebelum menembak, petugas wajib memberi peringatan tegas, kecuali dalam situasi darurat yang menuntut tindakan cepat untuk mencegah jatuhnya korban.

    Lalu, aturan Perkapolri No. 18 Tahun 2015. Peraturan ini lebih mengatur soal kepemilikan dan penggunaan senjata api, termasuk peluru karet, oleh pihak non-organik atau sipil. Misalnya, izin hanya diberikan untuk keperluan bela diri, dengan syarat ketat usia minimal 24 tahun, sehat jasmani-rohani, lulus tes psikologi, serta memiliki surat rekomendasi dari Polda.

    Batas kepemilikan hanya dua pucuk senjata api. Jika lebih, sisanya harus disimpan di gudang Polri. Penyalahgunaan izin bisa berujung pada pencabutan izin dan pidana.

    Selanjutnya ada aturan UU No. 8 Tahun 1948, undang-undang ini merupakan fondasi hukum lama yang mengatur kepemilikan dan penggunaan senjata api di Indonesia. Pada prinsipnya, setiap penggunaan wajib berizin dan terdaftar resmi, dan dapat dicabut sewaktu-waktu jika terjadi pelanggaran.

    Oleh sebab itu, SOP Polri di Lapangan akan dilakukan secara bertahap dan terkendali. Sebab, selain regulasi formal, Polri memiliki SOP (Standard Operating Procedure) yang menjadi panduan teknis penggunaan senjata api oleh anggota.

    Dalam penanganan kerusuhan, SOP mengatur tahapan tegas bahwa penggunaan peluru hampa sebagai peringatan, peluru karet untuk melumpuhkan, tembakan pantul dengan sudut tertentu, dan peluru tajam hanya sebagai opsi terakhir jika situasi sangat darurat.

    Jadi, Kapan Polisi Boleh Tembak dengan Senjata Api?

    Dari semua aturan, benang merahnya jelas senjata api bukan pilihan pertama, melainkan jalan terakhir. Boleh digunakan hanya ketika ada ancaman serius terhadap nyawa, baik nyawa polisi maupun masyarakat.

    Tahapan bertingkat harus dipatuhi peringatan, eskalasi non-mematikan, baru kemudian senjata api. Khusus kerusuhan massal, peluru tajam baru boleh digunakan setelah peluru hampa dan karet tidak efektif, serta atas perintah komando.

  • Polisi Amankan Barang Bukti dari 9 Pelaku Penjarahan Rumah Uya Kuya

    Polisi Amankan Barang Bukti dari 9 Pelaku Penjarahan Rumah Uya Kuya

    Bisnis.com, JAKARTA — Polisi telah menangkap sembilan pelaku yang diduga menjarah di rumah anggota DPR RI, Surya Utama alias Uya Kuya di Jakarta Timur.

    Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Dicky Fertoffan mengatakan pihaknya masih mendalami peran dari sembilan terduga pelaku tersebut.

    “Sembilan [terduga pelaku penjarahan ditangkap] ya untuk saat ini,” ujar Dicky kepada wartawan, Minggu (31/8/2025).

    Dia menambahkan pihaknya telah mengamankan juga sejumlah barang bukti yang diduga menjadi barang penjarahan di rumah Uya Kuya.

    “Barang-barang yang ada di TKP, kurang lebih beberapa perabotan,” imbuhnya.

    Di samping itu, Dicky juga mengemukakan masih mengejar terduga pelaku yang tertangkap kamera dari video yang telah beredar.

    “Ya karena dari live Tiktok yang akan mengarah ke sana,” pungkas Dicky.

    Sekadar informasi, peristiwa penjarahan terhadap pejabat publik ini muncul setelah aksi demonstrasi yang terjadi belakangan. Selain Uya Kuya, pejabat yang kediamannya turut dijarah, yaitu anggota DPR Fraksi Nasdem Syahroni, Nafa Urbach, hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani. 

  • Tujuh Polisi yang Melindas Affan Bakal Diperiksa Secara Cepat dan Maraton

    Tujuh Polisi yang Melindas Affan Bakal Diperiksa Secara Cepat dan Maraton

    Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri)  menyampaikan bahwa dalam waktu satu minggu ke depan akan melaksanakan sidang etik terhadap tindakan 7 anggota yang melindas pengemudi ojek online atau ojol Affan Kurniawan pada Kamis (28/8/2025).

    Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengatakan para anggota kepolisian yang terlibat dalam peristiwa tersebut telah ditangani oleh divisi Profesi dan Pengamanan penanganan Polri (PROPAM) secara cepat dan maraton.

    “Kadiv Propam sudah menyampaikan bahwa dalam waktu satu minggu harus siap untuk melaksanakan sidang etik,” ujarnya, Sabtu (30/8/2025)

    Hal ini, lanjutnya, juga tidak menutup kemungkinan untuk memprosesnya secara pidana apabila ditemukan unsur tersebut.

    Tak hanya itu, pihaknya juga sudah membuka ruang bagi Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas dan Komnas HAM agar dapat mengakses dan mengikuti proses tersebut.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Kadivpropam Polri, Irjen Abdul Karim menyatakan bahwa ketujuh polisi ini terbukti melanggar kode etik profesi Polri. Adapun, mereka telah ditempatkan selama 20 hari di Penempatan Khusus (Patsus).

    Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Abdul Karim menerangkan, tujuh anggota yang telah ditetapkan Propam melanggar kode etik kepolisian, berada di dalam kendaraan taktis (Rantis) saat itu. 

    Tepat berada di sebelah kursi sopir adalah Kompol C. Sementara pengemudi yang mengemudikan kendaraan tersebut yaitu Bripka R, sedangkan yang duduk di sebelah pengemudi yaitu Kompol C.

    Sementara itu, lima orang lainnya, duduk di bagian belakang mobil. Mereka adalah Aipda R, Briptu D, Briptu M, Bharaka J, dan Bharaka Y. Dengan begitu, Kompol C merupakan anggota kepolisian dengan pangkat tertinggi saat itu.

  • Penggantian Kapolri Jadi Hak Prerogatif Presiden, Ini Dasar Hukumnya

    Penggantian Kapolri Jadi Hak Prerogatif Presiden, Ini Dasar Hukumnya

    Bisnis.com, JAKARTA – Listyo Sigit Prabowo merespons soal tuntutan massa yang memintanya untuk mundur dari jabatan Kapolri.

    Menurutnya, Presiden memiliki hak prerogatif untuk menentukan ‘nasib’ Kapolri. 

    “Terkait dengan isu yang menyangkut dengan Kapolri itu adalah hak prerogatif presiden. Kita prajurit kapan aja siap,” ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (30/8/2025).

    Adapun, kasus Brimob melindas driver ojol saat bentrokan massa aksi dan polisi dianggap sebagai kegagalan Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Desakan untuk Kapolri mundur bergema di mana-mana.   

    Diketahui, pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Dalam Pasal 11 beleid itu disebutkan bahwa Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    Prosesnya meliputi pengajuan usul pengangkatan oleh Presiden ke DPR disertai alasan, dan DPR harus memberikan persetujuan atau penolakan dalam batas waktu 20 hari. Jika DPR tidak memberikan jawaban, usulan dianggap disetujui.

    Sebelumnya, pengujian materiil pernah diajukan terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

    Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada sekaligus Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi dan Pemerintahan Oce Madril mengatakan persetujuan DPR dalam pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) oleh Presiden merupakan bagian dari penerapan hak prerogatif Presiden yang konstitusional sehingga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.

    Hak prerogatif Presiden dalam pemberhentian dan pengangkatan Kapolri tetap harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).

    “Pengangkatan Kapolri oleh Presiden dengan persetujuan DPR merupakan bagian dari penerapan hak prerogatif Presiden yang konstitusional,” ujar Oce selaku Ahli yang dihadirkan Presiden/Pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian materi Pasal 11 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 11 ayat (2) UU Polri dalam Perkara Nomor 19/PUU-XXIII/2025 pada Rabu (6/8/2025) di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, dilansir dari laman MKRI.

    Oce melanjutkan, persetujuan DPR merupakan implikasi dari fungsi pengawasan DPR terhadap pengawasan pengangkatan pejabat publik (control of political appointment of public official).

    Oce mengatakan jabatan Kapolri adalah jabatan karier struktural. Selain syarat kepangkatan dan karier, syarat utama Kapolri  harus berstatus sebagai Perwira Tinggi Polri yang masih aktif. Hal ini berbeda dengan jabatan Jaksa Agung, yang tidak harus berstatus sebagai Jaksa yang masih aktif.

    Kapolri bukan bagian dari kabinet. Jabatan Kapolri tidak bisa diberlakukan fixed term. Karenanya, frasa ”berakhirnya masa jabatan” harus dibaca secara utuh dengan frasa lainnya dalam Penjelasan Pasal 11 ayat 2 UU Polri.

    Terdapat syarat subjektif dan objektif dalam pemberhentian dan pengangkatan Kapolri. Syarat subjektif, berkaitan dengan ”berakhirnya masa jabatan” Kapolri yang secara subjektif ditentukan oleh Presiden dengan hak prerogatifnya.

    Sementara syarat obyektif, yaitu berhenti atas permintaan sendiri, memasuki usia  pensiun, berhalangan tetap, dan dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

  • Perintah Presiden, Kapolri: Polisi Siap Tindak Tegas Massa Demo Anarkis

    Perintah Presiden, Kapolri: Polisi Siap Tindak Tegas Massa Demo Anarkis

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Listyo Sigit Prabowo menegaskan pihaknya siap menindak tegas para demonstran yang bertindak anarkis.

    Hal itu diungkapkannya ketika ditanya mengenai aksi demonstrasi yang meluas hingga ke Mako Brimob Kelapa Dua, Kota Depok, Jawa Barat pada Sabtu (30/8/2025) pagi, dan juga peluang berlanjutnya aksi massa dalam beberapa hari ke depan.

    Kapolri mengatakan, pihaknya bakal mengambil langkah tegas jika massa berlaku anarkis. Hal ini sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto dan mengacu pada Undang-Undang yang berlaku.

    Listyo menjelaskan, pihaknya akan mengambil langkah sesuai dengan ketentuan dan aturan Undang-Undang yang berlaku. Menurutnya, Polri melakukan pemulihan, mulai dari pengamanan Mako, sampai juga mengambil langkah-langkah terhadap tindakan-tindakan anarkis di lapangan.

    “Yang tentunya ini berdampak terhadap masyarakat umum, terganggunya kepentingan masyarakat, dan juga menimbulkan kecemasan dan ketakutan,” ucap Listyo dalam konferensi pers di Kabupaten Bogor, Sabtu (30/8/2025).

    Dia pun menegaskan bahwa Prabowo memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri segera mengambil langkah di lapangan. 

    Seperti diketahui, massa mulai mendatangi Mako Brimob Kelapa Dua, Depok pada Sabtu pagi. Massa datang secara bergelombang dan memenuhi pintu utama Mako Brimob Depok.

    Namun, aparat berhasil menghalau massa tersebut hingga membubarkan diri. Gas air mata pun ditembakkan di kerumunan massa tersebut.

    Aksi tersebut tak lepas dari aksi serupa di Mako Brimob Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025) malam. Unjuk rasa di depan Mako Brimob Kwitang disebabkan tewasnya pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan yang dilindas dengan mobil taktis Brimob pada Kamis (28/8/2025) malam.

    Kendaraan tersebut dikejar massa hingga berakhir di Mako Brimob Kwitang. Massa telah berdemo sejak Kamis dini hari hingga saat ini.

  • Kapolri: Sidang Etik 7 Anggota Brimob yang Lindas Ojol Digelar Pekan Depan

    Kapolri: Sidang Etik 7 Anggota Brimob yang Lindas Ojol Digelar Pekan Depan

    Bisnis.com, JAKARTA – Kapolri Listyo Sigit Prabowo memastikan 7 anggota Brimob yang melindas driver ojol saat demonstrasi beberapa hari lalu.

    Dia juga menegaskan bahwa proses penanganan kasus tersebut dilakukan secara cepat dan transparan.

    “Seperti diketahui oleh rekan-rekan bahwa proses penanganan oleh Propam kemarin sudah berlangsung dan saya sudah perintahkan untuk dilaksanakan secara cepat, maraton, sehingga kemudian bisa segera diinformasikan kepada masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers, Sabtu (30/8/2025).

    Lebih lanjut, Kapolri juga telah menerima laporan dari Kadiv Propam bahwa dalam waktu satu minggu sidang etik akan digelar. Selain itu, Listyo tidak menutup kemungkinan terkait pelanggaran pidana dalam kasus tersebut.

    Diberitakan sebelumnya, Divisi Propam Mabes Polri juga melibatkan pihak eksternal dalam mengusut kasus Affan Kurniawan (21) yang dilindas kendaraan taktis (rantis) milik Brimob pada aksi kemarin, Kamis (28/8/2025).

    Kadiv Propam Mabes Polri Irjen Abdul Karim menerangkan, dua institusi eksternal Polri yang diikutsertakan dalam pengusutan kasus ini antara lain Kompolnas dan Komnas HAM.

    “Saya selaku Kadiv Propam Polri tetap senantiasa bekerja secara transparan dengan melibatkan pihak eksternal,” katanya singkat dalam konferensi pers, Jumat (29/8/2025).

    Adapun dengan mengikutsertakan kedua badan dan kementerian tersebut, Propam Polri akhirnya memutuskan bahwa ketujuh terduga pelaku telah melanggar kode etik profesi. Alhasil, ketujuh anggota kepolisian itu dikenakan penempatan khusus (Patsus).

    Patsus terhadap ketujuh anggota itu akan dilakukan di Propam Mabes Polri, dengan durasi 20 hari, dari 29 Agustus–17 September 2025. Selama periode itu, pihak kepolisian akan meminta keterangan secara rinci terhadap ketujuh anggota tersebut.

    “Apabila 20 hari ini dirasa kurang, ini masih bisa kita lakukan kembali untuk penempatan khusus,” katanya.