Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Kasus RPTKA Kemnaker, KPK Sita 4,7 Hektare Tanah Milik Jamal Shodiqin & Haryanto

    Kasus RPTKA Kemnaker, KPK Sita 4,7 Hektare Tanah Milik Jamal Shodiqin & Haryanto

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 18 bidang tanah dengan total luas 4,7 hektar milik Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Jamal Shodiqin (JS) dan Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025, Haryanto (HY).

    Juru Bicara KPK menyampaikan penyitaan itu terkait dengan kasus dugaan pemerasan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan. Penyitaan itu dilakukan pada, Selasa (2/9/2025).

    “Aset-aset yang diatasnamakan keluarga dan kerabat tersebut, diduga diperoleh dari uang-uang yang dikumpulkan oleh tersangka Sdr. JS dan Sdr. H, yang diterimanya dari para agen TKA,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Rabu (3/9/2025).

    Budi menyebutkan tanah tersebut berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah. Penyitaan ini bertujuan untuk mengumpulkan barang bukti dan menelusuri aset-aset lainnya yang berkaitan dengan perkara RPTKA.

    “Penyidik masih akan terus melacak dan menelusuri aset-aset lainnya yang diduga terkait atau bersumber dari hasil dugaan tindak pidana korupsi ini. Hal ini dibutuhkan untuk pembuktian perkara sekaligus Langkah awal dalam optimalisasi pemulihan aset,” jelasnya.

    Dilansir Bisnis, selain Jamal Shodiqin dan Haryanto, KPK juga menetapkan tersangka lainnya, yaitu; Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker, Suhartono (2020-2023); 

    Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017-2019, Wisnu Pramono, Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA 2020-Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024-2025, Devi Angraeni. 

    Lebih lanjut, Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK 2019-2021, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA 2019-2024; serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA 2021-2025, Gatot Widiartono. 

    Kemudian, Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Putri Citra Wahyoe, Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, serta Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Alfa Eshad.

    KPK menduga jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA Ditjen Binapenta dan PKK dari permohonan RPTKA mencapai Rp53,7 miliar.

    “Bahwa penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan,” kata mantan Plh. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, dikutip Rabu (3/9/2025).

    Para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf e atau pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

  • Live Streaming Sidang Etik Brimob Pelindas Affan Kurniawan Di-Mute dan Dihapus

    Live Streaming Sidang Etik Brimob Pelindas Affan Kurniawan Di-Mute dan Dihapus

    Bisnis.com, JAKARTA — Divpropam Mabes Polri menggelar sidang etik Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Kosmas terkait kasus driver ojek online Affan Kurniawan yang tewas dilindas mobil Brimob pada hari ini, Rabu (9/3/2025). 

    Siaran langsung terkait sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) Kompol Kosmas K Gae sempat tersiar di YouTube @PTVCHANNEL dengan judul konten Polri TV. 

    Berdasarkan pantauan Bisnis, siaran langsung tersebut dilakukan sekitar 09.36 WIB. Nampak Kompol Kosmas dikawal dua anggota Provos Polri saat menghadiri sidang etik tersebut.

    Kosmas duduk di kursi terduga pelanggar di tengah ruang sidang. Kemudian, majelis hakim etik mengonfirmasikan soal identitas Kosmas terlebih dahulu sebelum dimulainya sidang tersebut.

    “Baik, Kosmas K Gae,” ujar hakim di ruang sidang, Rabu (3/9/2025).

    “Siap,” jawab Kosmas.

    Video sidang etik Kompol Kosmas yang diunggah oleh akun PTVChannel berlangsung selama 15.56 menit. Hanya saja, tak berselang lama dari pembukaan sidang. Siaran langsung itu mendadak dibisukan atau mute, sehingga penonton tidak bisa mendengar secara langsung jalannya sidang tersebut.

    Pantauan Bisnis pada pukul 11.24, kini siaran langsung itu telah berakhir dan videonya telah dihapus oleh pemilik akun.

    Sekadar informasi, Kompol Kosmas merupakan Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri. Kosmas berada di samping pengemudi saat peristiwa pelindasan pengemudi ojol Affan Kurniawan (21) oleh mobil Brimob.

    Adapun, Kosmas merupakan anggota Brimob yang masuk dalam kategori terduga pelanggar berat bersama dengan pengemudi mobil Rantis Bripka Rohmat.

    Karo Wabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto mengatakan dua anggota itu terancam sanksi pemecatan tidak dengan hormat alias PTDH atas perbuatannya itu.

    “Untuk kategori pelanggaran berat, dapat dituntut dan nanti, dan dapat dituntut ancamannya adalah pemberhentian tidak dengan hormat,” ujar Agus di Divhumas Polri, Senin (1/9/2025).

    Prabowo Minta Polri Transparan 

    Presiden Prabowo Subianto mendesak Polri untuk memeriksa polisi pelaku pelindasan Affan Kurniawan secara transparan dan cepat, sehingga dapat diikuti oleh publik.

    Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Minggu (31/8/2025). Prabowo bertemu dengan para pemimpin partai dan pimpinan MPR-DPR-DPD di tengah eskalasi ketegangan sosial politik, setelah adanya gelombang unjuk rasa di berbagai tempat.

    “Terhadap petugas yang kemarin melakukan kesalahan ataupun pelanggaran, saat ini Kepolisian RI telah melakukan proses pemeriksaan. Ini telah saya minta dilakukan dengan cepat, dengan transparan, dan dapat diikuti secara terbuka oleh publik,” ujar Prabowo, Minggu (31/8/2025).

  • KPK Sita 15 Mobil Milik Satori, Anggota DPR Tersangka Kasus CSR BI-OJK

    KPK Sita 15 Mobil Milik Satori, Anggota DPR Tersangka Kasus CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 15 mobil milik Satori, tersangka kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan mobil-mobil milik Satori, yang merupakan anggota DPR RI Komisi XI, tersebut disita KPK di Cirebon, Jawa Barat.

    “Bahwa sejak hari ini kemarin dan hari ini, penyidik telah melakukan penyitaan terhadap 15 kendaraan roda empat berbagai jenis milik saudara S [Satori]. Penyitaan dilakukan di beberapa lokasi, sebagian dari showroom yang telah dipindahkan ke tempat lain,” katanya, dikutip Rabu (3/9/2025).

    Penyidik, kata Budi, terus menelusuri aset lainnya yang berkaitan dengan perkara ini untuk mengumpulkan barang bukti.

    “Penyidik masih akan terus menelusuri aset-aset lain yang diduga terkait atau merupakan hasil dari dugaan tindak pidana korupsi ini yang tentunya dibutuhkan dalam proses pembuktian maupun langkah awal untuk optimalisasi asset recovery,” jelas Budi.

    Diketahui, selain Satori, KPK telah menetapkan tersangka lainnya bernama Heri Gunawan (HG) yang merupakan mantan anggota DPR sama seperti Satori. 

    “Penyidik telah menemukan sekurang-sekurangnya dua alat bukti yang cukup dan kemudian dua hari ke belakang menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut yaitu HG anggota Komisi XI periode 2019-2024, kemudian ST [Satori] anggota Komisi XI periode 2019-2024,” Kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, saat konferensi pers, Kamis (7/8/2025).

    Berdasarkan hasil pemeriksaan HG menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Asep menjelaskan HG diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    HG kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai. 

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, diantaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya.

    Lalu, tersangka berinisial ST menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Sama seperti HG, ST menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.  

    ST melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran. 

    Adapun, para tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. 

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

    Beberapa dari 15 unit kendaraan roda empat atau mobil milik anggota DPR RI Satori yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan korupsi dalam penyaluran dana tanggung jawab perusahaan (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan di Cirebon, Jawa Barat, Senin dan Selasa (1-2/9/2025). (ANTARA/HO-KPK)

    Rincian 15 unit mobil milik Satori yang disita KPK

    3 unit Fortuner

    2 unit Pajero 

    1 unit Camry

    2 unit Brio

    3 unit Innova

    1 unit Yaris

    1 unit Expander

    1 unit HRV

    1 unit Alphard 

  • Polisi Gelar Sidang Etik Brimob Pelindas Affan Kurniawan Hari Ini (3/9)

    Polisi Gelar Sidang Etik Brimob Pelindas Affan Kurniawan Hari Ini (3/9)

    Bisnis.com, JAKARTA — Divpropam Mabes Polri menggelar sidang etik Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Kosmas terkait kasus driver ojol Affan Kurniawan yang tewas dilindas mobil Brimob pada hari ini, Rabu (9/3/2025). 

    Karo Wabprof Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto mengatakan sidang etik ini dilaksanakan untuk terduga pelanggar dalam kategori berat.

    “Dilaksanakan sidang untuk kategori berat pada hari Rabu, 3 September 2025 untuk terduga pelanggar Kompol K,” ujarnya di Divpropam Polri, Senin (1/9/2025).

    Dia menambahkan, terduga pelanggar berat lainnya yakni anggota Brimob Polri Bripka Rohmat selaku pengemudi rantis mobil Brimob akan menjalani sidang pada Kamis (4/9/2025).

    Selain itu, ada lima anggota lain yang turut terseret dalam perkara ini yakni Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Baraka Jana, Baraka Yohanes David masuk dalam kategori pelanggaran sedang.

    Menurut Agus, kelima anggota Satbrimob Polda Metro Jaya ini masuk dalam pelanggaran kategori sedang dengan ancaman sanksi mutasi atau demosi, patsus hingga penundaan pendidikan. 

    Adapun, sidang etik kelima anggota Brimob pelindas Affan Kurniawan bakal berlangsung setelah sidang terduga pelanggar dalam kategori berat.

    “Sedangkan kategori sedang nanti setelah Rabu dan Kamis dan proses sedang berjalan,” pungkasnya.

  • Tak Kunjung Dieksekusi, Jaksa Agung Nyatakan Buru Silfester Matutina

    Tak Kunjung Dieksekusi, Jaksa Agung Nyatakan Buru Silfester Matutina

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Agung (JA) ST Burhanuddin angkat bicara terkait dengan Silfester Matutina yang tak kunjung dilakukan eksekusi.

    Dia mengatakan saat ini pihaknya melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) tengah memburu keberadaan Silfester.

    “Sudah, sudah, kami sudah minta sebenarnya. Dan kita sedang dicari. Dari Kajari kan sedang mencari kan. kita mencari terus,” ujar Burhanuddin di Kejagung, Selasa (2/9/2025).

    Namun demikian, Burhanuddin tidak menjelaskan secara detail alasan Silfester Matutina tak kunjung dieksekusi sejak putusannya inkrah sejak 2019. Dia hanya menyatakan keseriusan korps Adhyaksa dalam mencari keberadaan Silfester.

    “Iya kita betul-betul. Kita sedang mencarinya,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus pencemaran nama baik yang menyeret Silfester bermula saat tim Jusuf Kalla melapor ke Bareskrim Polri pada Mei 2017. 

    Kala itu, Silfester dilaporkan atas orasinya yang menuding Jusuf Kalla sebagai akar permasalahan bangsa hingga menggunakan isu rasial dalam Pilkada Jakarta 2017.

    Singkatnya, Silfester dinyatakan sah dan bersalah atas perkara itu. Kemudian, Silfester Matutina divonis 1 tahun pada 2018. Vonis itu kemudian dikuatkan pada sidang banding di PT Jakarta pada (29/10/2025). 

    Selain itu, upaya hukum Silfester di tingkat kasasi juga ditolak dan bahkan diperberat menjadi pidana 1,5 bulan pada 2019. Namun, hingga saat ini Silfester belum mendekam dipenjara.

    PK Gugur

    Adapun, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan telah menggugurkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) terhadap Silfester Matutina.

    Sidang tersebut berlangsung pada Rabu (27/8/2025). Hakim menilai bahwa alasan pihaknya menggugurkan PK itu lantaran Silfester selalu absen dalam sidang tersebut.

    Hakim Ketua I Ketut Darpawan mengatakan surat keterangan sakit maupun dokter yang memeriksa Silfester tidak jelas.

    “Jadi apa namanya tidak jelas menurut kami alasan sakit. Dengan demikian alasan pemohon utk tidak hadir hari ini tidak sah, itu sikap kami,” ujar Ketut di persidangan.

    Dia menambahkan, dengan sikap seperti itu telah mencerminkan Silfester dinilai tidak bersungguh-sungguh dalam menggunakan haknya dalam upaya hukum tersebut. “Dengan demikian kami nyatakan pemeriksaan ini selesai dan gugur,” pungkasnya.

  • Polisi Beberkan Pasal untuk Jerat Direktur Lokataru Delpedro jadi Tersangka

    Polisi Beberkan Pasal untuk Jerat Direktur Lokataru Delpedro jadi Tersangka

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya telah menetapkan tersangka terhadap Direktur Lokataru Foundation  Delpedro Marhaen dalam kasus dugaan penghasutan provokatif terhadap pelajar untuk demo.

    Polisi menuding Delpedro telah menghasut anak di bawah umur melakukan tindakan anarkis serta menyebarkan informasi bohong melalui media sosial.

    Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan Delpedro telah Ditangkap oleh penyidik Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

    “Seseorang yang ditangkap oleh penyidik tentunya sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Ade di Polda Metro Jaya, Selasa (2/9/2025).

    Dia menjelaskan dugaan provokatif Delpedro itu terjadi pada Senin (25/8/2025). Di hari yang sama, penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya sudah mulai melakukan penyelidikan.

    Setelah mengumpulkan fakta hukum yang ada, akhirnya penyidik kemudian melakukan tindakan untuk melakukan penjemputan terhadap Delpedro.

    “Nah jadi proses pendalaman, proses penyelidikan, proses pengumpulan fakta-fakta, proses pengumpulan bukti-bukti, itu sudah dilakukan oleh tim gabungan dari penyelidik Polda Metro Jaya, itu sudah mulai dilakukan sejak tanggal 25,” pungkasnya.

    Atas perbuatan itu, Delpedro kemudian dipersangkakan pasal berlapis mulai dari Pasal 160 KUHP, Pasal 45A Ayat 3 Juncto Pasal 28 Ayat 3 UU No.1/2024 tentang ITE, hingga Pasal 76H Jo Pasal 15 Jo Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

  • Kompolnas Ungkap Hasil Gelar Perkara Kasus Kematian Ojol Affan yang Dilindas Mobil Brimob

    Kompolnas Ungkap Hasil Gelar Perkara Kasus Kematian Ojol Affan yang Dilindas Mobil Brimob

    Bisnis.com, JAKARTA — Dua pengawas eksternal menyampaikan kesimpulan dalam gelar perkara kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan yang dilindas mobil Brimob berpotensi melanggar etik dan pidana. 

    Dua pengawas eksternal itu yakni Kompolnas dan Komnas HAM. Keduanya, bertugas untuk mengawasi proses pengusutan anggota Brimob yang melindas Affan.

    Komisioner Kompolnas, Choirul Anam mengatakan dalam gelar perkara itu juga melibatkan Itwasum Polri, Divpropam Polri dan Bareskrim Polri.

    Mulanya, pihak eksternal maupun internal Polri membahas soal kerangka persiapan etik. Menurut Anam, anggota Brimob yang masuk dalam pelanggaran kategori berat yakni Kompol Kosmas dan Bripka Rohmat berpotensi di sanksi PTDH alias dipecat Polri.

    “Memang tadi suasananya adalah mengarah potensial untuk dituntut pada PTDH atau bahasa paling gampang pemecatan itu pertama,” ujar Anam di Divpropam Polri, Selasa (2/9/2025).

    Dia menambahkan, selanjutnya gelar perkara juga memutuskan untuk melimpahkan kasus ini ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk diproses pidana.

    Menurutnya, penyidik Bareskrim Polri telah menyiapkan tim manajemen pemidanaan untuk memproses pidana anggota Brimob tersebut.

    “Jadi ada dua hal penting, satu dalam konteks rangka etik potensi besarnya adalah sampai level pemecatan dan sampai pemidanaan tadi memang disimpulkan ada potensi pidana. Sehingga dua skema ini berjalan beriringan, jadi tidak saling tunggu,” imbuhnya.

    Adapun, Pasal etik yang dipersangkakan untuk Kompol Kosmas dan Bripka Rohmat yaitu Pasal 13 UU Polri. Pada intinya, pasal itu memuat soal tugas pokok kepolisian.

    “Jadi memang tone-nya adalah melihat memang ruang publik, terus bagaimana anggota kepolisian bekerja untuk itu. Tapi ini masih dugaan karena kan sidang etiknya masih besok,” pungkasnya.

    Di lain sisi, Komisioner Pemantauan Komnas HAM Saurlin P. Siagian mengatakan pihaknya berkesimpulan adanya pelanggaran tersebut setelah melakukan gelar perkara di Divpropam Polri.

    “Yang pasti ada pelanggaran HAM,” ujar Saurlin.

  • Uji Taji KPK Dalam Kasus Haji

    Uji Taji KPK Dalam Kasus Haji

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berulang kali memanggil mantan Menag Yaqut dalam kasus kuota haji, tetapi tersangka belum juga ditetapkan.

    Baru-baru ini, KPK telah mengumumkan penyitaan sejumlah aset dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait praktik jual beli kuota tambahan haji tahun 2023–2024.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan, hingga saat ini tim penyidik telah menyita uang tunai senilai US$1,6 juta, empat unit kendaraan roda empat, serta lima bidang tanah dan bangunan.

    “Penyitaan aset-aset tersebut sebagai bagian dari upaya pembuktian perkara sekaligus langkah awal KPK dalam mengoptimalkan asset recovery atau pemulihan keuangan negara,” ujar Budi kepada wartawan melalui pesan teks, Selasa (2/9/2025).

    Dia menambahkan, penyidik masih terus menelusuri aliran dana yang diduga terkait dengan praktik korupsi jual beli kuota tambahan haji.

    Menurut Budi, nilai kerugian keuangan negara dalam kasus ini diperkirakan cukup besar. “Terlebih dugaan kerugian keuangan negara yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi ini mencapai nilai yang cukup besar,” pungkas Budi.

    Kemarin, pada Senin, 1 September 2025, Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menghadiri panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (1/9/2025), Yaqut berstatus sebagai saksi atas perkara dugaan korupsi kuota Haji 2024.

    “Saya menghadiri panggilan KPK sebagai saksi untuk memberikan keterangan sebagaimana diketahui,” kata Yaqut saat ditanya wartawan, Senin (1/9/2025). 

    Yaqut mengaku tidak ada dokumen dalam pemeriksaan hari ini. Dia juga tampak didampingi Juru Bicara yang telah menemaninya sejak 2022, Anna Hasbie.

    Pemeriksaan hari ini dikonfirmasi oleh Juru Bicara KPK Budi Prasetyo yang menjelaskan Yaqut diperiksa untuk mendalami penyidikan kuota haji.

    KPK juga telah mencegah Yaqut bepergian ke luar negeri dalam 6 bulan ke depan. Hingga saat ini, KPK masih kesulitan dalam menetapkan tersangka dalam perkara kasus transaksi jual beli kuota haji.

    Setoran Oknum

    Di sisi lain, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan selain kuota khusus, kuota haji furoda juga dijual dengan harga mencapai Rp1 miliar.

    “Informasi yang kami terima itu, yang [kuota haji] khusus itu di atas Rp100 jutaan, bahkan Rp200-Rp300 gitu ya. Bahkan ada yang furoda itu hampir menyentuh angka Rp1 miliar per kuotanya, per orang,” kata Asep, dikutip Rabu (27/8/2025).

    Asep mengatakan selisih dari tarif tersebut kemudian disetorkan travel untuk oknum di Kementerian Agama mencapai US$2.600 sampai US$7.000 per kuota atau sekitar Rp40,3 juta sampai Rp108 juta.

    “Jadi kalau yang besaran US$2.600 sampai US$7.000 itu untuk kelebihannya yang disetorkan ke Oknum di Kementerian Agama,” jelasnya.

    Kronologis Kasus Kuota Haji, Bermula dari Lobi Jokowi

    Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) pada Kamis, 19 Oktober 2023 memberikan tambahan kuota haji. Ini bermula dari lobi yang dilakukan Joko Widodo atau Jokowi dalam pertemuan bilateral pemerintah Arab Saudi.

    Saat itu, pertemuan berlangsung di sela-sela Konferensi ASEAN dan Dewan Kerja Sama Negara-negara Teluk (GCC) di Riyadh, kala itu Jokowi mengaku menyampaikan ke Pangeran Saudi itu tentang panjangnya antrean haji di Indonesia.

    Jokowi mengadu ke Mohammed bin Salman bahwa ada calon jamaah haji yang harus menunggu hingga 47 tahun. “Alhamdulillah ditanggapi sangat positif,” kata Jokowi dalam pernyataan pers mengenai kunjungannya di Riyadh pada Jumat, 20 Oktober 2023, yang disiarkan melalui video Sekretariat Presiden.

    Pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan kuota haji untuk tahun 2024 sebanyak 20.000 kuota, dalam Waktu kurang dari 12 jam usai Jokowi bertemu dengan MBS. Menurut data Kementerian Agama, kuota haji Indonesia untuk 2024 sebanyak 221.000, dengan kuota petugas haji sebanyak 2.200 orang.

    Antrean panjang haji reguler bisa sampai belasan tahun dan terakhir malah sudah di atas 20 tahun. Tambahan 20.000 kuota haji itu disambut positif karena akan memperpendek antrean, apalagi selama 3 tahun ibadah Haji sangat dibatasi akibat pandemi Covid-19.

  • Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen Ditangkap Polisi!

    Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen Ditangkap Polisi!

    Bisnis.com, Jakarta — Direktur LSM Lokataru  Foundation Delpedro Marhaen mendadak ditangkap Polda Metro Jaya tanpa alasan yang jelas.

    Hal tersebut terungkap dari unggahan akun Instagram resmi @lokataru_foundation. Akun tersebut menuliskan bahwa Delpedro Marhaen dijemput paksa oleh polisi yang bertugas di Polda Metro Jaya pada Senin (1/9/2025) sekitar pukul 22.45 WIB di kediamannya.

    Anehnya, anggota Polisi yang menjemput paksa Delpedro Marhaen tersebut tidak menggunakan mobil Polisi sesuai dengan prosedur, namun menggunakan mobil sipil Suzuki Ertiga.

    Pelanggaran prosedur lain yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap Delpedro Marhaen adalah tidak menjelaskan dasar hukum penangkapan dan menunjukkan surat perintah penangkapan.

    “Aparat langsung membawanya ke Polda Metro Jaya,” tulis akun tersebut.

    Aksi yang dilakukan Polisi dari Polda Metro Jaya tersebut dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang Kepolisian karena tidak ada protap yang diikuti sesuai dengan KUHAP.

    “Segera bebaskan Delpedro Marhaen tanpa syarat. Hentikan segala bentuk kriminalisasi intimidasi terhadap warga,” tulis akun itu.

  • Kasus Korupsi CSR Bank Indonesia, KPK Panggil Heri Gunawan dan Satori

    Kasus Korupsi CSR Bank Indonesia, KPK Panggil Heri Gunawan dan Satori

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Heri Gunawan dan Satori, tersangka kasus dugaan korupsi CSR BI-OJK, untuk mendalami informasi dari perkara ini. 

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan keduanya diperiksa dengan kapasitas sebagai saksi. Mereka diperiksa di Gedung Merah Putih KPK.

    “Hari ini Senin (1/9), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK dana CSR di Bank Indonesia. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Pertama, Satori Anggota komisi VIII DPR untuk periode 2024-2029 (Anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023. Kedua, Heri Gunawan Anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Senin (1/9/2025).

    Budi belum bisa menjelaskan secara detail materi pemeriksaan, tetapi pemeriksaan bertujuan untuk mengulik lebih dalam perkara itu seperti keterlibatan pihak-pihak lainnya dan aliran dana.

    “Materi yang dikonfirmasi karena pemeriksaannya adalah sebagai saksi untuk tersangka lainnya tentu adalah hal-hal yang terkait dengan tersangka lainnya tersebut,” jelas Budi.

    Budi menyampaikan sampai saat ini penyidik masih fokus mendalami informasi dari kedua tersangka agar penyidikan dapat berkembang.

    Sebagai informasi, berdasarkan hasil pemeriksaan Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian, Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, diantaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

    Atas perbuatannya, tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.