Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Akhir Sidang Etik Komandan-Sopir Mobil Rantis Brimob Pelindas Affan Kurniawan

    Akhir Sidang Etik Komandan-Sopir Mobil Rantis Brimob Pelindas Affan Kurniawan

    Bisnis.com, JAKARTA — Dua anggota Polri yang masuk dalam kategori terduga pelanggar berat di kasus kematian pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21) telah mendapatkan sanksi etik.

    Dua anggota Polri tersebut adalah Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Kosmas Kaju Gae dan anggota Brimob Polda Metro Jaya Bripka Rohmad.

    Keduanya, telah terbukti melakukan pelanggaran tercela. Adapun, saat kejadian, mobil Brimob pelindas Affan dikemudikan oleh Rohmad. Sementara, Kosmas berada di kursi samping pengemudi.

    Kompol Kosmas menjalani sidang etik pertama pada Rabu (3/9/2025). Majelis hakim etik menilai bahwa Kosmas tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa sehingga menimbulkan korban jiwa di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).

    Oleh karena itu, Kosmas telah disanksi pemecatan tidak dengan hormat alias PTDH dari institusi Polri. 

    Sehari berselang, giliran Bripka Rohmad yang menjalani sidang etik. Sidang etik yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Brigjen Agus Wijayanto telah memutuskan bahwa Bripka Rohmad disanksi demosi selama 7 tahun.

    “[Sanksi administratif] mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” ujar hakim di ruang sidang etik di Gedung TNCC Polri, Kamis (4/9/2025).

    Alasan Beda Vonis

    Hakim menilai bahwa Bripka Rohmad hanya menjalankan perintah komandannya yakni Kompol Kosmas Kaju Gae saat kejadian. Oleh karena itu, meskipun kemudi mobil pada Rohmad, dia bergerak atas perintah Kosmas.

    “Terduga pelanggar hanya menjalankan perintah dari atasannya, Kompol Kosmas Kaju Gae, untuk terus maju. Selaku bawahan, ia melaksanakan perintah atasan, bukan atas keinginan sendiri,” tutur hakim.

    Kemudian, faktor lain yang menyebabkan insiden pelindasan Affan itu terjadi karena Bripka Rohmad mengalami efek perih dari gas air mata.

    “Pada saat peristiwa unras 28 Agustus 2025, terduga pelanggar terkena gas air mata sehingga membuat mata terduga pelanggar perih dan tidak dapat melihat dengan jelas. Serta adanya lemparan batu, petasan, dan kayu ke arah mobil,” pungkasnya.

    Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat selaku sopir mobil rantis yang melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan di ruang sidang etik Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025)/dok. Polri TV

    Di samping itu, Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.

    Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.

    “Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang memengaruhi,” pungkasnya

    Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.

    “Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.

    Pengakuan Kosmas-Rohmad

    Usai sidang etik, Kosmas Kaju Gae mengklaim bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa mobil rantis yang dinaikinya telah melindas pendemo, termasuk Affan Kurniawan.

    Kosmas yang berperan sebagai komandan di dalam mobil rantis berdalih bahwa dia tidak mengetahui kendaraan tersebut melindas para pendemo yang ada di depan mobil yang dinaikinya bersama tim Brimob lainnya.

    Padahal dalam video yang beredar, mobil rantis tersebut sempat berhenti beberapa detik setelah melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan. Kemudian mobil rantis tersebut kabur, sehingga massa melakukan pengejaran.

    Kosmas menyatakan bahwa dirinya baru mengetahui mobil Brimob yang dikendarainya melindas Affan saat diperlihatkan video viral di media sosial.

    “Kami tidak mengetahui sama sekali pada waktu dan peristiwa kejadian tersebut. setelah kejadian video viral, kami ketahui beberapa jam berikutnya melalui medsos,” ujarnya di TNCC Polri, Jakarta, Rabu (3/9/2025).

    Dia menambahkan, dirinya hanya menjalankan tugas sebagai anggota Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban saat aksi unjuk rasa di Jakarta dalam beberapa hari terakhir.

    Oleh karena itu, dia tidak memiliki niat untuk mencelakai atau mencederai pihak manapun, termasuk Affan Kurniawan.

    Terakhir, Kosmas juga menyampaikan duka cita yang mendalam terhadap keluarga Affan Kurniawan. Menurutnya, kejadian ini di luar dugaan.

    “Saya mau menyampaikan, duka cita yang mendalam kepada korban Affan Kurniawan serta keluarga besar, sungguh-sungguh di luar dugaan,” pungkasnya.

    Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat memberikan penjelasan di sidang etik Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025)/dok. Polri TV

    Sementara itu, Bripka Rohmad menyatakan bahwa dirinya selaku anggota kepolisian hanya menjalankan tugas dari pimpinan.

    Kemudian, Bripka Rohmad mengemukakan, dirinya tidak pernah memiliki niat untuk melukai atau menghilangkan nyawa siapa pun. Pasalnya, dirinya hanya berfokus pada tugasnya yakni melindungi masyarakat.

    “Tidak ada niat dan tidak pernah tersirat dalam hati saya, melukai ataupun menghilangkan nyawa orang lain,” imbuhnya.

    Dia juga bercerita bahwa dirinya memiliki istri dan dua anak. Salah satu anaknya disebut memiliki keterbatasan mental. 

    Selain itu, dia mengaku hanya memiliki mata pencaharian sebagai anggota Polri. Oleh sebab itu, dia memohon pengampunan agar bisa terus menjadi anggota kepolisian sampai masa pensiun sebagai korps Bhayangkara.

    “Karena kami tidak punya penghasilan lain Yang Mulia, kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri, yang Mulia. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” imbuhnya.

    Di lain sisi, Bripka Rohmad meminta maaf dan kepada orang tua korban atas peristiwa pelindasan mobil Brimob terhadap Affan Kurniawan.

    “Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam. Kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf karena kejadian tersebut,” pungkasnya.

  • Kejagung Masih Dalami Keuntungan Nadiem Makarim di Kasus Chromebook

    Kejagung Masih Dalami Keuntungan Nadiem Makarim di Kasus Chromebook

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) masih belum mengungkap aliran dana kepada tersangka Nadiem Makarim  dalam kasus dugaan korupsi Chromebook periode 2019–2022.

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Nurcahyo Jungkung Madyo mengatakan bahwa pihaknya masih mendalami keuntungan eks Mendikbudristek dalam kasus rasuah tersebut.

    “Itu masih didalami ya semuanya. Jangan dikira-kira,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025).

    Dia menambahkan, dalam kasus korupsi program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek ini telah ditemukan kerugian negara sebesar Rp1,9 triliun.

    Kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan mark up dari selisih harga kontrak di luar CDM senilai Rp1,5 triliun.

    “Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan alat TIK tersebut diperkirakan sekitar Rp1,98 triliun,” imbuhnya.

    Adapun, kata Nurcahyo, kerugian negara ini belum final lantaran masih dalam perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Yang saat ini masih dalam penghitungan lebih lanjut oleh BPKP,” pungkas Nurcahyo.

    Sebagai informasi, Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat Kemendikbudristek melakukan pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.

    Pada intinya, dia telah melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.

    Padahal, pada era Mendikbud Muhadjir Effendy, pengajuan produk Chromebook dari Google sudah ditolak karena tidak efektif jika digunakan untuk daerah 3T.

    Adapun, Nadiem juga diduga telah memerintahkan untuk mengunci pengadaan Chrome OS dalam pengadaan TIK 2020. 

    Selain itu, Nadiem juga telah mengunci Chrome OS melalui lampiran pada Permendikbud No.5/2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan TA.2021.

  • Yusril Klaim Prabowo Selalu Dorong RUU Perampasan Aset & Reformasi Politik ke DPR

    Yusril Klaim Prabowo Selalu Dorong RUU Perampasan Aset & Reformasi Politik ke DPR

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI, Yusril Ihza Mahendra, memberikan tanggapan terkait 17+8 tuntutan rakyat yang disampaikan oleh berbagai kelompok aspirasi dalam beberapa waktu terakhir.

    Respons itu disampaikan usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

    Yusril menjelaskan, 17+8 tuntutan rakyat tidak dibahas secara spesifik dalam rapat, tetapi masing-masing kementerian dan koordinasi menteri sudah memiliki jawaban tersendiri atas aspirasi yang muncul.

    Dia menambahkan bahwa salah satu poin penting yang sedang mendapat perhatian adalah pembahasan rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

    “Presiden sudah beberapa kali menegaskan agar DPR segera membahas RUU tersebut. Saya juga sudah berkoordinasi dengan Menteri Hukum Supratman untuk memasukkan RUU Perampasan Aset ke dalam prolegnas 2025-2026, dan saat ini sedang menunggu keputusan apakah DPR akan mengambil inisiatif pembahasan,” jelasnya.

    Yusril mengungkapkan bahwa RUU Perampasan Aset ini sebenarnya pernah diajukan pada masa pemerintahan sebelumnya, namun belum tuntas. Pemerintah kini siap membahas lebih lanjut, tergantung siapa yang ditunjuk Presiden untuk menangani pembahasan tersebut.

    Selain itu, Yusril menyebut rencana perubahan Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Kepartaian sebagai bagian dari reformasi politik yang sedang dijalankan.

    “Ada putusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan perubahan sistem pemilu, termasuk penghapusan ambang batas parlemen [threshold],” kata Yusril.

    Lebih lanjut, Yusril menegaskan bahwa Presiden Prabowo menekankan pentingnya reformasi politik yang luas agar partisipasi politik terbuka bagi semua kalangan, bukan hanya mereka yang memiliki modal atau ketenaran sebagai artis dan selebriti. Dia menilai sistem saat ini membuat orang berbakat di bidang politik sulit untuk muncul.

    “Terkait hal ini, Menteri Dalam Negeri menjadi focal point dalam proses perubahan Undang-Undang Pemilu, dan saya juga diberi arahan oleh Presiden untuk mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi secara mendalam dalam rangka memperbaiki UU Pemilu untuk periode empat tahun ke depan,” pungkas Yusril.

    Seperti diketahui, berbagai kelompok sipil yang terdiri dari artis hingga influencer menggaungkan kampanye 17+8 Tuntutan Rakyat yang mendapat respons positif dari masyarakat di media sosial. 

    Berdasarkan dokumen yang beredar luas di media sosial, tuntutan rakyat dibagi untuk beberapa target dan tenggat waktu yang berbeda. 17 tuntutan rakyat wajib diselesaikan dalam sepekan hingga 5 September 2025 oleh Presiden Prabowo, DPR, ketua umum partai politik, kepolisian, TNI, dan kementerian sektor ekonomi.

    Selanjutnya, masyarakat sipil juga mengajukan daftar 8 tuntutan kepada seluruh jajaran pemerintahan Republik Indonesia yang harus diselesaikan dalam satu tahun atau hingga 31 Agustus 2026. Salah satunya adalah tuntutan untuk pengesahan UU Perampasan Aset dan reformasi partai politik serta penguatan pengawasan eksekutif.

  • Belasungkawa Nadiem Makarim atas Kematian Affan Kurniawan yang Dilindas Mobil Brimob

    Belasungkawa Nadiem Makarim atas Kematian Affan Kurniawan yang Dilindas Mobil Brimob

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim ikut menyatakan duka cita atas meninggalnya Affan Kurniawan (21).

    Affan Kurniawan merupakan pengemudi ojek online yang tewas dilindas mobil rantis Brimob saat penanganan aksi unjuk rasa di Jakarta pada Kamis (28/9/2025).

    Adapun, Nadiem menyampaikan duka cita itu usai ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) di kasus dugaan korupsi Chromebook pada Kamis (4/9/2025).

    “Bela sungkawa saya kepada Affan dan ojol-ojol,” demikian ucapan singkat founder Go-Jek saat digiring ke mobil tahanan Kejaksaan RI.

    Selain itu, dia juga menyangkal keterlibatan dirinya di kasus Chromebook. Dia juga menekankan bahwa dirinya selalu menerapkan kejujuran di sepanjang hidupnya selama ini.

    “Saya tidak melakukan [tindak pidana] apapun. Tuhan akan melindungi saya. Kebenaran akan keluar,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka karena perannya saat Kemendikbudristek melakukan pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019–2022.

    Pada intinya, dia telah melakukan pertemuan dengan pihak Google hingga akhirnya sepakat untuk menggunakan Chrome OS dalam proyek pengadaan TIK di Kemendikbudristek.

    Padahal, pada era Mendikbud Muhadjir Effendy, pengajuan produk Chromebook dari Google sudah ditolak karena tidak efektif jika digunakan untuk daerah 3T.

    Adapun, Nadiem juga diduga telah memerintahkan untuk mengunci pengadaan Chrome OS dalam pengadaan TIK 2020. 

    Selain itu, Nadiem juga telah mengunci Chrome OS melalui lampiran pada Permendikbud No.5/2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Reguler Bidang Pendidikan TA.2021.

  • Lengkap! Vonis Kompol Cosmas dan Bripka Rohmad, Brimob Pelindas Affan Kurniawan

    Lengkap! Vonis Kompol Cosmas dan Bripka Rohmad, Brimob Pelindas Affan Kurniawan

    Bisnis.com, JAKARTA — Dua anggota Polri yang masuk dalam kategori terduga pelanggar berat di kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan (21) sudah seluruhnya mendapatkan sanksi etik.

    Dua anggota Polri itu yakni, Danyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Kosmas Kaju Gae dan anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmad.

    Keduanya, telah terbukti melakukan pelanggaran tercela. Adapun, saat kejadian, mobil Brimob pelindas Affan dikemudikan oleh Rohmad. Sementara itu, Cosmas berada di kursi samping pengemudi.

    Kompol Cosmas menjalani sidang etik pertama pada Rabu (3/9/2025). Majelis hakim etik menilai bahwa Cosmas tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa sehingga menimbulkan korban jiwa di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).

    Oleh karena itu, Cosmas telah disanksi pemecatan tidak dengan hormat alias PTDH dari institusi Polri. Sehari berselang, giliran Bripka Rohmad yang menjalani sidang etik.

    Sidang etik yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Brigjen Agus Wijayanto telah memutuskan bahwa Bripka Rohmad disanksi demosi selama 7 tahun.

    “[Sanksi administratif] mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” ujar hakim di ruang sidang etik di Gedung TNCC Polri, Kamis (4/9/2025).

    Alasan Beda Vonis

    Hakim menilai bahwa Bripka Rohmad hanya menjalankan perintah komandannya yakni Kompol Cosmas Kaju Gae saat kejadian. 

    “Terduga pelanggar hanya menjalankan perintah dari atasannya, Kompol Cosmas Kaju Gae, untuk terus maju. Selaku bawahan, ia melaksanakan perintah atasan, bukan atas keinginan sendiri,” tutur hakim.

    Kemudian, faktor lain yang menyebabkan insiden pelindasan Affan itu terjadi karena Bripka Rohmad mengalami efek perih dari gas air mata.

    “Pada saat peristiwa unras 28 Agustus 2025, terduga pelanggar terkena gas air mata sehingga membuat mata terduga pelanggar perih dan tidak dapat melihat dengan jelas. Serta adanya lemparan batu, petasan, dan kayu ke arah mobil,” pungkasnya.

    Di samping itu, Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.

    Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.

    “Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang memengaruhi,” pungkasnya.

    Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.

    “Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.

    Pengakuan Cosmas dan Rohmad

    Usai sidang etik, Cosmas Kaju Gae mengklaim bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa mobil rantis yang dinaikinya telah melindas pendemo, termasuk Affan Kurniawan.

    Padahal dalam video yang beredar, mobil rantis tersebut sempat berhenti beberapa detik setelah melindas pengemudi ojol Affan Kurniawan (21) saat waktu kejadian. Kemudian mobil rantis tersebut kabur, yang kemudian dikejar massa.

    Namun, Cosmas menyatakan bahwa dirinya baru mengetahui mobil Brimob yang dikendarainya melindas Affan saat diperlihatkan video viral di media sosial.

    “Kami tidak mengetahui sama sekali pada waktu dan peristiwa kejadian tersebut. Setelah kejadian video viral, kami ketahui beberapa jam berikutnya melalui medsos,” ujarnya di TNCC Polri, Jakarta, Rabu (3/9/2025).

    Dia menambahkan, dirinya hanya menjalankan tugas sebagai anggota Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban saat aksi unjuk rasa di Jakarta dalam beberapa hari terakhir.

    Oleh karena itu, dia tidak memiliki niat untuk mencelakai atau mencederai pihak manapun, termasuk Affan Kurniawan.

    Terakhir, Cosmas juga menyampaikan duka cita yang mendalam terhadap keluarga Affan Kurniawan. Menurutnya, kejadian ini di luar dugaan.

    “Saya mau menyampaikan, duka cita yang mendalam kepada korban Affan Kurniawan serta keluarga besar, sungguh-sungguh di luar dugaan,” pungkasnya.

    Sementara itu, Bripka Rohmad menyatakan bahwa selaku anggota kepolisian dia hanya menjalankan tugas dari pimpinan.

    Kemudian, Bripka Rohmad mengemukakan, dia tidak pernah memiliki untuk melukai atau menghilangkan nyawa siapapun. Pasalnya, dirinya hanya berfokus pada tugasnya dalam melindungi masyarakat.

    “Tidak ada niat dan tidak pernah tersirat dalam hati saya, melukai ataupun menghilangkan nyawa orang lain,” imbuhnya.

    Dia juga bercerita bahwa dirinya memiliki istri dan dua anak, salah satu anaknya disebut memiliki keterbatasan mental. Selain itu, dia mengaku hanya memiliki mata pencaharian sebagai anggota Polri.

    Oleh sebab itu, dia memohon pengampunan agar bisa terus menjadi anggota kepolisian sampai masa pensiun sebagai korps Bhayangkara.

    “Karena kami tidak punya penghasilan lain Yang Mulia, kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri, yang Mulia. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” imbuhnya.

    Bripka Rohmad juga meminta maaf dan kepada orang tua korban atas peristiwa pelindasan mobil Brimob terhadap Affan Kurniawan.

    “Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam. Kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf karena kejadian tersebut,” pungkasnya.

  • Yusril: Proses Hukum Aktivis Lokataru Harus Dihormati, Penangguhan Penahanan Dimungkinkan

    Yusril: Proses Hukum Aktivis Lokataru Harus Dihormati, Penangguhan Penahanan Dimungkinkan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melakukan intervensi dalam proses hukum terhadap aktivis Lokataru Foundation, yang saat ini telah berstatus tersangka.

    Menurutnya, proses hukum harus dijalani secara adil dan sesuai koridor hukum yang berlaku.

    Hal itu disampaikannya usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Kamis (4/9/2025), saat menanggapi aspirasi publik yang meminta pembebasan aktivis tersebut.

    “Saya nggak bicarakan masalah itu ya, jadi sebenarnya karena memang sudah dinyatakan sebagai tersangka, maka kan tentu ada prosedur kan, kalau sekedar untuk menangguhkan penahanan misalnya, itu bisa saja dilakukan, siapapun yang tersangka bisa ditangguhkan penahanan,” kata Yusril.

    Dia menjelaskan bahwa penangguhan penahanan merupakan hak hukum yang bisa diajukan oleh tersangka, termasuk oleh tim hukum dari Lokataru. Namun untuk penghentian penyidikan (SP3), harus ada alasan hukum yang kuat, seperti tidak cukupnya bukti.

    “Kalau misalnya memang tidak cukup alasan untuk dinyatakan sebagai tersangka, ya mengapa tidak diharuskan SP3. Dan saya kira setiap orang kan harus gentleman menghadapi satu proses hukum,” imbuhnya.

    Yusril menekankan pentingnya sikap kooperatif dalam menghadapi proses hukum. Dia mendorong agar upaya hukum dilakukan secara gentleman, dengan melibatkan advokat yang kompeten serta menggunakan mekanisme hukum seperti pra-peradilan, jika diperlukan.

    “Harapan saya sebenarnya kalau seseorang ditahan atau dinyatakan tersangka, jangan kita terus minta harus dibebaskan. Dilakukan dong perlawanan secara hukum yang gentleman. Kalau memang kita berani melakukan sesuatu ketika kita menghadapi proses hukum, hadapi,” tuturnya.

    Terkait tuduhan terhadap aktivis Lokataru yang diduga melanggar hukum melalui pernyataan-pernyataannya, Yusril mengatakan bahwa penyidik berhak menyangka adanya unsur delik, seperti penghasutan. Namun tersangka juga berhak sepenuhnya untuk membantah dan membela diri.

    “Karena orang boleh saja bersuara, tapi kalau misalnya ada aspek-aspek yang diduga sebagai satu misalnya delik penghasutan di dalamnya, dan itu kan penyidik berhak saja menyangka begitu, tapi orang yang disangka berhak juga untuk menyangkalnya, ya laksanakan secara fair dan adil,” tegas Yusril.

  • Terungkap Alasan Bripka Rohmad Divonis Lebih Ringan Dibanding Kompol Cosmas

    Terungkap Alasan Bripka Rohmad Divonis Lebih Ringan Dibanding Kompol Cosmas

    Bisnis.com, JAKARTA — Kompolnas menjelaskan alasan meringankan dari sanksi Anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmad di kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan.

    Sebelumnya, Bripka Rohmad merupakan pengemudi mobil rantis Brimob yang melindas Affan saat penanganan aksi di Jakarta pada Kamis, (4/9/2025).

    Anggota Kompolnas Ida Oetari mengatakan Bripka Rohmad merupakan anggota yang melaksanakan tugas pimpinan. Dalam hal ini, Kompol Kosmas merupakan Komandan dari Bripka Rohmad saat kejadian.

    “Hanya melaksanakan tugas atau di bawah kendali dari Kompol Kosmas. Sehingga ada beberapa hal juga berkenaan dengan kondisi dia saat mengendarai,” ujar Ida di Gedung TNCC, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

    Dia menambahkan, kondisi psikologis anggota juga dipertimbangkan dalam hal yang meringankan untuk sanksi terhadap Bripka Rohmad.

    Ida juga mengemukakan bahwa saat kejadian, pengemudi mengalami blind spot yang ditambah spion mobil di bagian kiri mengalami kerusakan.

    “Apalagi kondisi rantis menurut penjelasan bahwa spionnya juga rusak. Ini sebelah kiri. Ini juga ada blind spot ini juga yang menyebabkan makanya Bripka R tidak secara sengaja. Ini salah satu yang mempengaruhi,” pungkasnya.

    Di samping itu, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan kondisi riil di lapangan. Kala itu, mobil Brimob yang dikemudikan Bripka Rohmad tidak menabrak Affan, melainkan sudah terjatuh. Alhasil, Bripka Rohmad mengaku tidak melihat Affan terjatuh.

    “Nah itu yang melatarbelakanginya kenapa tadi ada putusan berbeda dengan yang kemarin. Yang kemarin PTDH, yang sekarang demosi, demosinya sampai pensiun,” tutur Anam.

    Sekadar informasi, berbeda dengan Rohmad, Kompol Kosmas Kaju Gae justru telah disanksi PTDH. Kosmas resmi dipecat Polri lantaran dinilai tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa yang menyebabkan korban jiwa pada Kamis (28/9/2025). 

    Adapun, Kompol Cosmas merupakan Komandan yang duduk di samping kursi pengemudi saat kejadian tersebut.

  • Didemosi 7 Tahun, Bripka Rohmat Ngaku Hanya Jalankan Perintah

    Didemosi 7 Tahun, Bripka Rohmat Ngaku Hanya Jalankan Perintah

    Bisnis.com, JAKARTA — Sopir mobil rantis Brimob yang melindas Affan Kurniawan, Bripka Rohmat telah disanksi berupa demosi tujuh tahun sampai pensiun dari Polri.

    Usai disanksi, Bripka Rohmat menyatakan bahwa dirinya selaku anggota kepolisian hanya menjalankan tugas dari pimpinan.

    “Saya sebagai Bhayangkara Brimob, Bhayangkara polri hanya menjalankan tugas pimpinan. Bukan kemauan diri sendiri. Namun hanya melaksanakan tugas dari pimpinan,” ujar Rohmat di ruang sidang etik Polri, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

    Kemudian, Bripka Rohmat mengemukakan, dirinya tidak pernah memiliki untuk melukai atau menghilangkan nyawa siapapun. Pasalnya, dirinya hanya berfokus pada tugasnya dalam melindungi masyarakat.

    “Tidak ada niat dan tidak pernah tersirat dalam hati saya, melukai ataupun menghilangkan nyawa orang lain,” imbuhnya.

    Dia juga bercerita bahwa dirinya memiliki istri dan dua anak, salah satu anaknya disebut memiliki keterbatasan mental. Selain itu, dia mengaku hanya memiliki mata pencaharian sebagai anggota Polri.

    Oleh sebab itu, dia memohon pengampunan agar bisa terus menjadi anggota kepolisian sampai masa pensiun sebagai korps Bhayangkara.

    “Karena kami tidak punya penghasilan lain Yang Mulia, kami hanya mengandalkan gaji tugas Polri, yang Mulia. Tidak ada penghasilan lain, Yang Mulia,” imbuhnya.

    Di lain sisi, Bripka Rohmat meminta maaf dan kepada orang tua korban atas peristiwa pelindasan mobil Brimob terhadap Affan Kurniawan.

    “Dengan kejadian yang viral, atas nama pribadi dan keluarga dengan lubuk hati paling dalam. Kami mohon kepada orang tua almarhum Affan Kurniawan dapat membukakan maaf karena kejadian tersebut,” pungkasnya.

  • Sopir Pelindas Affan Tak Dipecat Polri, Hanya Demosi 7 Tahun

    Sopir Pelindas Affan Tak Dipecat Polri, Hanya Demosi 7 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri resmi memberikan sanksi demosi tujuh tahun terhadap Bripka Rohmat di kasus kematian pengemudi ojol Affan Kurniawan (21).

    Bripka Rohmat merupakan anggota Brimob Polda Metro Jaya yang memegang kemudi mobil rantis Brimob yang melindas Affan di Jakarta pada Kamis (28/8/2025).

    Majelis Sidang KKEP yang dipimpin oleh Brigjen Agus Wijayanto menyatakan tindakan Bripka Rohmat merupakan perbuatan tercela.

    “Mutasi bersifat demosi selama tujuh tahun sesuai dengan sisa masa dinas pelanggar di institusi Polri,” ujar Agus di ruang sidang etik di Gedung TNCC Polri, Kamis (4/9/2025).

    Sanksi administratif lainnya terhadap Bripka Rohmat yakni penempatan khusus atau Patsus selama 20 hari terhitung sejak 29 Agustus 2025 hingga 17 September 2025 di ruang Patsus Divpropam Polri.

    Selain itu, majelis hakim juga memberikan sanksi etik yakni Bripka Rohmat diwajibkan meminta maaf secara lisan di sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri.

    “Kewajiban pelanggar meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, berbeda dengan Rohmat, Kompol Kosmas Kaju Gae justru telah disanksi PTDH.

    Kosmas resmi dipecat Polri lantaran dinilai tidak profesional saat penanganan aksi unjuk rasa yang menyebabkan korban jiwa pada Kamis (28/9/2025). Adapun, Kompol Kosmas merupakan Komandan yang duduk di samping kursi pengemudi saat kejadian tersebut.

  • Ditetapkan Tersangka, Nadiem Makarim: Saya Tidak Melakukan Apa-apa, Kebenaran akan Keluar

    Ditetapkan Tersangka, Nadiem Makarim: Saya Tidak Melakukan Apa-apa, Kebenaran akan Keluar

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim resmi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi Chromebook periode 2019-2022.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Nadiem baru keluar dari Gedung Bundar Kejagung RI pada 16.28 WIB. Dia dikawal petugas Kejagung dan anggota TNI.

    Nampak, Nadiem keluar dengan mengenakan baju hijau tua yang dibalut dengan rompi pink khas tahanan Kejaksaan RI.

    Usai ditetapkan sebagai tersangka, Nadiem nampak geram serta muka sedikit memerah. Dia menyatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan tindak pidana apapun.

    “Saya tidak melakukan [tindak pidana] apapun. Tuhan akan melindungi saya. Kebenaran akan keluar,” ujar Nadiem di Kejagung, Kamis (4/9/2025).

    Dia terus meneriakkan bahwa tuhan mengetahui kebenaran dalam perkara yang menyeretnya ini. Dia juga menekankan bahwa dirinya menerapkan kejujuran di sepanjang hidupnya selama ini.

    “Allah akan mengetahui kebenaran. Bagi saya seumur hidup saya integritas nomor, kejujuran nomor satu. Allah akan melindungi saya Insya Allah,” pungkasnya.