Bisnis.com, JAKARTA — International Intellectual Property Alliance (IIPA) mendesak pemerintah Indonesia untuk lebih aktif memfasilitasi dialog antara pemilik hak cipta dan platform digital guna memberantas pelanggaran kekayaan intelektual (KI).
Desakan ini semakin relevan menyusul penetapan kembali Indonesia dalam Daftar Prioritas Pengawasan (Priority Watch List/PWL) oleh Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) pada 29 April 2029 untuk yang ke-16 kalinya secara berturut-turut.
Penempatan dalam PWL ini menegaskan bahwa pemerintah AS menilai perlindungan dan penegakan HKI di Indonesia masih memiliki masalah serius, sejalan dengan keprihatinan yang diungkapkan IIPA beberapa tahun sebelumnya.
Saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia pada Jumat (19/9/2025), Direktur Kebijakan dan Urusan Hukum IIPA, Pete C. Mehravari, menekankan bahwa penyedia layanan digital dan platform pembayaran harus lebih aktif dan memiliki sistem yang memungkinkan penghapusan konten ilegal, seperti musik bajakan dan barang palsu, secara cepat dan efisien.
“Penyedia layanan dan platform pembayaran perlu menghargai KI. Mereka harus memiliki cara untuk menghapus produk yang melanggar hak cipta, merek dagang, dan desain,” ujar Mehravari.
Mehravari menekankan pentingnya kerja sama tim antara platform dan pemegang hak cipta. IIPA mengusulkan penerapan no-fault system, di mana platform tidak dapat disalahkan atas konten ilegal yang diunggah pengguna jika mereka bertindak cepat dalam menghapusnya. Namun, kelalaian dalam mengambil tindakan akan menempatkan tanggung jawab pada platform itu sendiri.
Desakan IIPA ini bersinggungan langsung dengan temuan dalam Laporan Khusus 301 USTR tahun 2025. Laporan tersebut menyoroti penegakan hukum yang tidak efektif, termasuk dalam menanggulangi pembajakan dan pemalsuan yang semakin bergeser ke ranah daring.
USTR juga mengkritik kelemahan dalam sistem hukum paten dan hak cipta Indonesia, yang dinilai masih belum jelas meskipun telah ada reformasi melalui UU Cipta Kerja.
Secara khusus, kedua laporan menyoroti tingkat pembajakan musik Indonesia yang disebut sebagai salah satu yang tertinggi di dunia. USTR mencatat bahwa situs web dan layanan pembajakan domestik semakin populer, sementara penegakan hukum terhadap praktik tersebut masih sangat terbatas.
“Mengetahui banyaknya kreator Indonesia yang luar biasa, kami ingin pembajakan ini dihentikan. Kami ingin musik mereka tidak hanya dinikmati, tapi juga dihargai,” pungkas Mehravari.
Status PWL menempatkan Indonesia dalam kategori negara dengan masalah KI paling serius, setara dengan China, Rusia, India, dan Meksiko.
Penempatan ini, menurut USTR, akan memicu keterlibatan bilateral yang lebih intensif dengan AS dalam setahun ke depan untuk mengatasi berbagai masalah yang ada, termasuk kurang efektifnya penegakan hukum di perbatasan dalam mencegah masuknya barang-barang palsu.








