Bisnis.com, JAKARTA — Mantan VP of Product AIoT & Culti-Finance eFishery, Andri Yadi melalui kuasa hukumnya mengkalrifikasi terkait posisinya di eFishery. Dia menegaskan bukan bagian dari direksi dari PT Multidaya Teknologi Nusantara (PT MTN) itu.
Andri menegaskan perkara yang menyeret dirinya masih tahap penyidikan oleh Bareskrim Polri dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Karena itu, asas praduga tak bersalah sepatutnya dijunjung tinggi dalam setiap pemberitaan.
“Pernyataan saya ini bukan untuk membela diri di pengadilan, melainkan semata-mata sebagai koreksi fakta agar publik mendapat informasi yang berimbang,” tutur Andri Yadi dalam siaran pers yang disampaikan melalui tim penasihat hukumnya, Jumat (26/9/2025).
Andri mengatakan dirinya bukan bagian dari direksi eFishery. Sebab, dirinya bergabung ke eFishery karena perusahaan yang dia dirikan, DycodeX, diakuisisi. Dengan kata lain, posisinya di eFishery merupakan konsekuensi dari kesepakatan akuisisi tersebut, bukan karena inisiatif pribadi untuk mengejar jabatan atau kewenangan di perusahaan.
Dia menjabarkan secara resmi menjabat sebagai Vice President (VP) of Product AIoT sepanjang tahun 2023. Seiring restrukturisasi organisasi, jabatannya berubah menjadi VP of Product AIoT & Cultivation sejak 2 Januari 2024 hingga 16 September 2024, lalu menjadi VP of Product AIoT & Culti-Finance hingga 23 Juli 2025. Semua posisi tersebut berada di Direktorat Product di bawah Direktur Produk atau sering disebut sebagai Chief Product Officer (CPO) yang saat itu dijabat oleh Chrisna Aditya Wardani.
Sehingga jabatan VP bukan organ perseroan dan tidak tercantum dalam Akta/Anggaran Dasar perusahaan.
“Jabatan ini tidak memiliki kewenangan melakukan pembayaran atau memutuskan investasi. Fokus saya sepenuhnya ada pada pengembangan produk teknologi, khususnya Internet of Things dan Artificial Intelligence di eFishery sesuai semangat pembelian DycodeX, bukan pembiayaan,” ujar Andri.
Dia menyebut sebagai VP yang berada di bawah Direktorat Product, perannya terbatas pada riset dan pengembangan produk teknologi budidaya akuakultur, seperti eFeeder, sistem pemantauan kualitas air (Katara), pengolahan citra satelit berbasis AI, konsultasi budidaya berbasis Generative AI/LLM, dan solusi Aquaculture Intelligence.
Dari hal tersebut, dia mengatakan tidak memiliki kewenangan untuk menjalankan operasi pembiayaan (underwriting, penyaluran, maupun collections). Semua fungsi itu berada di bawah divisi terpisah di luar Direktorat Product.
Di sisi lain kuasa hukumnya, Otto Cornelis Kaligis menyatakan kliennya menghormati proses hukum, tetapi menekankan bahwa perlu adanya kejelasan terkait posisi Andri di eFishery agar publik mengetahui fakta sebenarnya.
“Klien kami menghormati proses hukum yang berlaku. Namun, penting untuk memahami posisi dan kewenangan jabatan beliau secara proporsional agar tidak terjadi kesalahpahaman maupun pencampuran fakta,” tuturnya.
Proses Akuisisi ke Acqui-hire
Dalam siaran pers yang diterima Bisnis, DycodeX bergabung dengan eFishery melalui proses akuisisi dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang ditandatangani pada November 2022 senilai Rp15 miliar dengan skema dua termin pembayaran.
Termin pertama telah dibayarkan sebesar Rp10 miliar pada bulan Desember, tahun 2022. Namun, sebelum pelunasan pembayaran, atas permintaan pembeli (eFishery/PT MTN), skema itu dialihkan menjadi acqui-hire (mengambil alih talenta tim dan teknologi DycodeX secara resmi) melalui mekanisme Service Agreement. Peralihan ini sudah mendapat persetujuan Dewan Komisaris eFishery dan efektif 29 Desember 2023.
Andri menyampaikan posisinya dalam transaksi ini hanya sebagai perwakilan pihak yang di-acqui-hire (penjual), sehingga dia tidak memiliki akses ataupun kepentingan mengetahui sumber pendanaan internal eFishery.
Lebih lanjut, jabatan VP of Product AIoT & Culti-Finance di eFishery baru dijalankan setelah proses acqui-hire selesai, dan dia tidak memiliki kewenangan untuk menginstruksikan, menyetujui, maupun mencairkan pembayaran transaksi.
Sebagai pihak penjual, katanya, hanya mengikuti permintaan dan prosedur yang sudah disiapkan pembeli, tanpa keterlibatan dalam perencanaan maupun pengaturan skema.
Dia mengklaim tidak ada aliran dana di luar kontrak, tidak ada cashback, dan tidak ada keuntungan tambahan yang diperolehnya.
Adapun total nilai yang diterima pihak penjual tetap Rp15 miliar, sesuai kesepakatan jual beli awal, hanya mekanisme pencairannya yang berubah bentuk dari PPJB ke Service Agreement.