Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Polisi Tangkap Pelaku Utama Kasus Uang Palsu UIN Makassar, Ini Perannya

    Polisi Tangkap Pelaku Utama Kasus Uang Palsu UIN Makassar, Ini Perannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Sulawesi Selatan telah menangkap ASS sebagai pelaku utama kasus uang palsu di dalam Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.

    Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono mengatakan saat ini ASS juga tengah menjalani penahanan meski berada dalam posisi sakit.

    “Tersangka utama sudah kita tahan, dalam posisi sakit kita pun bantarkan masih ditangani Polres Gowa di back up kami Polda,” ujarnya di YouTube @HumasPoldaSulsel pada Senin (30/12/2024).

    Dia menambahkan, saat ini pihaknya sudah tidak bisa mengendalikan uang palsu yang beredar di masyarakat. Uang itu sudah dicetak sejak 2022 dan dinyatakan hampir mendekati sempurna.

    “Uang yang beredar ini kita sudah tidak bisa kendalikan lagi, dan kalau ditemukan di lapangan ya tidak bisa ditukar, karena uang palsu. Memang hampir sempurna,” tambahnya.

    Adapun, Direktur Reskrimsus Polda Sulsel, Kombes Pol Dedy Supriyadi mengatakan ASS memiliki peran sebagai otak, pemodal, hingga terlibat dalam pembelian mesin.

    “Peran yang bersangkutan adalah pemberi ide, kemudian ikut memodali, dan ikut membeli mesin, serta pemberi perintah,” ujar Dedy.

    Sebagai informasi, sebanyak 17 orang tersangka pembuat dan pengedar uang palsu di dalam Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar terancam hukuman pidana penjara seumur hidup.

    Kepolisian menyatakan 17 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dua di antaranya adalah oknum pegawai Bank BUMN Indonesia, beberapa lainnya oknum dari pegawai Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar di Kampus II Jalan Yasin Limpo Kabupaten Gowa, Sulsel.

    Inisial dari 17 tersangka tersebut masing-masing AI, NM, KA, IR, NS, JBP, AA, SAR, SU, AK, IL, SM, MS, SR, SW, MN, dan RM. Selain itu, masih ada tiga orang yang masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO.

  • Hukuman Uang Pengganti Helena Lim Cuma Rp900 Juta di Kasus Timah, Kok Bisa?

    Hukuman Uang Pengganti Helena Lim Cuma Rp900 Juta di Kasus Timah, Kok Bisa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Hakim Pengadilan Negeri tindak pidana korupsi atau PN Tipikor menyatakan terdakwa Helena Lim hanya perlu membayar uang pengganti sebesar Rp900 juta di kasus korupsi PT Timah Tbk. (TINS). 

    Menurut hakim, Helena Lim terbukti tidak menerima uang pengamanan dari kasus korupsi timah dengan Harvey Moeis. Sebelumnya, Helena dinyatakan telah membantu praktik pengelolaan, penyewaan proses peleburan timah ilegal melalui perusahaan PT PT Quantum Skyline Exchange.

    Helena selaku Manager PT QSE telah memberikan sarana dan prasarana peleburan ilegal itu dengan dalih penyaluran program Corporate Social Responsibility (CSR) dari sejumlah perusahaan smelter. Dalam tindakan itu, jaksa mengemukakan bahwa Harvey dan Helena telah menerima uang Rp420 miliar dalam kasus korupsi timah.

    Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh mengatakan berdasarkan fakta persidangan bahwa aliran dana Rp420 miliar yang dikantongi perusahaan Helena Lim telah diserahkan seluruhnya ke Harvey Moeis.

    “Seluruh uang dari dana pengamanan seolah-olah dana CSR yang diterima Harvey Moeis dari para perusahaan smelter tersebut yang ditransfer ke rekening PT Quantum semuanya sudah diterima oleh Harvey Moeis,” ujar Rianto di PN Tipikor, Senin (30/12/2024).

    Namun demikian, Rianto menyatakan bahwa Helena juga masih tetap menerima keuntungan dari praktik penukaran valuta asing dari sejumlah perusahaan smelter sebesar Rp900 juta.

    “Sehingga majelis hakim berpendapat bahwa Helena tidak menikmati uang pengamanan atau seolah-olah dana CSR tersebut namun hanya menikmati keuntungan dari kurs atas penukaran valuta asing dari uang pengamanan tersebut dengan perhitungan 30 rupiah x 30 juta US Dollar yang seluruhnya berjumlah Rp900 juta rupiah,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Helena telah divonis lima tahun penjara dan denda Rp750 juta dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah (TINS). Helena juga dibebankan uang pengganti Rp900 juta subsider satu tahun penjara.

    Tuntutan itu lebih rendah dari permintaan jaksa penuntut umum yang meminta Helena agar divonis delapan tahun pidana dan dibebankan harus membayar uang pengganti Rp210 miliar.

  • Shelter Tsunami di NTB Dikorupsi, KPK Tahan Eks Pejabat Waskita Karya (WSKT)

    Shelter Tsunami di NTB Dikorupsi, KPK Tahan Eks Pejabat Waskita Karya (WSKT)

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau Shelter Tsunami di Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (30/12/2024).

    Dua orang tersangka yang ditahan yakni pejabat dari lingkungan kementerian serta BUMN. Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pembangunan TES/Shelter Tsunami di Kecamatan Pemenangan, Kabupaten Lombok Utara 2014 Aprialely Nirmala (AN), serta Kepala Proyek PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) pada proyek tersebut, Agus Herijanto (AH). 

    “Kedua tersangka atas nama AN dan AH dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung mulai tanggal 30 Desember 2024 sampai dengan tanggal 18 Januari 2025 dan penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur,” jelas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Senin (30/12/2024). 

    Pada kasus tersebut, KPK menuturkan bahwa proyek yang diduga dikorupsi itu berawal dari penyusunan masterplan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terkait dengan TES/Shelter Tsunami. Fasilitas penanggulangan bencana itu ditargetkan harus tahan terhadap gempa berkekuatan 9 skala ritcher (SR). 

    Pagu anggaran untuk pembangunan proyek tersebut dipatok sebesar Rp23,3 miliar termasuk pengawasan dan pengelolaan. 

    KPK lalu menduga tersangka AN melakukan berbagai hal seperti mengubah Design Engineering Detail (DED) TES/Shelter Tsunami serta menurunkan spesifikasi tanpa kajian yang dipertanggungjawabkan. 

    Salah satu dampaknya, kekuatan ramp atau jalur evakuasi yang menghubungkan antarlantai TES terlalu kecil dan kondisinya hancur pada saat terjadi gempa. 

    Kendati adanya kondisi tersebut, pengerjaan proyek tersebut tetap lolos ke tahap lelang pada 2014 dan Waskita Karya ditetapkan sebagai pemenang paket pekerjaan pembangunan di TES/Shelter Desa Bangsal Kabupaten Lombok Utara.

    Pada tahun yang sama, tersangka AH lalu diangkat sebagai kepala proyek tersebut.

    Lembaga antirasuah lalu menduga kedua tersangka mengetahui dengan sadar bahwa dokumen lelang pembangunan TES/Shelter Tsunami masih tidak layak dijadikan acuan kerja. Bahkan, pada saat rapat persiapan pelaksanaan pembangunan TES, tetap tidak melakukan perbaikan. 

    “Sebenarnya mereka sudah mengetahui banyak kekurangan pada dokumen lelang yang menjadi acuan kerja, namun sampai dengan November 2014 tidak ada tindakan untuk melakukan perbaikan,” terang Asep.

    Di sisi lain, tersangka AH diduga melakukan penyimpangan keuangan sebesar Rp1,3 miliar. 

    Adapun, setelah dua kali gempa pada 29 Juli dan 5 Agustus 2018, masing-masing berkekuatan 6,4 dan 7,0 SR kondisi shelter rusak berat dan tidak bisa digunakan untuk berlindung. Padahal, standar shelter itu harus bisa tahan terhadap gempa hingga 9 SR. 

    Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap proyek pembangunan TES itu pun menemukan terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp18,4 miliar. 

    “Telah terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp18.486.700.654 [Rp18,4 miliar],” papar Asep. 

    Kedua tersangka lalu disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

  • Kapolri Tunjuk Brigjen Nurul Azizah jadi Dirtipid PPA dan PPO Bareskrim

    Kapolri Tunjuk Brigjen Nurul Azizah jadi Dirtipid PPA dan PPO Bareskrim

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Brigjen Pol Desy Andriani sebagai Direktur Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Pidana Perdagangan Orang (PPO) Bareskrim Polri.

    Desy dimutasikan sebagai perwira tinggi (Pati) Bareskrim Polri lantaran sudah memasuki masa pensiun.

    Informasi itu tercantum dalam Surat Telegram dengan nomor ST/2775/XII/KEP/2024 yang ditandatangani oleh Irwasum Polri Komjen Dedi Prasetyo pada 29 Desember 2024.

    “Brigjen Desy Andriani Dirtipid PPA dan PPO Bareskrim Polri dimutasikan sebagai Pati Bareskrim Polri,” dalam surat tersebut dikutip Senin (30/12/2024).

    Dalam surat yang sama, Kapolri Sigit menunjuk Brigjen Nurul Azizah. Sebelumnya, Nurul Azizah menjabat sebagai Dirprog Sarjana STIK Lemdiklat Polri.

    Dalam catatan Bisnis, Brigjen Desy telah ditunjuk sebagai Dirtipid PPA dan PPO Bareskrim Polri pada September 2024.

    Dengan demikian, Desy tercatat baru menjabat selama hampir tiga bulan sebagai direktur pada direktorat teranyar Bareskrim Polri tersebut.

    “Ini merupakan komitmen bapak Kapolri dalam upaya mewujudkan keadilan bagi perempuan dan anak serta kelompok rentan dengan resmi membentuk Direktorat PPA dan PPO dan menunjuk Brigjen Desy Andriani sebagai Dirtipid PPA dan PPO,” kata Trunoyudo dalam keterangan resmi, Sabtu (21/9/2024) malam.

  • Ketua Komisi XI DPR Pastikan Dana CSR BI Tidak Disalurkan Lewat Anggota Dewan

    Ketua Komisi XI DPR Pastikan Dana CSR BI Tidak Disalurkan Lewat Anggota Dewan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi XI DPR Misbakhun merespons pernyataan anggota DPR Satori bahwa dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) mengalir ke seluruh anggota komisi keuangan. 

    Satori sebelumnya diperiksa sebagai saksi oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus dugaan korupsi CSR BI, Jumat (27/12/2024). Selain politisi Partai Nasdem itu, penyidik turut memeriksa politisi DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan. 

    Adapun Misbakhun menjelaskan bahwa CSR BI, atau yang dikenal sebagai Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) sudah ada sejak puluhan tahun. Dana tersebut dianggarkan setiap tahunnya secara khusus oleh bank sentral guna membangun relasi kepedulian dan pemberdayaan masyarakat. 

    PSBI, terang Misbakhun, bisa diakses oleh kelompok masyarakat, organisasi masyarakat (ormas) dan organisasi sosial lainnya. Penyalurannya melalui organisasi yang mengajukan proposal langsung ke BI. 

    Politisi Partai Golkar itu mengemukakan bahwa Komisi XI DPR hanya menyaksikan penyaluran PBSI ke penerima yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) asal masing-masing anggota dewan. 

    “Tidak ada aliran dana dari program sosial Bank Indonesia yang disalurkan melalui rekening anggota DPR RI atau diambil tunai, semuanya langsung dari rekening Bank indonesia disalurkan ke rekening yayasan yang menerima progam bantuan PSBI tersebut,” ujarnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, Minggu (29/12/2024). 

    Tidak hanya itu, Misbakhun menyebut setiap yayasan atau kelompok yang mengajukan proposal CSR ke BI harus melalui proses verifikasi dan validasi dalam bentuk survei oleh tim independen. 

    Adapun usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2024), anggota DPR Satori mengatakan telah secara kooperatif menjelaskan kepada penyidik perihal kegiatan program CSR BI. 

    Berdasarkan penelusuran Bisnis, Satori menduduki jabatan sebagai anggota Komisi XI DPR pada periode 2019-2024. Kini, dia terpilih lagi ke Senayan namun bertugas di Komisi VIII.

    Dia mengakui bahwa seluruh anggota Komisi XI DPR mendapatkan program CSR dari BI. Namun, dia membantah adanya dugaan rasuah pada penyaluran dana sosial dari bank sentral itu. 

    “Anggarannya semua sih semua anggota Komisi XI itu programnya dapat,” ujarnya kepada wartawan. 

    Satori pun menyebut dia tak menerima dana CSR. Dana bantuan sosial yang diketahui olehnya dialirkan ke yayasan dalam bentuk program untuk penerima di daerah pemilihan (dapil) asalnya. 

    “Semua kepada yayasan. Ya yayasan yang ada untuk penerimanya itu,” ucapnya. 

    Di sisi lain, Heri Gunawan menyampaikan bahwa program CSR BI itu merupakan program biasa yang diberikan selayaknya dari mitra kerja pemerintah setiap komisi DPR. 

    “Itu kan program biasa dari mitra di setiap komisi, mungkin baik ke penyidik aja karena itu masuk ke materi, takutnya saya enggak enak nanti,” katanya.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menjelaskan bahwa Satori dan Heri Gunawan diperiksa oleh penyidik KPK dalam kapasitas sebagai saksi. Dia menyebut lembaganya belum menetapkan siapapun sebagai tersangka lantaran surat perintah penyidikan (sprindik) yang diterbitkan masih bersifat umum. 

    Namun, dia mengakui penyidik mendalami pengetahuan Satori dan Heri atas dugaan rasuah CSR BI itu. 

    “Kita masih pendalaman karena kembali lagi sprindik- sprindik umum yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi akan didalami keterlibatannya,” paparnya kepada wartawan, Jumat (27/12/2024).

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, tim penyidik KPK telah menggeledah ruangan di kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencari bukti kasus dugaan korupsi dana CSR BI. 

    Salah satu ruangan yang digeledah penyidik di kantor BI, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024), adalah ruangan Gubernur BI Perry Warjiyo. Sementara itu, ada satu ruangan di salah satu direktorat di OJK yang ikut digeledah penyidik tiga hari setelahnya, Kamis (19/12/2024). 

    KPK menyebut akan meminta klarifikasi atas bukti-bukti yang ditemukan saat proses penggeedahan. Proses penggeledahan juga berpeluang untuk dilakukan lagi guna melengkapi alat bukti perkara dugaan rasuah di lingkungan bank sentral itu.

  • Eks Dirut PT Timah Riza Pahlevi Divonis 8 Tahun Penjara Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

    Eks Dirut PT Timah Riza Pahlevi Divonis 8 Tahun Penjara Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa

    Bisnis.com, JAKARTA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) memvonis mantan Direktur Utama PT Timah Tbk. (TINS), Mochtar Riza Pahlevi Tabrani sebesar 8 tahun pidana dalam kasus korupsi timah.

    Riza juga didenda Rp750 juta subsider enam bulan. Selain Riza, Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020 Emil Ermindra divonis dengan delapan tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan.

    Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh menilai keduanya telah bersalah dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).

    “Menjatuhkan pidana penjara oleh karena itu masing-masing selama delapan tahun dan denda sejumlah Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar Adam Pontoh di persidangan, Senin (30/12/2024).

    Vonis keduanya lebih rendah empat tahun dari tuntutan yang diminta jaksa penuntut umum. Pasalnya, JPU menuntut 12 tahun pidana dengan denda Rp1 miliar.

    Dalam kesempatan yang sama, Rianto memvonis Direktur PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan selama 5,5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider empat bulan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mb Gunawan dengan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan dan denda sejumlah Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” tutur Rianto.

    Sebagai informasi, ketiganya dan sejumlah terdakwa lain telah didakwa merugikan negara Rp300 triliun dalam kasus korupsi timah.

  • Crazy Rich PIK Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara!

    Crazy Rich PIK Helena Lim Divonis 5 Tahun Penjara!

    Bisnis.com, JAKARTA — Mejelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor memvonis Crazy Rich Pantai Indah Kapuk alias PIK, Helena Lim selama lima tahun penjara dalam korupsi timah.

    Ketua Majelis Hakim, Rianto Adam Pontoh mengatakan Helena Lim telah terbukti bersalah dalam kasus korupsi timah sebagaimana dakwaan primer.

    “Menjatuhkan dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sejumlah 750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan,” ujarnya dalam persidangan, Senin (30/12/2024).

    Selain pidana badan, Helena juga dibebankan harus membayar uang pengganti Rp900 juta yang harus dibayarkan paling lambat satu tahun usai putusan hakim berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

    Sebelumnya, jaksa penuntut umum telah meminta Helena Lim agar divonis delapan tahun pidana dan dibebankan harus membayar uang pengganti Rp210 miliar.

    Sekadar informasi, Helena ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Selasa (26/3/2024) malam. 

    Berdasarkan perannya, Helena telah membantu mengelola penyewaan proses peleburan timah ilegal melalui perusahaan PT PT Quantum Skyline Exchange.

    Helena selaku Manager PT QSE diduga telah memberikan sarana dan prasarana peleburan ilegal itu dengan dalih penyaluran program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.

    Adapun, Helena disebut telah menerima untung Rp900 juta dalam kasus korupsi timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).

  • Polri Mutasi Besar-Besaran di Polda Metro Jaya, Tunjuk 4 Kapolres Baru

    Polri Mutasi Besar-Besaran di Polda Metro Jaya, Tunjuk 4 Kapolres Baru

    Bisnis.com, JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan mutasi besar-besaran di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada untuk jabatan kapolres.

    Hal itu tertuang dalam surat telegram yang telah ditandatangani oleh Irwasum Polri Komjen Dedi Prasetyo pada 29 Desember 2024.

    Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan mutasi ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja anggota di lingkungan Polri.

    “Mutasi dan rotasi adalah proses alamiah di organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja, tour of duty area,” ujarnya kepada wartawan, Senin (30/12/2024).

    Dalam mutasi itu, Kapolri Sigit menunjuk empat Kapolres di Jakarta, Bekasi hingga Depok. Selain empat Kapolres, Sigit juga telah mengangkat dua Wakapolres baru.

    Nah, berikut Kapolres dan Wakapolres yang dimutasi per Minggu (29/12/2024) :

    1. Kombes Twedi Aditya Bennyahdi diangkat sebagai Kapolres Metro Jakarta Barat menggantikan Kombes M Syahduddi.

    2. Kombes Mustofa diangkat menjadi Kapolres Metro Bekasi menggantikan Kombes Twedi Aditya.

    3. Kombes Abdul Waras diangkat menjadi Kapolres Metro Depok menggantikan Kombed Arya Perdana.

    4. AKBP Martuasah Hermindo diangkat menjadi Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok menggantikan AKBP Indrawienny Panjiyoga.

    5. AKBP Kade Budiyarta diangkat menjadi Wakapolres Metro Jakarta Selatan menggantikan AKBP Dedy Supriadi.

    6. AKBP Eko Bagus Riyadi diangkat Wakapolres Metro Tangerang Kota menggantikan AKBP Yolanda Evalyn.

  • Momen Ibu Crazy Rich PIK Menangis di Sidang Vonis Anaknya: Tukar Saja Pakai Nyawa Saya

    Momen Ibu Crazy Rich PIK Menangis di Sidang Vonis Anaknya: Tukar Saja Pakai Nyawa Saya

    Bisnis.com, JAKARTA – Ibu terdakwa crazy rich PIK Helena Lim, Hoa Lian menangis dan pingsan saat pembacaan vonis anaknya di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).

    Peristiwa itu terjadi saat salah satu hakim hendak membacakan serangkaian vonis untuk Helena Lim. Namun, hakim mendengar suara tangisan yang bersumber dari kursi audiens sidang.

    Dengan demikian, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh kemudian meminta agar ibu terdakwa kasus timah ini untuk dikeluarkan dari ruang sidang.

    “Itu ada yang siapa yang nangis-nangis tolong dikeluarkan supaya tidak mengganggu konsentrasi majelis hakim membaca putusan,” ujarnya di sela persidangan.

    Kemudian, sejumlah petugas dan kubu Helena Lim membantu untuk mengeluarkan Hoa Lian menggunakan kursi roda.

    “Tukar aja pakai nyawa saya,” ujar Hoa Lian saat hendak dibawa keluar ruang sidang.

    Sebagai informasi, Helena ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung pada Selasa (26/3/2024) malam. 

    Berdasarkan perannya, Helena diduga membantu mengelola penyewaan proses peleburan timah ilegal melalui perusahaan PT PT Quantum Skyline Exchange.

    Helena selaku Manager PT QSE diduga telah memberikan sarana dan prasarana peleburan ilegal itu dengan dalih penyaluran program Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan.

    Atas perbuatannya, Helena kemudian dituntut delapan tahun pidana dan dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar.

  • Kontroversi Kasus Harvey Moeis, Antara Korupsi Rp300 Triliun dan Hukuman Bui 6,5 Tahun

    Kontroversi Kasus Harvey Moeis, Antara Korupsi Rp300 Triliun dan Hukuman Bui 6,5 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA – Vonis PN Tipikor terhadap Harvey Moeis menuai kontroversi lantaran dinilai tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara korupsi timah.

    Pasalnya, dari kerugian negara kasus timah yang ditetapkan Rp300 triliun, Harvey Moeis hanya mendapatkan hukuman sebesar 6,5 tahun pidana.

    Selain itu, suami dari artis Sandra Dewi itu harus membayar denda Rp1 miliar serta dibebankan hukuman uang pengganti Rp210 miliar.

    Lantas, bagaimana peran serta kronologi kasus timah yang seret Harvey Moeis?

    Dalam catatan Bisnis, Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka oleh tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (26/3/2024).

    Setidaknya, perlu waktu lima bulan bagi korps Adhyaksa untuk melengkapi berkas perkara Harvey Moeis hingga akhirnya disidangkan di meja hijau.

    Di persidangan, Harvey yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) disebut telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak yakni, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama dan Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk.

    Pertemuan itu dilakukan untuk membahas permintaan Riza Pahlevi dan Alwin Akbar atas kuota ekspor bijih timah sebesar 5% dari hasil penambangan ilegal di IUP PT Timah.

    Selanjutnya, Harvey juga meminta kepada sejumlah perusahaan smelter yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan sebesar US$500 hingga US$750 per ton metriks.

    Biaya itu seolah-olah dicatat sebagai dana corporate social responsibility (CSR) yang dikelola oleh Harvey Moeis atas nama PT RBT dan difasilitasi terdakwa Helena Lim selaku manager PT Quantum Skyline Exchange.

    Kemudian, suami Sandra Dewi itu menginisiasi kerja sama alat pelogaman timah smelter swasta yang tidak memiliki competent person dengan CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah Tbk.

    Adapun, Harvey bersama empat perusahaan itu telah sepakat dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja di IUP PT Timah. Tujuannya, untuk melegalkan pembelian bijih timah oleh swasta yang berasal dari penambangan ilegal.

    Di lain sisi, Harvey bersama dengan pihak PT Timah juga menyepakati harga sewa peralatan processing pelogaman timah sebesar US$4.000 per ton untuk PT RBT.

    Sementara, US$3.700 per ton untuk PT Tinindo Internusa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa. Namun, tindakan itu dilakukan tanpa melalui kajian atau studi kelayakan.

    Singkatnya, sejumlah smelter ini kemudian melakukan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. (TINS). Tindakan itu bisa terlaksana lantaran ada pembiaran yang dilakukan pihak PT Timah Tbk. dan Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung.

    Akibatnya, berdasarkan audit perhitungan kerugian dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI), Harvey dan sejumlah pihak yang terlibat telah merugikan negara Rp300 triliun

    Aliran Dana Korupsi Harvey

    Selain itu, Harvey juta didakwa melakukan tindak pidana dugaan pencucian uang (TPPU) dengan dalih biaya CSR.

    Uang yang diterima Harvey mengalir ke sejumlah pihak, termasuk untuk kebutuhan istrinya Sandra Dewi. Perinciannya, 88 tas mewah dengan sejumlah merek yaitu Louis Vuitton, Herme, Chanel, Dior, Gucci hingga Loewe.

    Kemudian, pembayaran cicilan dan pelunasan rumah yang berlokasi di The Pakubuwono House, Town House F RT 3 RW 1 Kel. Gunung Kec. Kebayoran Baru Kota Jakarta Selatan atas nama Sandra Dewi.

    Tak hanya di Indonesia, jaksa mengungkap aliran dana itu juga dipakai Harvey untuk pembayaran sewa rumah di Australia sebesar Rp5,7 miliar.

    Selanjutnya, bangunan di atas tanah Blok J-3 Jalan Haji Kelik, Permata Regency atas nama Kartika Dewi, Blok J-5 dan J-7 atas nama Sandra Dewi dan Blok J-9 atas nama Raymon Gunawan.

    Adapun, Harvey juga turut membelanjakan Sandra Dewi sejumlah 141 perhiasan dengan berbagai macam bentuk mulai dari, anting, gelang hingga kalung.

    Selain itu, Harvey turut membeli delapan mobil mewah melalui dana tersebut, yakni bermerek Vellfire, Lexus RX, Ferrari, Porsche hingga Rolls Royce.

    Di sisi lain, Sandra Dewi membantah bahwa aliran dana korupsi itu mengalir ke sejumlah barang miliknya seperti tas hingga perhiasan.

    Pada persidangan Kamis (10/10/2024), Sandra mengaku bahwa sejumlah barang mewah itu diperoleh melalui hasil pekerjaannya, termasuk soal apartemen yang telah disita.

    Vonis Harvey Belum Inkrah

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar memastikan bahwa pihaknya telah melayangkan upaya hukum banding terkait dengan vonis Harvey Moeis.

    Alasannya, banding itu dilakukan karena pihaknya menilai vonis yang dijatuhkan terhadap kelima terdakwa itu belum setimpal.

    “Adapun alasan menyatakan banding terhadap 5 Terdakwa karena putusan pengadilan masih belum memenuhi rasa keadilan masyarakat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/12/2024).

    Dia juga menyatakan, majelis hakim PN tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam putusannya tidak mempertimbangkan dampak dari kasus megakorupsi timah terhadap masyarakat.

    “Majelis Hakim tidak mempertimbangkan dampak yang dirasakan masyarakat terhadap kerusakan lingkungan akibat perbuatan para Terdakwa serta terjadi kerugian negara yang sangat besar,” pungkasnya.

    Vonis Harvey Tuai Polemik

    Dalam hal ini, Mahfud MD mengkritisi bahwa vonis itu belum adil jika dibandingkan dengan kerugian negara dari kasus megakorupsi yang mencapai Rp300 triliun itu.

    Apalagi, menurutnya, dengan uang pengganti yang dibebankan Rp210 miliar itu masih sangat jauh dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

    “Dimana keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU yang merugikan keuangan negara Rp 300 Triliun. Dakwaannya konkret ‘merugikan keuangan negara’, bukan potensi ‘merugikan perekonomian negara’,” ujarnya, Kamis (26/12/2024).