Category: Bisnis.com Metropolitan

  • KPK Geledah Rumah Politisi Nasdem Ahmad Ali!

    KPK Geledah Rumah Politisi Nasdem Ahmad Ali!

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah politisi Partai Nasdem, Ahmad Ali dalam perkara gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

    “Benar ada kegiatan Penggeledahan perkara tersangka RW [Kukar]. Untuk lokasinya adalah rumah Ahmad Ali,” Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, Selasa (4/2/2024).

    Hanya saja, Tessa tidak menjelaskan lebih detail ihwal penggeledahan maupun keterkaitan Ahmad Ali tersebut dengan perkara tersebut.

    Sebagai informasi, KPK menetapkan Rita sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang. Rita diduga menerima gratifikasi untuk setiap produksi batu bara per metrik ton.

    Dia juga diduga melakukan pencucian uang atas hasil tindak pidana korupsinya. Lembaga antirasuah pun telah memeriksa berbagai saksi pada perkara tersebut. 

    Beberapa di antaranya adalah Dirjen Bea Cukai Askolani dan Dirjen Anggaran Isa Rachmatarwata. Masing-masing diperiksa terkait ekspor komoditas batu bara dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari produksi batu bara di Kutai Kartanegara.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pernah menjelaskan, Rita diduga menerima jatah sekitar US$3,3 sampai dengan US$5 untuk per metrik ton produksi batu bara sejumlah perusahaan. 

    “Kecil sih jumlahnya, jatahnya per metrik ton antara US$3,3 sampai US$5. Ini kan kalau US$5 dikalikan Rp15.000 [kurs rupiah per dolar], cuma Rp75.000. Tapi kan dikalikan metrik ton, ribuan bahkan jutaan bertahun-tahun sampai habis kegiatan pertambangan itu. Jadi ini terus-terusan,” kata Asep

  • Arahan Efisiensi Anggaran Prabowo, Kejagung Pangkas Anggaran Perjalanan Dinas 50%

    Arahan Efisiensi Anggaran Prabowo, Kejagung Pangkas Anggaran Perjalanan Dinas 50%

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan telah terdampak kebijakan efisiensi anggaran belanja APBN 2025 sesuai Inpres No.1/2025.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan bahwa aturan telah berimbas pada anggaran perjalanan dinas sebesar Rp399,4 miliar atau 50% dari anggaran.

    “Jadi begini, kami ada efisiensi ada kaitan dengan penggunaan semua uang perjalanan dinas jadi itu blokirnya 50%. Jadi kalau dilihat Rp399,4 miliar, hampir 400 miliar,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (4/2/2025).

    Dia menekankan, untuk saat ini baru anggaran perjalanan dinas Kejaksaan yang telah dilakukan efisiensi. 

    Namun demikian, Harli mengungkap bahwa tidak menutup kemungkinan penghematan itu juga berimbas pada ATK hingga pemeliharaan operasional kantor.

    “Kita yang kena itu di anggaran perjalanan dinas. Belum [tahu yang lainnya], kami belum tahu bagaimana nantinya,” tuturnya.

    Adapun, kata Harli, penghematan itu tidak hanya berimbas ke Kejagung, namun juga terhadap jajaran Kejati maupun Kejari di setiap wilayah.

    “Ini untuk semua [jajaran Kejaksaan], termasuk daerah. Itu anggaran yang diblokir,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto telah memangkas APBN dan APBD Anggaran 2025 sebesar Rp 306,69 triliun melalui Inpres No.1/2025.

    Inpres yang diteken itu memuat anggaran yang dipotong itu sebesar Rp256,1 triliun untuk efisiensi belanja kementerian/lembaga dan Rp50,59 triliun berasal dari transfer ke daerah.

     

  • Bareskrim Ungkap 4 Kasus Impor Ilegal, Rugikan Negara Rp64,26 Miliar

    Bareskrim Ungkap 4 Kasus Impor Ilegal, Rugikan Negara Rp64,26 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah mengungkap empat kasus penyelundupan impor ilegal periode November 2024-Januari 2025.

    Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf mengatakan total penyelundupan barang itu senilai Rp51,2 miliar dengan kerugian negara sebesar Rp64,2 miliar.

    “Empat kasus penyelundupan berbagai jenis barang di Provinsi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat dengan nilai barang sebesar Rp51,24 miliar dan total nilai kerugian negara mencapai Rp64,26 miliar,” ujar Helfi di Mabes Polri, Selasa (4/2/2025).

    Dia menjelaskan, kasus pertama yang telah diungkap yakni terkait penyelundupan tali kawat baja oleh PT Nobel Riggindo Samudra. Dalam kasus ini, RH selaku Dirut perusahaan tersebut sudah ditetapkan sebagai sebagai tersangka.

    Modusnya, RH diduga melakukan importasi tali kawat baja dari Korea Selatan, Portugal, India, dan Singapura, serta pembelian dari beberapa perusahaan lokal denhan mengganti nomor pos tarif atau kode HS pada dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). 

    Padahal, kode HS tersebut masuk dalam tali kawat baja, namun diubah menjadi batang kecil untuk menghindari pendaftaran barang wajib SNI dan tidak melakukan pembayaran Bea Masuk, PPH, PPN dan DM.

    “Nilai barangnya sendiri sebesar Rp16,982 Miliar dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp21,56 Miliar,” tambahnya.

    Kemudian, kasus kedua terkait dengan penyelundupan rokok di gudang yang berlokasi Kampung Parung, Serang Banten. Terkait hal ini, penyidik menyita barang bukti berupa 511.648 bungkus rokok berbagi merek.

    Rokok tersebut telah dijual ke masyarakat dengan seolah-olah pita cukai sudah lunas dan legal. Penjualan juga dilakukan dengan menawarkan melalui sales keliling dan melalui toko-toko kecil. Kasus ini, mengakibatkan kerugian negara Rp26,2 miliar.

    Kasus ketiga, kata Helfi yakni terkait penyelundupan barang elektronik sebanyak 2.406 unit oleh PT Glisse Indonesia Asia. Modusnya, perusahaan tersebut menjual Smart Tv, setrika hingga speaker tanpa sertifikat SNI. 

    Distribusi penjualan barang elektronik itu dilakukan di media sosial dengan total nilai barang Rp18 miliar dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp5,6 miliar.

    Adapun, untuk kasus keempat terkait penyelundupan sparepart palsu mobil merek Honda, Suzuki, Mitsubishi, Toyota, Isuzu Daihatsu, Ford berupa kampas rem, filter oli, filter solar, fun cluth dan thermoostat yang diduga dilakukan oleh toko Sumber Abadi.

    Kemudian, toko tersebut juga di distribusikan suku cadang itu ke toko yang berada di wilayah Jakarta dengan barang senilai Rp3 miliar dan mengakibatkan kerugian negara Rp10,8 miliar.

    “Kami menyita barang bukti 1.396 dus kampas rem berbagai merk riga mesin potong, empat mesin cetak, satu mesin lem press, dan lainnya,” pungkasnya.

  • RUU BUMN: ‘Proteksi Berlapis’ Direksi – Komisaris Perusahaan Pelat Merah

    RUU BUMN: ‘Proteksi Berlapis’ Direksi – Komisaris Perusahaan Pelat Merah

    Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan memberikan proteksi berlapis kepada pegawai, direksi, hingga dewan komisaris.

    Mereka dikeluarkan dari rumpun penyelenggara negara hingga adanya adopsi business judgement rule yang memungkinan keputusan bisnis yang ditempuh oleh direksi BUMN tidak bisa dipidanakan.

    RUU BUMN telah saat ini telah disahkan oleh DPR. Implementasi beleid baru tersebut akan segera berlaku setelah diundangkan dan diteken oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam catatan Bisnis, amandemen UU BUMN itu sejatinya telah dibahas sejak era Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi). Namun pengesahannya berlangsung di era Prabowo. Rapat paripurna pengesahan RUU BUMN dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

    “Apakah RUU No.19/2003 tentang BUMN dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?,” tanya Dasco yang dijawab setuju oleh peserta rapat.

    Sekadar catatan, rancangan Revisi Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN versi DPR menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara. Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN.

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

    Adapun Pasal 87 angka 5 menyatakan bahwa pegawai BUMN juga bukan penyelenggara negara. Namun demikian, aturan itu hanya melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

    Sementara, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat. 

    Menariknya, ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN.

    Itu artinya tidak ada celah dari undang-undang lain untuk mengintervensi status BUMN bukan sebagai penyelenggara negara.

    Ketentuan ini juga berlaku terhadap UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), terutama Pasal 2, yang mengkategorikan pegawai BUMN sebagai penyelenggara negara. Aturan inilah yang sering menjadi rujukan penegak hukum untuk menindak oknum di BUMN.  

    Business Judgement Rule 

    Selain status penyelenggara negara, poin lainnya yang masuk dalam amandemen UU BUMN adalah business judgement rule (BJR). Prinsip ini memungkinan seorang direksi BUMN kebal hukum kendati keputusaan yang diambil terindikasi melanggar undang-undang bahkan merugikan negara. 

    “Pengaturan terkait business judgement rule atau aturan yang melindungi kewenangan direksi dalam pengambilan keputusan juga mendapat perhatian khusus dalam RUU BUMN,” demikian keterangan yang dilansir Antara, Minggu (2/2/2025).

    Melansir Kemenkeu Learning Center, business judgement rule adalah prinsip hukum yang diadopsi dari tradisi common law di Amerika. Prinsip BJR melindungi direksi BUMN dari risiko penuntutan hukum atas keputusan bisnis yang telah ditempuh.

    Isu BJR menjadi bahan perdebatan belakangan ini. Apalagi, banyak petinggi atau direksi BUMN yang terjerat perkara hukum karena salah atau keputusan yang ditempuh merugikan keuangan negara. Salah satunya bekas Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.

    Ketentuan mengenai BJR itu diatur dalam RUU BUMN, terutama Pasal 9F. Ada dua usulan frasa dalam pasal tersebut. DPR meminta supaya direksi dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian BUMN. Namun demikian, dalam pembahasan, pemerintah meminta frasa itu diubah menjadi anggota direksi tidak dapat diminta ganti kerugian investasi. Ketentuan ini juga mencakup kepada Dewan Pengawas dan Dewan Komisaris.

    “Pengaturan terkait Business Judgement Rule yang dapat memberikan manfaat bagi pelaksanaan aksi korporasi BUMN dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN,” Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini.

    Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto sepakat dengan rencana pemerintah dan DPR untuk mengadopsi prinsip business judgement rule dalam amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Fitroh berpendapat bahwa semua penegak hukum perlu berhati-hati dalam menerapkan Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi alias Tipikor khususnya dalam aktivitas bisnis. Pasal 2 dan 3 UU Tipikor memuat frasa bahwa korupsi tidak hanya terkait upaya memperkaya diri sendiri, tetapi juga mencakup tindakan untuk memperkaya orang lain.

    “Saya termasuk yang sepakat harus benar-benar hati-hati, dalam menerapkan pasal 2 atau 3 khususnya dalam bisnis, harus benar-benar ada niat jahat dan bukan sekedar asal rugi menjadi korupsi. Sebagaimana pernah saya sampaikan dalam fit and proper test,” ujar Fitroh kepada Bisnis, Minggu (2/2/2025).

    Di sisi lain, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengemukaan bahwa isu mengenai direksi BUMN bukan penyelenggara negara masih sebatas wacana. “Ini kan masih bersifat wacana.”

    “Saat ini kita masih berpegang pada UU No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN pada penjelasan Pasal 2 angka 7,” pungkas Harli.  

  • MK Kabulkan Paslon Elly Lasut-Hanny Pajouw Cabut Gugatan Pilkada Sulut

    MK Kabulkan Paslon Elly Lasut-Hanny Pajouw Cabut Gugatan Pilkada Sulut

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan pencabutan gugatan Pilkada Sulawesi Utara (Sulut) yang diajukan oleh paslon Elly Engelbert Lasut-Hanny Joost Pajouw.

    Ketua MK Suhartoyo mengemukakan pihak pemohon perkara Nomor 261/PHPU.GUB-XXIII/2025 tersebut sudah resmi menarik gugatannya dan tidak boleh mengajukan gugatan terkait sengketa pemilu lagi.

    “Mahkamah telah berkesimpulan terhadap permohonan penarikan perkara tersebut adalah beralasan menurut hukum dan para Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo,” tuturnya di Jakarta, Selasa (4/2/2025). 

    Suhartoyo juga telah memerintahkan pihak kepaniteraan MK untuk mengembalikan semua salinan berkas permohonan gugatan kepada pemohon. 

    Sebelumnya, pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur nomor urut 02, Elly Engelbert Lasut-Hanny Joost Pajouw mencabut gugatan sengketa Pilkada Sulut 2024 di sidang pemeriksaan pendahuluan pada Senin 13 Januari 2025.

    Adapun, perkara tersebut disidangkan Majelis Hakim Panel 1, dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah.

    Sebelumnya, Elly Lasut dan Hanny Pajouw mengajukan permohonan ke MK, dengan petitum meminta majelis hakim membatalkan Keputusan KPU Provinsi Sulawesi Utara Nomor 866 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara Tahun 2024. 

    Kemudian, Pemohon juga meminta agar majelis menetapkan Pihak Terkait, dalam hal pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Sulawesi Utara nomor urut 01 Yulius Selvanus- Johannes Victor Mailangkay, dibatalkan atau diskualifikasi dari gelaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara 2024. 

    Selain itu, Pemohon juga meminta agar Majelis memerintahkan KPU Sulawesi Utara untuk menyelenggarakan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Provinsi Sulawesi Utara tanpa diikuti Pihak Terkait atau pasangan calon nomor urut 01. 

    Sedangkan dalam petitum alternatifnya, Pemohon meminta agar KPU RI mengambil alih pemungutan suara ulang.

  • Bareskrim Gelar Perkara Kasus Pagar Laut Tangerang Besok

    Bareskrim Gelar Perkara Kasus Pagar Laut Tangerang Besok

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memeriksa tujuh saksi dalam kasus dugaan tindakan melawan hukum terkait pagar laut di Tangerang.

    Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan tujuh saksi yang diperiksa itu mulai dari pihak BPN hingga kantor pertanahan (Kantah) Tangerang.

    “Kita berkoordinasi dengan kementerian, hasilnya hari ini ada 7 yang kami periksa,” ujarnya di Bareskrim Polri, Senin (3/2/2025).

    Dia merincikan tujuh orang itu adalah Inspektorat BPN RI, eks Kepala Kantah (Kakantah) Kabupaten Tangerang; Kakantah Kabupaten Tangerang; Kasi Sengketa Kantah Kabupaten Tangerang; Kasi Penetapan Kantah Kabupaten Tangerang; dan dua pihak lainnya.

    Hanya saja, Djuhandhani tidak menjelaskan secara rinci terkait nama maupun inisial tujuh saksi yang telah dimintai keterangan tersebut. 

    Namun demikian, Bareskrim juga telah menerima sejumlah dokumen untuk segera membuat terang polemik temuan pagar laut tersebut.

    “Kemudian proses penyelidikan ini kami sudah menerima berkas warkah penerbitan sertifikat dari Kantah Kabupaten Tangerang sebanyak 263 berkas yang saat ini diserahkan ke Polri untuk penyelidikan lebih lanjut,” tambahnya.

    Djuhandhani menambahkan bahwa setelah pihaknya memeriksa saksi dan menerima sejumlah berkas tersebut, maka selanjutnya masuk ke tahap gelar perkara pada (3/2/2025).

    Tahapan tersebut dilakukan untuk menentukan sebuah kasus memiliki ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum.

    “Kemudian, tindak lanjut proses kami saat ini proses pemeriksaan dan akan gelar perkara, gelar perkara kemungkinan akan kami laksanakan besok,” pungkasnya.

  • Soal Pegawai-Direksi BUMN Bukan Penyelengara Negara, Kejagung: Masih Wacana

    Soal Pegawai-Direksi BUMN Bukan Penyelengara Negara, Kejagung: Masih Wacana

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menganggap bahwa draf Rancangan Undang-undang BUMN mengenai pegawai hingga pejabat perusahaan pelat merah tidak lagi berstatus penyelenggara negara masih wacana.

    Adapun, wacana itu berhembus dari Draf RUU No.19/2003 tentang BUMN versi DPR yang menyatakan pegawai BUMN, jajaran Direksi, Komisaris hingga Dewan Pengawas bukan bagian dari penyelenggaraan negara.

    Terkait hal ini, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar menyatakan isu tersebut masih belum dikomentari lantaran masih bersifat wacana.

    “Barangkali pendapat atau gagasan inikan masih bersifat wacana,” ujarnya saat dihubungi, Senin (3/2/2025).

    Oleh karenanya, Harli menekankan bahwa pihaknya masih berpegang pada Pasal 2 ayat 7 UU No.28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

    Beleid tersebut pada intinya bahwa pejabat yang memiliki fungsi strategis seperti direksi, komisaris, hingga pejabat struktural lainnya.

    “Saat ini kita masih berpegang pada UU No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN pada penjelasan Pasal 2 angka 7,” pungkasnya

    Dalam catatan Bisnis, wacana ini dinilai berpotensi bertentangan dengan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh sejumlah aparat penegak hukum baik itu KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung. Apalagi pasal 2 UU No.28/1999 telah memasukan pegawai BUMN sebagai bagian dari penyelenggara negara.

  • Menteri Imipas Ancam Demosi 31 Petugas Imigrasi Pemeras WNA China

    Menteri Imipas Ancam Demosi 31 Petugas Imigrasi Pemeras WNA China

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto mengancam bakal menggajar demosi kepada petugas Imigrasi yang terbukti memeras WNA asal China di Bandara Soekarno Hatta.

    Agus mengatakan bahwa pihaknya sudah memeriksa 31 petugas imigrasi yang diduga terlibat dalam kasus pemerasan terhadap WNA asal China yang viral di media sosial.

    Agus juga memastikan pihaknya tidak akan pandang bulu terhadap 31 petugas itu. Jika terbukti melakukan pemerasan, kata Agus, pihaknya akan mengganjar sanksi disiplin hingga demosi.

    “Sudah ada 31 orang yang kita periksa ya. Sanksinya disiplin hingga demosi,” tuturnya di Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Agus mengatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 31 petugas imigrasi di Bandara Soetta tersebut, para petugas hanya diberikan tips oleh WNA asal China itu.

    “Jadi sejauh ini dari hasil pemeriksaan lebih mengarah kepada pemberian tips, makanya kami sudah tuliskan tidak terima tips dalam tiga bahasa,” katanya.

    Sebelumnya, Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok atau Kedubes China di Indonesia mengirimkan surat kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) terkait dugaan pemerasan yang dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta. 

    Pemerasan tersebut berbuntut pencopotan 30 pejabat imigrasi di Bandara Soetta. Hal ini bermula dari munculnya surat dari Kedubes China kepada Kemenlu RI. Surat tersebut bertanggal 21 Januari 2025 yang memuat laporan ada 44 kasus pemerasan terdahap WNA China yang terjadi antara Februari 2024 sampai Januari 2025. 

    Dari kasus tersebut, ditemukan total Rp32.750.000 uang hasil peras yang kini telah dikembalikan kepada lebih dari 60 warga Tiongkok.

  • Wacana Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara, MAKI: Langkah Mundur!

    Wacana Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara, MAKI: Langkah Mundur!

    Bisnis.com, JAKARTA–Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai RUU BUMN adalah bentuk kemunduran dari pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai bahwa RUU BUMN tersebut mempertegas bahwa uang yang dihasilkan BUMN bukan uang negara. 

    Maka dari itu, menurut Boyamin, jika ada oknum nakal di BUMN yang melakukan tindak pidana korupsi, maka hal tersebut hanya bisa diproses pidana penggelapan uang, bukan tindak pidana korupsi. 

    “Karena memang sebagai entitas bisnis ya, kalau rugi ya rugi bisnis, kalau ada pihak yang nakal ya berarti pada proses pidana biasa seperti penggelapan dalam jabatan, bukan sebagai korupsi. Nah ini menurut saya adalah langkah mundur,” tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Dia berpandangan RUU BUMN itu baru bisa diterapkan jika semua BUMN di Indonesia sudah memiliki tata kelola yang baik agar terbebas dari korupsi.

    Namun sayangnya, kata Boyamin, BUMN saat ini masih menjadi sapi perah oknum pihak penguasa. “Justru tugas pemerintah itu bukan hanya merubah UU bersama DPR saja, tetapi juga harus menjaga BUMN agar tidak jadi sapi perah,” katanya.

    Pejabat BUMN Kebal Hukum?

    Draf Revisi Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara alias BUMN versi DPR tanggal 16 Januari 2025 menyebut bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara.  

    Ketentuan itu tercantum mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN. Pasal tersebut menegaskan bahwa organ dan pegawai badan bukan penyelenggara negara. 

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

    “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

    Sedangkan pasal yang menegaskan bahwa pegawai BUMN bukan penyelenggara negara diatur dalam Pasal 87 angka 5. Pasal itu menegaskan bahwa pegawai BUMN bukan bagian dari penyelenggara negara.

    Namun demikian, ketentuan itu melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Sementara itu, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat. 

    Adapun ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN.

    Dalam catatan Bisnis, ketentuan itu berpotensi bertentangan dengan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh sejumlah aparat penegak hukum baik itu KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung. Apalagi pasal 2 UU No.28/1999 telah memasukan pegawai BUMN sebagai bagian dari penyelenggara negara.

    Di sisi lain, modal BUMN juga berasal dari penyertaan modal negara yang bersumber dari APBN.

    Business Judgement Rule 

    Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto sepakat dengan rencana pemerintah dan DPR untuk mengadopsi prinsip business judgement rule dalam amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Fitroh berpendapat bahwa semua penegak hukum perlu berhati-hati dalam menerapkan Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi alias Tipikor khususnya dalam aktivitas bisnis. Pasal 2 dan 3 UU Tipikor memuat frasa bahwa korupsi tidak hanya terkait upaya memperkaya diri sendiri, tetapi juga mencakup tindakan untuk memperkaya orang lain.

    “Saya termasuk yang sepakat harus benar-benar hati-hati, dalam menerapkan pasal 2 atau 3 khususnya dalam bisnis, harus benar-benar ada niat jahat dan bukan sekedar asal rugi menjadi korupsi. Sebagaimana pernah saya sampaikan dalam fit and proper test,” ujar Fitroh kepada Bisnis, Minggu (2/2/2025).

    Sekadar informasi, pemerintah dan Komisi VI DPR menyepakati untuk membawa revisi Undang-undang Badan Usaha Milik Negara atau RUU BUMN ke tingkat paripurna pada pekan depan.

    Adapun salah satu poin utama yang masuk dalam amandemen UU BUMN adalah business judgement rule (BJR) yang memungkinan seorang direksi BUMN kebal hukum kendati keputusaan yang diambil terindikasi melanggar undang-undang bahkan merugikan negara. 

    “Pengaturan terkait business judgement rule atau aturan yang melindungi kewenangan direksi dalam pengambilan keputusan juga mendapat perhatian khusus dalam RUU BUMN,” demikian keterangan yang dilansir Antara, Minggu (2/2/2025).

    Melansir Kemenkeu Learning Center, business judgement rule adalah prinsip hukum yang diadopsi dari tradisi common law di Amerika. Prinsip BJR melindungi direksi BUMN dari risiko penuntutan hukum atas keputusan bisnis yang telah ditempuh.

    Isu BJR menjadi bahan perdebatan belakangan ini. Apalagi, banyak petinggi atau direksi BUMN yang terjerat perkara hukum karena salah atau keputusan yang ditempuh merugikan keuangan negara. Salah satunya bekas Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.

    Karen saat ini berstatus sebagai terdakwa dalam perkara korupsi pengadaan LNG Pertamina. Dia telah divonis bersalah dalam kasus tersebut. Karen kemudian diganjar 9 tahun penjara. Menariknya, meski divonis bersalah, karen tidak terbukti menerima uang dari kasus korupsi yang menjeratnya tersebut. 

    “Terdakwa tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi,” demikian kata hamin saat membacakan vonis Karen beberapa waktu lalu.

    Selain Karen ada banyak direksi BUMN yang terjerat perkara hukum. Sebagain telah divonis hukuman penjara. Sebagian lagi masih dalam proses penyidikan.

    Data KPK sendiri mencatat bahwa pada tahun 2004 – 2024, penyidik lembaga antikorupsi telah menangani 181 perkara terkait BUMN dan BUMD. Pada tahun 2024, jumlah pegawai BUMN yang terjerat kasus korupsi mencapai 38 orang atau tertinggi 20 tahun terakhir

  • Deretan Kasus Elite Perusahaan Pelat Merah di Tengah Proses RUU BUMN

    Deretan Kasus Elite Perusahaan Pelat Merah di Tengah Proses RUU BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA — Draf RUU No.19/2003 tentang BUMN versi DPR menyatakan pegawai BUMN, jajaran Direksi, Komisaris hingga Dewan Pengawas bukan bagian dari penyelenggaraan negara.

    Khusus, aturan yang menyatakan pegawai BUMN bukan penyelenggara negara termaktub pada Pasal 87 angka 5. Sementara, status Direksi hingga Komisaris bukan pegawai BUMN diatur dalam Pasal 9G. 

    “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.” bunyi Pasal 9G RUU No.19/2003.

    Aturan itu, dinilai berpotensi bertentangan dengan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh sejumlah aparat penegak hukum baik itu KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung. Apalagi pasal 2 UU No.28/1999 telah memasukan pegawai BUMN sebagai bagian dari penyelenggara negara.

    Adapun, dalam catatan Bisnis, sejumlah kasus korupsi yang menonjol di Indonesia kerap berkaitan dengan BUMN. Nah, berikut daftarnya :

    1. Kasus Timah

    Kasus rasuah tersebut telah melibatkan mantan Direktur Utama PT Timah Tbk. (TINS) Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk. Emil Ermindra.

    Keduanya, divonis 8 tahun pidana dan denda Rp750 juta dengan subsider enam bulan penjara. 

    Pada intinya, Riza dan Emil divonis bersalah dan merugikan negara karena terlibat atau bersekongkol dengan terdakwa lainnya dalam kegiatan penambangan ilegal di IUP PT Timah. Kasus korupsi ini dinyatakan telah merugikan negara Rp300 triliun.

    2. Kasus Impor Gula

    Kasus Impor Gula menjadi sorotan lantaran mantan Mendag Tom Lembong jadi tersangka. Selain Tom, mantan petinggi perusahaan plat merah PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

    Dia adalah mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus. Charles diduga bersama dengan tersangka lainnya telah melakukan kerja sama dalam izin importasi gula.

    Atas tindakan tersebut, Tom hingga Charles diduga telah merugikan negara Rp578 miliar.

    3. Kasus Tol MBZ

    Mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono dan tiga terdakwa lainnya telah divonis dalam kasus ini. Djoko dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp250 juta.

    Dalam kasus ini, Djoko telah melakukan pemufakatan jahat dengan pemenang lelang dan mengatur spesifikasi barang yang ditujukan agar menguntungkan pihak tertentu.

    Setelah vonis itu, Kejagung melakukan pendalaman dan menetapkan kuasa KSO PT Waskita Acset, Dono Prawoto (DP) sebagai tersangka. Kini, Dono tengah menjalani sidang di PN Tipikor.

    Adapun, berdasarkan hasil penghitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kasus korupsi tersebut telah merugikan keuangan negara Rp510 miliar.

    4. Kasus Asabri

    Dalam kasus korupsi Asabri, Kejagung menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Meteka pun kini tengah diadili di pengadilan.

    Nama-nama tersebut adalah mantan Direktur Utama PT Asabri Mayor Jenderal (Purn) Adam R Damiri, Letnan Jenderal (Purn) Sonny Widjaja, Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro. 

    Kemudian eks Kepala Divisi Investasi Asabri Ilham W. Siregar, Lukman Purnomosidi, Hari Setiono, dan Jimmy Sutopo.

    Dalam kasus tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp22,78 triliun.

    Salah satu terdakwa kasus ini, Heru Hidayat pun dituntut hukuman mati setelah sebelumnya dalam kasus Jiwasraya.

    5. Kasus Jiwasraya 

    Dalam kasus ini, enam orang tersangka dan diadili dalam kasus tersebut. Mereka adalah, Direktur Utama Asuransi Jiwasraya (AJS) Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan AJS Hary Prasetyo, dan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan AJS Syahmirwan.

    Kemudian, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro.

    Dalam Putusan Tingkat Banding Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo, dihukum 20 tahun penjara. Kemudian, Syahmirwan dan Joko Hartono Tirto dihukum 18 tahun penjara. Sementara itu, Benny Tjokro dan Heru Hidayat dijatuhi hukuman seumur hidup.

    Adapun, BPK mencatat kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp16,8 triliun.

    6. Kasus di Garuda Indonesia 

    Pada 2017 silam, penyidik KPK melakukan penyidikan atas kasus korupsi di tubuh Garuda. Terdapat tiga orang yang dijerat KPK atas kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia dan pencucian uang. 

    Ketiga orang itu, yakni mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar; pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte ltd Soetikno Soedarjo; dan mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno.

    KPK pun telah mengeksekusi Emirsyah ke Lapas Sukamiskin pada 3 Februari 2021 silam setelah kasasi yang diajukannya ditolak Mahkamah Agung (MA).

    Emirsyah menjalani hukuman 8 tahun pidana penjara dikurangi masa tahanan sebagaimana putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI dan MA. 

    Selain pidana badan selama 8 tahun, Emirsyah Satar juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Sin$ 2.117.315,27 selama 2 tahun. 

    Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Emirsyah terbukti menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp 87,464 miliar.  

    Emirsyah terbukti menerima suap dari Airbus SAS, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc. 

    Untuk pemberian dari Airbus, Rolls-Royce, dan ATR diterima Emirsyah lewat Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo. Sedangkan dari Bombardier disebut melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summerville Pacific Inc.