Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Kejagung Sita Uang Setengah Triliun dari 9 Tersangka Kasus Impor Gula, Ini Rinciannya

    Kejagung Sita Uang Setengah Triliun dari 9 Tersangka Kasus Impor Gula, Ini Rinciannya

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang Rp565,3 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2026.

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan uang ratusan miliar disita dari tersangka sembilan bos swasta impor gula.

    “Penyidik Jampidsus telah melakukan penyitaan uang tunai senilai Rp565,33 miliar pada Selasa 25 Februari 2025,” ujarnya di Kejagung, Selasa (25/2/2025).

    Kemudian, Qohar merincikan uang paling banyak disita berasal dari Tony Wijaya selaku mantan Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products sebesar Rp150 miliar. Diikuti, penyitaan terhadap Dirut PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat senilai Rp77 miliar.

    Adapun, dari daftar penyitaan uang yang dilakukan oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI itu tidak ada nama eks Mendag Tom Lembong.

    Nah, berikut ini daftar sembilan tersangka yang telah dilakukan penyitaan:

    1. Direktur Utama PT Angels Products, Tonny Wijaya : Rp150.813.450.163,81

    2. Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat selaku : Rp60.991.040.276,14

    3. Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan : Rp41.381.685.068,14

    4. Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, Indra Suryaningrat : Rp77.212.262.010.000,81

    5. Direktur Utama PT Makassar Tene, Then Surianto Eka Prasetyo : Rp39.249.282.287,52

    6. Direktur PT Duta Sugar Internasional, Hendrogianto Antonio Tiwon : Rp41.226.293.808,16

    7. Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas, Ali Sanjaya : Rp47.868.288.631,28

    8.Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, Hans Falita Hutama : Rp 74.583.958.290,79 

    9. Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama, Eka Sapanca : Rp 32.012.811.588,55

    Selanjutnya, uang tersebut bakal dititipkan untuk sementara di Rekening Penampung Lainnya (RPL) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Bank Mandiri.

  • KPK Tetapkan Kepala Kantor Pajak Khusus Jakarta jadi Tersangka Kasus Gratifikasi

    KPK Tetapkan Kepala Kantor Pajak Khusus Jakarta jadi Tersangka Kasus Gratifikasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Khusus berinisial MH jadi tersangka perkara gratifikasi meskipun belum diikuti dengan penahanan.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengemukakan bahwa MH ditetapkan tersangka karena telah memeras dua perusahaan sebesar Rp150 juta untuk masing-masing perusahaan.

    Pemerasan itu dilakukan untuk mendukung acara anak kandung tersangka MH yang digelar 13 Desember 2016 silam.

    “Jadi pada budget proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone atas nama FP dengan permintaan sejumlah Rp150.000.000,” tuturnya di KPK Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Asep menjelaskan setelah ditelusuri, ada beberapa uang yang masuk ke rekening atas nama FPH yang diduga berasal dari pemberian gratifikasi dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari Pegawai KPP Penanaman Modal Asing sebesar Rp300 juta.

    Menurutnya, sepanjang tahun 2016-2017, total dana yang masuk ke rekening BRI milik FPV berkaitan dengan pelaksanaan seluruh fashion show F.H. POUR HOMME yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp387 juta.

    Sementara dana yang masuk untuk acara tersebut yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang bukan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp417 juta.

    Asep mengungkapkan seluruh penerimaan gratifikasi berupa sponsorship pelaksanaan fashion show FH POUR HOMME adalah sebesar Rp804 juta, di mana perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak mendapat keuntungan atas pemberian uang sponsorship untuk kegiatan fashion show.

    “Bahwa pada periode 2014-2022, MH diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dolar Amerika dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi,” kata Asep.

  • Kejagung Sita Uang Rp970 Juta pada Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

    Kejagung Sita Uang Rp970 Juta pada Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang tunai senilai Rp970 juta di kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan uang yang disita itu dilakukan usai pihaknya menggeledah rumah tersangka Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim.

    “Diperoleh di rumah tersangka DW selaku Komisaris PT NK dan Komisaris PT Jenggala Maritim,” tutur Harli di Kejagung, Selasa (25/2/2025).

    Kemudian, dia merincikan uang tunai yang disita itu terdiri dari beberapa pecahan dollar Singapura, Amerika hingga rupiah. Penyitaan itu dilakukan pada Senin (24/2/2025).

    Secara terperinci, 20 lembar uang tunai pecahan 1.000 SGD (Rp243 juta) atau dan 200 lembar mata uang pecahan US$100 (Rp326 juta). Selain itu, ada uang tunai senilai Rp400 juta.

    “Serta 4.000 lembar mata uang pecahan Rp100.000, dengan total Rp400 juta,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Tujuh tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.

    Perinciannya, kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.

    Selanjutnya, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.

  • Ronald Tannur Mengaku Tidak Pernah Meminta untuk Diberikan Vonis Bebas

    Ronald Tannur Mengaku Tidak Pernah Meminta untuk Diberikan Vonis Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Terpidana Gregorius Ronald Tannur menyatakan dirinya tidak pernah meminta untuk divonis bebas dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, yang menjeratnya pada 2024.

    Kendati demikian, Ronald Tannur mengaku merasa bersalah saat jaksa penuntut umum membacakan dakwaan pada persidangan kasus pembunuhan sebelumnya. Rasa bersalah tersebut lantara telah membuat sedih kedua orang tuanya dan membuat heboh jagat warganet Indonesia.

    “Saya tidak pernah meminta bebas kepada pengacara saya, yaitu Bu Lisa Rachmat,” ujar Ronald dilansir dari Antara, Selasa (25/2/2025).

    Ronald Tannur bersaksi pada sidang tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada dirinya pada tahun 2024.

    Tiga orang terdakwa tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

    Secara perinci, suap yang diduga diterima tiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).

    Lebih terinci, uang tunai sebesar 48 ribu dolar Singapura atau Rp571,2 juta diterima Erintuah dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan Lisa Rachmat (penasihat hukum Ronald Tannur).

    Kemudian, sebesar 140 ribu dolar Singapura atau Rp1,66 miliar diterima dari Meirizka dan Lisa, serta sebesar Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura atau Rp1,43 miliar dari Merizka dan Lisa diterima oleh Heru Hanindyo.

    Sedangkan uang tunai sebesar 140 ribu dolar Singapura dibagi-bagi untuk tiga terdakwa, yakni Erintuah sebesar 38 ribu dolar Singapura atau Rp452,2 juta, Mangapul senilai 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta, dan Heru sebanyak 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta. Sisanya sebesar 30 ribu dolar Singapura atau Rp357 juta disimpan oleh Erintuah. 

    Ketiga terdakwa diduga telah mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh Lisa bertujuan menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum.

    Selain suap, ketiga terdakwa juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.

    Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

  • Kerugian Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rp193,7 Triliun, Ini Perinciannya!

    Kerugian Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rp193,7 Triliun, Ini Perinciannya!

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa modus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023 yang merugikan negara sebesar Rp193,7 triliun. 

    Direktur Penyidikan Jaksa Tindak Pidana Khusus alias Jampidsus Kejagung RI Abdul Qohar mengemukakan bahwa tersangka Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga seolah-olah melakukan impor produk kilang Ron 9. 

    Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar 90 atau sejenis Pertalite. Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi Ron 92 atau sejenis Pertamax.

    “Tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujar Qohar dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (25/2/2025).

    Dalam kasus korupsi ini, Kejagung mencatat pengadaan impor minyak mentah dilakukan PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.

    Kasus ini melibatkan sejumlah tersangka penyelenggara negara bersama-sama dengan tersangka DMUT/Broker. Pada intinya, kedua belah pihak bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.

    “Sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi yang tidak memenuhi persyaratan,” tambahnya.

    Adapun, Qohar mengungkap tersangka Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman saat pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang

    Setelahnya, negara kemudian mengeluarkan fee sebesar 13%-15% dan diduga menguntungkan tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficiary Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    “Saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” pungkasnya.

    Berikut detail kerugian negara Rp193,7 triliun akibat dari korupsi Pertamina

    Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp35 triliun
    Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun
    Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun
    Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun
    Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun

    Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    7 Orang Tersangka Kasus Minyak Mentah Pertamina

    Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik Kejagung menetapkan 7 (tujuh) orang Tersangka yakni sebagai berikut:

    RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
    SDS selaku Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional
    YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
    AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
    MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
    DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
    GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak

    Setelah dilakukan pemeriksaan Kesehatan dan telah dinyatakan sehat, lalu Tim Penyidik melakukan penahanan terhadap para Tersangka selama 20 (dua puluh) hari ke depan berdasarkan:

    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-12/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka YF di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-14/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka RS di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-16/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka DW di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-17/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka GRJ di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-13/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka SDS di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-15/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka AP di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
    Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN-18/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 24 Februari 2025 a.n Tersangka MKAR di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

  • Kejagung Sita Rp565 Miliar Terkait Kasus Impor Gula, Tak Ada dari Tom Lembong

    Kejagung Sita Rp565 Miliar Terkait Kasus Impor Gula, Tak Ada dari Tom Lembong

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita Rp565 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2016. Namun, tidak ada dana yang disita dari eks Mendag Tom Lembong. 

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan penyitaan itu dilakukan oleh direktorat jaksa agung tindak pidana khusus (Jampidsus) terhadap 9 tersangka swasta.

    “Bahwa pada hari ini tepatnya selasa tanggal 25 Februari 2025, tim penyidik pada direktorat penyidikan Jampidsus Kejagung RI telah melakukan penyitaan uang sebanyak Rp565,3 miliar,” ujarnya di Kejagung, Selasa (25/2/2025).

    Kemudian, Qohar merincikan uang paling banyak disita berasal dari TWN selaku Direktur Utama (Dirut) PT Angels Products sebesar Rp150 miliar.

    Selanjutnya, Wisnu Hendraningrat selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo senilai Rp60 miliar; Hansen Setiawan selaku Dirut PT Sentra Usahatama Jaya senilai Rp41 miliar. Kejagung tidak menyebutkan kerugian negara yang disita dari eks Mendag Tom Lembong.

    Adapun, untuk selanjutnya uang ratusan miliar itu bakal disimpan di rekening penampungan lain pada Jampidsus di Bank Mandiri.

    “Uang dari 9 tersangka yang telah disita oleh penyidik tersebut dengan total sejumlah Rp565,3 miliar dititipkan di rekening penampungan lain pada Jampidsus di Bank Mandiri,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan 11 tersangka. Dua dari tersangka itu adalah eks Menteri Perdagangan RI Tom Lembong dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, Charles Sitorus.

    Kemudian, sembilan tersangka lainnya merupakan bos dari perusahaan swasta. Dugaannya, sembilan orang itu beserta Tom dan Charles diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi izin impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih. Adapun, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp578 miliar.

  • Modus Tersangka Korupsi Pertamina, Impor Ron 90 Disulap jadi Pertamax

    Modus Tersangka Korupsi Pertamina, Impor Ron 90 Disulap jadi Pertamax

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap bahwa modus Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Direktur Penyidikan Jaksa Tindak Pidana Khusus alias Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengemukakan bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga seolah-olah melakukan impor produk kilang Ron 92.

    Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar 90 atau sejenis pertalite. Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi Ron 92 atau sejenis pertamax.

    “Tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” ujar Qohar di Kejagung, dikutip Selasa (25/2/2025).

    Qohar menjelaskan, dalam kasus ini pengadaan impor minyak mentah dilakukan PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.

    Kasus ini melibatkan, sejumlah tersangka penyelenggara negara bersama-sama dengan tersangka DMUT/Broker. Pada intinya, kedua belah pihak bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.

    “Sehingga seolah-olah telah dilaksanakan sesuai ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan DMUT/Broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi yang tidak memenuhi persyaratan,” tambahnya.

    Adapun, Qohar mengungkap, tersangka Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman saat pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang

    Setelahnya, negara kemudian mengeluarkan fee sebesar 13%-15% dan diduga menguntungkan tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    “Saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.

  • Direksi Subholding Jadi Tersangka, Ini Langkah Pertamina

    Direksi Subholding Jadi Tersangka, Ini Langkah Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Pertamina mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung alias Kejagung yang telah menetapkan sejumlah pejabat subholding-nya sebagai tersangka.

    Pejabat subholding tersebut antara lain, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, serta Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional, Sani Dinar Saifuddin.

    Selain itu, ada nama Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen pada PT Kilang Pertamina Internasional.

    VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso mengatakan bahwa pihaknya akan menghormati proses hukum yang tengah berjalan di Kejaksaan Agung.

    Dia juga mengatakan Pertamina sudah siap bekerja sama dengan aparat berwenang dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar dengan tetap mengedepankan asas hukum praduga tak bersalah.

    “Pertamina Grup menjalankan bisnis dengan berpegang pada komitmen sebagai perusahaan yang menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan Good Corporate Governance [GCG] serta peraturan berlaku,” ujarnya dilansir, Selasa (25/2/2025).

    Adapun, Kejaksaan Agung mengungkap kronologi perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengemukakan berdasarkan aturan Pasal 2 dan Pasal 3 pada Peraturan Menteri ESDM, Nomor 42 Tahun 2018, PT Pertamina diwajibkan mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum impor minyak bumi.

    “Namun berdasarkan fakta penyidikan yang didapat, tiga tersangka yaitu RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimalisasi Hilir atau OH yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi di dalam negeri tidak terserap seluruhnya,” tutur Qohar di Kejaksaan Agung Jakarta, Senin (24/2/2025).

    Kemudian, dari rapat pengkondisian itu, kata Qohar, akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor. 

    “Pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS sengaja ditolak,” katanya.

    Dia membeberkan alasan penolakan itu di antaranya pertama produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harga yang ditawarkan oleh KKKS masih masuk range harga HBS. Kedua, produksi minyak mentah KKKS dilakukan penolakan dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dengan spek. 

    “Namun faktanya minyak mentah bagian negara masih sesuai dengan spek kilang dan dapat diolah atau dihilangkan kadar merkuri atau sulfurnya,” ujarnya.

    Melalui dua alasan tersebut, PT Pertamina kemudian menjadikan landasan itu untuk melakukan impor minyak mentah dari luar negeri dalam rangka memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

    “Jadi saya mau perjelas pada saat KKKS mengekspor bagian minyaknya karena tidak dibeli oleh PT Pertamina, maka pada saat yang sama, PT Pertamina juga mengimpor minyak mentah dan produk kilang,” tutur Qohar.

  • Kronologi Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rp193,7 Triliun, Seret Anak Riza Chalid

    Kronologi Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina Rp193,7 Triliun, Seret Anak Riza Chalid

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023 menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun.

    “Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar Senin (24/2/2025) malam.

    Kerugian tersebut, kata dia, berasal dari berbagai komponen antara lain kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

    Qohar menjelaskan posisi kasus ini terjadi pada periode tahun 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

    Awalnya, PT Pertamina (Persero) pun wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

    Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.

    Akan tetapi, ujar Qohar, tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

    Pengondisian tersebut membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor. Menurut Kejagung, saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Maka, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.

    Kemudian, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.

    “Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ucapnya. 

    Dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina dengan broker.

    “Tersangka RS, SDS dan AP memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” ucapnya.

    Selain itu, lanjut dia, tersangka DW dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP agar bisa memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah serta dari tersangka RS untuk produk kilang.

    Akibat kecurangan tersebut, komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM untuk dijual kepada masyarakat menjadi lebih tinggi yang kemudian HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui APBN.

    Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp193,7 triliun. Akan tetapi, jumlah tersebut adalah nilai perkiraan sementara dari penyidik. Kejagung menyebut bahwa nilai kerugian yang pasti sedang dalam proses penghitungan bersama para ahli.

    Diketahui, Kejagung pada Senin (24/2) malam menetapkan tujuh tersangka baru dalam kasus ini, yaitu RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF selaku PT Pertamina International Shipping.

    Lalu, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Tata Kelola Minyak Mentah

    Salah satu tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah diduga merupakan anak dari saudagar minyak Mohammad Riza Chalid atau Reza Chalid.

    Tersangka itu bernama Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficil Owner PT Navigator Khatulistiwa. Muhammad Kerry Andrianto Riza merupakan anak pertama dari Mohammad Riza Chalid.

    “Betul [MKAR anak Riza Chalid],” ujar Jampidsus Febrie Adriansyah ketika dikonfirmasi Bisnis, Selasa (25/2/2025). 

    MKAR menjadi tersangka kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023 bersama enam tersangka lainnya.

    Keenam tersangka lainnya adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, lalu Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin.

    Selain itu, tersangka lainnya adalah Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen pada PT Kilang Pertamina Internasional, Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara dan Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara.

  • KPK Kantongi 1 Tersangka Kasus Gratifikasi Pejabat Pajak

    KPK Kantongi 1 Tersangka Kasus Gratifikasi Pejabat Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengantongi satu tersangka dalam perkara dugaan gratifikasi pejabat Direktorat Jenderal Pajak alias DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Informasi yang dihimpun Bisnis, menyebut bahwa pengusutan kasus dugaan gratifikasi itu berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang telah ditandatangani pada tanggal 12 Februari 2025 lalu.

    Penyidik lembaga antikorupsi telah menetapkan tersangka dengan inisial MH, dan sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri sejak 19 Februari 2025.

    Pimpinan KPK enggan mengonfirmasi secara terbuka perihal kasus itu. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto meminta agar upaya konfirmasi dilakukan satu pintu ke Juru Bicara KPK.

    “Silakan konfirmasi ke jubir,” ujar Fitroh melalui pesan singkat kepada Bisnis, Senin (24/2/2025).

    Kendati demikian, KPK mengonfirmasi sedang mengusut perkara baru terkait dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Hal itu diketahui dari tiga orang saksi yang dipanggil oleh penyidik KPK pada jadwal pemeriksaan hari ini, Senin (24/2/2025).

    “Hari ini Senin (24/2), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (24/2/2025).

    Tiga orang saksi itu yakni Direktur PT Panasia Synthetic Abadi Agnes Novella, Direktur PT Midas Xchange Valasia Tahun 2012 — 2016 Arief Deny Patria serta Agen Insurance Bagus Jalu Shakti.

    Saat dikonfirmasi apabila kasus tersebut terkait dengan Rafael Alun, Tessa masih enggan memerinci lebih lanjut.