Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Soal Kasus Pertamina, Status Erick & Boy Thohir, hingga Tuntutan Hukuman Mati

    Soal Kasus Pertamina, Status Erick & Boy Thohir, hingga Tuntutan Hukuman Mati

    Bisnis.com, JAKARTA–Kejaksaan Agung memastikan perkara korupsi tata kelola minyak mentah tidak berkaitan dengan PT Pertamina secara korporasi. Kasus ini hanya perbuatan nakal segelintir oknum.

    Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin mengakui bahwa perkara korupsi tersebut sudah membuat gaduh masyarakat dan PT Pertamina juga ikut disalahkan dalam kasus itu. 

    Namun, Burhanuddin memastikan bahwa perbuatan korupsi tersebut tidak terkait dengan korporasi, tetapi hanya perbuatan oknum di internal PT Pertamina.

    “Namun perlu kami tegaskan perbuatan itu dilakukan oleh segelintir oknum yang saat ini telah dinyatakan tersangka dan ditahan dan tindakan itu tidak terkait dengan kebijakan yang ada di Pertamina,” tuturnya di Jakarta, Kamis (6/3/2025).

    Menurut Burhanuddin, pihaknya juga akan terus berkoordinasi dengan PT Pertamina untuk melakukan bersih-bersih di internal PT Pertamina.

    “Kejaksaan Agung dan PT Pertamina akan kolaborasi dalam rangka bersih-bersih BUMN menuju Pertamina dengan good governance dengan melakukan perbaikan tata kelola pada PT Pertamina,” katanya.

    Selain itu, dia juga memastikan penyidik Kejagung bakal menangani perkara itu dengan profesional dan transparan tanpa ada intervensi dari pihak mana pun.

    “Perlu saya tegaskan dalam penanganan perkara ini tidak ada intervensi dari pihak manapun melainkan murni penegakan hukum dalam rangka mendukung astacita pemerintahan menuju Indonesia 2045,” ujarnya.

    Erick Thohir dan Boy Thohir

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan belum menemukan keterlibatan Menteri BUMN Erick Thohir dan Garibaldi “Boy” Thohir dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina (Persero).

    Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah menyebut menuturkan bahwa proses hukum terus berlangsung dan kasus tersebut masih dalam proses penyidikan. 

    “Belum ada [keterlibatan]. Masih proses penyidikan,” ungkapnya seusai rapat dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (5/3/2025).

    Febrie melanjutkan, semua proses hukum memiliki jalurnya. Dengan demikian, hal yang dibuktikan oleh penyidik Kejagung tentunya orang  yang memang berada di dalam lingkup pemeriksaan. 

    “Ini kan semua proses hukum sudah ada relnya. Apa yang kita buktikan, perbuatannya apa, siapa yang bertanggung jawab tentunya dia dalam lingkup pemeriksaan. Yang kalau tidak dalam lingkup itu tentunya juga penyidik tidak akan periksa,” jelasnya.

    Maka demikian, berkenaan dugaan keterlibatan Thohir bersaudara tersebut, Febrie menyebut semua akan dikembalikan lagi kepada penyidik.

    “Kembali kepada penyidik, nanti disampaikan oleh penyidik,” tegasnya.

    Prabowo Panggil Dirut Pertamina 

    Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto memanggil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri ke Istana Kepresidenan pada hari ini, Rabu (5/3/2025).

    Pertemuan antara Presiden Prabowo dan Dirut Pertamina tersebut memunculkan tanda tanya besar terkait pembahasan yang dilakukan antara keduanya. Pasalnya, saat ini tengah ramai mengenai kasus korupsi di perusahaan plat merah itu.

    Dengan mengenaka kemeja putih, Simon Aloysius memberikan sedikit keterangan kepada wartawan setelah keluar dari Istana. 

    Dia menyebutkan bahwa pertemuan tersebut lebih membahas kesiapan Pertamina dalam menghadapi Arus Mudik Lebaran 2025 yang akan datang.

    “Bahas umum aja kesiapan menyambut mudik, kami pastikan operasional juga lancar penyediaan energi lancar semuanya,” ujar Simon kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (6/3/2025).

    Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai kemungkinan ada kaitannya dengan masalah internal Pertamina atau perkembangan kasus yang melibatkan perusahaan energi terbesar di Indonesia tersebut, Simon tidak memberikan jawaban lebih lanjut. 

    “Maaf saya misa jam 5 di Katedral, hari ini ada Rabu Abu,” ujarnya singkat, sambil dengan hormat memasuki kendaraan dinasnya.

  • KPK Vs Hasto Gara-gara Pelimpahan Kasus ke Penuntut Umum

    KPK Vs Hasto Gara-gara Pelimpahan Kasus ke Penuntut Umum

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto disebut menolak langkah penyidik untuk melimpahkan berkas penyidikan ke tim jaksa penuntut umum (JPU) hari Kamis (6/3/2025) kemarin. 

    Penasihat hukum Hasto, Maqdir Ismail, yang hadir pada pelimpahan tahap dua di Gedung Merah Putih KPK, menyebut kliennya menolak tindakan tim penyidik tersebut. Alasannya, pihak Hasto keberatan karena pelimpahan dilakukan sebelum pemeriksaan saksi meringankan dilakukan.

    “Mas Hasto membuat suatu pernyataan menolak tindakan kegiatan ini karena ada hak-hak yang kami sampaikan terkait permohonan agar supaya terhadap ahli diperiksa terlebih dahulu, termasuk di antaranya saksi yang menguntungkan. Tetapi itu diabaikan oleh pihak penyidik,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis (6/3/2025). 

    Maqdir juga menyebut Hasto tidak digiring melalui pintu depan Gedung KPK usai pelimpahan tahap dua dilakukan. Dia menduga ada sesuatu yang hendak disembunyikan KPK. 

    “Sebab selama ini setiap orang selesai [pelimpahan, red] tahap dua akan selalu diajak keluar bersama-sama, termasuk dengan penasihat hukum,” ujar advokat senior itu. 

    Maqdir mengaku khawatir pelimpahan tahap dua sudah dilakukan supaya mencegah putusan praperadilan terjadi. Sebagaimana diketahui, praperadilan yang diajukan tersangka bakal gugur apabila perkaranya sudah mulai disidangkan di pengadilan. 

    Sementara itu, setelah pelimpahan tahap dua, hanya tinggal selangkah lagi sebelum JPU melimpahkan berkas Hasto ke Pengadilan Tipikor. 

    “Terus terang saya berharap KPK tidak gegabah melimpahkan berkas perkara ke pengadilan,” ucapnya. 

    KPK Bantah Buru-buru 

    Di sisi lain, KPK pun membantah tudingan tim Hasto soal pelimpahan tahap dua yang dilakukan secara buru-buru. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mempertanyakan balik tudingan kubu Hasto soal pelimpahan tahap dua yang dinilai terlalu cepat.

    “Indikator terlalu cepatnya itu apa? Kalau dari KPK sendiri, dalam hal ini penyidik, pelaksanaan proses penyidikannya berjalan sesuai dengan timeline yang sudah direncanakan,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/3/2025).

    Tessa juga merespons tudingan soal KPK menghindari praperadilan dengan sudah melakukan pelimpahan tahap dua. Seperti diketahui, Hasto telah mengajukan dua permohonan praperadilan baru ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.  

    Menurutnya, proses penyidikan dan praperadilan adalah dua hal yang berbeda. Dia menilai penyidik bisa saja melimpahkan berkas Hasto pada saat praperadilan pertama, apabila lembaganya dituding buru-buru. 

    “Kami bisa melakukan itu pada saat praperadilan yang pertama. Tapi tidak, pra-peradilan yang pertama itu tetap berjalan sesuai dengan hak tersangka mengajukan, penyidik juga melakukan proses penyidikan sesuai dengan kewenangan penyidik,” ucapnya.

    Di sisi lain, Tessa turut memastikan bahwa pihaknya masih bisa mengakomodasi permintaan pihak Hasto untuk menghadirkan saksi meringankan. Sebelumnya, tim Hasto telah mengajukan tiga orang ahli hukum untuk dijadikan saksi a de charge pada tahap penyidikan. 

    Untuk diketahui, Hasto resmi ditahan oleh KPK pada 20 Februari 2024 lalu. Penahanan terhadap Hasto usai permohonan praperadilan pertama yang diajukannya dinyatakan tidak dapat diterima oleh PN Jakarta Selatan. 

    Kemudian, pihak Hasto kembali mengajukan praperadilan kedua untuk dua kasus berbeda yakni dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 serta perintangan penyidikan. 

    Sebelumnya, KPK menetapkan Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP sebagai tersangka kasus dugaan suap yang menyeret buron Harun Masiku. Selain kasus suap, Hasto turut dijerat dengan pasal perintangan penyidikan.

  • 8 Tersangka Kasus Penyelewengan Solar Subsidi di Tuban-Karawang Raup Rp4,4 Miliar

    8 Tersangka Kasus Penyelewengan Solar Subsidi di Tuban-Karawang Raup Rp4,4 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut kasus dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi jenis solar di Tuban, Jawa Timur, dan Karawang, Jawa Barat.

    Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin mengatakan, dalam dua kasus ini telah ditetapkan delapan tersangka. Perinciannya, tiga tersangka berinisial BC, K, dan J di Tuban dan lima tersangka berinisial LA, HB, S, AS, dan E untuk kasus di Karawang.

    “Dari hasil penyelidikan, kita melakukan penindakan dan sudah mengamankan delapan tersangka, yang terdiri dari tiga orang di Tuban dan lima orang di Karawang,” ujarnya di Bareskrim, Kamis (6/3/2025).

    Dia menjelaskan delapan tersangka itu bukan tidak berasal dari sindikat yang sama. Di Tuban, para tersangka diduga melakukan pengambilan solar dari SPBU menggunakan kendaraan bersama secara berulang.

    Modus itu dimuluskan dengan penggunaan 45 barcode yang berbeda yang tersimpan di ponsel tersangka. Total, solar yang berhasil dirogoh tersangka di TKP Tuban sebesar 8.400 liter.

    Sementara itu, untuk TKP Karawang, memiliki modus dengan membuat surat rekomendasi pembelian solar bagi petani dan warga di kantor pemerintahan desa. Surat rekomendasi itu nantinya akan menjadi barcode yang digunakan untuk pembelian solar bersubsidi dari SPBU.

    Setelah memiliki sejumlah barcode itu, para tersangka kemudian bekerja sama dalam pengangkutan solar secara berulang dengan barcode yang berbeda. Total, 8.000 liter solar dikumpulkan tersangka di TKP Karawang.

    “Hasil pembelian solar subsidi kemudian dikumpulkan, lalu dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi. Jadi dijualnya dengan harga non-subsidi,” tambahnya.

    Adapun, tiga tersangka di Tuban telah meraup untung Rp1,34 miliar dari penjualan BBM bersubsidi tersebut. Sementara itu, di Karawang, lima tersangka telah meraup untung Rp3 miliar selama 1 tahun.

    “Jadi total dari perkara ini keuntungan yang mereka peroleh lebih kurang Rp4.416.000.000.000,” pungkasnya.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, serta Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.

  • KPK Dapat Laporan soal MBG: Harga Makanan Rp10.000, Diterima Rp8.000

    KPK Dapat Laporan soal MBG: Harga Makanan Rp10.000, Diterima Rp8.000

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap telah menerima laporan adanya dugaan praktik penyimpangan pada program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di daerah. Modusnya diduga terkait dengan pengurangan makanan dari harga atau anggaran yang telah ditetapkan untuk setiap menunya. 

    Hal itu diungkapkan oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto saat menerima kunjungan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana serta jajarannya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

    Pada pertemuan itu, BGN meminta pendampingan dan pengawasan KPK dalam pelaksaan program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto itu. 

    Setyo awalnya menjelaskan bahwa pengawasan terhadap MBG penting karena anggarannya yang besar. Saat ini, anggaran MBG yang digelontorkan dari APBN senilai Rp70 triliun di 2025.

    Menurutnya, ada empat hal yang harus dicermati dalam pelaksanaan MBG. Pertama, potensi terjadinya fraud. 

    “Saya ingatkan ada empat hal yang perlu dicermati dalam melaksanakan Program MBG ini. Pertama, potensi fraud-nya pasti ada. Semua terpusat di BGN, tentu tidak bisa diawasi sampai ke daerah dan wilayah,” ujarnya, dikutip dari siaran pers, Kamis (6/3/2025).

    Kedua, ekslusivitas penentuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG. Setyo menyebut hal itu menjadi perhatian untuk ditertibkan. 

    “Berita sumir beredar soal ada yang mendapat perlakuan khusus dalam penentuan SPPG atau pihak-pihak yang menjadi dapur, termasuk pembangunan fisiknya dan bahan bakunya. Ini tentu menjadi perhatian untuk bisa ditertibkan,” kata Ketua KPK jilid VI itu.

    Ketiga, pentingnya lokasi SPPG yang strategis agar makanan tetap dalam kondisi layak konsumsi ketika diberikan ke siswa penerima manfaat. Dia juga menggarisbawahi soal pemberian susu dan biskuit yang tidak efektif untuk menurunkan risiko stunting, berdasarkan kajian yang dilakukan KPK. 

    Keempat, soal anggaran. Perwira Polri berpangkat Komisaris Jenderal (Komjen) itu mengingatkan agar distribusi dana yang terpusat di BGN tidak menimbulkan penyimpangan di tingkat daerah. Dia mengakui telah menerima laporan adanya pengurangan makanan di daerah dari harga yang telah ditetapkan. 

    “Yang menjadi kekhawatiran, karena posisi anggaran di pusat, jangan sampai begitu sampai di daerah seperti es batu (yang mencair). Kami sudah menerima laporan adanya pengurangan makanan yang seharusnya diterima senilai Rp10.000, tetapi yang diterima hanya Rp8.000. Ini harus jadi perhatian karena berimbas pada kualitas makanan,” jelasnya.

    Di sisi lain, Setyo juga menekankan pentingnya tata kelola keuangan yang transparan. Dia mendorong keterlibatan masyarakat dan penggunaan teknologi dalam pengawasan. 

    Tidak hanya itu, pria yang sebelumnya menjabat Irjen Kementerian Pertanian (Kementan) tersebut juga menekankan pentingnya pemberdayaan kearifan lokal untuk bahan baku makanan hingga sumber daya pelaksana program MBG.

    Pada kesempatan yang sama, Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkap alasan mengapa turut meminta pendampingan KPK untuk mengawasi transparansi dan akuntabilitas program. 

    Dadan menjelaskan bahwa lembaganya mengelola anggaran sebesar Rp70 triliun pada 2025 untuk MBG. Anggaran itu rencananya bakal ditambah Rp100 triliun sehingga mencapai total Rp170 triliun pada kuartal III/2025. 

    Dia menyebut pendampingan juga bakal dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    “Kami hadir hari ini di KPK untuk mendapatkan pencerahan terkait pengelolaan dana yang besar. Tahun depan kemungkinan besar anggaran akan mencapai Rp400 triliun. Kami mohon dibantu untuk pengawasan,” ujar Dadan di Gedung KPK, Rabu (5/3/2025). 

    Untuk diketahui, program MBG telah dimulai sejak 6 Januari 2025. Program prioritas Prabowo Subianto itu ditargetkan bisa menyasar ke seluruh peserta didik di Indonesia pada akhir tahun ini. 

  • Ajukan Eksepsi, Kubu Tom Lembong Minta Hakim Tolak Dakwaan Jaksa

    Ajukan Eksepsi, Kubu Tom Lembong Minta Hakim Tolak Dakwaan Jaksa

    Bisnis.com, JAKARTA — Kubu Tom Lembong meminta kepada hakim agar bisa menolak surat dakwaan yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum dalam perkara korupsi importasi gula.

    Hal tersebut disampaikan pengacara Tom Lembong di persidangan PN Tipikor dengan agenda eksepsi atau nota keberatan pada Kamis (6/3/2025).

    “Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara a quo sehingga sudah sepatutnya Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima demi hukum,” ujar kuasa hukum Tom Lembong.

    Kubu Tom Lembong kemudian merincikan sejumlah pertimbangan agar hakim bisa menolak dakwaan jaksa. Salah satunya, pengacara Tom menilai bahwa surat dakwaan dari jaksa tidak lengkap dan tidak cermat dalam membuktikan tindak pidana korupsi importasi gula.

    Selain itu, Tom Lembong juga dinyatakan tidak menerima aliran dana baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kasus rasuah tersebut.

    “Tidak ada aliran dana yang masuk ke Tom Lembong baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan semua kinerja beliau sudah diaudit BPK dengan hasil clean and clear,” tambahnya.

    Oleh sebab itu, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir meminta agar majelis hakim mengabulkan eksepsi pihaknya dan langsung membebaskan kliennya saat putusan sela dibacakan.

    “Memerintahkan penuntut umum membebaskan terdakwa dari tahanan seketika setelah putusan sela dibacakan,” tutur Ari.

    Sekadar informasi, jaksa menyatakan bahwa Tom telah memberikan persetujuan impor terhadap sejumlah pihak swasta dalam rangka pengendalian ketersediaan gula dan stabilisasi harga gula dalam negeri.

    Namun dalam pelaksanaannya, Tom diduga telah melanggar sejumlah aturan seperti persetujuan impor itu dilakukan tanpa rapat koordinasi antar kementerian. 

    Alhasil, perbuatan itu diduga telah memperkaya 10 pihak swasta Rp515 miliar dengan kerugian negara Rp578 miliar.

    “Yang merugikan Keuangan Negara sebesar Rp515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47,” pungkas jaksa.

  • Kejagung dan BPK Masih Hitung-hitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Pertamina

    Kejagung dan BPK Masih Hitung-hitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Pemeriksa Keuangan masih menghitung angka pasti nilai kerugian negara dari perkara korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina (Persero).

    Jaksa Agung ST Burhanuddin minta masyarakat untuk bersabar dan menunggu angka pasti kerugian negara yang timbul akibat perkara mega korupsi Pertamina. 

    Burhanuddin juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan isu soal kerugian negara dalam kasus korupsi PT Pertamina yang beredar di media sosial.

    “Tunggu dan sabar, masyarakat harus tetap tenang, penyidik masih menghitung angka pasti kerugian negaranya,” tuturnya di Jakarta, Kamis (6/3).

    Malah, Burhanuddin juga mengingatkan masyarakat untuk mendukung Pertamina dalam mempersiapkan BBM menjelang Hari Raya Idulfitri nanti.

    “Kami akan terus memberikan dukungan kepada PT Pertamina dalam menjalankan tugas khususnya dalam melaksanakan persediaan BBM dalam menghadapi bulan suci Ramadan serta persiapan pelaksanaan Idul Fitri 1446,” katanya.

    Jaksa Agung RI Burhanuddin menerima kunjungan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri pada Kamis(06/03/2025) di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta. Kunjungan kerja pada hari ini terkait dengan penegakan hukum perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Hadir dalam pertemuan ini yaitu Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Komjen Pol. (Purn) Mochamad Iriawan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah, VP Divisi Bisnis Strategis, Oil, Gas Renewable Energy PT Surveyor Indonesia M. Chairudin, President Director TUV Rheinland Indonesia I Nyoman Susila, Kepala Balai Besar Pengukian Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS.

  • Penyidik KPK Resmi Serahkan Berkas dan Barbuk Kasus Hasto ke JPU

    Penyidik KPK Resmi Serahkan Berkas dan Barbuk Kasus Hasto ke JPU

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pelimpahan tahap dua pada kasus Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto hari ini, Kamis (6/3/2025). 

    Pada tahapan ini, tim penyidik menyerahkan berkas tersangka dan barang bukti pada kepada tim jaksa penuntut umum (JPU). Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut pelimpahan yang dilakukan penyidik hari ini meliputi dua kasus yang menjerat Hasto. 

    “Pada hari ini Kamis, tanggal 6 Maret 2025, telah dilaksanakan kegiatan pelimpahan tersangka dan barang bukti dari Penyidik kepada Penuntut Umum untuk perkara tersangka HK [Hasto],” ujar Tessa kepada wartawan, Kamis (6/3/2025).

    Untuk diketahui, Hasto dijerat dengan dua kasus oleh KPK. Elite PDIP itu ditetapkan tersangka pada kasus dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 serta dugaan perintangan penyidikan. 

    Sementara itu, Tim penasihat hukum Hasto kembali mendatangi KPK hari ini, Kamis (6/3/2025). Mereka mendatangi KPK usai mendapatkan informasi soal pelimpahan tahap dua kasus Hasto. 

    Ronny Talapessy, penasihat hukum Hasto, mengaku pihaknya mendapatkan informasi bahwa kasus yang menyeret kliennya itu akan memasuki pelimpahan tahap kedua hari ini. 

    Dia menyayangkan tindakan KPK karena pihak Hasto baru saja mengajukan tiga orah ahli hukum sebagai saksi meringankan, Selasa (4/3/2025), dan kini praperadilan yang diajukan masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Sidang perdana salah satu permohonan yang diajukan Hasto pun diundur. 

    “Sayang sekali bahwa kecurigaan kami yang selama ini kami melihat bahwa unsur politisnya sangat tinggi, dan pada persidangan Senin kemarin kami melihat bahwa KPK tidak hadir ini untuk menguatkan kecurigaan kami, bahwa ini kasus Mas Hasto Kristianto ini sangat keental dengan nuansa politis,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/3/2025). 

    Menurut Ronny, praperadilan yang diajukan oleh tersangka gugur apabila sidang perdana mulai digelar di pengadilan. Dia menyebut praperadilan Hasto masih berjalan kendati berkas penyidikan dinyatakan lengkap atau P21. 

    Namun demikian, pria yang juga menjabat Ketua DPP PDIP itu mengingatkan agar lembaga antirasuah menghormati praperadilan kedua yang diajukan Hasto. 

    “Karena putusan [praperadilan] sebelumnya sama Hasto itu belum menyentuh pokok perkara, belum menyentuh substansinya,” ungkapnya. 

    Di sisi lain, Ronny menyebut PDIP saat ini masih membahas agenda partai dengan Hasto selama di rumah tahanan. Komunikasi dengan Hasto dilakukan melalui Ronny.

    “Makanya saya sampaikan bahwa semua kegiatan partai, Mas Hasto masih tetap terlibat. Melalui saya,” ujarnya. 

    Untuk diketahui, Hasto resmi ditahan oleh KPK pada 20 Februari 2024 lalu. Penahanan terhadap Hasto usai permohonan praperadilan pertama yang diajukannya dinyatakan tidak dapat diterima oleh PN Jakarta Selatan. 

    Kemudian, pihak Hasto kembali mengajukan praperadilan kedua untuk dua kasus berbeda yakni dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 serta perintangan penyidikan. 

    Sebelumnya, KPK menetapkan Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP sebagai tersangka kasus dugaan suap yang menyeret buron Harun Masiku. Selain kasus suap, Hasto turut dijerat dengan pasal perintangan penyidikan. 

    Di sisi lain, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memutuskan untuk tidak menunjuk Plt. Sekjen kendati Hasto ditahan. 

  • Tom Lembong Kecewa Didakwa Rugikan Rp578 Miliar: Tak Sesuai Realita!

    Tom Lembong Kecewa Didakwa Rugikan Rp578 Miliar: Tak Sesuai Realita!

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong mengaku kecewa usai didakwa telah merugikan negara Rp578 miliar di kasus importasi gula.

    Dia menegaskan kekecewaannya itu lantaran dakwaan soal kerugian negara itu dinilainya tidak jelas dan tidak lengkap. Sebab, surat dakwaan tersebut tidak melampirkan uraian kerugian negara dari audit BPKP.

    “Saya kecewa atas dakwaan yang disampaikan, sebagai contoh dalam situasi di mana soal kerugian negara dalam perkara saya semakin tidak jelas, tidak ada lampiran audit BPKP yang menguraikan dasar perhitungan kerugian negara tersebut,” ujarnya di PN Tipikor, Kamis (6/3/2025).

    Dia juga menilai bahwa surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) tidak mencerminkan realita yang terjadi.

    “Secara umum saya melihat dakwaan tidak mencerminkan dengan akurat realita yang berlaku pada saat itu ya di saat masa-masa yang diperkarakan,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, jaksa telah mendakwa Tom Lembong telah memberikan persetujuan impor terhadap sejumlah pihak swasta dalam rangka pengendalian ketersediaan gula dan stabilisasi harga gula dalam negeri.

    Namun dalam pelaksanaannya, Tom Lembong diduga telah melanggar sejumlah aturan seperti persetujuan impor itu dilakukan tanpa rapat koordinasi antar kementerian. 

    Alhasil, perbuatan itu diduga telah memperkaya 10 pihak swasta Rp515 miliar dengan kerugian negara Rp578 miliar.

    “Yang merugikan Keuangan Negara sebesar Rp515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47,” ujar jaksa di persidangan, Kamis (6/3/2025).

  • Jaksa Agung Buka Peluang Tuntut Hukuman Mati Tersangka Korupsi Pertamina

    Jaksa Agung Buka Peluang Tuntut Hukuman Mati Tersangka Korupsi Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin memastikan akan memperberat hukuman sembilan tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina (Persero). Dia menjelaskan tidak menutup kemungkinan para tersangka juga akan dihukum mati.

    Burhanuddin menjelaskan alasan sembilan tersangka itu diperberat hukumannya karena seluruh tersangka melakukan perbuatan pidana di masa Covid-19 yaitu tahun 2018-2023. 

    “Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19, dia [tersangka] melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat,” tuturnya saat konferensi pers di Kejagung, Kamis (6/3).

    Ketentuan mengenai pemberatan hukuman bagi para koruptor yang melakukan tindak pidana saat Covid-19 tersebut tertuang dalam pasal 2 Undang-Undang Tipikor ayat (2).

    Pasal itu menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada terdakwa. 

    Maka dari itu, Burhanuddin mengemukakan bahwa pihaknya masih mendalami peran sembilan tersangka dalam perkara korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina.

    “Dalam kondisi demikian [Covid-19] bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyidikan ini,” ujarnya.

    Dalam kasus ini penyidik Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka. Tiga tersangka merupakan pihak swasta dan 6 lainnya dari internal Subholding Pertamina.

    Untuk tersangka dari internal Subholding Pertamina, yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga, Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shiping, dan Agus Purwoni selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.

    Sementara itu, tersangka dari pihak swasta adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.

  • Korupsi di Taspen, KPK Panggil Bos BPKH hingga Bahana Sekuritas jadi Saksi

    Korupsi di Taspen, KPK Panggil Bos BPKH hingga Bahana Sekuritas jadi Saksi

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi investasi PT Taspen (Persero). 

    Penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Fadlul hari ini, Kamis (6/3/2025). Namun, pihak KPK belum memerinci lebih lanjut tujuan pemanggilan Fadlul sebagai saksi dalam kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp200 miliar itu. 

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama FI Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (6/3/2025). 

    Selain Fadlul, penyidik turut menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi lainnya yaitu Karyawan Manulife Andreana Manulang, Direktur PT Bahana Sekuritas Nelwin Aldriansyah serta mantan Direktur PT Asta Askara Sentosa sekaligus PT Pangan Sejahtera Investama Agung Cahyadi Kusumo. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus tersebut yakni mantan Direktur Investasi yang juga pernah menjabat Direktur Utama Taspen, Antonius NS Kosasih, serta mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM) Ekiawan Heri. 

    Kasus itu diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp200 miliar akibat penempatan dana Taspen senilai Rp1 triliun ke reksadana PT IIM. 

    Adapun pihak Taspen menyatakan bakal berkomitmen untuk kooperatif dan terbuka  dengan proses hukum yang sedang berjalan, serta menghormati segala proses hukum yang berlangsung di KPK.  

    “Perusahaan akan mendukung penuh seluruh proses hukum yang berjalan dalam proses penyidikan yang dilakukan КРК,” ujar Corporate Secretary Taspen Henra melalui keterangan tertulis yang diterima Bisnis, beberapa waktu lalu.