Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Bareskrim: Eks Kapolres Ngada Bikin Konten Cabul Lalu Post ke Darkweb

    Bareskrim: Eks Kapolres Ngada Bikin Konten Cabul Lalu Post ke Darkweb

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) mengungkap Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman diduga telah mengunggah video pornografi ke darkweb.

    Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Himawan Bayu Aji mengatakan awalnya Fajar membuat konten video pornografi menggunakan ponsel.

    Konten tersebut kemudian diteruskan ke situs pornografi di darkweb yang bisa dilihat bebas oleh anggota forum.

    “Perbuatan yang bersangkutan membuat konten video pornografi anak menggunakan handphone dan mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya konten tersebut melalui website atau forum pornografi anak di darkweb,” kata Himawan di DivHumas Polri, Kamis (13/3/2025).

    Himawan mengaku bahwa pihaknya bakal mendalami temuan itu dengan pemeriksaan terhadap tiga unit ponsel yang menjadi barang bukti.

    Pendalaman itu, menurutnya, bakal dilengkapi dengan investigasi secara digital forensik agar menguatkan dugaan pengunggahan konten pornografi itu ke darkweb tersebut. 

    “Pemeriksaan terhadap tiga unit handphone yang menjadi barang bukti akan dilaksanakan di laboratorium digital forensik Dittipidsiber Bareskrim Polri untuk memenuhi penyidikan secara ilmiah atau scientific crime investigation [CSI],” pungkasnya.

    Atas perbuatannya itu, Fajar diduga telah melakukan pelanggaran Pasal Ayat 1 Juncto Pasal 27 Ayat 1 Jo Pasal 52 Ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

  • KPK Petakan Aliran Dana Kasus Dugaan Korupsi BJB

    KPK Petakan Aliran Dana Kasus Dugaan Korupsi BJB

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memetakan aliran dana dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR). 

    Plh Direktur Penyidikan Budi Sokmo menjelaskan bahwa lembaganya bahkan telah mengidentifikasi penerima aliran dana yang diduga berasal hasil dugaan korupsi itu. 

    “Kami sudah dapat memetakan siapa saja pihak-pihak yang menikmati terkait dengan dana non-budgeter ini,” kata Budi pada konferensi pers, Kamis (13/3/2025). 

    Adapun, sebagian besar dari uang yang disediakan BJB untuk penempatan iklan di media massa pada sekitar 2021-2023 dikorupsi atau digunakan untuk keperluan di luar penganggaran atau non-budgeter. Dari total Rp409 miliar yang dianggatkan, sebesar Rp222 miliar digunakan untuk keperluan non-budgeter dan dicatatakan secara fiktif. 

    Sejauh ini, lanjut Budi, penyidik KPK telah menyita sejumlah uang dalam bentuk deposito sekitar Rp70 miliar. Kemudian, terdapat beberapa kendaraan roda dua dan empat, hingga aset tanah dan bangunan.

    Barang-barang sitaan itu diperoleh ketika menggeledah sejumlah lokasi selama 10-12 Maret 2025. Beberapa lokasi di antaranya adalah rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil serta kantor BJB. 

    “Sudah kita lakukan penyitaan dalam proses ini, yang kami duga tempusnya maupun perolehannya berkesesuaian dengan perkara yang sedang kita tangani,” ucap Budi. 

    Lembaga antirasuah telah menetapkan sebanyak lima orang tersangka. Dua di antaranya adalah internal BJB yakni mantan Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH). 

    Tiga orang tersangka lainnya merupakan pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa yaitu Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).

    KPK menduga penempatan iklan itu dilakukan oleh total enam agensi untuk penayangan iklan di media televisi, cetak maupun elektronik. Tiga orang tersangka pengendali agensi itu masing-masing merupakan pemilik dua agensi yang memenangkan pengadaan penempatan iklan di BJB.

    “Enam agensi tadi secara rinci masing-masing menerima PT CKMB Rp41 miliar, kemudian CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar,” terang Budi. 

  • Kejagung Cecar 14 Pertanyaan ke Ahok, Ini Detailnya

    Kejagung Cecar 14 Pertanyaan ke Ahok, Ini Detailnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mencecar 14 pertanyaan kepada mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan 14 pertanyaan pokok itu mencakup tugas pokok Ahok dalam melakukan pengawasan Pertamina dan holdingnya. 

    “Setidaknya ada 14 pertanyaan pokok yang diajukan kepada yang bersangkutan lebih melihat kepada bagaimana tugas fungsi yang bersangkutan sebagai komisaris utama,” ujarnya di Kejagung, Kamis (13/3/2025).

    Dia menambahkan, pengawasan itu berkaitan dengan kinerja perusahaan serta tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Patra Niaga.

    Selanjutnya, Ahok juga sejatinya bakal menyampaikan soal data terkait anak usaha pertamina. Namun, hal tersebut tidak dapat ditindaklanjuti lantaran Kejagung masih memerlukan pendalaman data dari PT Pertamina (Persero).

    Oleh karenanya, Harli masih membuka kemungkinan Ahok bakal dipanggil kembali untuk melengkapi keterangan, jika pihaknya telah memperoleh data dari Pertamina.

    “Kemudian bahwa penyidik pada waktunya nanti juga akan tentu melakukan pemeriksaan lanjutan,” tambahnya.

    Lebih jauh, Harli juga menyatakan bahwa pihaknya ingin melakukan pendalaman terkait dengan ekspor hingga importasi minyak mentah dan produk kilang pada perusahaan plat merah tersebut.

    “Nah, perlu kami sampaikan Bahwa sesungguhnya penyidik tentu ingin mendalami Bagaimana Peran yang bersangkutan sebagai komisaris utama dalam kaitan dengan Impor-ekspor,” pungkasnya.

  • Pernah Sesumbar Mau Bongkar Kasus Pertamina, Ahok: Ternyata Saya Cuma Secuil

    Pernah Sesumbar Mau Bongkar Kasus Pertamina, Ahok: Ternyata Saya Cuma Secuil

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pernah sesumbar memiliki banyak data terkait siapa saja sosok yang bertanggung jawab atas dugaan korupsi di Pertamina.

    Namun demikian, setelah dikonfirmasi pada hari ini, Ahok mengaku data yang dimilikinya tidak lebih besar dibandingkan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

    “Jadi ternyata, dari kejaksaan agung, mereka punya data yang lebih banyak daripada yang saya tahu, ibaratnya saya tahu cuma sekaki, dia tahu sudah sekepala,” ujarnya usai diperiksa Kejagung RI, Kamis (13/3/2025).

    Ahok mengaku terkejut saat diberikan data yang melimpah oleh korps Adhyaksa tersebut. Misalnya, terkait fraud hingga penyimpangan transfer dari perusahaan minyak pelat merah tersebut.

    “Saya juga kaget-kaget juga, dikasih tahu penelitian ini ada fraud apa, ada penyimpangan transfer seperti apa, dia jelasin,” tambahnya.

    Di samping itu, mantan Gubernur Jakarta juga ini juga mengaku tidak mengetahui seluk-beluk kinerja dari subholding Pertamina secara lebih mendalam.

    Pasalnya, Ahok mengaku pengetahuannya sebatas monitoring Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), untung rugi hingga kinerja perseroan.

    “Saya cuma sampai memeriksa, kita itu hanya memonitoring dari RKAP. Nah itu kan untung rugi-untung rugi, kebetulan kinerja, jadi kebetulan kinerja Pertamina kan bagus terus, selama saya di sana jadi kita nggak tahu tuh, ternyata di bawah ada apa, kita tidak tahu,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Ahok diperiksa sekitar delapan jam oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI. Berdasarkan pantauan di kantor Kejagung, Ahok tiba pukul 08.36 WIB. 

    Dia nampak mengenakan batik berkelir cokelat dalam pemeriksaaannya sebagai saksi tersebut. Ahok datang di dampingi timnya saat tiba di Kejagung. Kemudian, dia baru diperiksa penyidik sekitar 10.00 WIB.

    Selang sekitar delapan jam kemudian, Ahok keluar dari Gedung Kartika Kejagung RI 18.25 WIB. Artinya, mantan petinggi perusahaan plat merah itu diperiksa sekitar delapan jam oleh penyidik.

  • KPK Temukan Dokumen Dana Non-budgeter di Rumah Ridwan Kamil

    KPK Temukan Dokumen Dana Non-budgeter di Rumah Ridwan Kamil

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) menjadi lokasi pertama yang digeledah penyidik.

    Sekedar informasi, penggeledahan rumah RK terkait dengan kasus dugaan korupsi penempatan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR). 

    Adapun, rumah Ridwan Kamil digeledah penyidik, Senin (10/3/2025). Rumahnya menjadi salah satu dari total 12 lokasi yang digeledah selama 10-12 Maret 2025 untuk mencari bukti dugaan rasuah di BJB itu. 

    Pelaksana Harian alias Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo mengatakan, penyidik lembaga antirasuah menggeledah rumah Ridwan usai mendapatkan sejumlah petunjuk yang mengarah ke rumah politisi Partai Golkar itu. 

    Namun, Budi menyebut urutan rumah atau tempat yang digeledah KPK ditentukan secara random. “Memang secara random adalah satu keputusan saya selaku Kasatgas yang menangani perkara tersebut. Siapa yang prioritas pertama saya geledah adalah memang rumahnya saudara RK,” ujarnya kepada wartawan pada konferensi pers, Kamis (13/3/2025). 

    Adapun Budi enggan memerinci terkait dengan bukti apa yang diperoleh dari rumah Ridwan, maupun lokasi lain selama tiga hari penggeledahan. 

    “Banyak yang kami dapatkan terkait dengan dokumen-dokumen, catatan-catatan terkait dengan pengeluaran-pengeluaran dana non-budgeter tersebut,” terang Budi. 

    Untuk diketahui, KPK telah menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di BJB. Dua di antaranya adalah internal BJB yakni mantan Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH). 

    Tiga orang tersangka lainnya merupakan pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa yaitu Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).

    Budi menjelaskan bahwa BJB merealisasikan belanja pada periode 2021-2023 untuk belanja bebas promosi umum dan produk bank di bawah Divisi Corsec. Nilainya mencapai Rp409 miliar.

    Penempatan iklan dilakukan oleh total enam agensi untuk penayangan iklan di media televisi, cetak maupun elektronik. Tiga orang tersangka pengendali agensi itu masing-masing merupakan pemilik dua agensi yang memenangkan pengadaan penempatan iklan di BJB. 

    “Enam agensi tadi secara rinci masing-masing menerima PT CKMB Rp41 miliar, kemudian CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar,” terangnya. 

    Pada proses penyelidikan, KPK menemukan bahwa lingkup pekerjaan enam agensi itu hanya menempatkan iklan di media massa sesuai permintaan BJB. Penunjukan agensi itu juga diduga melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa.

    Di sisi lain, penggunaan uang Rp409 miliar untuk penempatan iklan itu tidak dilakukan dengan sesuai. Dari total anggaran yang disediakan, hanya sekitar Rp100 juta yang secara riil digunakan untuk penempatan iklan. 

    “Itu pun kami belum melakukan tracing secara detail ya terhadap Rp100 miliar tersebut, namun yang tidak real ataupun fiktif kurang lebih jelas sudah nyata sebesar Rp222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut,” terang Budi. 

    Adapun pada tahap penyidikan, KPK menemukan bahwa Rp222 miliar itu untuk kebutuhan-kebutuhan di luar penganggaran resmi atau non-budgeter. Tersangka Yuddy dan Widi diduga bekerja sama dengan enam agensi tersebut untuk memenuhi dana non-budgeter itu.

    “Akhirnya dibuatlah tadi suatu penempatan iklan yang sebenarnya PT BJB itu bisa langsung menempatkan ke media, namun digunakan pihak agensi guna mengambil sejumlah uang tadi di 2,5 tahun kurang lebih Rp222 miliar,” terang Budi. 

    Beberapa perbuatan melawan hukum yang diduga terjadi oleh KPK adalah penunjukkan yang menyalahi aturan internal BJB hingga pengaturan agensi yang memenangkan proyek. 

    Kini, KPK telah melakukan sejumlah upaya paksa meliputi penggeledahan serta pencegahan ke luar negeri terhadap kelima tersangka.

  • Diperiksa 8 Jam, Ahok Buka-bukaan Kondisi Pertamina ke Penyidik Kejagung

    Diperiksa 8 Jam, Ahok Buka-bukaan Kondisi Pertamina ke Penyidik Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah selesai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus korupsi Pertamina.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Ahok tiba sekitar 08.36 WIB. Namun, dia baru diperiksa penyidik sekitar 10.00 WIB.

    Selang 8 jam kemudian, Ahok keluar dari Gedung Kartika Kejagung RI 18.25 WIB. Artinya, mantan petinggi perusahaan plat merah itu diperiksa sekitar delapan jam oleh penyidik.

    Usai pemeriksaan, Ahok mengaku pemeriksaannya itu terkesan lama lantaran dirinya diminta untuk menjadi saksi terhadap sembilan tersangka.

    “Tidak, bukan alot, saya jadi saksi 9 orang, itu kan diulang banyak kenal. Itu 9 orang gitu kan terus baca lagi, rangkap 2 kalau 9 kali dua, udah 18, masing-masing 7 halaman ya itu aja sih ya,” ujarnya di Kejagung, Kamis (13/3/2025).

    Selain itu, Ahok juga mengaku telah menyampaikan data terkait dengan notulensi rapat saat dirinya menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina. Namun demikian, Ahok mengaku apabila data lengkap terkait Pertamina harus diminta langsung ke perseroan.

    Dalam hal ini, mantan Gubernur Jakarta itu berharap agar kesaksiannya itu bisa membantu korps Adhyaksa dalam mengusut tuntas perkara ini.

    “Nah, saya sendiri sampaikan bahwa ini ya sebatas itu kita tahu lah, tentu saya sampai kepada kejaksaan penyidik, intinya saya mau membantu mana yang kurang,” tambahnya.

    Ahok juga mengaku dirinya akan siap dipanggil kembali apabila keterangannya diperlukan oleh Kejaksaan Agung.

    “Nanti setelah dia dapat data-data dari Pertamina setelah mereka pelajari, semua rapat kan kita ada rekaman, ada catatan, nanti kalau butuh saya lagi, ya saya datang lagi,” pungkasnya.

  • Modus Kasus BJB: Anggaran Pengadaan Iklan Rp409 Miliar, Rp222 Miliar Dibuat Fiktif

    Modus Kasus BJB: Anggaran Pengadaan Iklan Rp409 Miliar, Rp222 Miliar Dibuat Fiktif

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus perkara dugaan korupsi pengadaan iklan di PT Bank Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR). 

    Penyidik lembaga antikorupsi mendunga terjadi praktik belanja fiktif dalam kasus tersebut. Akibatnya, BJB yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah alias BUMD Provinsi Jabar mengalami kerugian hingga ratusan miliar.

    Adapun, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka per 27 Februari 2025. Dua orang di antaranya berasal dari internal BJB yakni mantan Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH). 

    Tiga tersangka lainnya adalah pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa. Ketiga orang itu yakni Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).

    Dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025), Plh. Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo menjelaskan bahwa BJB merealisasikan belanja pada periode 2021-2023 untuk belanja bebas promosi umum dan produk bank di bawah Divisi Corsec. Nilainya mencapai Rp409 miliar.

    Penempatan iklan dilakukan oleh total enam agensi untuk penayangan iklan di media televisi, cetak maupun elektronik. Tiga orang tersangka pengendali agensi itu masing-masing merupakan pemilik dua agensi yang memenangkan pengadaan penempatan iklan di BJB. 

    “Enam agensi tadi secara rinci masing-masing menerima PT CKMB Rp41 miliar, kemudian CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar,” jelas Budi, Kamis (13/3/2025). 

    Langgar Ketentuan

    Pada proses penyelidikan, KPK menemukan bahwa lingkup pekerjaan enam agensi itu hanya menempatkan iklan di media massa sesuai permintaan BJB. Penunjukan agensi itu juga diduga melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa.

    Di sisi lain, penggunaan uang Rp409 miliar untuk penempatan iklan itu tidak dilakukan dengan sesuai. Dari total anggaran yang disediakan, hanya sekitar Rp100 juta yang secara riil digunakan untuk penempatan iklan. 

    “Itu pun kami belum melakukan tracing secara detail ya terhadap Rp100 miliar tersebut, namun yang tidak real ataupun fiktif kurang lebih jelas sudah nyata sebesar Rp222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut,” terang Budi. 

    Adapun pada tahap penyidikan, KPK menemukan bahwa Rp222 miliar itu untuk kebutuhan-kebutuhan di luar penganggaran resmi atau non-budgeter. Tersangka Yuddy dan Widi diduga bekerja sama dengan enam agensi tersebut untuk memenuhi dana non-budgeter itu.

    “Akhirnya dibuatlah tadi suatu penempatan iklan yang sebenarnya PT BJB itu bisa langsung menempatkan ke media, namun digunakan pihak agensi guna mengambil sejumlah uang tadi di 2,5 tahun kurang lebih Rp222 miliar,” terang Budi. 

    Beberapa perbuatan melawan hukum yang diduga terjadi oleh KPK adalah penunjukkan yang menyalahi aturan internal BJB hingga pengaturan agensi yang memenangkan proyek. 

    Kini, KPK telah melakukan sejumlah upaya paksa meliputi penggeledahan serta pencegahan ke luar negeri terhadap kelima tersangka. “Kemudian tentunya kami melakukan penyitaan barang bukti dalam rangkaian proses pengelidahan yang telah kami laksanakan,” pungkas Budi. 

    Adapun beberapa lokasi yang digeledah tim penyidik KPK adalah rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan kantor BJB. 

  • Polri: Korban Eks Kapolres Ngada jadi 4 Orang, 3 Anak di Bawah Umur

    Polri: Korban Eks Kapolres Ngada jadi 4 Orang, 3 Anak di Bawah Umur

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri menyatakan total jumlah korban pelecehan seksual mantan Kapolres Ngada, NTT AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja sebanyak empat orang.

    Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan tiga di antaranya merupakan anak di bawah umur, yakni 6 tahun, 13 tahun dan 16 tahun.

    “Hasil penyelidikan melalui kode etik ditemukan fakta bahwa FLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang dan satu orang usia dewasa,” kata Trunoyudo, di Divisi Humas Polri, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Dia menambahkan dalam kasus ini pihaknya telah memeriksa 16 saksi yang terdiri dari empat korban, manager hotel, anggota Polda NTT hingga ahli.

    “Saksi 16 orang terdiri 4 korban, termasuk tiga anak [di bawah umur],” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Fajar kini sudah berstatus tersangka dugaan pelecehan seksual hingga penyalahgunaan narkoba. Dia juga saat ini tengah menjalani penahanan di Bareskrim Polri.

    Adapun, Divpropam Polri telah menjadwalkan sidang etik Fajar pekan depan atau tepatnya pada Senin (17/3/2025).

    Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo bakal menindak tegas dengan memberi sanksi etik dan pidana terhadap mantan Kapolres Ngada, NTT non-aktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, yang diduga menggunakan narkoba dan mencabuli anak di bawah umur.

    Hal itu disampaikan langsung oleh Listyo usai menghadiri peluncuran mekanisme baru tunjangan guru ASN daerah ke rekening guru di Kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Jakarta, Kamis (13/3/2025). 

    “Yang jelas kasus tersebut akan ditindak tegas, baik [sanksi] pidana maupun etik,” kata Listyo dikutip dari Antara.

  • Bekas Kapolres Ngada Resmi jadi Tersangka Kasus Pelecehan Seksual

    Bekas Kapolres Ngada Resmi jadi Tersangka Kasus Pelecehan Seksual

    Bisnis.com, JAKARTA — Polri menetapkan bekas Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja sebagai tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur hingga narkoba.

    Kepala Biro Wabprof Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Brigjen Agus Wijayanto mengatakan setelah statusnya jadi tersangka, Fajar kini ditahan di Bareskrim Polri.

    “Dirreskrimum Polda NTT di backup PPA-PPO Bareskrim Polri, statusnya adalah sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri,” ujarnya di Divisi Humas Polri (13/3/2025). 

    Di lain sisi, Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menambahkan, Fajar juga diduga telah melakukan pelecehan seksual kepada anak di bawah umur.

    Tak tanggung-tanggung, korban dari kasus pelecehan seksual yang dilakukan Fajar mencapai empat orang. Tiga orang anak di bawah umur dan satu orang dewasa.

    “Saya menyampaikan hasil dari penyelidikan pemeriksa kode etik ditemukan fakta bahwa FWLS telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tiga orang dan satu orang usia dewasa,” ujar Trunoyudo.

    Selain menjadi tersangka pelecehan seksual, Fajar juga diduga telah menyalahgunakan narkoba dan menyebarkan video pornografi. 

    Adapun, Fajar sempat bicara saat dibawa keluar usai ditampilkan ke publik di Divisi Humas Polri. “Saya sayang Indonesia,” kata Fajar.

    Sebelumnya, Kapolres Ngada non-aktif Fajar Widyadharma Lukman (FWL) telah dicopot dari jabatannya untuk dipindahkan ke Yanma Polri.

    Adapun, posisi Fajar kini diduduki oleh AKBP Andrey Valentino. Andrey sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Nagekeo Polda NTT.

  • KPK Tetapkan Eks Dirut BJB Tersangka Kasus Korupsi Iklan

    KPK Tetapkan Eks Dirut BJB Tersangka Kasus Korupsi Iklan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan mantan Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR), Yuddy Renaldi (YR) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penempatan iklan.

    Adapun YR merupakan satu dari total lima orang tersangka yang telah ditetapkan KPK secara resmi per 27 Februari 2025. Empat orang lainnya meliputi pimpinan Divisi Corsec BJB, WH.

    Kemudian, tiga orang tersangka lainnya adalah pemilik agensi yang mendapatkan tender penempatan iklan dari BJB di beberapa media cetak maupun elektronik. Tiga orang swasta pemilik agensi itu adalah IAD, SUH dan RSJK.

    “Jadi KPK per tanggal 27 Februari 2025 telah menerbitkan lima buah sprindik No. 13-17 untuk lima orang tersangka,” ungkap Plh. Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers, Kamis (13/3/2025).

    Budi lalu menjelaskan bahwa dugaan korupsi itu berlangsung selama periode 2021 sampai dengan pertengahan 2023. Pada saat itu, Divisi Corsec BJB merealisasikan anggaran untuk promosi umum dan produk bank senilai Rp409 miliar.

    Anggaran itu untuk biaya penayangan iklan televisi, cetak maupun online. Penempatan iklan itu dilakukan oleh enam buah agensi, di mana tiga orang tersangka swasta masing-masing memiliki dua buah agensi.

    Enam buah agensi itu masing-masing memenangkan penempatan iklan dengan anggaran senilai Rp41 miliar, Rp105 miliar, Rp99 miliar, Rp81 miliar, Rp33 miliar dan Rp49 miliar.

    “Kami menemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan enam agensi ini hanya menempatkan iklan serta kami temukan juga penunjukan dilakukan dengan melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa,” terang Budi.

    Kemudin, anggaran senilai Rp409 miliar untuk penempatan iklan itu, dipotong pajak menjadi sekitar Rp300 miliar, hanya kurang lebih Rp100 miliar yang memang digunakan untuk penempatan iklan di media.

    “Itupun kami belum tracing secara detail. Namun yang tidak riil atau fiktif kurang lebih jelas Rp222 miliar selama kurun waktu dua setengah tahun tersebut,” kata Budi.

    Adapun tim penyidik KPK telah melalukan sejumlah penggeledahan di beberapa tempat di Bandung, Jawa Barat, di antaranya adalah rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil serta kantor BJB.