Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Kejagung Periksa 9 Saksi di Kasus Pertamina, Ini Daftarnya

    Kejagung Periksa 9 Saksi di Kasus Pertamina, Ini Daftarnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa sembilan saksi dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan, sembilan saksi yang diperiksa itu berasal dari pihak Pertamina hingga pejabat Kementerian ESDM.

    “Penyidik pada direktorat Jampidsus Kejagung RI memeriksa sembilan orang saksi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/4/2025).

    Dia memerincikan sembilan saksi itu mulai dari DS selaku VP Crude & Product Trading & Commercial ISC PT Pertamina (Persero) dan WKS selaku Pjs. Manager Market Analysis Development (ISC) PT Pertamina (Persero).

    Kemudian, DDKW selaku Assistant Manager Crude Oil Domestic Supply PT Kilang Minyak Pertamina Internasional periode 2020- 2022.

    Pemeriksaan juga dilakukan terhadap tiga senior account manager PT Pertamina Patra Niaga dengan inisial VBADH, HR dan DDH.

    Selanjutnya, MR selaku Director of Risk Management PT Pertamina International Shipping dan AN selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2021.

    Terakhir, EED selaku Koordinator Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM juga turut diperiksa.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.

  • Kronologi Kasus Korupsi Jual Beli Gas yang Seret Eks Petinggi PGN

    Kronologi Kasus Korupsi Jual Beli Gas yang Seret Eks Petinggi PGN

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kronologi kasus jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN (PGAS) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE).

    Kasus ini diduga merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar sesuai kurs Jisdor BI Rp16.805 per dolar AS).

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menuturkan bahwa uang US$15 juta itu diduga merupakan uang muka yang dibayarkan oleh PGN, atas perintah Direktur Komersial PGN 2016-2019 Danny Praditya, kepada Isargas Grup yang merupakan induk PT IAE. Uang muka itu ditujukan untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas PGN dan PT IAE.

    KPK pun telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus tersebut. Selain Danny Praditya, lembaga antirasuah turut menetapkan Komisaris PT IAE 2006-2023, Iswan Ibrahim sebagai tersangka. Keduanya resmi ditahan untuk 20 hari ke depan sejak hari ini.

    “Dilakukan Penahanan terhadap Tersangka ISW (Iswan Ibrahim) dan Tersangka DP (Danny Praditya) di Cabang Rumah Tahanan dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Jakarta Timur selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025,” ujar Asep pada konferensi pers, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Asep memaparkan, kasus tersebut bermula saat Danny pada Agustus 2017 lalu menawarkan kepada sejumlah trader gas untuk menjadi local distributor company (LDC) untuk PGN. Salah satu trader gas itu adalah PT Isargas, induk PT IAE.

    Danny lalu memerintahkan anak buahnya untuk menjalin kerja sama dengan PT IAE untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas. Pihak Isargas pun menyampaikan kepada Danny soal permintaan uang muka/advance payment sebesar US$15 juta ihwal pembelian gas PT IAE oleh PGN. Isargas juga menawarkan kepada PGN peluang untuk mengakuisisi sebagian hingga seluruh saham perusahaan itu.

    Uang muka tersebut digunakan untuk membayar utang PT Isargas kepada pihak lain, yang tidak berhubungan dengan perjanjian jual beli gas dengan PGN. Misalnya, kepada PT Pertagas Niaga, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Isar Aryaguna.

    Adapun gas PT IAE yang dijual ke PGN berasal dari alokasi gas bumi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML). Rencana penyerapan gas PT IAE itu pada 2017 sebesar 10 million standard cubic feet per day (MMSCFD), 15 MMSCFD pada 2018 dan 40 MMSCFD pada 2019.

    Kemudian, Danny dan Iswan Ibrahim pada 2 November 2017 menandatangani sejumlah dokumen meliputi Kesepakatan Bersama, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), Kesepakatan Bersama Pembayaran di Muka serta Kesepakatan Bersama Pemanfaatan Infrastruktur.

    Pada 9 November 2017, PGN atas perintah Danny membayar uang muka US$15 juta ke PT IAE sebagaimana invoice yang telah dikirimkan sebelumnya. “Untuk membayar kewajiban atau hutang PT IAE dan/atau ISARGAS Grup kepada pihak-pihak sebagai berikut yang tidak berkaitan dengan kegiatan Jual Beli Gas dengan PT PGN,” jelas Asep.

    Uang muka itu lalu tetap dibayarkan PGN ke PT Isargas, kendati Iswan mengetahui bahwa pasokan gas bumi PT IAE dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) yang ditandatangani.

    Usai memberikan uang muka jual beli gas itu, PGN justru diingatkan pada 2018 lalu oleh dua konsultan publik yang dipekerjakan mereka, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra, bahwa Isargas Grup dinyatakan tidak layak untuk diakuisisi.

    Pada 2 Desember 2020, Kepala BPH Migas saat itu, M. Fanshurullah Asa juga mengirimkan surat kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM bahwa tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM No.6/2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

    Tidak sampai di situ, Komisaris PGN Arcandra Tahar pada 18 Februari 2021 juga mengirimkan surat kepada Direktur Utama perseroan ihwal saran Dewan Komisaris kepada Direksi agar dilakukan pemutusan kontrak serta upaya hukum atas uang muka yang dibayarkan ke PT IAE.

    Alhasil, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual beli Gas antara PT PGN dan PT IAE
    tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024, terjadi kerugian negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar).

    Asep lalu memaparkan, selama proses penyidikan KPK telah memeriksa sebanyak 75 orang termasuk ahli dari BPK. Tim penyidik juga telah menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektornik serta uang US$1 juta.

    Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Tahan Eks Direktur PGN (PGAS), Negara Rugi US Juta

    KPK Tahan Eks Direktur PGN (PGAS), Negara Rugi US$15 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan 2 tersangka kasus jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dan PT Inti Alasindo Energi (IAE). Kasus itu diduga merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta.

    Dua tersangka yang resmi ditahan KPK sore ini adalah Direktur Komersial PGN 2016-2019 Danny Praditya dan Komisaris PT IAE 2006-2023 Iswan Ibrahim.

    “Dilakukan Penahanan terhadap Tersangka ISW (Iswan Ibrahim) dan Tersangka DP (Danny Praditya) di Cabang Rumah Tahanan dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Jakarta Timur selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Asep menjelaskan, kasus tersebut bermula saat tersangka Danny pada Agustus 2017 lalu menawarkan kepada sejumlah trader gas untuk menjadi local distributor company (LDC) untuk PGN. Salah satu trader gas itu adalah PT Isargas, induk PT IAE.

    Danny lalu memerintahkan anak buahnya untuk menjalin kerja sama dengan PT IAE untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas. Pihak Isargas pun menyampaikan kepada Danny soal permintaan uang muka/advance payment sebesar US$15 juta ihwal pembelian gas PT IAE oleh PGN. Isargas juga menawarkan kepada PGN peluang untuk mengakuisisi sebagian hingga seluruh saham perusahaan itu.

    Uang muka tersebut digunakan untuk membayar utang PT Isargas kepada pihak lain, yang tidak berhubungan dengan perjanjian jual beli gas dengan PGN. Misalnya, kepada PT Pertagas Niaga, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Isar Aryaguna.

    Adapun gas PT IAE yang dijual ke PGN berasal dari alokasi gas bumi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML). Rencana penyerapan gas PT IAE itu pada 2017 sebesar 10 million standard cubic feet per day (MMSCFD), 15 MMSCFD pada 2018 dan 40 MMSCFD pada 2019.

    Kemudian, Danny dan Iswan Ibrahim pada 2 November 2017 menandatangani sejumlah dokumen meliputi Kesepakatan Bersama, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), Kesepakatan Bersama Pembayaran di Muka serta Kesepakatan Bersama Pemanfaatan Infrastruktur.

    Pada 9 November 2017, PGN atas perintah Danny membayar uang muka US$15 juta ke PT IAE sebagaimana invoice yang telah dikirimkan sebelumnya. “Untuk membayar kewajiban atau hutang PT IAE dan/atau ISARGAS Grup kepada pihak-pihak sebagai berikut yang tidak berkaitan dengan kegiatan Jual Beli Gas dengan PT PGN,” jelas Asep.

    Uang muka itu lalu tetap dibayarkan PGN ke PT Isargas, kendati Iswan mengetahui bahwa pasokan gas bumi PT IAE dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) yang ditandatangani.

    Usai memberikan uang muka jual beli gas itu, PGN justru diingatkan pada 2018 lalu oleh dua konsultan publik yang dipekerjakan mereka, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra, bahwa Isargas Grup dinyatakan tidak layak untuk diakuisisi.

    Pada 2 Desember 2020, Kepala BPH Migas saat itu, M. Fanshurullah Asa juga mengirimkan surat kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM bahwa tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM No.6/2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

    Tidak sampai di situ, Komisaris PGN Arcandra Tahar pada 18 Februari 2021 juga mengirimkan surat kepada Direktur Utama perseroan ihwal saran Dewan Komisaris kepada Direksi agar dilakukan pemutusan kontrak serta upaya hukum atas uang muka yang dibayarkan ke PT IAE.

    Alhasil, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual beli Gas antara PT PGN dan PT IAE
    tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024, terjadi kerugian negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar sesuai kurs Jisdor BI Rp16.805 per dolar AS).

    Asep lalu memaparkan, selama proses penyidikan KPK telah memeriksa sebanyak 75 orang termasuk ahli dari BPK. Tim penyidik juga telah menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik serta uang US$1 juta.

    Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Permintaan Damai Tersangka Dokter Mesum Tidak Menghapus Proses Pidana

    Permintaan Damai Tersangka Dokter Mesum Tidak Menghapus Proses Pidana

    Bisnis.com, JAKARTA–Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menegaskan permintaan maaf tersangka asusila Priguna Anugerah Pratama tidak bisa menghapuskan pidana penjara.

    Peneliti ICJR, Audrey Kartisha M mengakui bahwa oknum residen anestesi dari PPDS FK UNPAD, Priguna Anugerah Pratama telah berdamai dengan korbannya dan menyesali semua perbuatan asusila yang dilakukan ke korban.

    Namun, menurutnya, proses perdamaian itu tidak bisa membebaskan tersangka asusila Priguna Anugerah Pratama dari tindakan asusilanya karena dikhawatirkan tersangka bakal mengulangi perbuatannya.

    “Sampai saat ini saja, korban pemerkosaan oleh tersangka bertambah lagi menjadi tiga orang. Perlu dicatat bahwa perdamaian antara pihak pelaku dan pihak korban tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana pelaku atas perbuatan yang sudah dilakukan,” tutur Audrey di Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Dia menegaskan bahwa proses pidana ke tersangka Priguna Anugerah Pratama harus tetap berjalan dan tersangka dijerat sesuai hukuman yang berlaku. Audrey juga menyayangkan adanya upaya perdamaian yang dikemukakan di dalam kasus kekerasan seksual tersebut. 

    “Padahal, Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah secara tegas menyatakan bahwa perkara kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan, kecuali, terhadap pelaku anak,” katanya.

  • KPK Periksa 2 Tersangka Kasus Jual Beli Gas PGN (PGAS), Langsung Ditahan?

    KPK Periksa 2 Tersangka Kasus Jual Beli Gas PGN (PGAS), Langsung Ditahan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 2 tersangka kasus jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN (PGAS) dan PT Inti Alasindo Energi atau IAE, Jumat (11/4/2025). 

    Dua orang tersangka itu yakni Direktur Komersial PGN 2016–2019 Danny Praditya dan Direktur Utama PT Isargas 2011–2024 sekaligus Komisaris PT IAE 2006–2024, Iswan Ibrahim. 

    Keduanya dikonfirmasi hadir dan diperiksa sebagai tersangka hari ini. “Hadir,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Jumat (11/4/2025). 

    Berdasarkan catatan Bisnis, keduanya telah ditetapkan tersangka sejak 2024 lalu. Keduanya ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No.79/DIK.00/01/05/2024 dan No.80/DIK.00/01/05/2024 pada tanggal 17 Mei 2024.  

    Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. Dugaan kerugian negara itu berawal dari kegiatan jual-beli gas PGN sebagaimana hasil audit tujuan tertentu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Dalam perjalanannya, lembaga antirasuah telah memeriksa sederet saksi. Beberapa di antaranya adalah mantan petinggi PT Pertamina (Persero), selaku pemegang saham PGN. Yaitu Nicke Widyawati, Elia Massa Manik dan Dwi Soetjipto. 

    Kemudian, penyidik KPK juga pernah memeriksa mantan Menteri BUMN Rini Soemarno. 

    KPK diketahui mendalami rencana akuisisi PGN terhadap PT IAE. Kepemilikan saham Pertamina dan posisinya sebagai Holding terhadap PGN membuat penyidik perlu mendalami pengetahuan petinggi Pertamina saat rencana akuisisi itu dibuat. 

    “Kami sedang dalami urgensinya PGN yang akuisisi IAE,” ungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada Bisnis melalui pesan singkat, dikutip Senin (17/3/2025).

    Akuisisi PGN terhadap IAE itu diduga berkaitan dengan dugaan korupsi perjanjian jual beli gas yang tengah diperkarakan KPK. Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah, dan kini masih dalam tahap penghitungan secara resmi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    KPK mengungkap bahwa jual beli gas antara kedua perusahaan merupakan prasyarat bagi PGN untuk mengakuisisi PT IAE, yang merupakan pemilik dari PT Isargas. 

    “Dalam periode itu kalau ada rencana akuisisi IAE tentunya dikomunikasikan juga ke Pertamina (dalam proses holdingisasi). PGN akan melakukan akuisisi IAE dengan melakukan perjanjian jual beli gas terlebih dahulu dengan nilai US$15 juta, yang kemudian akan diperhitungkan nilainya untuk akuisisi perusahaan,” jelas Tessa kepada Bisnis, dikutip Senin (17/3/2025). 

  • Fakta Terkait Kasus Dokter PPDS Perkosa Anak Pasien, Korban Bertambah

    Fakta Terkait Kasus Dokter PPDS Perkosa Anak Pasien, Korban Bertambah

    Bisnis.com, JAKARTA — Dokter Anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Unpad, Priguna Anugrah Pratama (PAP) terancam pidana maksimal 12 tahun jika diputus bersalah dalam kasus dugaan kekerasan seksual. 

    PAP saat ini telah berstatus sebagai tersangka. Di dijerat dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak pasien yang tengah dirawat di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Atas perbuatannya itu, Polda Jawa Barat telah mengenakan pasal Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

    “Adapun, ancaman hukumannya dipidana dengan pidana penjara paling lama adalah 12 tahun,” ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan kepada wartawan, dikutip Jumat (11/4/2025).

    Kronologi Kasus

    Diberitakan sebelumnya, kasus ini mencuat setelah korban FA (21) melaporkan peristiwa dugaan kekerasan seksual dialaminya di RSHS Bandung, pada Selasa (18/3/2025) sekitar 01.00 WIB.

    Kala itu, korban tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat. Kemudian, PAP menghampiri korban dan memintanya untuk melakukan transfusi darah.

    Dalam pelaksanaannya, PAP diduga telah menyuntikkan cairan yang membuat korban tak sadarkan diri.

    Singkatnya, usai peristiwa itu, korban mengalami kesakitan di area saluran kencing. Di samping itu, menemukan sisa sperma yang diduga milik PAP di tubuh korban.

    3 Korban

    Di lain sisi, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Pol Surawan menyatakan bahwa korban kekerasan seksual PAP menjadi tiga orang.

    Perinciannya, dua tambahan korban itu berasal dari laporan yang menghubungi layanan hotline Polda Jawa Barat.

    “Ada dua korban [baru], [menghubungi polisi] melalui hotline. Dua korban ini bersangkutan pasien, peristiwa berbeda dengan yang kami tangani,” kata Surawan, Kamis (10/4/2025).

    Menurutnya, modus tersangka dalam menjalankan aksi bejatnya serupa dengan korban pertama, yakni dengan mengambil sampel darah dan korban dibius. 

    “Rata-rata modusnya sampai dalih [yaitu] mengambil sampel darah, DNA, dan dibius pemerkosaan pada korban,” tambahnya.

    Motif Seksual 

    Sementara itu, Surawan mengatakan motif dari dokter PPDS Unpad melakukan kekerasan tersebut karena berkaitan dengan fantasi seksual.

    Dia menjelaskan bahwa tersangka PAP diduga memiliki fantasi seksual untuk berhubungan dengan orang yang pingsan.

    Namun demikian, Surawan menekankan bahwa hal tersebut masih perlu dilakukan pendalaman oleh pihak-pihak terkait.

     “[Motifnya] punya fantasi sendiri lah gitu. Senang kalau orang mungkin [korbannya] pingsan gitu ya,” tutur Surawan.

    Mau Bunuh Diri

    Surawan juga mengungkap bahwa pelaku sempat melakukan upaya percobaan bunuh diri sebelum ditangkap di apartemen yang berlokasi di Kota Bandung pada (23/3/2025).

    “Ditangkap di apartemen, pelaku sempat mau bunuh diri juga, sempat memotong mencoba memotong nadi. Sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” pungkasnya.

  • Hakim Tolak Eksepsi Hasto, Sidang Lanjut ke Pemeriksaan Perkara

    Hakim Tolak Eksepsi Hasto, Sidang Lanjut ke Pemeriksaan Perkara

    Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Halim menolak eksepsi atau keberatan Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto terhadap dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Hal itu disampaikan Majelis Hakim dalam putusan sela sidang perkara perintangan penyidikan dan suap yang menjerat Hasto, Jumat (11/4/2025). 

    “Menyatakan keberatan yang diajukan penasihat hukum terdakwa dan terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (11/4/2025). 

    Dengan demikian, Majelis Hakim memerintahkan agar JPU melanjutkan agenda sidang dengan pemeriksaan saksi ke depannya. 

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara,” ujar Hakim Ketua. 

    Adapun dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai eksepsi yang diajukan kubu Hasto atas dakwaan yang disusun JPU KPK tidak beralasan hukum. 

    Eksepsi Hasto 

    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Hasto meminta agar dibebaskan dari tahanan dan seluruh tuduhkan atas perintangan penyidikan kasus Harun Masiku serta pemberian suap ihwal penetapan anggota DPR 2019–2024. 

    Menurut Hasto, terdapat keraguan mendasar dalam pembuktian dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum, baik dalam hal kejelasan unsur pidana maupun ketepatan penerapan hukum terhadap terdakwa.

    “Kami harap Majelis Hakim bisa menjatuhkan putusan sela dengan amar memerintahkan jaksa penuntut umum untuk membebaskan saya dalam waktu paling lambat 24 jam sejak putusan ini,” ujar Hasto saat membacakan nota keberatan atau eksepsi dalam persidangan di Tipikor Jakarta dilansir dari Antara, Jumat (21/3/2025).

    Untuk diketahui, elite PDIP itu didakwa oleh JPU di persidangan dengan dua buah pasal. Pertama, perintangan penyidikan sebagaiman diatur dalam pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    Hasto di antaranya disebut memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya ketika tim KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Kedua, Hasto juga didakwa ikut memberikan suap kepada Wahyu untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019–2024. Dia di antaranya disebut pernah menitipkan uang sebesar Rp400 juta melalui staf kantor DPP PDIP, Kusnadi untuk keperluan meloloskan Harun ke Parlemen Senayan. 

  • Polisi: Dokter PPDS Cabul di RSHS Punya Fantasi dengan Orang Pingsan

    Polisi: Dokter PPDS Cabul di RSHS Punya Fantasi dengan Orang Pingsan

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkap motif Priguna Anugrah Pratama (PAP), dokter PPDS anestesi yang menjadi pelaku kasus pemerkosaan keluarga pasien di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Dirreskrimum Polda Jawa Barat Kombes Surawan mengatakan motif dari dokter PPDS Unpad melakukan kekerasan tersebut karena berkaitan dengan fantasi seksual.

    “Semacam apa ya, punya fantasi tersendiri dengan seksualnya gitu. Padahal dia sudah punya istri juga. [Priguna] Sudah punya istri, baru-baru nikah juga,” ujar Surawan kepada wartawan, Jumat (11/4/2025).

    Dia menambahkan tersangka PAP diduga memiliki fantasi seksual untuk berhubungan dengan orang yang pingsan.

    Namun demikian, Surawan menekankan bahwa hal tersebut masih perlu dilakukan pendalaman oleh pihak-pihak terkait.

     “[Motifnya] punya fantasi sendiri lah gitu. Senang kalau orang mungkin [korbannya] pingsan gitu ya,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini mencuat setelah korban FA (21) melaporkan peristiwa dugaan kekerasan seksual dialaminya di RSHS Bandung, pada Selasa (18/3/2025) sekitar 01.00 WIB.

    Kala itu, korban tengah menunggu ayahnya yang tengah dirawat. Kemudian, PAP menghampiri korban dan memintanya untuk melakukan transfusi darah.

    Dalam pelaksanaannya, PAP diduga telah menyuntikkan cairan yang membuat korban tak sadarkan diri.

    Singkatnya, usai peristiwa itu, korban mengalami kesakitan di area saluran kencing. Di samping itu, menemukan sisa sperma yang diduga milik PAP di tubuh korban.

    Atas perbuatannya itu, PAP dipersangkakan pasal 6 C undang-undang nomor 12 tahun 2022 dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.

  • Kejagung Periksa Pejabat Ditjen Migas ESDM di Kasus Pertamina

    Kejagung Periksa Pejabat Ditjen Migas ESDM di Kasus Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa pejabat Kementerian ESDM dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan pejabat Kementerian ESDM itu berinisial MHD selaku Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi pada Ditjen Migas.

    “Kejagung periksa MHD selaku Koordinator Pelayanan dan Pengawasan Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (11/4/2025).

    Dia menambahkan Kejagung juga turut memeriksa empat orang saksi dari pihak PT Pertamina Patra Niaga. Perinciannya, PJ selaku Manager Trading Support PT Pertamina Patra Niaga.

    Kemudian, tiga lainnya senior account manager pada PT Pertamina Patra Niaga, mereka berinisial RSA, EHS dan IK.

    Selain itu, RF selaku Manager Operasional M&E PT Orbit, Terminal Merak dan AB selaku VP Crude & Product Trading & Commercial ISC PT Pertamina (Persero) turut diperiksa.

    Hanya saja, Harli tidak merinci secara detail terkait pemeriksaan ini. Dia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Yoki Firnandi Cs.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.

  • Menanti Janji Ekstradisi Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos

    Menanti Janji Ekstradisi Buron Kasus E-KTP Paulus Tannos

    Bisnis.com, JAKARTA – Sudah dua bulan berselang sejak surat permintaan diteken Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos tak kunjung terealisasi. 

    Surat permintaan ekstradisi Paulus Tannos diteken pada Februari 2025. Bahkan, Supratman mengaku bahwa pemulangan Paulus Tannos merupakan salah satu isu aktual yang menjadi fokus dalam kementeriannya itu. 

    “Saya juga sudah menandatangani surat untuk permintaan ekstradisi yang bersangkutan [Paulus Tannos],” ujarnya dalam rapat, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).

    Pemulangan buronan, khususnya kasus korupsi, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk memulangkan Paulus Tannos, Kementerian Hukum telah berkoordinasi dan berkomunikasi dengan seluruh aparat penegak hukum (APH) terkait, mulai dari KPK, Kejagung, hingga Polri.

    Namun, belum ada kepastian kapan seluruh dokumen dan syarat-syarat yang dibutuhkan dapat selesai atau rampung untuk diserahkan kepada pemerintah Singapura. 

    “Kami bersama-sama semua untuk melengkapi dokumen supaya secepatnya dan alhamdulillah kemarin harusnya sih dokumennya Insyaallah sesegera mungkin,” tuturnya kala itu. 

    Eks Ketua Baleg DPR ini menuturkan dirinya telah berkonsultasi dengan Jaksa Agung terkait dengan letter confirmation dan sudah dikirimkan kepada Kementerian Hukum sebagai kelengkapan persyaratan ekstradisi.

    Menurutnya, adanya peluang Paulus Tannos diekstradisi lantaran tak lepas dari hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura. 

    Kemudian juga terus dilakukaan koordinasi antara KPK dan Kementerian Hukum, karena nanti yang mengirim surat permohonan untuk ekstradisi adalah kementerian Hukum. Sementara itu, perihal teknisnya akan ditangani oleh KPK dan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri.

    “Harus optimis [dikabulkan ekstradisi]. Kan ini dua negara sahabat dan sudah menandatangani perjanjian ekstradisi,” pungkasnya.

    Was-was Menanti Kabar dari Singapura 

    Supratman menjelaskan, dokumen-dokumen permohonan ekstradisi itu akan dihadirkan di Pengadilan Singapura. Untuk diketahui, Paulus mengajukan gugatan terhadap penahanan sementaranya oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). 

    Politisi Partai Gerindra itu mengatakan bahwa pemerintah Singapura bakal menginformasikan pemerintah Indonesia apabila ada kekurangan di sisi pemberkasan. 

    “Prinsipnya ada yang kurang pasti disampaikan ke kita, tetapi sepengetahuan saya semua yang dibutuhkan sudah kami lengkapi semua,” kata Supratman. 

    Adapun mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Divisi Hubungan Internasional Polri akan menjemput Tannos dari Singapura, apabila putusan pengadilan menolak gugatan buron itu. 

    Untuk diketahui, Paulus ditangkap oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura di Bandara Changi pada 17 Januari 2024. 

    Adapun Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket KTP Elektronik 2011-2013 Kementerian Dalam Negeri. Dia lalu dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021. 

    Dia diduga mengganti identitasnya dan memegang dua kewarganaegaraan dari satu negara di Afrika Selatan. KPK pun tak menutup kemungkinan ada pihak yang membantunya untuk mengganti identitas di luar negeri.

    Adapun, Tannos dan Miryam adalah dua dari empat orang tersangka baru kasus e-KTP yang ditetapkan pada 2019 silam. Dua tersangka lainnya yakni Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya serta Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi telah dieksekusi ke lapas usai mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. 

    Pada kasus tersebut, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar; Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.

    Komisi Pemberantasan Korupsi turut menduga bahwa tersangka Isnu berkongkalikong dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan PPK Kemendagri Sugiharto dalam mengatur pemenang proyek.

    Isnu meminta agar perusahaan penggarap proyek ini nantinya bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri agar bisa masuk dalam konsorsium penggarap e-KTP. 

    Adapun, konsorsium itu adalah Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sucofindo. Pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN, yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.

    Atas perbuatannya, semua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Sebelum penetapan tersangka baru sekitar enam tahun yang lalu, KPK telah menetapkan tersangka hingga membawa sederet pihak ke pengadilan salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto. 

    KPK Usut Commitment Fee Kasus E-KTP

    Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya memeriksa pengusaha Andi Narogong dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP pada Rabu (19/3/2025). 

    Andi dihadirkan sebagai saksi untuk buron kasus e-KTP Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos (PLS). Paulus kini masih dalam tahanan sementra otoritas Singapura dan menggugat penahanannya di pengadilan setempat. 

    Pada pemeriksaan Andi, KPK mendalami dugaan soal adanya commitment fee pada proyek e-KTP yang berasal dari Tannos untuk anggota DPR.

    “Hasil pemeriksaan Andi Narogong: Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto.

    Saat ini, KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. Berdasarkan catatan Bisnis, hanya Miryam yang belakangan ini sudah kembali diperiksa penyidik KPK. 

    Sementara itu, usai ditangkap dan ditahan oleh otoritas Singapura, Tannos saat ini masih menjalani proses persidangan terkait dengan gugatan atas penahanannya. Pihak pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Kementerian Hukum pun telah melengkapi seluruh berkas permohonan ekstradisi Tannos ke pemerintah Singapura. 

    Pada keterangan terpisah, Tessa menyebut proses yang bergulir di Singapura dan pemeriksaan saksi untuk Tannos dilakukan beriringan agar penyidikan bisa segera dirampungkan. 

    “Bila nanti yang bersangkutan jadi diekstradisi ke Indonesia, maka berkasnya sudah siap dan tinggal dilimpahkan. Jadi sudah tidak perlu lagi ada proses lebih lanjut kecuali pemeriksaan sebagai tersangka,” ungkap Tessa.