Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Jadi Saksi, OC Kaligis Bantah Terlibat Kasus Ronald Tannur

    Jadi Saksi, OC Kaligis Bantah Terlibat Kasus Ronald Tannur

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengacara Otto Cornelis Kaligis atau OC Kaligis membantah terlibat dalam perkara suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Hal tersebut disampaikan OC saat dihadirkan sebagai saksi dengan terdakwa Zarof Ricar hingga Lisa Rachmat di PN Tipikor, Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Mulanya, jaksa membahas soal temuan nama OC saat penggeledahan rumah terdakwa kasus Ronald Tannur oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI.

    OC kaligis kemudian mengungkap bahwa temuan namanya itu berkaitan dengan perkara lain. Kala itu, OC tengah menjadi lawan dari Lisa Rachmat.

    “Jadi kalau OC kasasi tim itu kebetulan pada waktu saya mengajukan memori kasasi terhadap perkara yang lagi berjalan di PN Jakut, di mana pada waktu itu karena saya melihat hakimnya memihak saya melaporkan hakim yang bersangkutan ke ketua muda bidang pengawasan pada waktu itu,” ujar OC di sidang.

    Mendengar jawaban itu, hakim kembali mengonfirmasi atas keterlibatan OC Kaligis di kasus suap hakim vonis bebas Ronald Tannur. Namun, OC menegaskan bahwa dirinya tidak pernah terlibat.

    “Untuk perkara Ronald Tannur apakah saksi terlibat?” tanya jaksa.

    “Sama sekali tidak,” jawab OC.

    “Tadi saksi klarifikasi juga bahwa ini bukan Ronald Tannur tapi perkara kasasi saksi?” tanya jaksa.

    “Iya [yang di PN Jakut],” jawab OC lagi.

    Kasus Suap PN Jaksel

    Di sisi lain, Kejagung mengungkap bahwa kasus dugaan suap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta berawal dari temuan saat menyidik kasus Ronald Tannur.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan kasus suap ketua PN Jaksel tersebut terungkap dari temuan penyidik dari barang bukti atas perkara vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.

    Dalam barang bukti itu, kata Harli, telah ditemukan bahwa nama tersangka sekaligus advokat Marcella Santoso (MS) disinggung dalam barang bukti elektronik.

    “Ketika dalam penanganan perkara di Surabaya, ada juga informasi soal itu. Soal nama MS itu dari barang bukti elektronik,” ujarnya di Kejagung, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Kemudian, bukti itu berkembang sampai pada akhirnya penyidik menemukan bukti terkait dengan kepengurusan kasus pemberian fasilitas ekspor minyak goreng kepada tiga perusahaan. 

    Tiga grup korporasi minyak goreng, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, Musim Mas Group. Vonis ketiganya berlangsung pada (19/3/2025).

    Pada intinya, kata dia, hakim telah memberikan putusan lepas atau onslag pada perkara tersebut. Artinya, meskipun terdakwa sudah terbukti melakukan perbuatan dalam dakwaan primer, namun hakim menyatakan bahwa perbuatan itu tidak masuk dalam perbuatan pidana.

    Dengan demikian, tiga group korporasi itu dibebaskan dari tuntutan jaksa yang meminta agar ketiganya dibebankan uang pengganti dan denda pada kasus korupsi dan suap perusahaan migor tersebut.

    “Kan penyidik setelah putusan onslag ya tentu menduga ada indikasi tidak baik, ada dugaan tidak murni onslag itu,” pungkas Harli.

    Sekadar informasi, Kejagung telah menetapkan empat tersangka mulai dari Ketua PN Jaksel Muhammad Arif Nuryanta (MAN); Panitera Muda Perdata pada PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan ; serta dua pengacara atau advokat bernama Marcella Santoso (MR) dan Aryanto (AR).

  • Direktur Media & Advokat Jadi Tersangka Baru Kasus Suap Perkara Ekspor CPO

    Direktur Media & Advokat Jadi Tersangka Baru Kasus Suap Perkara Ekspor CPO

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung menetapkan 3 orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap penanganan kasus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Direktur Penyidikan JAMPidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengemukakan ketiga tersangka itu adalah Direktur Pemberitaan media Jak TV Tian Bahtiar, lalu Advokat Marcella Santoso dan Dosen Junaidi Saibih.

    Dia juga mengemukakan ketiga tersangka itu bermufakat jahat untuk membentuk opini publik mulai dari penyidikan dan penuntutan terkait kasus korupsi timah, gula dan minyak  goreng (CPO).

    “Tersangka MS (Marcella Santoso) dan JS (Junaidi Saibih) ini mengorder tersangka TB (Tian Bahtiar) untuk membuat berita dan konten negatif yang menyudutkan pihak kejaksaan dalam menangani kasus korupsi,” tuturnya di Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Qohar juga menjelaskan tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar tersebut menerima uang dari dua tersangka lainnya sebesar Rp478.500.000 untuk merintangi dan menghalangi proses penyidikan hingga penuntutan di pengadilan.

    “Tersangka menggunakan uang itu untuk menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar, podcast dan roadshow beberapa media online dengan pemberitaan negatif untuk pengaruhi persidangan, termasuk di media tiktok dan youtube,” katanya.

    Qohar menambahkan bahwa uang ratusan juta tersebut masuk ke kantong pribadi tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar dan tidak berkaitan dengan proses iklan maupun kerja sama di media Jak TV.

    “Jadi setelah kami cek, uang itu masuk ke kantong pribadi tersangka TB,” ujarnya.

    Konstruksi Kasus

    Berdasarkan catatan Bisnis, kasus suap ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin oleh Djuyamto memberikan vonis bebas ke tiga grup korporasi di kasus minyak goreng (CPO).

    Kemudian, Djuyamto dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung karena terbukti telah menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Uang tersebut berasal dari Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, yang penyerahannya dilakukan melalui pihak pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, atas nama Wahyu Gunawan. Keduanya pun telah ditetapkan jadi tersangka.

    Syafei menyiapkan uang tunai Rp20 miliar itu agar para “wakil tuhan” di bumi itu bisa memberikan vonis lepas kepada tiga pihak terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Sementara itu, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu kemudian disanggupi oleh Syafei dan vonis lepas pun diketok oleh Djuyamto Cs.

  • Politisi Nasdem Satori Irit Bicara Usai Diperiksa KPK Soal Kasus CSR BI

    Politisi Nasdem Satori Irit Bicara Usai Diperiksa KPK Soal Kasus CSR BI

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Satori irit berbicara usai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI), Senin (21/4/2025). 

    Pemeriksaan hari ini bukan pertama kalinya dijalani oleh Satori pada kasus tersebut. Dia telah beberapa kali diperiksa oleh KPK. 

    “Saya datang menghadiri undangan dan tadi pemeriksaannya juga sudah saya jelaskan semua ke penyidik,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025). 

    Satori lalu ditanya apabila ada pertanyaan baru yang ditanyakan penyidik kepadanya, mengingat ini bukan pertama kali dia diperiksa dalam kasus CSR BI. Dia mengaku tak ada hal baru yang ditanyakan kepadanya. 

    “Masih, masih [sama, red] enggak ada. Belum ada,” kata pria yang kini menjabat sebagai anggota DPR 2024-2029. 

    Untuk diketahui, Satori diperiksa oleh penyidik KPK dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR Komisi XI atau Komisi Keuangan periode 2019-2024.

    Komisi tersebut merupakan mitra kerja dari sejumlah lembaga seperti BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Kolega Satori, anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan, juga pernah beberapa kali dipanggil dan telah diperiksa KPK juga dalam kasus yang sama.

    Keduanya pada periode lalu menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR. 

    Rumah keduanya pernah digeledah oleh KPK pada 2025 ketik kasus tersebut naik penyidikan. 

    Beberapa lokasi lain yang pernah digeledah, yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo, kantor OJK, dan lain-lain. 

    Adapun, KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan.

    KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara.

    Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.

  • Dugaan Korupsi BJB (BJBR), KPK Usut Rekayasa Penunjukan Rekanan Iklan

    Dugaan Korupsi BJB (BJBR), KPK Usut Rekayasa Penunjukan Rekanan Iklan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut tengah memfokuskan pengusutan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. atau BJB (BJBR) untuk rekayasa pengadaan rekanan iklan. Pendalaman ini termasuk pemeriksaan tiga orang saksi internal BJB pekan lalu. KPK menduga rekayasa penunjukan rekanan menjadi bagian dari dugaan korupsi pengadaan yang kini diperkarakan secara hukum. 

    “Saksi didalami terkait dengan pengetahuan dan peran mereka terkait rekayasa pengadaan di Bank BJB untuk menunjuk rekanan yang sama sejak 2021-2023,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (21/4/2025). 

    Adapun tiga orang saksi internal BJB dimaksud adalah Dadang Hamdani Djumyat, selaku Group Head Pengadaan Logistik, IT, dan Jasa Lainnya BJB tahun 2017 s.d. 2022; Wijnya Wedhyotama selaku Officer Pengawasan Pengadaan Logistik IT dan Jasa lainnya pada Divisi Umum Bank BJB; serta Roni Hidayat Ardiansyah, selaku Manajer Keuangan Internal BJB. 

    Sebelumnya, lembaga antirasuah telah menetapkan total lima orang tersangka. Dua di antaranya adalah internal BJB yakni mantan Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH). 

    Tiga orang tersangka lainnya merupakan pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa yaitu Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).

    KPK menduga penempatan iklan itu dilakukan oleh total enam agensi untuk penayangan iklan di media televisi, cetak maupun elektronik. Tiga orang tersangka pengendali agensi itu masing-masing merupakan pemilik dua agensi yang memenangkan pengadaan penempatan iklan di BJB.

    Terdapat dugaan bahwa kasus korupsi itu merugikan keuangan negara hingga Rp222 miliar. Nilai itu merupakan biaya yang dikeluarkan secara fiktif oleh para tersangka kasus tersebut, dari total keseluruhan biaya pengadaan iklan di BJB yakni Rp409 miliar. 

  • Hakim Agung Soesilo Blak-blakan soal Pertemuan dengan Zarof Ricar

    Hakim Agung Soesilo Blak-blakan soal Pertemuan dengan Zarof Ricar

    Bisnis.com, JAKARTA — Hakim Agung Soesilo menjelaskan terkait pertemuannya dengan Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar dalam perkara Ronald Tannur.

    Hal tersebut disampaikan Soesilo dalam sidang lanjutan perkara suap dan gratifikasi Zarof Ricar di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).

    Mulanya, jaksa bertanya soal acara undangan acara pengukuhan guru besar di Makassar. Acara itu merupakan tempat pertemuan antara Soesilo dengan Zarof.

    “Iya, saya dapat undangan, saya menghadiri. Ketika acara itu selesai, ketemulah di situ Pak Zarof, salaman, ajak foto,” ujar Soesilo di ruang sidang pada Senin (21/4/2025).

    Soesilo menyampaikan bahwa pertemuan itu dilakukan di ruang terbuka. Menurutnya, salah satu yang dibahas dalam pertemuan itu yakni soal perkara Ronald Tannur.

    Dia menegaskan bahwa dirinya akan memberikan hukuman kepada Ronald Tannur apabila terbukti bersalah. Namun, Soesilo bakal membuktikan bahwa dirinya akan membebaskan Ronald Tannur apabila tidak bersalah.

    “Terus terang saya gak ingat Pak, tetapi dari penyidik mengatakan katanya Pak zarof ngomong masalah perkara. Saya hanya ngomong gini, ‘kita lihat nanti, kita lihat faktanya, kalau, hukumnya bagaimana, kalau memang terbukti saya hukum kalau ga terbukti saya bebaskan dan saya tidak akan terpengaruh oleh opini publik’. Saya bilang gitu, dan saya dengan nada keras,” ujar Soesilo.

    Setelah pertemuan itu, Soesilo juga mengaku bahwa dirinya tidak pernah lagi menemui maupun berkomunikasi dengan Zarof Ricar terkait perkara tersebut.

    Di samping itu, Soesilo juga menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mengetahui soal swafoto atau selfie dirinya dengan Zarof Ricar dikirim ke pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat. 

    “Apakah saudara saksi mengetahui swafoto ini kemudian dikirimkan oleh terdakwa ZR kepada pihak lain?” tanya jaksa.

    “Saya tidak tahu. baru di pemeriksaan penyidikan saya baru tahu kalau itu dikirim,” jawab Soesilo.

    “Dikirim ke siapa?” tanya lagi jaksa.

    “Waktu itu, berita, penyidik menerangkan dikirim ke Bu Lisa katanya,” pungkas Soesilo.

    Sekadar informasi, Soesilo merupakan hakim agung yang memiliki perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam perkara penganiayaan Ronald Tannur di tingkat kasasi.

    Soesilo menilai bahwa berdasarkan dakwaan jaksa hingga alat bukti dalam kasus pembunuhan itu Ronald Tannur tidak memiliki niat jahat.

    Dengan demikian, kata Soesilo, putusan Pengadilan Negeri Surabaya untuk membebaskan Ronald Tannur dari dakwaannya dinilai sudah tepat.

  • Kasus CSR BI: KPK Kembali Periksa Anggota DPR Fraksi Nasdem Satori

    Kasus CSR BI: KPK Kembali Periksa Anggota DPR Fraksi Nasdem Satori

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Satori dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

    Satori kembali diperiksa hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025). Sebelumnya, politisi itu sudah beberapa kali diperiksa KPK dalam kasus CSR BI dalam kapasitasnya sebagai saksi. 

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama S, Anggota DPR RI,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (21/4/2025). 

    Satori diketahui merupakan anggota DPR yang sebelumnya menjabat di Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR. Komisi tersebut di antaranya bermitra dengan BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

    KPK tengah mendalami peran Satori serta rekannya, anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan, terkait dengan peran mereka sebagai mantan anggota Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR pada periode 2019-2024. Seperti halnya Satori, Heri juga sudah pernah diperiksa KPK. 

    Rumah kedua politisi tersebut juga sudah pernah digeledah oleh penyidik beberapa waktu lalu. Beberapa lokasi lain yang pernah digeledah yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo, kantor OJK dan lain-lain. 

    Adapun, KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan.

    KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.

  • Hakim Jadi Mafia Perkara, Sistem Hukum Indonesia Paling Korup?

    Hakim Jadi Mafia Perkara, Sistem Hukum Indonesia Paling Korup?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penangkapan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan alias PN Jaksel seolah mempertegas sorotan dunia tentang kepastian hukum di Indonesia. 

    Kasus itu menunjukkan bahwa kepastian hukum masih menjadi barang yang langka. Sistem hukum di Indonesia, dipenuhi oleh oknum korup yang menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi.

    Dalam kasus PN Jaksel, misalnya, hakim yang seharusnya berperan sebagai wakil tuhan untuk mengadili setiap perkara, kini kredibilitasnya dipertanyakan. 

    Kasus vonis bebas Ronald Tannur adalah contohnya. Vonis bebas yang dikeluarkan oleh tiga hakim PN Surabaya mulai dari Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul itu sarat akan kontroversi.

    Sebab, terdakwa Gregorius Ronald Tannur yang sudah terbukti melakukan pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti justru dibebaskan oleh majelis hakim.

    Usut punya usut, ketiga hakim itu bermain api. Mereka ternyata diduga menerima aliran dana dari ibu Ronald Tannur agar bisa membebaskan anaknya.

    Total, dana yang dialirkan ke Erintuah Damanik Cs itu mencapai Rp4,6 miliar. Kini, mereka tengah menunggu di kursi pesakitan untuk diadili di PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Tak berhenti disitu, publik juga kembali dihebohkan dengan kasus suap yang menyeret hakim di PN Tipikor Jakarta Pusat yakni Djuyamto Cs.

    Hakim Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap vonis onstlag dalam perkara ekspor minyak goreng yang menjerat tiga grup korporasi.

    Tiga grup korporasi itu adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group. Total, aliran dana dalam kasus vonis lepas itu mencapai Rp60 miliar.

    Modus yang Sama

    Meskipun berbeda kasus. Proses pengambilan vonis dua perkara suap itu memiliki modus yang hampir sama.

    Sebab, baik kasus suap minyak goreng maupun Ronald Tannur itu sama-sama melalui perangkat pengadilan negeri (PN).

    Misalnya, dalam kasus Ronald Tannur, uang suap itu diberikan kepada mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono. Sebelum itu, kubu Ronald Tannur menghubungi eks Pejabat MA, Zarof Ricar untuk dihubungkan ke Rudi.

    Adapun, peran Rudi sederhana, dia hanya menyiapkan tiga oknum Hakim PN Surabaya untuk menjadi hakim majelis di persidangan Ronald Tannur.

    Singkatnya, tiga oknum hakim itu terpilih pada (5/3/2024). Majelis hakim perkara Ronald Tannur dipimpin oleh Erintuah Damanik. Duduk sebagai Hakim Anggota yaitu Heru Hanindyo dan Mangapul.

    Keran dana dugaan suap itu mulai dialirkan pada (1/4/2024). Bertempat di toko donat, Lisa menyerahkan amplop berisi SGD 140.000 dengan pecahan dolar ke Erintuah.

    Selang dua Minggu, Erintuah membagi uang tersebut kepada Mangapul dan Heru Hanindyo dengan memperoleh masing-masing SGD 36.000. Sementara, Erin menerima SGD 38.000.

    Tak lupa, Rudi Suparmono mendapatkan bagian sebesar SGD 20.000 dan panitera pengganti berinisial S memiliki jatah SGD 10.000. Selain itu, Rudi juga diduga menerima uang dari Lisa Rachmat sebesar SGD 43.000.

    Alhasil, total jatah Rudi Suparmono dalam kepengurusan perkara itu sebesar SGD 63.000 atau setara dengan Rp750 juta.

    Di samping itu, kasus suap perkara minyak goreng juga diduga dilakukan oleh makelar dari PN Jakarta Selatan, yakni Muhammad Arif Nuryanta.

    Arif merupakan Ketua PN Jakarta Selatan. Dia diduga merupakan penerima uang suap dari pihak terdakwa korporasi sebesar Rp60 miliar.

    Selain itu, Arif juga yang mengatur struktur majelis hakim yang akan memutus perkara tersebut. Hasilnya, Djuyamto Cs terpilih sebagai majelis hakim.

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei mulanya menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

    Total, Djuyamto, Agam dan Ali diduga telah menerima uang suap sebesar Rp22,5 miliar agar bisa memutus vonis lepas kasus ekspor minyak goreng korporasi.

  • KPK Sita Motor Ridwan Kamil Terkait Kasus BJB

    KPK Sita Motor Ridwan Kamil Terkait Kasus BJB

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah menyita satu unit sepeda motor milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi di lingkungan Bank BJB.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika mengaku bahwa motor tersebut telah dipindahkan ke lokasi yang dirahasiakan demi kepentingan proses hukum. Mengingat, kendaraan tersebut sebelumnya berada di kediaman Ridwan Kamil, namun kini telah diamankan oleh penyidik.

    “Update tambahan, info terakhir dari Penyidik kendaraan motor milik RK yang sudah disita sudah tidak lagi berada di Rumah RK dan sudah digeser ke lokasi aman oleh Penyidik yang tempatnya belum bisa disampaikan saat ini oleh Penyidik,” ujarnya kepada wartawan melalui pesan teks, Sabtu (19/4/2025).

    Tessa tidak merinci jenis atau nilai kendaraan yang disita. Namun, dia menegaskan bahwa penyitaan dilakukan sesuai prosedur hukum dan merupakan bagian dari rangkaian upaya pengumpulan alat bukti.

    Sebelumnya, KPK tengah mendalami aliran dana dan potensi gratifikasi yang berkaitan dengan sejumlah pejabat serta pihak swasta dalam kasus dugaan korupsi di Bank BJB.

    Beberapa aset bergerak maupun tidak bergerak telah disita sebagai barang bukti untuk menelusuri jejak keuangan dan kepemilikan terkait perkara tersebut.

    Sejauh ini, KPK telah menetapkan total lima orang tersangka. Dua di antaranya adalah internal BJB yakni mantan Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pimpinan Divisi Corporate Secretary (Corsec) BJB Widi Hartono (WH).

    Tiga orang tersangka lainnya merupakan pengendali agensi yang mendapatkan proyek penempatan iklan BJB di media massa yaitu Ikin Asikin Dulmanan (ID), pengendali agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM); Suhendrik (S), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).

    KPK menduga penempatan iklan itu dilakukan oleh total enam agensi untuk penayangan iklan di media televisi, cetak maupun elektronik. Tiga orang tersangka pengendali agensi itu masing-masing merupakan pemilik dua agensi yang memenangkan pengadaan penempatan iklan di BJB.

    Terdapat dugaan bahwa kasus korupsi itu merugikan keuangan negara hingga Rp222 miliar. Nilai itu merupakan biaya yang dikeluarkan secara fiktif oleh para tersangka kasus tersebut, dari total keseluruhan biaya pengadaan iklan di BJB yakni Rp409 miliar.

  • DPR Tunda Pembahasan RKUHAP, Janji Ada Transparansi dan Partisipasi Publik

    DPR Tunda Pembahasan RKUHAP, Janji Ada Transparansi dan Partisipasi Publik

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana alias RKUHAP. Legislatif berjanji ada transparansi dan partisipasi publik.

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan bahwa itu itu sekaligus membantah tudingan proses penyusunan RKUHAP dilakukan secara tertutup.

    Dia mengaku dan berjanji bahwa pembahasan revisi itu selalu dilakukan secara transparan dengan menerima masukan-masukan publik.

    “Justru ini undang-undang yang paling partisipatif dan transparan. Kita lakukan rapat-rapat terbuka, bahkan live streaming,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (18/4/2025).

    Sebab itu, lanjutnya, Komisi III DPR telah menggelar sejumlah kegiatan sosialisasi dan diskusi publik guna menjaring aspirasi publik terhadap RKUHAP.

    “Kami adakan webinar dengan 7.300 peserta, 8 kali penyerapan aspirasi, termasuk dengan MA, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan advokat,” jelasnya. 

    Lebih jauh, legislator Gerindra ini membeberkan sejumlah isu krusial yang jadi perhatian dalam RKUHAP. Misalnya penguatan hak tersangka, advokat, hingga kejelasan parameter penahanan.

    Menurutnya, saat ini hukum acara sangat rentan dijadikan alat kriminalisasi. Maka demikian, pihaknya ingin untuk ke depannya bagi siapapun yang menjalani proses hukum tetap bisa mendapat perlindungan hak dasar.

    “Contoh dalam draf terbaru, tersangka akan diberi hak untuk lebih cepat didampingi penasihat hukum, serta diberi akses menyampaikan keberatan jika mengalami intimidasi selama proses hukum berlangsung,” beber dia.

    DPR Tunda Pembahasan RKUHAP di Masa Sidang Saat Ini

    Di lain sisi, Komisi III DPR memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya. 

    Habiburokhman menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil lantaran masa sidang yang sedang berlangsung dinilai singkat, yakni hanya 1 bulan atau sekitar 25 hari kerja. 

    DPR bersepakat bahwa rancangan RUU KUHAP untuk sementara akan ditahan terlebih dahulu dan akan dibahas di sidang di masa yang akan datang.  

    “Kenapa? Idealnya pembahasan undang-undang itu kan paling lama paling lama diatur di tata tertib dua kali masa sidang. Masa sidang normal itu rata-rata hampir dua bulan setengah. Nah, ini masa sidang kali ini agak unik, cuma satu bulan,” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025). 

  • Lika-Liku Pemulangan Paulus Tannos, Pertaruhan RI Realisasikan Perjanjian Ekstradisi

    Lika-Liku Pemulangan Paulus Tannos, Pertaruhan RI Realisasikan Perjanjian Ekstradisi

    Bisnis.com, JAKARTA — Upaya ekstradisi buron kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos dari Singapura ke Indonesia bakal menjadi pertaruhan pemerintah Indonesia dalam merealisasikan perjanjian ekstradisi antara kedua negara.

    Untuk diketahui, Indonesia dan Singapura telah menandatangani perjanian ekstradisi buronan beberapa tahun yang lalu. Perjanjian antara pemerintahan kedua negara lalu disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI pada Desember 2022 lalu.

    Selang sekitar tiga tahun usai disahkan, otoritas Singapura yakni Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) menangkap Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, pemilik PT Sandipala Artha Putra yang telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus e-KTP.

    Tannos sudah dinyatakan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 18 Oktober 2021. Pada awal 2025 ini, pengusaha Indonesia yang juga memegang kewarganegaraan Guineau-Bissau itu lalu ditahan sementara oleh Singapura.

    Namun, upaya ekstradisi itu masih terganjal dengan proses gugatan yang dilayangkan buron tersebut ke Pengadilan Singapura atas penahanannya.

    Dengan demikian, proses pemulangan Tannos ke Indonesia berpotensi masih akan menempuh jalan yang panjang. Selain sidang perdanan gugatan yang baru akan digelar Juni 2025, pemerintah RI pun tidak menutup kemungkinan masih ada proses yang bakal ditempuh setelah terbitnya putusan atas perkara gugatan tersebut.

    Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum (Dirjen AHU Kemenkum) Widodo menjelaskan Tannos merupakan buron pertama yang akan diekstradisi berdasarkan perjanjian bilateral RI-Singapura.

    Oleh sebab itu, dia mengaku tidak dapat memprediksi berapa lama waktu yang akan dibutuhkan untuk memulangkan Tannos ke Indonesia.

    “Ini praktik yang pertama. Jadi saya tidak tahu. Karena setiap negara berbeda-beda ya. Yang jelas hukum acaranya. Tapi yang jelas tadi, pemerintah Singapura akan terus berupaya untuk membantu pemerintah Indonesia karena adanya perjanjian,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kemenkum, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Perbedaan yurisdiksi dan sistem hukum Indonesia dan Singapura juga menjadi tantangan untuk upaya pemulangan Tannos. Sebagaimana diketahui, Indonesia menerapkan civil law, sedangkan Singapura memiliki sistem hukum berdasarkan common law.

    Widodo menjelaskan proses yang bergulir saat ini dilakukan pemerintahan Singapura. Salah satunya adalah Attorney General Chambers atau Kejaksaan Singapura.

    Sementara itu, pemerintah Indonesia yang diwakili lintas kementerian/lembaga seperti Kemenkum, Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Polri, Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga KPK tidak memiliki yurisdiksi di Singapura. Kemenkum, misalnya, hanya berwenang untuk memfasilitasi penyelesaian kelengkapan dokumen-dokumen yang dibutuhkan pemerintah Singapura.

    Yang bisa dilakukan oleh pemerintah RI, terang Widodo, selain melengkapi dokumen-dokumen yang dibutuhkan, adalah berharap agar pihak Tannos tidak melayangkan banyak perlawanan terhadap proses hukum yang kini bergulir. Setelah persidangan selesai, maka diharapkan proses ekstradisi bisa segera ditetapkan.

    “Jadi, karena ini kan sudah menyangkut yurisdiksi kewenangan hukum nasional Singapura, kita tidak bisa campur tangan. Kita hanya menunggu hasil putusannya,” ucap Widodo.

    Singapura Minta Dokumen Tambahan

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas belum lama ini mengungkap bahwa pihak Attorney General Chambers atau Kejaksaan Singapura meminta agar Indonesia mengirimkan dokumen tambahan yang perlu dilengkapi sebelum persidangan dimulai Juni 2025.

    Dokumen itu diketahui berbentuk affidavit, atau suatu pernyataan tertulis yang dibuat oleh seseorang yang kompeten terhadap suatu objek permasalahan tertentu. Supratman menyebut, dokumen affidavit itu akan dilengkapi oleh pihak KPK, selaku penegak hukum yang menangani kasus Tannos.

    “InsyaAllah sebelum 30 April ini dokumen tersebut akan segera dikirim. [Direktorat] OPHI dalam hal ini itu tetap setiap saat berkomunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk sesegera mungkin. Benar-benar setelah 30 April dokumen yang diminta, dokumennya seperti apa? Nanti teman-teman boleh tanyakan ke penyidik ya di KPK,” ujarnya di Kantor Kemenkum, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Dokumen affidavit itu diketahui berkaitan dengan substansi perkara yang saat ini menjerat Tannos. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan dokumen dimaksud guna kelengkapan proses penuntutan oleh Kejaksaan Singapura.

    Fitroh membenarkan bahwa dokumen affidavit yang dibutuhkan Kejaksaan Singapura dari KPK itu berkaitan dengan substansi perkara yang menjerat Tannos.

    “KPK telah menyiapkan dan mudah-mudahan telah terkirim dokumen dimaksud. Benar berkenaan dengan substansi,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Bisnis, Kamis (17/4/2025).

    KPK Usut Aliran Dana ke DPR

    Pada perkembangan perkaranya, lembaga antirasuah kembali mengusut dugaan aliran dana megakorupsi proyek e-KTP itu ke sejumlah politisi DPR. Hal itu kembali didalami penyidik KPK saat memeriksa pengusaha Andi Narogong, Rabu (19/3/2025).

    Andi saat itu diperiksa sebagai saksi untuk Tannos, yang ditetapkan tersangka. “Hasil pemeriksaan Andi Narogong: Commitment fee dari Tannos dan konsorsium ke anggota DPR,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (20/3/2025).

    Saat ini, KPK masih mengusut dugaan korupsi e-KTP terhadap dua orang tersangka, yakni Tannos dan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani. Berdasarkan catatan Bisnis, hanya Miryam yang belakangan ini sudah kembali diperiksa penyidik KPK.

    Adapun, Tannos dan Miryam adalah dua dari empat orang tersangka baru kasus e-KTP yang ditetapkan pada 2019 silam. Dua tersangka lainnya, yakni Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya serta Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi telah dieksekusi ke lapas usai mendapatkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

    Pada kasus tersebut, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar; Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.

    Lembaga antirasuah turut menduga bahwa tersangka Isnu berkongkalikong dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman dan PPK Kemendagri Sugiharto dalam mengatur pemenang proyek.

    Isnu meminta agar perusahaan penggarap proyek ini nantinya bersedia memberikan sejumlah uang kepada anggota DPR dan pejabat Kemendagri agar bisa masuk dalam konsorsium penggarap e-KTP.

    Konsorsium itu adalah Perum PNRI, PT Sandipala Arthaputra, PT LEN Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sucofindo. Adapun, pemimpin konsorsium disepakati berasal dari BUMN yaitu PNRI agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan KTP-el.

    Atas perbuatannya, semua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Sebelum penetapan tersangka baru sekitar enam tahun yang lalu, KPK telah menetapkan tersangka hingga membawa sederet pihak ke pengadilan salah satunya mantan Ketua DPR Setya Novanto.