Category: Bisnis.com Metropolitan

  • KPK Pastikan Usut Debitur ‘Nakal’ LPEI yang Rugikan Negara Rp11,7 Triliun

    KPK Pastikan Usut Debitur ‘Nakal’ LPEI yang Rugikan Negara Rp11,7 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal memeriksa debitur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor. Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga total Rp11,7 triliun.

    Sampai dengan saat ini, KPK baru melakukan penahanan terhadap tiga orang tersangka yang merupakan pihak dari PT Petro Energy (PE), salah satu dari total 11 perusahaan debitur LPEI yang terindikasi fraud. Sebanyak 11 debitur itu diduga memicu kerugian negara triliunan rupiah.

    Kemarin, Selasa (22/4/2025), penyidik KPK memeriksa sejumlah saksi di antaranya mantan petinggi LPEI yaitu bekas Direktur Eksekutif LPEI Ngalim Sawega dan bekas Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan. Keduanya diperiksa soal pemberian kredit ekspor ke PT SMJL. 

    “Keduanya hadir, didalami terkait dengan proses persetujuan pembiayaan kepada PT SMJL,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Rabu (23/4/2025). 

    Berdasarkan keterangan terpisah, Tessa menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi di LPEI melibatkan lebih dari satu perusahaan yang menerima fasilitas pembiayaan dari negara. 

    Tidak hanya memeriksa pihak debitur yang bermasalah, lanjut Tessa, lembaga antirasuah juga memeriksa para pegawai hingga petinggi LPEI yang ikut mengetahui maupun memberikan persetujuan pembiayaan kepada para perusahaan tersebut. 

    “Nanti tentunya sudah atau yang akan datang dimintakan keterangan perusahaan-perusahaan lain yang berkenaan atau terlibat dengan LPEI itu pasti akan dilakukan pemanggilan,” ujarnya. 

    Adapun berkaitan dengan PT SMJL, berdasarkan catatan Bisnis, KPK sudah pernah memeriksa sejumlah saksi terkait. Pada 20 Januari 2025, penyidik telah memeriksa pemilik PT Bara Jaya Utama (BJU Group) sekaligus Komisaris Utama PT SMJL, Hendarto, mantan Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI Kukuh Wirawan dan mantan Sekretaris Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi Mutiara Permata Hati.

    Pada pemeriksaan tersebut, KPK mendalami soal penerimaan dan pemberian uang terkait dengan pengajuan kredit LPEI. Penyidik juga mendalami soal fasilitas-fasilitas yang diterima direktur LPEI sesuai dengan aturan. 

    Sementara itu, beberapa bulan sebelumnya pada 15 November 2024, penyidik telah memeriksa pegawai PT SMJL, Iman Suyitno, dan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palangkaraya, Bangkit. 

    Dari pemeriksaan itu, penyidik mendalami soal operasional dan keadaan PT SMJL yang sudah dinyatakan pailit. 

    Di sisi lain, penyidik turut mendalami aset-aset yang diduga dimiliki oleh tersangka kasus LPEI berinisial H, di Kalimantan Tengah.

    Adapun, dari total 11 debitur bermasalah yang diduga merugikan keuangan negara Rp11,7 triliun, KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Dua di antaranya adalah mantan Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang dari PT Petro Energy (PE) adalah pemilik perusahaan yakni Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    Pada klaster kasus PT PE, perusahaan itu disebut menerima kredit ekspor senilai US$18 juta pada termin pertama, dan dilanjutkan untuk termin kedua sebesar Rp549 miliar. 

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun. 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers beberapa waktu lalu. 

  • Komisi Yudisial Siap Paparkan Rekam Jejak Hakim yang akan Dimutasi MA

    Komisi Yudisial Siap Paparkan Rekam Jejak Hakim yang akan Dimutasi MA

    Bisnis.com, Jakarta — Komisi Yudisial (KY) angkat bicara ihwal mutasi ratusan hakim di Pengadilan Negeri seluruh Indonesia oleh Mahkamah Agung (MA).

    Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengemukakan bahwa kebijakan MA itu harus didukung penuh oleh semua pihak, sehingga lembaga peradilan bisa bersih kembali.

    KY, kata Mukti juga mendukung upaya MA yang melakukan mutasi 199 orang hakim di seluruh Indonesia. Menurutnya, upaya MA tersebut adalah pembenahan di lembaga peradilan pasca banyaknya hakim terlibat dalam kasus gratifikasi di perkara korupsi.

    “Kebijakan MA ini sebagai upaya serius untuk melakukan pembenahan lembaga peradilan, pasca isu suap dan gratifikasi terhadap sejumlah hakim,” tuturnya di Jakarta, Rabu (23/4/2025).

    Dia meyakini bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan saat ini mulai tergerus menyusul banyaknya hakim yang ditangkap dan dibui terkait kasus suap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

    “Rententan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat sejumlah hakim saat ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” katanya.

    Dia menegaskan bahwa KY dan MA bakal bekerja sama menjaga kehormatan hakim agar mendapatkan kepercayaan publik lagi. 

    “KY telah berkomitmen bersama MA untuk menjaga kehormatan hakim,” ujarnya.

    Selain itu, menurut Mukti, KY juga sudah siap membantu MA membeberkan rekam jejak para hakim sebagai pertimbangan MA dalam melakukan mutasi hakim.

    “KY juga siap memberikan masukan dan informasi terkait hakim-hakim yang berintegritas melalui rekam jejak yang pernah dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan mutasi hakim,” tuturnya.

    Sebelumnya MA telah melakukan mutasi terhadap 199 hakim, termasuk sejumlah ketua pengadilan dan wakil ketua pengadilan. 

    Kepala Biro Humas MA, Sobandi menyebut mutasi ratusan hakim itu dilakukan setelah pihaknya melakukan rapat pimpinan (rapim) 

    “Promosi dan mutasi ini akan terus kami lakukan. Mahkamah Agung akan terus memutasi hakim agar tidak terlalu lama di satu tempat,” katanya.

    Dia menambahkan, proses mutasi ini juga merupakan bentuk pencegahan terkait pelanggaran etik dan godaan transaksional terhadap penanganan setiap perkara di pengadilan.

    Adapun, berdasarkan dokumen mutasi yang diterima Bisnis, setidaknya ada 61 hakim di Jakarta yang telah dimutasi.

    Rinciannya, 11 hakim di PN Jakarta Pusat, 11 hakim di PN Jakarta Barat, PN Jakarta Selatan 13 hakim, PN Jakarta Timur 14 hakim dan PN Jakarta Utara 12 hakim. 

    Sementara itu, Ketua PN Jakarta Utara Ibrahim Palino dimutasi menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (HT) Makassar dan Wakil PN Jakarta Utara Thomas Tarigan selaku menjadi Hakim Tinggi PT Palembang. 

    Kemudian, Ketua PN Jakarta Pusat Hendri Tobing menjadi Hakim Tinggi PT Medan dan Wakil PN Jakarta Pusat Rosihan Juhriah Rangkuti menjadi Hakim Tinggi PT Palembang. 

    Dalam hal ini, Sobandi menekankan bahwa pihaknya telah menetapkan posisi hakim Jakarta yang diharapkan bisa profesional dan tahan godaan. 

    “Kita isi Jakarta dengan hakim hakim yg lebih tahan godaaan. Insyaallah mereka semua professional,” ujarnya.

  • Polres Jakbar Sebut Artis Fachri Albar Gunakan Banyak Jenis Narkotika

    Polres Jakbar Sebut Artis Fachri Albar Gunakan Banyak Jenis Narkotika

    Bisnis.com, Jakarta — Polres Metro Jakarta Barat membeberkan bahwa tersangka artis Fachri Albar terbukti memakai beberapa jenis narkotika.

    Wakil Kepala Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Barat, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Avrilendy Akmam mengatakan bahwa hal tersebut terungkap setelah penyidik Polres Metro Jakarta Barat melakukan tes urin terhadap tersangka Fachri Albar.

    Hasilnya, kata Avrilendy, tersangka Fachri Albar terbukti telah menggunakan berbagai jenis narkotika dalam beberapa waktu belakangan.

    “Untuk tes urine dinyatakan positif konsumsi beberapa jenis narkotika,” tutur Avrilendy di Jakarta, Rabu (23/4).

    Dia menjelaskan bahwa tim penyidik Polres Metro Jakarta Barat sampai saat ini masih mendalami alasan tersangka Fachri Albar menggunakan berbagai jenis narkotika.

    “Alasan tersangka masih kami dalami,” kata Avrilendy.

    Selain itu, kata Avrilendy, pendalaman juga dilakukan terkait peran tersangka Fachri Albar dan jumlah barang bukti yang kini dikuasai oleh tersangka Fachri Albar.

    “Semua sedang kami dalami, tetapi yang jelas kondisi FA saat ini dalam kondisi baik dan sehat,” ujarnya.

    Berkaitan dengan itu, dia juga mengatakan bahwa tersangka Fachri Albar ditangkap seorang diri tanpa ada perlawanan di kediaman pribadinya.

    “Dia ditangkap dalam kondisi sadar,” tutur Avrilendy.

  • PPATK: Aliran Dana Dugaan Korupsi Capai Rp984 Triliun, Tertinggi Sepanjang Sejarah!

    PPATK: Aliran Dana Dugaan Korupsi Capai Rp984 Triliun, Tertinggi Sepanjang Sejarah!

    Bisnis.com, JAKARTA — Pusat pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatatkan total transaksi aliran dana pada kasus dugaan tindak pidana korupsi selama 2024 mencapai Rp984 triliun.

    Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membeberkan bahwa besaran aliran dana itu menjadi nilai terbesar dalam nominal transaksi dugaan tindak pidana.

    Hal itu disampaikannya dalam acara Peringatan Gerakan nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) ke-23, Kamis (17/4/2025).

    “Nominal transaksi terkait dugaan tindak pidana korupsi memiliki nilai terbesar dengan total nominal transaksi sebesar Rp984 triliun,” katanya dikutip melalui siaran pers, Rabu (23/4/2025).

    Selain besaran kasus dugaan tindak pidana korupsi, disebutkan juga selama 2024 dugaan tindak pidana di bidang perpajakan sebesar Rp301 triliun, perjudian sebesar Rp68 triliun dan narkotika sebesar Rp68 triliun.

    Dengan demikian totalnya mencapai Rp1.459 triliun.

    “Selama periode Januari sampai dengan Desember diketahui bahwa nominal transaksi yang diidentifikasi transaksi dugaan tindak pidana sebesar Rp1.459 triliun,” ujar Ivan.

    Dalam kesempatan itu, dia juga diakui bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan PPATK sudah lama menjalin kerja sama lintas sektor sejak lama.

    “Dukungan hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK sangat membantu KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi hingga akarnya, tutur Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam keterangan yang sama.

  • Hindari Hubungan Transaksional, Mahkamah Agung Mutasi 199 Hakim

    Hindari Hubungan Transaksional, Mahkamah Agung Mutasi 199 Hakim

    Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) telah melakukan mutasi terhadap 199 hakim, termasuk sejumlah ketua pengadilan dan wakil ketua pengadilan.

    Kepala Biro Humas MA, Sobandi menyampaikan mutasi ratusan hakim itu dilakukan setelah pihaknya melakukan rapat pimpinan (rapim).

    “Promosi dan mutasi ini akan terus berlanjut. Mahkamah agung akan terus memutasi hakim agar tidak terlalu lama di satu tempat,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (23/4/2025).

    Dia menambahkan, proses mutasi ini juga merupakan bentuk pencegahan pelanggaran etik dan godaan transaksional terhadap penanganan setiap perkara di pengadilan.

    “Karena kalau terlalu lama akan terpengaruh godaan transaksional,” tambah Sobandi.

    Adapun, berdasarkan dokumen mutasi yang diterima Bisnis, setidaknya ada 61 hakim di Jakarta yang telah dimutasi.

    Perinciannya, 11 hakim di PN Jakarta Pusat, 11 hakim di PN Jakarta Barat, PN Jakarta Selatan 13 hakim, PN Jakarta Timur 14 hakim dan PN Jakarta Utara 12 hakim.

    Sementara itu, Ketua PN Jakarta Utara Ibrahim Palino dimutasi menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (HT) Makassar dan Wakil PN Jakarta Utara Thomas Tarigan selaku menjadi Hakim Tinggi PT Palembang.

    Kemudian, Ketua PN Jakarta Pusat Hendri Tobing menjadi Hakim Tinggi PT Medan dan Wakil PN Jakarta Pusat Rosihan Juhriah Rangkuti menjadi Hakim Tinggi PT Palembang.

    Dalam hal ini, Sobandi menekankan bahwa pihaknya telah menetapkan posisi hakim Jakarta yang diharapkan bisa profesional dan tahan godaan.

    “Kita isi Jakarta dengan hakim hakim yg lebih tahan godaaan. Insyaallah mereka semua professional,” pungkas Sobandi.

  • Kejagung: Karen Agustiawan Teken Kontrak 10 Tahun dengan Perusahaan Anak Riza Chalid

    Kejagung: Karen Agustiawan Teken Kontrak 10 Tahun dengan Perusahaan Anak Riza Chalid

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan eks Dirut PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan telah meneken kontrak kerja sama dengan PT Orbit Terminal Merak (OTM).

    Sebelumnya, PT OTM merupakan perusahaan milik Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR). Dia merupakan tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan kerja sama Pertamina dengan perusahaan milik anak dari saudagar minyak Riza Chalid itu dilakukan pada akhir masa jabatan Karen.

    “Pada 2014 itu, yang bersangkutan [Karen] memberikan persetujuan terhadap kontrak yang berlangsung selama kalau nggak salah 10 tahun, terhadap kontrak storage,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (23/4/2025).

    Dia menambahkan, penyidik pada Jampidsus Kejagung masih perlu mendalami peran Karen pada perkara dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang tersebut.

    Di samping itu, Harli juga tidak ingin berandai-andai soal Karen bakal diperkarakan pada kasus ini. Sebab, pembuktian untuk pihak-pihak yang bertanggungjawab bakal bergantung penyidik.

    “Iya, semua itu berpulang bagaimana fakta hukumnya. Tapi bahwa penyidik melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan untuk memperkuat ya, peran-peran dari para tersangka ini,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Karen diperiksa pada Selasa (23/4/2025). Selain Karen, Kejagung juga turut memeriksa lima saksi lainnya.

    Perincian saksi yang diperiksa itu yakni, GI selaku Advisor to CPO PT Berau Coal; AW selaku Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group; RS selaku Analyst Product ISC Pertamina; AF selaku Assistant Operation Risk Division BRI; dan BP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada 2021 di Kementerian Keuangan.

  • Kejagung Sita Koleksi 130 Helm Milik Tersangka Kasus Suap Vonis CPO

    Kejagung Sita Koleksi 130 Helm Milik Tersangka Kasus Suap Vonis CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita 130 helm dari berbagai merek milik pengacara sekaligus tersangka Ariyanto.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan ratusan helm di kediaman Ariyanto yang berlokasi di Jalan Mendut, Menteng, Jakarta Pusat.

    “Juga dari Jalan Mendut di daerah Menteng itu penyidik melakukan penyitaan setidaknya terhadap 130 helm,” ujar Harli di Kejagung, Rabu (22/4/2025).

    Harli menjelaskan bahwa penyitaan pelindung kepala tersebut perlu dilakukan karena ratusan unit helm itu memiliki nilai ekonomis yang signifikan.

    Adapun, berdasarkan dokumen penyitaan yang dilihat Bisnis, ratusan helm itu ada yang bermerek Shoei, Ruby, Arai hingga Martini.

    “Barangkali mungkin pertanyaan publik ini, helm juga kenapa disita? Tapi ternyata helm juga sekarang mempunyai nilai ekonomis yang cukup signifikan,” imbuhnya.

    Selain itu, penyidik juga turut menyita dua unit kapal milik Ariyanto di Jalan Dermaga Marine, ini di daerah Pademangan, Baruna Raya, Jakarta Utara.

    Harli menyatakan satu kapal Skorpio GT4NT2 telah berhasil disita, namun satu lainnya masih dalam proses permintaan izin di pengadilan negeri.

    “Nah kemudian ada 12 sepeda mewah, kemudian ada satu unit sepeda motor Harley,” pungkas Harli.

    Sekadar informasi, Ariyanto ditetapkan sebagai tersangka atas perannya yang menjadi salah satu perantara pemberian suap ke Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta senilai Rp60 miliar.

  • Kejagung Sita Uang Rp5,5 Miliar dari Bawah Kasur Rumah Hakim Ali Muhtarom

    Kejagung Sita Uang Rp5,5 Miliar dari Bawah Kasur Rumah Hakim Ali Muhtarom

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang sekitar Rp5,5 miliar dari penggeledahan di kediaman Hakim Ali Muhtarom (AM) di Jepara.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan uang miliaran itu diperoleh dari 3.600 lembar mata uang asing pecahan US$100. Adapun, penggeledahan itu dilakukan pada (16/4/2025).

    “Dari rumah tersebut ditemukan sejumlah uang dalam mata uang asing sebanyak 3.600 lembar atau 36 blok yang dengan mata uang asing US$100, jadi kalau kita setarakan di kisaran Rp5,5 miliar ya,” ujarnya di Kejagung, Rabu (23/4/2025).

    Dia menambahkan, uang itu ditemukan di kamar tidur dari salah satu kamar di rumah milik tersangka kasus suap tersebut.

    Di samping itu, Harli menyatakan bahwa temuan uang miliaran itu bakal didalami keterkaitannya dalam perkara suap vonis onstlag crude palm oil (CPO) korporasi.

    “Itu juga yang mau didalami. Apakah itu aliran itu yang belum digunakan atau memang itu simpanan dari yang lain, kita belum tahu,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng.

    Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama Agam Syarif Baharudin (AGM) dan Ali sebesar Rp22,5 miliar. 

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

  • Nasib Fachri Albar Tak Kapok Walau 3 Kali Terjerat Kasus Narkoba

    Nasib Fachri Albar Tak Kapok Walau 3 Kali Terjerat Kasus Narkoba

    Bisnis.com, JAKARTA — Polisi telah kembali meringkus aktor Fachri Albar dalam kasus penyalahgunaan narkotika pada Minggu (20/4/2025) di kediamannya, Jakarta Selatan.

    Kasat Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat, Kompol Vernal Sambo mengatakan FA ditangkap di sekitar pukul 20.00 WIB.

    “Benar bahwa kami mengamankan publik figur berinisial FA pada Minggu malam,” ujar Vernal di Jakarta, Selasa (22/4/2025).

    Hanya saja, dia belum menjelaskan secara detail terkait dengan jenis narkotika dan barang bukti yang diamankan dari penangkapan tersebut. 

    Namun demikian, Vernal menyampaikan bahwa anak dari musisi legendaris Ahmad Albar tersebut diamankan seorang diri.

    “FA kami amankan seorang diri di dalam rumahnya,” pungkasnya.

    Penangkapan tersebut kemudian menambah catatan penyalahgunaan narkoba dari Fachri Albar. Dalam catatan Bisnis, Fachri sempat menjadi buronan atas kasus narkoba ayahnya, Ahmad Albar pada 2007. 

    Adapun, barang bukti narkotika yang ditemukan di kamar Fachri sebanyak 1,2 gram. Setelah masuk daftar buron, Fachri kemudian menyerahkan diri ke Badan Narkotika Nasional.

    Kemudian, Fachri kembali tersandung kasus narkoba pada 2018. Dia ditangkap di Perumahan Beverly Hills Cirendeu Jakarta Selatan pada Rabu (14/2018) sekitar pukul 07.00 WIB.

    Dari penangkapan itu, ditemukan beberapa barang bukti, antara lain 1 plastik klip sabu-sabu seberat 0,8 gram, 13 tablet Dumolid, 1 butir narkotika jenis Calmlet, ganja, dan beberapa alat isap sabu.

  • Dari Suap Ronald Tannur, Skandal Konglomerat CPO hingga Kasus Framing Berita

    Dari Suap Ronald Tannur, Skandal Konglomerat CPO hingga Kasus Framing Berita

    Bisnis.com, JAKARTA — Rentetan kasus hukum dari penyuapan hingga perintangan terkuak saat penemuan barang bukti yang berkaitan dengan pengacara sekaligus tersangka Marcella Santoso (MS).

    Mulanya, dari penggeledahan perkara suap vonis bebas Ronald Tannur nama Marcella disinggung dari barang bukti yang ditemukan oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Setelah itu, penyidikan berkembang hingga akhirnya diperoleh tersangka dugaan suap perkara ekspor crude palm oil (CPO) tiga grup korporasi.

    Awalnya, Kejagung menetapkan empat tersangka mulai dari Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Panitera PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG) dan dua advokat Marcella serta Ariyanto (AR).

    Selanjutnya, kejagung juga mendapatkan bukti yang cukup untuk menetapkan tiga hakim yakni Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM). Selain itu, Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei (MSY).

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan ketujuh tersangka ini memiliki keterkaitan untuk mengatur vonis pada perkara suap CPO.

    Misalnya, Syafei berperan sebagai penyedia uang suap agar kasus minyak goreng korporasi itu bisa divonis lepas atau onstlag.

    Mulanya, Syafei hanya menyediakan Rp20 miliar. Uang tersebut kemudian dikondisikan melalui Marcella dan Ariyanto ke Wahyu.

    Kemudian, Wahyu yang merupakan perantara uang suap itu melaporkan permintaan Syafei ke Arif Nuryanta dan meminta uang itu dikalikan tiga atau menjadi Rp60 miliar.

    Singkatnya, uang itu diterima Arif dan kemudian diduga didistribusikan kepada tiga hakim mulai dari Djuyamto, Agam dan Ali Muhtarom sebesar Rp22,5 miliar.

    Dari uang tersebut juga, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara mendapatkan jatah USD50.000 atas jasanya sebagai perantara.

    Adapun, majelis hakim yang dipimpin Djuyamto itu kemudian mengetok vonis lepas terhadap Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.

    Setelah dinyatakan vonis lepas, maka tiga group korporasi itu telah dibebaskan dari tuntutan pembayaran denda dan uang pengganti sebesar Rp17,7 triliun.

    Kasus Perintangan Terkuak

    Tak lama dari pengungkapan kasus suap itu, Kejagung kembali mengumumkan perkara baru. Kali ini, soal perintangan penyidikan yang menyeret Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar (TB).

    Lagi-lagi kasus tersebut terkuak saat kejagung menemukan barang bukti yang berkaitan dengan Marcella. Salah satu barang bukti yang dimaksud yakni terkait laporan realisasi pemberitaan dari Tian Bahtiar kepada Marcella.

    Dalam perkara ini, Marcella juga kembali menjadi tersangka. Selain Marcella dan Tian, dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS) juga turut menjadi tersangka.

    Kemudian, ketiga tersangka itu memiliki perannya masing-masing. Misalnya, Marcella bertanggung jawab atas hal-hal yang berkaitan dengan pengadilan.

    Selanjutnya, Junaidi berkaitan dengan rencana framing dengan mengundang narasumber yang beropini untuk menguntungkan kubu penasihat hukum.

    Sementara itu, Tian berperan untuk menyebarluaskan framing untuk membuat opini publik menjadi negatif sehingga dianggap telah menyudutkan kinerja korps Adhyaksa.

    Adapun, framing atau narasi negatif itu dituangkan dengan skema pembuatan podcast, acara TV, forum diskusi hingga melalui pembiayaan aksi demonstrasi. Bahan dari skema itu kemudian disebarluaskan ke media massa.

    Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mencatat bahwa atas kerja sama tersebut, Tian Bahtiar telah mengantongi total Rp478,5 juta dari Marcella dan Junaidi.

    “Baik dalam penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di persidangan sementara berlangsung dengan biaya sebesar Rp478,5 juta yang dibayarkan oleh Tersangka MS dan Tersangka JS kepada Tersangka TB,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Selasa (22/4/2025).

    Respons Dewan Pers

    Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan pihaknya telah membahas persoalan yang menyeret Direktur Pemberitaan Jak TV, Tian Bahtiar dengan pihak Kejagung.

    Dari hasil diskusi itu, Dewan Pers menyatakan bahwa pihaknya bakal menyerahkan penanganan perkara tersebut ke Kejagung apabila telah ditemukan bukti yang cukup.

    “Saya selaku Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung disaksikan langsung oleh Pak Kapuspen dan Anggota Dewan Pers sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan,” ujarnya di Kejagung, Selasa (22/4/2025).

    Dia menjelaskan sejatinya Dewan Pers memiliki kewenangan untuk menilai karya pemberitaan sebagai karya jurnalistik atau bukan, termasuk dalam penanganan perkara jurnalistik yang menyimpang.

    Salah satu praktik jurnalistik yang melanggar kode etik yaitu perilaku pekerja pers yang terindikasi suap. Adapun, perilaku menyimpang itu masuk ke Pasal 6 dan Pasal 8 dalam kode etik jurnalistik.

    “Jurnalis kalau ada indikasi tindakan-tindakan yang berupa suap atau penyalahgunaan profesinya, ada pengaturan di dalam kode etik dan itu masuk ranah wilayah etik di pasal 6 dan pasal 8,” imbuhnya.

    Dalam hal ini, Ninik menjelaskan bahwa pihaknya akan menilai apakah produk jurnalistik itu ditemukan pelanggaran atau tidak melalui proses uji akurasi.

    Kemudian, Dewan Pers juga menilai perilaku wartawan maupun perusahaan media yang terkait dengan kinerjanya, apakah sudah memenuhi profesionalisme atau justru melanggar kode etik.

    “Nah itulah kami ketika duduk bersama dan menyepakati ada ranah yang dilakukan oleh Kejaksaan tetapi juga ada ranah yang dilakukan oleh Dewan Pers,” pungkas Ninik.