Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Mengaku Kurang Sehat Saat Jalani Pekan-6 Sidang

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Mengaku Kurang Sehat Saat Jalani Pekan-6 Sidang

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengaku kurang sehat dalam masa pekan ke-6 persidangan di PN Tipikor, Jakarta Pusat.

    Hal tersebut disampaikan oleh Hasto usai menjalani persidangan lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan sebagai terdakwa, Jumat (25/4/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Hasto awalnya melakukan wawancara usai sidang tersebut. Hanya saja, dia tidak membuka sesi pertanyaan terhadap dirinya dan langsung meninggalkan lokasi.

    “Saya mohon izin berjalan dulu, kurang sehat. Sehat dan semangat oke,” ujarnya di PN Tipikor, Jakarta Pusat.

    Di samping itu, dia juga mengaku sulit tidur karena memikirkan persidangan sebelumnya, Kamis (24/4/2025). Kala itu, eks Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina menjadi salah satu saksi sidang tersebut.

    Hanya saja, menurut Hasto, Tio masih berada dalam kondisi kurang baik. Bahkan, Tio juga disebut berjalan sempoyongan ke ruang sidang dan nyaris pingsan.

    “Kemarin kita lihat bagaimana saudari tio sampai nyaris pingsan, jalan terhuyung-huyung akibat haknya yang berkaitan dengan keselamatan dirinya yang berkait dengan hak hak atas kemanusiaan bagi dirinya pintu itu tetap tidak dibuka oleh КРК,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, dalam sidang lanjutan hari ini Jumat (25/4/2025), penyidik KPK telah menghadirkan tiga saksi mulai dari pihak Swasta, Patrick Gerrard.

    Selanjutnya, Sopir Kader PDIP Saeful Bahri, Ilham Yulianto dan, Ajudan Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan juga turut dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kali ini.

  • Penjelasan Lintasarta usai Kantornya Digeledah Penyidik Kejaksaan

    Penjelasan Lintasarta usai Kantornya Digeledah Penyidik Kejaksaan

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat atau Kejari Jakpus telah menggeledah kantor PT Aplikanusa Lintasarta (AL) terkait penanganan perkara dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara atau PDNS.

    Head of Corporate Communications Lintasarta, Dahlya Maryana memastikan akan bersikap kooperatif terkait dengan pengusutan kasus tersebut.

    “Lintasarta menghormati seluruh proses yang berlangsung dan bersikap kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (25/4/2025).

    Dia menambahkan, bentuk dukungan itu dilakukan baik secara transparan dan akuntabel. Di samping itu, Lintasarta juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus menjaga kepercayaan pelanggan.

    “Lintasarta berkomitmen penuh menjaga integritas layanan serta kepercayaan pelanggan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kepala Seksi alias Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting mengatakan pihaknya telah menggeledah empat lokasi.

    Empat lokasi itu yakni data center PT STM, kantor dan gudang PT Aplikanusa Lintasarta serta rumah saksi yang diduga terkait dalam perkara ini.

    Bani menambahkan, dari penggeledahan itu pihaknya telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah dokumen yang berkaitan dengan pengadaan proyek PDNS di Kominfo (sekarang Komdigi).

    “Beberapa barang bukti elektronik yang nantinya akan digunakan dalam penghitungan kerugian negara dan pembuktian di persidangan,” tutur Bani dalam keterangan tertulis, Kamis (25/4/2025).

  • Saksi Ungkap Diperintah Ambil Uang Rp850 Juta dari Harun Masiku di Kantor Hasto

    Saksi Ungkap Diperintah Ambil Uang Rp850 Juta dari Harun Masiku di Kantor Hasto

    Bisnis.com, JAKARTA — Saksi Patrick Gerrard Masoko alias Gerry mengaku sempat membawa uang Rp850 juta dari kantor Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto di Jakarta.

    Hal tersebut disampaikan Gerry saat menjadi saksi dalam perkara dugaan suap dan perintangan terdakwa Hasto di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (25/4/2025).

    Gerry menyampaikan uang ratusan juta itu diambil dari Rumah Aspirasi, Jalan Sutan Syahrir, Menteng, Jakarta Pusat dari Harun Masiku. Adapun, rumah tersebut sempat disinggung KPK sebagai kantor dari Hasto Kristiyanto.

    “Waktu saya 23 [Desember] pagi itu, ditelepon saudara Saeful [eks Kader PDIP] untuk membantu dia. Minta tolong saya, minta tolong ke daerah Menteng ke rumah aspirasi itu, Jalan Sutan Syahrir itu untuk ketemu Harun katanya. Katanya mau ambil uang,” ujar Gerry di ruang sidang.

    Kemudian, dia mengamini permintaan itu dan langsung meluncur ke Rumah Aspirasi. Hanya saja, Harun Masiku sudah tidak berada di lokasi.

    Meskipun begitu, uang tersebut ternyata sudah dititipkan ke staf Hasto, Kusnadi melalui koper dan diberikan langsung ke Gerry. 

    Setelah diterima, Gerry berkoordinasi dengan Saeful untuk membuka koper dan menghitung uang di dalam koper tersebut. 

    Total uang dari koper tersebut mencapai Rp850 juta. Dari ratusan juta itu, Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah memiliki jatah sebesar Rp170 juta.

    “Ya saya buka, saya hitung saya informasikan ke pak Saeful jumlahnya segini, terus ya udah bilang dia, tunggu dulu nanti dia bilang dia ada call saya lagi gitu,” pungkasnya Gerry.

  • Saksi ungkap Hasto Pernah Temui Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan

    Saksi ungkap Hasto Pernah Temui Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan

    Bisnis.com, JAKARTA — Saksi Rahmat Setiawan Tonidaya mengungkap bahwa Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto pernah menemui bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. 

    Hal itu disampaikan Rahmat, yang merupakan eks ajudan Wahyu, saat dihadirkan sebagai saksi untuk perkara dugaan suap dan perintangan terdakwa Hasto Kristiyanto di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (25/4/2025).

    Rahmat menyampaikan kejadian tersebut terjadi menjelang rekapitulasi rapat pleno sekitar Agustus 2019. Kala itu, Hasto bersama saksi dari parpol lain datang ke ruangan Wahyu Setiawan.

    “Waktu itu kalau tidak salah di akhir bulan Agustus, 2019. Sedang saat istirahat rekapitulasi rapat pleno terbuka. Jadi beliau [Hasto] bersama saksi partai politik yang lain ke ruangan bapak [Wahyu],” ujar Rahmat di ruang sidang.

    Secara spesifik, Rahmat mengungkap bahwa pertemuan itu terjadi pada jeda istirahat dalam rapat pleno rekapitulasi suara 

    “Di situ pak Hasto dengan yang lain, saya lupa dari partai politik apa, ke ruangan pak Wahyu Setiawan untuk merokok,” tegasnya.

    Sebelumnya, Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024. Perkara ini juga menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Selain itu, Hasto juga diduga telah memberikan suap SGD 57.350 atau sekitar Rp600 juta kepada Wahyu. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina bisa menyetujui permohonan pergantian antar waktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku.

  • Kejari Jakpus Kantongi Nama Tersangka Kasus Korupsi PDNS Komdigi

    Kejari Jakpus Kantongi Nama Tersangka Kasus Korupsi PDNS Komdigi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) segera mengumumkan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pusat data nasional sementara (PDNS) di Kominfo (sekarang Komdigi) periode 2020-2024 2020-2024.

    Kepala Seksi atau Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting mengatakan pihaknya telah mengantongi beberapa nama calon tersangka dalam perkara ini.

    “Penyidik telah mengantongi beberapa nama calon tersangka dan akan segera ditetapkan dan disampaikan kepada publik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (25/4/2025).

    Dia menambahkan, sejauh ini penyidik juga telah memeriksa sebanyak 70 saksi dalam perkara ini. Dari puluhan saksi itu beberapa di antaranya berasal dari pejabat Komdigi hingga ahli.

    Adapun, Bani menyatakan bahwa pihaknya membuka peluang untuk terus melanjutkan pemeriksaan tambahan terhadap saksi lainnya.

    “Selama proses penyidikan, hingga saat ini Penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap lebih dari 70 saksi,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula terjadi pada 2020. Kala itu, pejabat Kominfo (sekarang Komdigi) diduga melakukan kerja sama dengan perusahaan swasta untuk memenangkan tender proyek terhadap PT AL dengan nilai Rp60 miliar.

    Selang setahun, PT AL kembali memenangkan proyek tender terkait PDNS senilai Rp102,6 miliar. Kongkalingkong pejabat Kominfo dengan perusahaan yang sama juga kembali terjadi pada 2022 dengan nilai Rp188,9 miliar.

    Selanjutnya, perusahaan yang sama kembali memenangkan proyek pengadaan komputasi awan dengan nilai proyek Rp350 miliar pada 2023 dan proyek Rp256 miliar pada 2024. Perkara rasuah ini berpotensi memiliki kerugian negara sebesar Rp958 miliar.

    Adapun, pengondisian pemenangan tender yang diduga dilakukan pejabat Kominfo dan perusahaan swasta itu telah memicu penyerangan ransomware terhadap PDNS pada Juni 2024. 

  • Di Depan Hasto, Saksi Ceritakan Detik-detik OTT KPK Kasus Harun Masiku

    Di Depan Hasto, Saksi Ceritakan Detik-detik OTT KPK Kasus Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor Jakarta Pusat melanjutkan sidang kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap yang menjerat Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.

    Pada hari ini, Jumat (25/4/2025), majelis hakim mendengarkan keterangan dari 3 saksi yang dihadirkan oleh kubu penyidik KPK. Salah satu saksi yang hadir adalah bekas ajudan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan Tonidaya.

    Rahmat dalam persidangan itu menjelaskan tentang situasi saat proses operasi tangkap tangan (OTT) berlangsung terhadap Wahyu. Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan kepada Rahmat soal situasi saat OTT komisi rasuah terhadap Wahyu. 

    “Di 8 Januari pas kejadian OTT, masih ingat saudara?” tanya jaksa di ruang sidang PN Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (25/4/2025).

    “Masih,” jawab Rahmat.

    Rahmat kemudian menceritakan situasi OTT terhadap atasannya Wahyu. Kala itu, dirinya dan Wahyu tengah berada di pesawat untuk menghadiri agenda di Bangka Belitung.

    Wahyu duduk di kelas bisnis, dan Rahmat di kelas ekonomi. Hanya saja, saat hendak lepas landas, pihak penerbangan mengumumkan adanya penundaan.

    Kemudian, Rahmat mengecek ajudannya yang berada di kelas bisnis. Namun, usut punya usut ternyata Wahyu sudah tidak ada di tempat dan telah diringkus oleh penyidik KPK.

    “Setelah itu harusnya jam sudah mulai terbang tapi kok ada kaya sesuatu yang ditunda, setelah saya tengok di gorden bisnis Pak Wahyu sudah tidak ada,” ujaf Rahmat.

    Selanjutnya, dia mengaku didatangi oleh sejumlah orang dan diminta untuk menemui atasannya itu di KPK. Kemudian, keduanya bertemu di KPK.

    Tak sendiri, Wahyu juga tengah bersama dengan orang kepercayaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Donny Tri Istiqomah, eks Kader PDIP Saeful Bahri dan eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina.

    “Setelah salat terus kami sempat merokok sebentar di sela ruang wudlu di depan Musala di sudut itu, saya tanya ‘ini permasalahan apa pak?’,” tambah Rahmat.

    Setelah itu, Wahyu Setiawan menjelaskan bahwa perkara yang membuat dirinya diringkus yaitu berkaitan dengan kasus suap penetapan anggota DPR Harun Masiku.

    Perintah Ibu 

    Sementara itu, persidangan Hasto sebelumnya, mengungkap tentang ‘perintah ibu’ dalam perkara suap pergantian anggota DPR antar waktu (PAW) yang melibatkan Harun Masiku.

    Harun Masiku adalah politikus PDIP yang keberadaannya hilang bak ditelan rimba. Saat ini dia berstatus sebagai buronan paling dicari oleh penyidik KPK.

    Adapun pernyataan tentang ‘perintah ibu’ terbongkar saat kesaksian mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.

    Saat itu, jaksa KPK memutarkan rekaman percakapan Tio dengan mantan kader PDI Perjuangan sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri. 

    Saeful, dalam rekaman itu, menyebutkan bahwa permohonan PAW digaransi oleh Hasto usai mendapat perintah dari “ibu”. Namun tidak disebutkan siapa “ibu” yang dimaksud. Hasto juga menyampaikan hal tersebut kepada Saeful melalui sambungan telepon sebelum Saeful menelepon Tio.

    Setelah itu dalam pembicaraan, Saeful pun bertanya kepada Tio bagaimana caranya agar permohonan itu bisa terwujud. Tio pun membenarkan rekaman percakapan melalui sambungan telepon itu.

    Merujuk ke Megawati?

    Sementara itu, penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy membantah jika pernyataan “perintah ibu” yang mencuat dalam persidangan merujuk ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
    “Bukan Bu Mega,” ujar Ronny dilansir dari Antara.

    Ronny menuding Saeful memang kerap membawa-bawa dan menggunakan nama pimpinan Partai, termasuk salah satunya Hasto, agar cepat mendapatkan uang. Hal itu, kata dia, sudah terbukti lantaran Tio juga menyampaikan fakta yang sama.

    “Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai,” ungkapnya.

  • Kejari Jakpus Geledah Kantor Lintasarta di Kasus PDNS

    Kejari Jakpus Geledah Kantor Lintasarta di Kasus PDNS

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat menggeledah sejumlah lokasi dalam perkara dugaan korupsi pengadaan pusat data nasional sementara (PDNS) periode 2020-2024.

    Kepala Seksi alias Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting mengatakan salah lokasi yang digeledah itu yakni kantor dan gudang PT AL. Adapun, PT AL itu merujuk pada perusahaan Aplikanusa Lintasarta (AL).

    “Penggeledahan dilakukan di beberapa tempat di Kabupaten Tangerang Selatan, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, di antaranya ialah PT STM [BDx Data Center], Kantor PT AL, Gudang Warehouse PT. AL, serta di rumah saksi,” ujar Bani dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (25/4/2025).

    Dia menambahkan, dari penggeledahan itu pihaknya telah melakukan penyitaan terhadap sejumlah dokumen yang berkaitan dengan pengadaan proyek PDNS di Kominfo (sekarang Komdigi).

    Beberapa barang bukti itu, kata Bani, nantinya bakal digunakan dalam penghitungan kerugian negara dan pembuktian di persidangan. 

    “Penyidik memandang perlu untuk dilakukan penggeledahan lanjutan dalam rangka menambah alat bukti untuk memperkuat hasil yang diperoleh selama penyidikan berjalan,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat Kominfo diduga melakukan pengondisian pengadaan barang atau jasa serta pengelolaan PDNS periode 2020-2024.

    Pengondisian tender proyek PDNS itu diduga untuk memenangkan perusahaan PT AL. Adapun, total nilai proyek PDNS ini senilai Rp958 miliar.

  • KPK Hadirkan 3 Saksi di Sidang Sekjen PDIP Hasto Hari Ini

    KPK Hadirkan 3 Saksi di Sidang Sekjen PDIP Hasto Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) bakal menghadirkan 3 saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

    Tim Hukum Hasto, Ronny Talapessy mengatakan tiga saksi itu yakni Sopir Kader PDIP Saeful Bahri, Ilham Yulianto dan Patrick Gerrard Masoko dari swasta.

    Selain itu, Ajudan Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan juga turut dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kali ini.

    “Saksi Jumat, 25 April 2025, Ilham Yulianto, Rahmat Setiawan Tonidaya , Patrick Gerard,” ujar Ronny kepada wartawan, Jumat (25/4/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya telah membaca berita acara pemeriksaan (BAP) terkait dengan pemeriksaan ketiganya. Namun, Ronny mengklaim bahwa dalam BAP itu tidak ada kebaruan.

    “Saya telah membaca BAP mereka dan tidak ada yg baru. Hanya copy paste dari 2020 dan tidak ada keterkaitan sama sekali dengan Sekjen Hasto Kristiyanto,” pungkasnya.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, nampak sejumlah kepolisian menjaga ketat gedung PN Tipikor Jakarta Pusat. Sejumlah kendaraan rantis hingga pagar besi telah disiapkan aparat keamanan.

    Di samping itu, relawan dari Sekjen PDIP Hasto juga terlihat berdatangan. Selain di luar, relawan PDIP juga terlihat menjadi audiens di ruang sidang.

    Adapun, Hasto sendiri tiba sekitar 09.10 WIB. Dia terlihat mengenakan jas hitam dan kemeja berkelir putih saat dihadirkan sebagai terdakwa dalam perkara suap dan perintangan kasus penetapan anggota DPR RI 2019-2024.

  • Deretan Barang Mewah di Kasus ‘Mafia Peradilan’ Korupsi Ekspor CPO

    Deretan Barang Mewah di Kasus ‘Mafia Peradilan’ Korupsi Ekspor CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang miliaran hingga barang mewah dalam kasus suap hakim yang menangani perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).

    Kasus ini mendapat perhatian banyak pihak karena melibatkan penegak hukum mulai dari pengacara hingga hakim di pengadilan.

    Sekadar informasi, kasus ekspor CPO atau mafia minyak goreng tiga perusahaan besar seperti Pertama Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group.

    Seperti kasus Ronald Tannur, ada tiga hakim yang menjadi tersangka dalam skandal ekpor CPO. Ketiganya antara lain Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtarom (AM). Kasus ini juga melibatkan nama Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) dan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyebutkan bahwa para hakim telah memberikan putusan lepas atau onslag pada perkara tersebut. Putusan ini dianggap janggal.

    Pasalnya, meskipun terdakwa sudah terbukti melakukan perbuatan dalam dakwaan primer, namun hakim menyatakan bahwa perbuatan itu tidak masuk dalam perbuatan pidana. Sehingga, 3 group korporasi yang terlibat dalam korupsi ekspor CPO itu dibebaskan dari tuntutan membayar uang pengganti.

    “Kan penyidik setelah putusan onslag ya tentu menduga ada indikasi tidak baik, ada dugaan tidak murni onslag itu,” kata Harli belum lama ini.

    Berdasarkan catatan pemberitaan Bisnis, para terdakwa di kasus ekspor CPO memperoleh vonis ringan. Ada empat terpidana dalam kasus ini, mereka menerima hukuman di kisaran 1- 1,5 tahun penjara atau jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum.

    Hakim pada waktu itu juga tidak menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti kepada para terdakwa. Hanya saja mereka dijatuhi pidana denda Rp100 juta subsider dua bulan penjara. Padahal sebelumnya ketiga terdakwa dituntut untuk membayar uang pengganti Rp15 triliun.

    Sita Mobil Hingga Kapal Pesiar 

    Sekadar catatan, usai menetapkan tersangka, penyidik Kejagung langsung menggeledah tiga lokasi di dua provinsi terkait perkara pengurusan vonis lepas dari kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng korporasi.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar membeberkan penggeledahan itu dilakukan di Apartemen Kuningan City Tower Lantai 9 Jakarta dan di sebuah rumah kantor serta rumah pribadi yang ada di Palembang.

    “Penggeledahan dilakukan di dua provinsi yaitu di Palembang dan Jakarta. Lokasinya di apartemen, rumah kantor dan rumah pribadi,” tuturnya di Kejagung, Selasa (15/4) malam.

    Mobil sitaan dari tersangka suap hakim PN Jaksel./JIBI

    Dari hasil penggeledahan tersebut, Qohar mengatakan bahwa tim penyidik berhasil menyita dua unit mobil Mercedes Benz, satu unit mobil Honda CR-V dan 4 unit sepeda mewah merek Brompton.

    “Penyidik telah melakukan penyitaan untuk dua unit mobil Mercedes Benz, satu mobil merk Honda CRV, kemudian ada 4 sepeda Brompton,” katanya.

    Tidak hanya itu, Qohar juga membeberkan bahwa penyidik telah menyita dokumen yang diduga kuat berkaitan dengan kasus pengurusan perkara CPO. “Ada juga beberapa barang bukti yang telah kami sita seperti dokumen,” ujarnya.

    Selang beberapa hari, penyidik Kejagung juga menyita 3 unit mobil dan 2 unit kapal milik tersangka kasus suap Ariyanto Bakri.

    Qohar mengemukakan tiga unit kendaraan roda empat yang disita itu telah dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diamankan, sementara 2 unit kapal yang disita ditempatkan di Pantai Marina Ancol.

    “Ya tiga mobil dan kita juga mengamankan dua kapal yang di Pantai Marina,” tuturnya di Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari pagi.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, ada sebanyak lima unit mobil mewah dari berbagai brand, mulai dari Porsche GT3 RS, Mini Cooper GP Edition, Abarth 697, Range Rover Deep Dive, dan Lexus LM 350h.

    Sementara di belakang kelima kendaraan itu terdapat sebuah motor gede Harley Davidson dan 11 sepeda berbagai jenis.

    Uang Tunai Rp5,5 Miliar 

    Selain barang mewah, penyidik ejaksaan Agung (Kejagung) juga menyita uang sekitar Rp5,5 miliar dari penggeledahan di kediaman Hakim Ali Muhtarom (AM) di Jepara.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan uang miliaran itu diperoleh dari 3.600 lembar mata uang asing pecahan US$100. Adapun, penggeledahan itu dilakukan pada (16/4/2025).

    “Dari rumah tersebut ditemukan sejumlah uang dalam mata uang asing sebanyak 3.600 lembar atau 36 blok yang dengan mata uang asing US$100, jadi kalau kita setarakan di kisaran Rp5,5 miliar ya,” ujarnya di Kejagung, Rabu (23/4/2025).

    Ilustrasi penyidik Kejagung menyita uang dari tangan koruptor./Ist

    Dia menambahkan, uang itu ditemukan di kamar tidur dari salah satu kamar di rumah milik tersangka kasus suap tersebut. Harli juga menyatakan bahwa temuan uang miliaran itu bakal didalami keterkaitannya dalam perkara suap vonis onstlag crude palm oil (CPO) korporasi.

    “Itu juga yang mau didalami. Apakah itu aliran itu yang belum digunakan atau memang itu simpanan dari yang lain, kita belum tahu,” tegasnya.

  • Misteri ‘Perintah Ibu’ di Kasus Harun Masiku, Kubu Hasto Bantah Terkait Megawati

    Misteri ‘Perintah Ibu’ di Kasus Harun Masiku, Kubu Hasto Bantah Terkait Megawati

    Bisnis.com, JAKARTA — Persidangan kasus Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkap tentang ‘perintah ibu’ dalam perkara suap pergantian antar waktu yang melibatkan Harun Masiku.

    Harun Masiku adalah politkus PDIP yang keberadaannya hilang bak ditelan rimba. Saat ini dia berstatus sebagai buronan paling dicari oleh penyidik KPK.

    Adapun pernyataan tentang ‘perintah ibu’ terbongkar saat kesaksian mantan anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.

    Saat itu, jaksa KPK memutarkan rekaman percakapan Tio dengan mantan kader PDI Perjuangan sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri. 

    Saeful, dalam rekaman itu, menyebutkan bahwa permohonan PAW digaransi oleh Hasto usai mendapat perintah dari “ibu”. Namun tidak disebutkan siapa “ibu” yang dimaksud. Hasto juga menyampaikan hal tersebut kepada Saeful melalui sambungan telepon sebelum Saeful menelepon Tio.

    Setelah itu dalam pembicaraan, Saeful pun bertanya kepada Tio bagaimana caranya agar permohonan itu bisa terwujud. Tio pun membenarkan rekaman percakapan melalui sambungan telepon itu.

    Merujuk ke Megawati?

    Sementara itu, penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy membantah jika pernyataan “perintah ibu” yang mencuat dalam persidangan merujuk ke Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
    “Bukan Bu Mega,” ujar Ronny dilansir dari Antara.

    Ronny menuding Saeful memang kerap membawa-bawa dan menggunakan nama pimpinan Partai, termasuk salah satunya Hasto, agar cepat mendapatkan uang. Hal itu, kata dia, sudah terbukti lantaran Tio juga menyampaikan fakta yang sama.

    “Jadi jangan lah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan PDIP dan merupakan perintah dari partai,” ungkapnya.

    Kasus Hasto PDIP 

    Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi, yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka, pada rentang waktu 2019–2024.

    Sekjen DPP PDIP itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun Masiku, melalui penjaga Rumah Aspirasi Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota KPU periode 2017–2022 Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019–2020.

    Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan penggantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019–2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.