Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Ahli Waris Suparta Terancam Tanggung Beban Uang Pengganti Rp4,5 Triliun

    Ahli Waris Suparta Terancam Tanggung Beban Uang Pengganti Rp4,5 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan beban uang pengganti dari terdakwa kasus timah Suparta yang meninggal dunia bakal dibebankan ke ahli waris.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan kasus megakorupsi timah atas terdakwa Suparta itu kini sudah berstatus gugur. 

    Namun demikian, status gugur itu tidak serta merta menghilangkan pembebanan uang pengganti yang sudah divonis pengadilan.

    “Maka JPU menyerahkan berita acara persidangan kepada jaksa pengacara negara untuk dilakukan gugatan keperdataan dalam rangka tentu pengembalian kerugian keuangan negara,” ujarnya di Kejagung, Selasa (29/4/2025).

    Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 34 UU No.31/1999 tentang Tipikor, maka pengacara negara bakal melayangkan gugatan pengembalian keuangan negara itu ke ahli waris.

    Meskipun begitu, Harli menekankan bahwa saat ini pihaknya masih belum menentukan sikap untuk melayangkan gugatan tersebut.

    “Ke ahli waris [gugatannya], di aturannya seperti itu tapi nanti bagaimana prosesnya kita mulai dulu bagaimana sikap dari penuntut umum akan dikaji dulu,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Suparta dinyatakan meninggal dunia di RSUD Cibinong sekitar 18.05 WIB. Hanya saja, penyebab kematian dari bos smelter itu belum terungkap.

    Dalam catatan Bisnis, Suparta juga telah mengajukan kasasi atas vonis Pengadilan Tinggi Jakarta yang menjatuhkan pidana 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

    Selain pidana badan, Suparta juga telah dibebankan untuk membayar uang pengganti Rp4,57 triliun dengan subsider 10 tahun.

  • KPPU Segera Sidangkan Kasus Kartel Bunga Pinjol

    KPPU Segera Sidangkan Kasus Kartel Bunga Pinjol

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga pinjaman online (pinjol) dalam waktu dekat.

    Dalam siaran resminya, penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

    Sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang ditetapkan sebagai terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

    Hasil penyelidikan KPPU mengungkap bahwa mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8 % per hari. Angka itu dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4% per hari pada tahun 2021.

    “Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen,” kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa, Selasa (29/4/2025).

    Fanshurullah menuturkan bahwa dalam melakukan penyelidikan, KPPU telah mendalami model bisnis, struktur pasar, hingga pola keterkaitan antar pelaku di industri pinjol. Model bisnis pinjaman online di Indonesia mayoritas menggunakan pola Peer-to-Peer (P2P) Lending, menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.

    Berdasarkan regulasi Otoritas Jasa
    Keuangan (OJK), seluruh penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI. Namun, struktur pasar menunjukkan cukup tingkat konsentrasi tinggi.

    Sampai dengan Juli 2023, terdapat 97 penyelenggara aktif, dengan dominasi pasar terpusat pada beberapa pemain utama, antara lain: KreditPintar (13% pangsa pasar), Asetku (11%), Modalku (9%), KrediFazz (7%), EasyCash (6%), dan AdaKami (5%). Sisanya tersebar pada pemain-pemain dengan pangsa minor.

    Konsentrasi pasar diduga semakin kuat dengan adanya afiliasi kepemilikan atau hubungan mereka dengan platform e-commerce.

    Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, KPPU melalui Rapat Komisi tanggal 25 April 2025 memutuskan untuk menaikkan kasus ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Agenda sidang ini bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut.

    “Jika terbukti melanggar, para pelaku
    usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50% dari keuntungan dari pelanggaran atau hingga 10% dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode
    pelanggaran.”

    Di sisi lain, KPPU menekankan bahwa penanganan kasus ini merupakan bagian dari upaya menjaga ekosistem persaingan usaha yang sehat di sektor keuangan digital. Industri fintech dinilai memiliki peran strategis dalam mendorong inklusi keuangan.

    Hal tersebut dapat dilihat dari ukuran pasar ini yang cukup signifikan dimana hingga pertengahan bulan 2023 telah tercatat sebanyak 1,38 juta pemberi pinjaman aktif, 125,51 juta akun peminjam terdaftar, dengan akumulasi pinjaman yang telah diberikan mencapai
    Rp 829,18 triliun.

    Bahkan menurut Bank Dunia, Indonesia memiliki credit gap (kesenjangan
    kredit) atau kebutuhan pembiayaan yang tidak terpenuhi oleh lembaga keuangan tradisional yang mencapai Rp 1.650 triliun pada tahun 2024. Ini menjadi salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan industri pinjaman online di Indonesia.

    “Melalui penegakan hukum ini, KPPU meminta agar regulator dapat memperbaiki revisi standar industri, memperketat kontrol terhadap asosiasi, mengubah pola bisnis pinjol, hingga memicu penurunan bunga pinjaman ke tingkat yang lebih kompetitif. Dari sisi konsumen, penegakan hukum ini menjadi sinyal positif terhadap perlindungan hak peminjam dan efisiensi biaya layanan keuangan digital,” jelas Ifan, sapaan akrab Ketua KPPU.

  • Bukti Korupsi & Kejahatan Pajak Masih Rawan, Transaksinya Tembus 8% PDB Tahun Lalu

    Bukti Korupsi & Kejahatan Pajak Masih Rawan, Transaksinya Tembus 8% PDB Tahun Lalu

    Bisnis.com, JAKARTA — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah merilis data tentang transaksi keuangan yang terindikasi terkait dengan dugaan tindak pidana.

    Total transaksi yang terkait dengan tindak pidana mencapai Rp1.459 triliun pada tahun 2024 lalu. Jumlah itu setara dengan 6,5% dari produk domestik bruto atau PDB Indonesia berdasarkan harga berlaku sebesar Rp22.139 triliun.

    Adapun, transaksi kejahatan paling besar selama tahun lalu berasal dari tindak pidana korupsi. Jumlahnya mencapai Rp984 triliun atau sekitar 4,4% dari PDB. Peringkat kedua perpajakan yang tercatat sebesar Rp301 triliun atau 15,57% dari total penerimaan pajak tahun 2024 lalu yang tercatat sebesar Rp1.932,4 triliun.

    Jika transaksi kejahatan korupsi dan perpajakan digabungkan, maka akan diperoleh angka sebesar Rp1.760 triliun. Artinya, setiap tahun, transaksi yang terkait dengan kekayaan korupsi dan pajak mencapai 7,9% dari PDB.

    Sementara itu, tindak kejaahatan lain yang transaksinya juga cukup besar adalah perjudian yang tercatat senilai Rp68 triliun dan narkotika sebesar Rp9,75 triliun.

    Ancaman Judi Online

    Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan, saat ini Indonesia sedang menghadapi masalah judi online. Berdasarkan data, selama tahun 2025, diperkirakan perputaran dana judi online mencapai Rp1.200 triliun, sementara data tahun lalu sebesar Rp981 triliun.

    Ivan menekankan bahwa tantangan TPPU TPPT dan PPSPM ke depan akan terus berkembang dan memanfaatkan teknologi baru seperti aset kripto, hingga platform online lainnya. 

    “23 tahun merupakan waktu yang tidak singkat. Ini bukan hanya tentang apa yang sudah kita lakukan, tetapi tentang apa yang akan kita lakukan bersama ke depannya untuk menerapkan Rezim APUPPT-PPSPM,” tegas Ivan.

    Lebih lanjut Kepala PPATK menegaskan dari hasil National Risk Assesment (NRA) TPPU didapatkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana terbesar dalam TPPU. “Negara harus memberikan fokus utama dalam memberantas tindak pidana tersebut” lanjut Ivan. 

  • Setelah Zarof Ricar, Hakim Heru Hanindyo jadi Tersangka TPPU

    Setelah Zarof Ricar, Hakim Heru Hanindyo jadi Tersangka TPPU

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Hakim Heru Hanindyo (HH) menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan Heru jadi tersangka TPPU dalam tindak pidana suap dan gratifikasi perkara vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya.

    “Penetapan tersangka HH sejak tanggal 10 April 2025 dalam Perkara TPPU dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi suap dan atau gratifikasi tahun 2020 sampai dengan tahun 2024,” ujar Harli saat dihubungi, Selasa (29/4/2025).

    Dia menambahkan Heru dipersangkakan telah melanggar Pasal UU No.8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU atau Pasal 4 UU No 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU.

    Adapun, Harli mengungkap bahwa dalam perkara ini pihaknya telah memeriksa Direktur Utama PT Pesona Jati Abadi berinisial TNY selaku saksi.

    Pemeriksaan itu dilakukan untuk melengkapi berkas perkara Heru dalam perkara TPPU.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” tutur Harli.

    Sekadar informasi, Heru saat ini tengah menjadi terdakwa dalam perkara dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Perkara itu tengah diadili di PN Tipikor Jakarta Pusat. Teranyar, Heru telah dituntut oleh jaksa penuntut umum agar divonis bersalah dan dipenjara selama 12 tahun dan denda Rp750 juta subsider enam bulan.

  • Kejagung Periksa Dua Hakim pada Kasus Suap Vonis CPO

    Kejagung Periksa Dua Hakim pada Kasus Suap Vonis CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa dua hakim pada perkara dugaan suap terkait vonis bebas kasus ekspor crude palm oil atau CPO korporasi.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan dua hakim yang diperiksa, yaitu Haris Munandar (HM) selaku Hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

    Kemudian, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Herdiyanto Sutantyo (HS) juga turut diperiksa oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI.

    “Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta HM dan HS selaku hakim PN Jakarta Pusat telah diperiksa,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2025).

    Selain dua hakim itu, Kejagung juga telah memeriksa Konsultan Pembiayaan di PT Muara Sinergi Mandiri berinisial DSR dan Kasubag Kepegawai/Ortala pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, YW.

    Namun, Harli tidak merinci secara detail terkait pemeriksaan ini. Dia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Cs.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng.

    Djuyamto dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Adapun, uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Sejatinya, Syafei telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para “wakil tuhan” itu bisa memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa group korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

  • Anak Zarof Ricar Ngaku Sempat Minta Rp100 Juta untuk Nyaleg

    Anak Zarof Ricar Ngaku Sempat Minta Rp100 Juta untuk Nyaleg

    Bisnis.com, JAKARTA — Anak Zarof Ricar, Ronny Bara Pratama mengaku sempat meminta uang Rp100 juta kepada orang tuanya untuk pemilihan calon legislatif (caleg).

    Hal tersebut disampaikan Ronny saat menjadi saksi untuk terdakwa dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi di PN Tipikor, Jakarta, Senin (28/4/2025).

    Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) mengungkap percakapan permintaan uang yang berkaitan ibu dan ayah Ronny di WhatsApp pada Desember 2023.

    “Ini kurun waktunya 2023, Desember 2023. Saksi tahu? Kalau rupanya ada pemberitahuan dari Terdakwa Zarof bahwa saksi minta uang ke terdakwa?” tanya jaksa.

    Berkaitan dengan hal itu, Ronny menjelaskan bahwa ayahnya Zarof Ricar hampir tidak pernah memberikan bantuan. Oleh sebab itu, dia lebih memilih untuk meminta bantuan ke ibunya, yakni Dian Agustiani.

    “Saya tidak tahu Pak. Setahu saya, kalau saya mau minta tolong sama bapak, saya hampir tidak pernah dikasih. Tapi kalau saya minta sama ibu, saya insya Allah selalu dikasih,” ujar Ronny.

    “Minta 100 juta itu, itu untuk keperluan apa?” timpal jaksa.

    “Untuk keperluan pencalegan,” tutur Ronny.

    “Saat itu saksi yang mencalonkan?” tanya jaksa.

    “Iya,” jawab Ronny.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, Ronny merupakan caleg dari Partai Golongan Karya alias Golkar. Dia mencalonkan diri sebagai Caleg DPRD dapil 7 Jakarta.

    Ronny juga tercatat sempat mengajukan permohonan sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, permohonan itu gugur lantaran dianggap tidak sungguh-sungguh.

  • Kejagung Periksa Direktur Keuangan Adaro (ADRM) di Kasus Pertamina

    Kejagung Periksa Direktur Keuangan Adaro (ADRM) di Kasus Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia (ADRM) Heri Gunawan (HG).

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan Heri diperiksa dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    “Penyidik telah memeriksa HG selaku Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (28/4/2025).

    Selain Heri, Kejagung juga telah memeriksa CMS selaku Koordinator Subsidi Bahan Bakar Migas Kementerian ESDM.

    Kemudian, EED selaku Koordinator Harga Bahan Bakar pada Dirjen Migas Kementerian ESDM; ISR selaku Staf pada Fungsi Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional.

    Selanjutnya, DU selaku Staf pada Fungsi Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional; HA selaku Manager Non Mining PT Pertamina Patra Niaga tahun 2018-2020; dan EAA selaku Manager Mining PT PPN tahun 2018-2020.

    Adapun, STH selaku Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan tiga saksi Panitia Pengadaan/Tim Tender PT Pertamina International Shipping mulai dari DS, EP dan MR.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Harli.

    Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.

  • Istri dan Anak Zarof Ricar Tak Tahu Asal Usul Uang dan Emas 51 Kg

    Istri dan Anak Zarof Ricar Tak Tahu Asal Usul Uang dan Emas 51 Kg

    Bisnis.com, JAKARTA — Istri dan anak bekas pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar yakni Dian Agustiani dan Ronny Bara Pratama mengaku tidak mengetahui asal usul uang sitaan yang ditaksir Rp1 triliun dan emas 51 kg.

    Hal itu disampaikan keduanya saat dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Zarof Ricar dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi di PN Tipikor, Jakarta, Senin (28/4/2025).

    “Terkait uang-uang tadi, saksi tidak tahu apakah itu hasil usaha atau apa?” tanya jaksa penuntut umum (JPU) ke Dian.

    “Tidak,” jawab Dian.

    Dian juga tidak tahu informasi barang atau uang yang berada di dalam brankas lantaran tak pernah diberitahukan kodenya.

    “Tidak tahu,” tutur Dian.

    Adapun, istri Zarof itu juga tidak mengetahui terkait dengan asal usul emas sebanyak puluhan kilogram yang disita dari kediamannya itu.

    Di lain sisi, Ronny mengungkap total uang yang disita dari kediaman orang tuanya itu mencapai senilai Rp1,2 triliiun. Sementara, untuk emas mencapai 51 kilogram.

    “Saya disampaikannya bukan berdasarkan SGD-nya berapa, saya langsung disampaikan bahwa ‘Ini kami bawa dengan total nilai segini [Rp1,2 triliiun’,” tutur Ronny.

    Senada dengan ibunya, Ronny juga menyatakan bahwa dirinya tidak pernah mengetahui dan diberitahu soal asal usul puluhan emas dari kediamannya.

    “Tidak tahu, tidak pernah,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, jaksa penuntut umum (JPU) telah mendakwa Zarof Ricar telah menerima Rp915 miliar dalam kasus dugaan pemufakatan jahat suap dan gratifikasi selam 2010-2022.

    Jaksa mengatakan Zarof telah memiliki jabatan strategis di MA sejak 2006. Misalnya, sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA periode 2006-2014.

    Kemudian, Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum MA periode 2014-2017 dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan MA 2017-2022.

    Dalam periode sekitar 10 tahun itu, Zarof didakwa telah menerima gratifikasi sebesar Rp915 miliar dan emas logam mulia sebesar 51 kg dari pihak yang berperkara.

    “[Menerima] Rp915 miliar dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kg dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan Pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali,” ujar JPU di PN Tipikor, Senin (10/2/2025).

  • Terdakwa Kasus Timah Sekaligus Bos Smelter Suparta Meninggal Dunia

    Terdakwa Kasus Timah Sekaligus Bos Smelter Suparta Meninggal Dunia

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta meninggal dunia.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar menyampaikan Suparta meninggal dunia di RSUD Cibinong sekitar 18.05 WIB.

    “Ya benar atas nama Suparta, pada hari Senin tanggal 28 April 2025 sekira pukul 18.05 Wib di RSUD Cibinong,” ujarnya saat dihubungi, Senin (28/4/2025).

    Dia menambahkan bahwa pihaknya tidak mendapatkan informasi terkait penyebab meninggalnya bos smelter di Bangka Belitung itu. 

    Namun, dia menduga bahwa Suparta meninggal karena penyakit yang diidapnya. 

    “Di surat kematiannya tidak disebutkan penyebab kematiannya karena apa, tapi mungkin karena sakit,” imbuhnya.

    Adapun, Harli juga mengungkap bahwa saat ini Suparta masih berstatus terdakwa lantaran vonisnya masih belum inkrah.

    Sekadar informasi, Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis Suparta menjadi 19 tahun penjara. 

    Suparta juga telah dibebankan untuk membayar uang pengganti Rp4,57 triliun dengan subsider 10 tahun.

    Sebelumnya pada tingkat pertama, Dirut PT RBT Suparta divonis hakim PN Tipikor dengan pidana penjara 8 tahun dan denda Rp1 miliar. Suparta diwajibkan membayar uang pengganti Rp4,5 triliun

  • Saksi Ungkap Bantu Zarof Ricar Kasih Dana Produksi Film Rp1 Miliar

    Saksi Ungkap Bantu Zarof Ricar Kasih Dana Produksi Film Rp1 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Advokat Bert Nomensen Sidabutar mengaku telah memberikan uang Rp1 miliar untuk eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar untuk pembuatan film.

    Hal itu disampaikan Bert saam menjadi saksi dalam sidang atas terdakwa Zarof Ricar di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).

    Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) bertanya soal penyerahan uang Rp1 miliar dari Bert ke Zarof. Informasi itu kemudian diamini oleh Bert untuk keperluan produksi film “Sang Pengadil”.

    Bert kemudian menjelaskan asal usul pemberian uang tersebut bermula saat dirinya bertemu dengan Zarof di acara halal bihalal alumni Fakultas Hukum swasta di Jakarta Selatan. Di lokasi mereka bertukar kabar masing-masing.

    “Kan pensiun beliau ini, apa kabar, gimana pensiun, nah apa kegiatan. Langsung beliau sampaikan bahwa sedang bikin film Sang Pengadil gitu. Itu saja dia ngomong, ya jadi saya ya sebenernya bercanda, ‘banyak duit dong, gitu kan’. Dia, beliau [Zarof] bilang, ‘ini aja gue perlu duit’,” ujar Bert.

    Kemudian, Bert membantu pendanaan dalam produksi film besutan Zarof tersebut. Total, uang yang dirogoh Bert untuk membantu Zarof itu sebesar Rp1 miliar dalam pecahan Rp100.000.

    Uang tersebut dikirimkan ke rumah Zarof Ricar yang berlokasi di Jakarta Selatan. Adapun, Bert mengaku alasannya membantu Zarof itu karena akan mendapatkan keuntungan dari produksi film tersebut.

    “Jadi kita itu kan orang hukum, saya melihat bahwa tidak pernah ada film hukum ya di ini, jadi saya pikir membludak ini film kan, pasti untung, saya feeling,” imbuhnya.

    Di samping itu, Bert juga mengaku bahwa alasan memberikan uang itu karena dirinya sempat tertarik dengan pernyataan Zarof yang bisa membantunya dalam pengurusan perkara di pengadilan.

    “Waktu beliau sampaikan Rp1 miliar, karena sempat ngomong, ‘bert kalau lo ada perkara mungkin gue bisa bantu’ gitu kan. Saya ada perkara kebetulan, kebetulan. Saya cobalah kirim, hanya 2 lembar saja kalo tidak salah,” tambah Bert.

    Selanjutnya, Bert mengirimkan nomor perkara terkait dengan perkara tersebut, salah satunya terkait perdata. Kedua perkara itu disidangkan di PN Jakarta Pusat.

    Hanya saja, kata Bert, meskipun permintaan mengurus perkara ini untuk mengetes kemampuan Zarof. Namun, Bert merasa kecewa karena putusan kedua perkara itu tidak sesuai dengan keinginannya.

    “Jadi kan saya sudah bantu [pendanaan film] Rp1 miliar hasilnya kan tolak perkara saya dihukum ponakan saya. Jadi wajar lah kita kecewa kan,” pungkas Bert.