Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Hasto Marah Ketika Tahu Ada Permintaan Uang ke Harun Masiku

    Hasto Marah Ketika Tahu Ada Permintaan Uang ke Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut pernah memarahi staf PDIP, Saeful Bahri usai ketahuan meminta uang ke mantan calon anggota legislatif (caleg) DPR Harun Masiku, untuk pengurusan penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu 2019–2024. 

    Hal itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto menyatakan tak pernah merestui pengurusan Harun Masiku dengan meminta uang. Dia menyebut pernah menegur Saeful Bahri, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus Harun Masiku, ketika mendengar informasi soal adanya permintaan uang ‘operasional’. 

    “Saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku, maka, kemudian tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri,” katanya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto juga menyatakan langsung meminta Harun Masiku untuk tidak memberikan uang kepada Saeful. Mantan anggota DPR 2004–2009 itu pun menegur Saeful saat keduanya bertemu di Rumah Aspirasi, Jalan Sultan Syahrir, Jakarta Pusat. 

    “Saya menyampaikan seperti ini ‘kamu kenapa minta minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya menegaskan dilarang meminta-minta dana’ dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi dengan KPU,” terang Hasto. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami keterangan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya terkait dengan alasan partai memilih Harun sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan serta ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW pada periode yang lalu. 

    Hasto menceritakan alasan Harun dipilih oleh PDIP untuk menerima pelimpahan suara dari caleg DPR terpilih Sumsel I, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Hal itu meski suara yang diperoleh Harun saat pemungutan suara bukan pada urutan kedua. 

    Sementara itu, pemilih masih tetap memberikan hak suaranya kepada Nazarudin pada 2019 lalu kendati sudah meninggal. Hal ini menyebabkan ribuan suara yang mencoblos Nazarudin di surat suara hangus atau menjadi 0 sebagaimana peraturan KPU. Hal ini, kata Hasto, merugikan partai karena bisa berdampak ke perolehan kursi di DPR. 

    Alhasil, PDIP pun mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) yang pada intinya agar suara Nazarudin dikembalikan ke partai. Selanjutnya, mekanisme internal partai yang akan memilih siapa caleg yang akan menerima pelimpahan suara tersebut. 

    Permohonan uji materi ke MA itu pun dikabulkan. PDIP lalu meminta KPU melaksanakan putusan tersebut, meski penyelenggara pemilu belum mengamini permintaan partai. Sehingga, partai meminta MA agar mengeluarkan fatwa untuk pelaksanaan putusan uji materi itu. 

    Sejalan dengan hal tersebut, terang Hasto, PDIP menggelar rapat pleno pada Juli 2019 menetapkan agar Harun menerima pelimpahan suara almarhum Nazarudin.

    “Menerima perintah lebih tepatnya seperti itu sebagai diskresi yang dimiliki DPP PDI Perjuangan memohon pertimbangan hukum di dalam judicial review tersebut,” terang Hasto di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Tidak hanya itu, Hasto pun mengamini pertanyaan JPU bahwa saat itu partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu menganggap Harun adalah kader terbaik di antara delapan caleg yang ada di surat suara dapil Sumsel I. 

    “Benar [Harun adalah kader terbaik],” tegas politisi asal Yogyakarta itu. 

    Menurut Hasto, partai memiliki database terkait dengan caleg-caleg yang maju dengan bendera PDIP pada Pemilu 2019. Dia mengatakan bahwa partai menilai Harun memenuhi kebutuhan strategis partai. 

    Misalnya, aspek historis bahwa Harun mengaku terlibat dalam penyusunan AD/ART partai pada Kongres I PDIP. Kemudian, aspek keahlian dan latar belakang pendidikannya yang disebut pernah mendapatkan beasiswa dari Ratu Inggris, Elizabeth. 

    “Di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Rlizabeth, kemudian keahliannya international economic of law. Suatu profesi yang sangat diperlukan oleh partai. Maka kami juga melihat aspek-aspek kebutuhan strategis partai,” terang Hasto.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • KPK Geledah Kantor Pusat Bank Pelat Merah Terkait Kasus Pengadaan EDC

    KPK Geledah Kantor Pusat Bank Pelat Merah Terkait Kasus Pengadaan EDC

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor pusat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI). Penggeledahan itu berkaitan dengan penyidikan dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture atau EDC. 

    “Benar,” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada Bisnis saat dimintai konfirmasi, Kamis (26/6/2025). 

    Saat ditanya lebih lanjut apabila ada lokasi lain yang digeledah, Fitroh tidak merespons lebih lanjut. Namun, dia mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menaikkan status penanganan kasus itu ke tahap penyidikan. 

    Fitroh menjelaskan penyidikan dugaan korupsi di salah satu bank BUMN itu terkait dengan pengadaan mesin EDC. Dia juga tidak memerinci lebih lanjut terkait dengan hal tersebut. 

    Meski demikian, pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu menyebut belum ada pihak yang ditetapkan tersangka. 

    Fitroh mengatakan KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum untuk kasus tersebut sehingga belum ada tersangka. 

    “Belum ada [tersangka],” kata Fitroh. 

    Hari ini, Kamis (26/6/2025), penyidik memeriksa Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Namun, KPK belum memuat informasi pemeriksaan Catur maupun kasusnya pada jadwal pemeriksaan yang biasanya dibagikan oleh Humas KPK. 

    Saat dimintai konfirmasi, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa penggeledahan sedang berjalan. 

    “Ya nanti detailnya, karena kan proses penggeledahan sedang terjadi,” ungkap Setyo kepada wartawan. 

    Dia menyebut upaya paksa itu terkait dengan dugaan penyimpangan yang terjadi di lingkungan BRI. 

  • KPK Periksa Eks Wadirut BRI Catur Budi Harto, Dugaan Korupsi Pengadaan EDC

    KPK Periksa Eks Wadirut BRI Catur Budi Harto, Dugaan Korupsi Pengadaan EDC

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi terkait dengan pengadaan mesin EDC di lingkungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI).

    Kasus itu kini sudah dalam tahap penyidikan. Hal itu dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

    “Iya benar,” ujar Fitroh kepada Bisnis melalui pesan singkat saat dimintai konfirmasi, Kamis (26/6/2025).

    Fitroh lalu menyebut penyidikan dugaan korupsi di salah satu bank BUMN itu terkait dengan pengadaan EDC. Namun, dia tak memerinci lebih lanjut terkait dengan hal tersebut.

    Meski demikian, pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu menyebut belum ada pihak yang ditetapkan tersangka.

    “Belum ada [tersangka],” kata Fitroh.

    Adapun, hari ini penyidik KPK memeriksa Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

    Namun, KPK belum memuat informasi pemeriksaan Catur maupun kasusnya pada jadwal pemeriksaan yang biasanya dibagikan oleh Humas KPK.

    Saat dimintai konfirmasi, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa penggeledahan sedang berjalan.

    “Ya nanti detailnya, karena kan proses penggeledahan sedang terjadi,” ungkap Setyo kepada wartawan.

    Dia menyebut upaya paksa itu terkait dengan dugaan penyimpangan yang terjadi di lingkungan BRI.

  • Hasto Akhirnya ‘Bernyanyi’, Ngaku Diajak Djan Faridz Bertemu Ketua MA

    Hasto Akhirnya ‘Bernyanyi’, Ngaku Diajak Djan Faridz Bertemu Ketua MA

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengaku pernah diajak oleh politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Djan Faridz untuk bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.

    Hal itu disampaikan Hasto saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami soal proses pengajuan uji materi di MA oleh PDIP atas peraturan KPU ihwal pelimpahan suara caleg DPR yang meninggal dunia pada Pemilu 2019.

    Uji materi itu sejalan dengan keinginan PDIP untuk melimpahkan suara yang diperoleh Nazarudin Kiemas, caleg DPR 2019 dari PDIP dapil Sumatera Selatan I yang meninggal dunia, sesuai dengan keputusan partai. Saat itu, partai memutuskan untuk memilih Harun Masiku sebagai caleg yang menerima pelimpahan suara almarhum. 

    Awalnya, JPU bertanya ke Hasto bagaimana dia mengetahui putusan MA yang akhirnya mengabulkan uji materi PDIP atas peraturan KPU dimaksud. Hasto menjawab bahwa hal itu diketahui dari surat yang diterima DPP PDIP dari MA. 

    Kemudian, JPU bertanya apabila Hasto ingat bahwa informasi itu dia dapatkan bersamaan dengan saat pertemuan dengan Ketua MA. Menurut pengakuan Hasto, dia belum mengetahui ihwal putusan uji materi yang diajukan saat melakukan pertemuan di MA. 

    Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu mengungkap pertemuannya dengan Ketua MA saat itu, Hatta Ali, atas ajakan politisi senior PPP Djan Faridz pada 23 September 2019. Dia menyebut Djan saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, yang juga Ketua DPP PDIP. 

    “Saya berada di MA itu nanti bisa dilihat dalam fakta persidangan yang lalu, itu bersama dengan Pak Djan Faridz. Ya saya diajak oleh Pak Djan Faridz untuk ke MA. Dan kemudian terhadap keputusan apakah fatwa itu diterima atau tidak, saat itu saya belum tahu. Pada tanggal itu saya belum tahu,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    JPU lalu menyebut bahwa saksi Saeful Bahri sebelumnya menerangkan bahwa Harun Masiku pernah mengirimkan gambarnya bersama dengan Hasto dan Djan. 

    Hasto kemudian mengakui bahwa sempat bertemu dengan Harun di ruang tunggu Ketua MA, namun dia membantah ada pembicaraan soal fatwa MA terkait dengan putusan uji materi dari PDIP. 

    Dia menyebut pertemuan dengan Ketua MA bersama Djan Faridz saat itu membahas soal kinerja lembaga peradilan di bawag kepemimpinan Hatta Ali.

    “Saya sebelumnya kalau tidak salah itu diajak Pak Djan Faridz mau ke MA. Karena Pak Djan Faridz adalah sebagai Staf Ahlinya Pak Laoly. Kemudian saya diajak, ya saya bergabung, kami satu mobil berdua menggunakan mobilnya Pak Djan Faridz. Ketika kami sampai di sana, kemudian di ruang tunggu di situ ada Pak Harun Masiku,” ungkap Hasto.

    Di sisi lain, Hasto membantah ada komunikasi dengan Harun saat bertemu di kantor Ketua MA. Mantan anggota DPR 2004-2009 itu menyebut, Harun meninggalkan ruangan ketika pembicaraan antara Djan dan Hatta Ali berlangsung. 

    “Ketika Pak Djan Faridz sedang menyampaikan maksud dan tujuannya bertemu, saudara Harun Masiku keluar dari ruang pertemuan itu. Jadi saya sendiri tidak berbicara apa-apa dengan Harun Masiku,” terangnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menggeledah rumah Djan Faridz terkait dengan penyidikan kasus Harun Masiku pada 22 Januari 2025. Dia kemudian diperiksa oleh penyidik pada 26 Maret 2025. 

    Secara terpisah, pada saat sidang praperadilan yang diajukan Hasto di PN Jakarta Selatan, Biro Hukum KPK pernah menyebut Harun memiliki kedekatan dengan Ketua MA Hatta Ali. 

    “Bahwa Harun Masiku merupakan orang Toraja dan bukan kader asli PDI Perjuangan karena baru bergabung pada tahun 2018 dan memiliki kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2022, Hatta Ali. Dan diyakini Harun Masiku memiliki pengaruh di Mahkamah Agung,” demikian bunyi jawaban Termohon KPK terhadap petitum yang diajukan Hasto, yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

  • Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membantah tudingan dirinya memberikan uang talangan terkait dengan suap proses penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024. Uang itu diduga untuk meloloskan mantan caleg PDIP, Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Bantahan itu disampaikan Hasto pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan yang menjeratnya sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025). Hal itu disampaikan olehnya ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta konfirmasinya atas keterangan sejumlah saksi di persidangan.

    Awalnya, salah seorang JPU bertanya apabila Hasto menalangi pemberian uang suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp1,5 miliar untuk meloloskan Harun ke Senayan. Hal tersebut berdasarkan kesaksian Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. 

    “Mengenai percakapan Saeful dan Donny soal saudara terdakwa lah yang melakukan uang talangan untuk pengurusan HM [Harun Masiku] sebesar Rp1,5 miliar itu benar?,” tanya JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Namun, Hasto pun membantah. Dia menyebut kesaksian Saeful, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus suap Harun Masiku, adalah saat dia berbohong kepada istrinya ketika pulang terlambat dan membawa nama Hasto. 

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke Donny atau saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan. Saya enggak tahu sama sekali dana operasional itu,” jawabnya. 

    Setelah itu, JPU kembali meminta konfirmasi Hasto soal penyerahan dana sebesar Rp400 juta darinya di kantor DPP PDIP, melalui perantara Staf PDIP, Kusnadi. Jaksa menyebut keterangan itu berasal dari Donny, kader PDIP sekaligus advokat, yang diduga merupakan kepercayaan Hasto. 

    “Ini keterangan Donny ya Pak. Diiyakan oleh Saeful Bahri,” ujar JPU kepada Hasto. 

    Meski demikian, Hasto tetap membantah. Dia menegaskan bahwa dana itu bukan berasal darinya. Dia membantah pemberian uang Rp400 juta ke Saeful melalui Kusnadi di kantor DPP PDIP. 

    “Tidak ada. [Saya] keberatan,” kata Hasto saat merespons pertanyaan JPU. 

    Sebelumnya, penyelidik KPK yang dihadirkan sebagai saksi, Arif Budi Raharjo menyebut di persidangan bahwa sebagian dari sumber dana untuk menalangi suap kepada Wahyu Setiawan berasal dari kantong Hasto. Nilainya sekitar Rp400 juta. 

    “Pada saat penulisan di notulen kami sampaikan bahwa ini saudara terdakwa harus masuk karena ada sebagian sumber dana yang pada saat itu ditalangi sekitar Rp400 juta. Itu harus dipertanggungjawabkan,” terang Arif di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Kejagung Bakal Periksa Megawati terkait Korupsi Sritex

    Kejagung Bakal Periksa Megawati terkait Korupsi Sritex

    Bisnis.com, Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) akan periksa Megawati terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit sejumlah bank ke Sritex Group.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan bahwa Megawati merupakan Komisaris PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk. (SRIL). Selain itu, dia mengatakan istri dari Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto yang kini telah menjadi tersangka terkait perkara korupsi pemberian kredit sejumlah bank ke Sritex Group.

    “Iya benar, Megawati diperiksa hari ini. Dia adalah istri dari tersangka Iwan Setiawan selaku Direktur Utama PT Griya Asri Sejahtera,” tuturnya di Jakarta, Kamis (26/6).

    Harli mengatakan bahwa Megawati bakal dimintai keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Iwan Setiawan terkait perkara korupsi pemberian kredit sejumlah bank ke Sritex Group.

    “Iya, yang bersangkutan masih diperiksa itu di dalam,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Kejagung baru menetapkan tiga tersangka dalam perkara Sritex. Mereka yakni mantan Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM), lalu Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata (DS) serta eks Dirut Sritex Iwan Setiawan Lukminto (ISL).

    Iwan diduga menggunakan dana kredit dari bank tersebut untuk membayar utang Sritex dan pembelian aset non-produktif seperti tanah di Solo dan Yogyakarta.  

    Dalam hal ini, Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar menyatakan seharusnya dana kredit itu dipakai untuk modal kerja. 

    “Untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya,” tutur Qohar. 

    Adapun, hingga saat ini kerugian keuangan negara dalam perkara Sritex itu mencapai Rp692 miliar. Kerugian Negara itu dihitung dari total pinjaman dana dari Bank DKI Rp149 miliar dan Bank BJB Rp543 miliar.  

    “Terkait kerugian keuangan negara ini adalah sebesar Rp692 miliar. Ini terkait dengan pinjaman PT Sritex kepada dua bank. Tadi saya sampaikan Bank DKI Jakarta dan Bank BJB,” tutur Qohar.

  • Momen Berpelukan Hasto Kristiyanto dan Said Didu di PN Tipikor Usai Sidang Diskors

    Momen Berpelukan Hasto Kristiyanto dan Said Didu di PN Tipikor Usai Sidang Diskors

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu terlihat mendatangi persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Said terlihat menunggu di luar ruang sidang Hatta Ali sesaat sebelum Hasto memberikan keterangan kepada wartawan. Saat itu, sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa diskors selama satu jam oleh Majelis Hakim.

    Saat Hasto masih menunggu kuasa hukumnya untuk mendampingi saat keterangan pers, elite PDIP itu melihat Said berdiri bersama dengan wartawan yang mengerubunginya. 

    Sontak, Hasto langsung tersenyum dan menghampiri Said yang berada di tengah gerombolan wartawan. Keduanya sempat bersalaman dan berpelukan. 

    Said, yang pernah memegang jabatan di Kementerian BUMN era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), menunggu Hasto saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai persidangan yang dijalani olehnya. Dia turut mendengarkan pernyataan Hasto, sekaligus kuasa hukumnya yakni Ronny Talapessy dan Maqdir Ismail.

    Saat dihampiri, Said mengaku hari ini turut datang menyimak dua persidangan yang berbeda. Selain persidangan Hasto, dia turut menyaksikan jalannya persidangan perkara korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag), yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    “Kan dua teman saya ini. Hasto sama Lembong. Memang, karena memang saya anggap untuk keadilan ya saya khusus datang,” ujarnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

    Said lalu tidak menampik anggapan bahwa perkara yang menjerat Hasto dan Tom bermuatan politis. Dia menuding bahwa sebagian besar perkara hukum yang ada saat ini berkaitan dengan politik.

    Dia mengaku sempat menghadiri sidang Tom yang juga bergulir di ruangan sebelah tempat persidangan Hasto. 

    “Ya saya yakin sebagian besar perkara sekarang kaitan politik sih. Susah dibantah,” tuturnya.

    Said menilai, anggapan soal muatan politik pada penanganan perkara hukum saat ini tidak lepas dari bekas pengaruh Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Untuk diketahui, Said merupakan salah satu tokoh publik yang kerap mengkritik Jokowi. 

    “Penegakan hukum yang pertama dibersihkan dulu deh. Untuk menghindari agar orang-orang menjadi merasa aman kalau menjadi penjilat kekuasaan,” ucapnya.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 yang menjerat mantan caleg PDIP, Harun Masiku. Saat ini, Harun masih berstatus buron. Dia juga didakwa ikut memberikan suap untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW 2019-2024. 

    Sementara itu, Tom didakwa menyebabkan kerugian keuangan negara dalam rangka impor gula. Audit BPKP menunjukkan terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp578 miliar. 

  • Sekjen PDIP Hasto Diperiksa sebagai Terdakwa Kasus Perintangan Penyidikan

    Sekjen PDIP Hasto Diperiksa sebagai Terdakwa Kasus Perintangan Penyidikan

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjalani sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa hari ini, Kamis (26/6/2025). Hasto akan menjawab langsung pertanyaan baik dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun Majelis Hakim. 

    Untuk diketahui, sidang pemeriksaan terdakwa pada perkara suap penetapan anggota DPR 2019–2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku itu dilakukan setelah rentetan sidang pemeriksaan saksi hingga ahli. 

    Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto mempersilakan tim JPU dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk lebih dulu bertanya kepada Hasto. Dia lalu mengingatkan terdakwa agar memberikan keterangan sebenarnya. 

    “Kami ingatkan kepada terdakwa agar memberi keterangan yang benar, apa adanya, karena kejujuran saudara nanti membantu diri saudara sendiri, ya?,” kata Rios di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Atas perintah Hakim Ketua itu, Hasto pun menjawab bakal memberikan keterangan dengan sebenarnya.  “Baik, Yang Mulia,” ucap Hasto. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Sidang Paulus Tannos, Ketua KPK Ungkap Hakim Singapura Minta RI Sediakan Dokumen Ini

    Sidang Paulus Tannos, Ketua KPK Ungkap Hakim Singapura Minta RI Sediakan Dokumen Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara usai Hakim Pengadilan Singapura menetapkan bahwa sidang ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos, masih dilanjutkan pada 7 Agustus 2025. 

    Untuk diketahui, sidang ekstradisi pada 23-25 Juni 2025 sebelumnya baru meliputi agenda mendengarkan keberatan pihak Paulus. Pada sidang selanjutnya, pihak Paulus akan menghadirkan saksi untuk mendukung keberatan mereka atas ekstradisi yang diajukan pemerintah Indonesia. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi bahwa proses sidang Paulus Tannos masih berlanjut. Dia juga menyebut Hakim sudah mengeluarkan penetapan. 

    Setyo memastikan agar pemerintah Indonesia, termasuk KPK, telah menyerahkan seluruh dokumen-dokumen yang dibutuhkan Pengadilan Singapura dalam proses ekstradisi terhadap Paulus. 

    “KPK dapat info bahwa proses sidang masih lanjut dan, hakim mengeluarkan penetapan, salah satunya copy opinion of Indonesian expert witness, sudah diserahkan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (26/6/2025). 

    Setyo tak memerinci lebih lanjut terkait dengan tanggapan lembaganya atas keberatan yang masih diajukan Paulus. 

    Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryopratomo menyebut persidangan ekstradisi Paulus berpotensi memakan waktu lebih lama. Pihak Paulus disebut akan menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi terhadap kliennya. 

    Pria yang akrab disapa Tommy itu mengungkap, pengacara Paulus menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi.

    “Belum tahu [proses ke depan] karena pengacara yang dipakai menggunakan segala cara untuk tidak diekstradisi. Akan makan waktu dan belum akan diputuskan cepat. Kita ikuti saja prosesnya,” ungkap pria yang akrab disapa Tommy itu kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025). 

    Menurut Tommy, pihak Paulus tetap menolak ekstradisi yang dimohonkan oleh pemerintah Indonesia, melalui perwakilan Kejaksaan Singapura. 

    Pihak Paulus disebut berargumen bahwa Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura bertentangan dengan undang-undang (UU) setempat. 

    “Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan termasuk soal Perjanjian Ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura,” terang mantan jurnalis senior Kompas hingga Metro TV itu. 

    Pada sidang lanjutan 7 Agustus 2025, Hakim akan mendengarkan kesaksian yang diajukan pihak Paulus selaku subyek permohonan ekstradisi. Mereka diminta untuk mengajukan nama-nama saksi yang akan dihadirkan di Pengadilan.

    Proses Sidang Paulus Tannos 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sidang atau committal hearing untuk menentukan ekstradisi Paulus telah dimulai 23 Juni 2025 lalu. Sidang itu digelar di State Court, 1st Havelock Square. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC). 

    Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya. 

    Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia. 

    Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut. 

    Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).

    Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap. 

    Proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024. 

    Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025. 

    Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.  

    Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu. 

    Sementara itu, proses penyelesaian kasus e-KTP yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka.