Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Kronologi Kepala Dinas PUPR Sumut Kena OTT KPK Soal Dugaan Korupsi Proyek Pembangunan Jalan

    Kronologi Kepala Dinas PUPR Sumut Kena OTT KPK Soal Dugaan Korupsi Proyek Pembangunan Jalan

    Bisnis.com, MEDAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjaring Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berinisial TOPG dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal (Madina) pada Kamis (26/6/2025) malam yang menangkap 6 (enam orang).

    Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, awal minggu ini pihaknya mendapat informasi akan adanya pertemuan dan terjadi penyerahan sejumlah uang dari pihak swasta ke pihak tertentu.

    Asep juga menyebut telah mendapat informasi adanya penarikan uang sebesar Rp2 miliar dari pihak swasta. Diduga, uang tersebut akan dibagikan ke pihak-pihak tertentu agar yang bersangutan mendapat proyek pembangunan jalan yang akan dimulai dalam waktu dekat di Sumut.

    “Kami memantau bahwa pada Kamis malam ada pertemuan antara pihak swasta yakni saudara KIR dan Rei dengan saudara TOP di suatu tempat,” kata Asep dalam keterangan pers di Jakarta, dikutip dari akun youtube KPK, Sabtu (28/6/2025).

    Lebih jauh disampaikan Asep, pihaknya menemukan bahwa ada sejumlah proyek pembangunan dan rehabilitasi jalan di Sumut yang dilakukan di Dinas PUPR Sumut dan di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional di wilayah I Sumut dengan total Rp231,8 miliar.

    Dugaan penyuapan agar memperoleh proyek menguat dengan pergerakan uang sebesar Rp2 miliar dari pihak swasta sebelumnya. Kumpulan informasi ini menjadi landasan KPK bergerak memantau pergerakan para pihak.

    “Kami ingin mencegah pihak ini mendapatkan proyek karena pasti hasil pekerjaannya tidak akan maksimal sebab sebagian dari uang tersebut, paling tidak sekitar Rp46 miliar itu akan digunakan untuk menyuap agar memperoleh proyek, bukan untuk pembangunan jalan,” jelasnya.

    Adapun sebelumnya KPK menangkap tangan 6 (enam) orang pada Kamis (26/6/2025) di Mandailing Natal. OTT ini merupakan tindak lanjut informasi yang diterima KPK dari masyarakat terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan satker PJN Wilayah I Sumut.

    Keenam orang yang ditangkap termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut kini telah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. 

  • Kasus Korupsi Pembangunan Jalan, KPK Angkut 6 Orang di OTT Sumut

    Kasus Korupsi Pembangunan Jalan, KPK Angkut 6 Orang di OTT Sumut

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap enam orang dalam operasi tangkap tangan alias OTT di Sumatra Utara (Sumut).

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan kegiatan OTT itu berlangsung di Mandailing Natal pada Kamis (26/6/2025) malam.

    “Benar, bahwa pada Kamis malam KPK telah melakukan kegiatan tangkap tangan di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Jumat (27/6/2025)

    Dia menambahkan, keenam orang itu tengah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

    Di samping itu, Budi mengungkap bahwa kegiatan OTT komisi antirasuah kali ini berkaitan dengan dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di PUPR dan satuan kerja PJN di Wilayah I Sumut.

    “Kegiatan tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi ini terkait proyek pembangunan jalan di PUPR dan preservasi jalan di Satker PJN Wilayah I Sumatra Utara,” imbuh Budi.

    Hanya saja, Budi belum bisa menjelaskan ihwal perkara korupsi tersebut lebih detail, termasuk soal enam orang yang tengah dibawa ke markas KPK. 

    Meskipun begitu, Budi menyatakan akan segera melakukan gelar untuk menjelaskan konstruksi perkaranya ke publik.

    “Siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat dan bagaimana konstruksi perkaranya akan kami sampaikan pada kesempatan berikutnya,” pungkasnya.

  • Vonis Terdakwa Suap Hakim PN Surabaya Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding

    Vonis Terdakwa Suap Hakim PN Surabaya Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung bakal mengajukan banding atas putusan terdakwa Lisa Rachmat dalam perkara suap atau gratifikasi hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan bahwa JPU telah menyatakan permohonan untuk langsung banding saat putusan dijatuhkan kepada terdakwa Lisa Rachmat oleh Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya.

    Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya hanya menjatuhkan vonis selama 11 tahun penjara terjadap terdakwa Lisa Rachmat, padahal JPU menuntut hukuman 14 tahun penjara atas kasus suap yang dilakukan terdakwa Lisa Rachmat.

    “Kita langsung menyatakan banding atas putusan terdakwa LS,” tuturnya di Jakarta, dikutip Jumat (27/6/2025).

    Dia menjelaskan bahwa JPU sudah memiliki banyak barang bukti terkait terdakwa Lisa Rachmat. Seharusnya, menurut Harli, hakim menjatuhkan vonis yang sesuai tuntutan JPU.

    “Terkait dengan banyak barang bukti yang menurut jaksa penuntut umum seharusnya sesuai dengan tuntutannya,” katanya.

    Menurut Harli, dari tiga terdakwa di kasus suap hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang sudah dijatuhi vonis, hanya Meirizka Wijaya yang mengambil langkah berbeda. Meirizka Wijaya diketahui merupakan ibu terpidana Ronald Tannur.

    Dari vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Meirizka, kata Harli, terdakwa sendiri sudah menyatakan menerima. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan JPU untuk memutuskan tidak banding.

    “Terkait MW, kalau tidak salah, baik jaksa dan terdakwa menerima keputusan karena tidak ada alasan-alasan yang kuat untuk melakukan upaya hukum karena terdakwa sendiri juga sudah menerima keputusan,” ujar Harli.

  • Sederet Fakta Persidangan Hasto, Sebut Nama Djan Faridz hingga Hatta Ali

    Sederet Fakta Persidangan Hasto, Sebut Nama Djan Faridz hingga Hatta Ali

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal (PDIP) Hasto Kristiyanto akhirnya buka-bukaan mengenai kasus perintangan penyidikan dan suap terkait Harun Masiku. Pada sidang yang berlangsug Kamis (26/6/2025) kemarin, dia mengungkap sejumlah fakta, termasuk soal Harun Masiku hingga hubungannya dengan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA).

    Hasto, misalnya, mengaku pernah diajak oleh politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Djan Faridz untuk bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.

    Hal itu disampaikan Hasto saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami soal proses pengajuan uji materi di MA oleh PDIP atas peraturan KPU ihwal pelimpahan suara caleg DPR yang meninggal dunia pada Pemilu 2019.

    Uji materi itu sejalan dengan keinginan PDIP untuk melimpahkan suara yang diperoleh Nazarudin Kiemas, caleg DPR 2019 dari PDIP dapil Sumatera Selatan I yang meninggal dunia, sesuai dengan keputusan partai. Saat itu, partai memutuskan untuk memilih Harun Masiku sebagai caleg yang menerima pelimpahan suara almarhum. 

    Awalnya, JPU bertanya ke Hasto bagaimana dia mengetahui putusan MA yang akhirnya mengabulkan uji materi PDIP atas peraturan KPU dimaksud. Hasto menjawab bahwa hal itu diketahui dari surat yang diterima DPP PDIP dari MA. 

    Kemudian, JPU bertanya apabila Hasto ingat bahwa informasi itu dia dapatkan bersamaan dengan saat pertemuan dengan Ketua MA. Menurut pengakuan Hasto, dia belum mengetahui ihwal putusan uji materi yang diajukan saat melakukan pertemuan di MA. 

    Hubungan dengan Djan Faridz 

    Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu mengungkap pertemuannya dengan Ketua MA saat itu, Hatta Ali, atas ajakan politisi senior PPP Djan Faridz pada 23 September 2019. Dia menyebut Djan saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, yang juga Ketua DPP PDIP. 

    “Saya berada di MA itu nanti bisa dilihat dalam fakta persidangan yang lalu, itu bersama dengan Pak Djan Faridz. Ya saya diajak oleh Pak Djan Faridz untuk ke MA. Dan kemudian terhadap keputusan apakah fatwa itu diterima atau tidak, saat itu saya belum tahu. Pada tanggal itu saya belum tahu,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    JPU lalu menyebut bahwa saksi Saeful Bahri sebelumnya menerangkan bahwa Harun Masiku pernah mengirimkan gambarnya bersama dengan Hasto dan Djan. Hasto kemudian mengakui bahwa sempat bertemu dengan Harun Masiku di ruang tunggu Ketua MA, namun dia membantah ada pembicaraan soal fatwa MA terkait dengan putusan uji materi dari PDIP. 

    Dia menyebut pertemuan dengan Ketua MA bersama Djan Faridz saat itu membahas soal kinerja lembaga peradilan di bawag kepemimpinan Hatta Ali. “Saya sebelumnya kalau tidak salah itu diajak Pak Djan Faridz mau ke MA. Karena Pak Djan Faridz adalah sebagai Staf Ahlinya Pak Laoly. Kemudian saya diajak, ya saya bergabung, kami satu mobil berdua menggunakan mobilnya Pak Djan Faridz. Ketika kami sampai di sana, kemudian di ruang tunggu di situ ada Pak Harun Masiku,” ungkap Hasto.

    Di sisi lain, Hasto membantah ada komunikasi dengan Harun saat bertemu di kantor Ketua MA. Mantan anggota DPR 2004-2009 itu menyebut, Harun meninggalkan ruangan ketika pembicaraan antara Djan dan Hatta Ali berlangsung. 

    “Ketika Pak Djan Faridz sedang menyampaikan maksud dan tujuannya bertemu, saudara Harun Masiku keluar dari ruang pertemuan itu. Jadi saya sendiri tidak berbicara apa-apa dengan Harun Masiku,” terangnya.

    Harun Masiku Kader Terbaik?

    Hasto menceritakan alasan Harun dipilih oleh PDIP untuk menerima pelimpahan suara dari caleg DPR terpilih Sumsel I, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Hal itu meski suara yang diperoleh Harun saat pemungutan suara bukan pada urutan kedua. 

    Sementara itu, pemilih masih tetap memberikan hak suaranya kepada Nazarudin pada 2019 lalu kendati sudah meninggal. Hal ini menyebabkan ribuan suara yang mencoblos Nazarudin di surat suara hangus atau menjadi 0 sebagaimana peraturan KPU. Hal ini, kata Hasto, merugikan partai karena bisa berdampak ke perolehan kursi di DPR. 

    Alhasil, PDIP pun mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) yang pada intinya agar suara Nazarudin dikembalikan ke partai. Selanjutnya, mekanisme internal partai yang akan memilih siapa caleg yang akan menerima pelimpahan suara tersebut. 

    Permohonan uji materi ke MA itu pun dikabulkan. PDIP lalu meminta KPU melaksanakan putusan tersebut, meski penyelenggara pemilu belum mengamini permintaan partai. Sehingga, partai meminta MA agar mengeluarkan fatwa untuk pelaksanaan putusan uji materi itu. 

    Sejalan dengan hal tersebut, terang Hasto, PDIP menggelar rapat pleno pada Juli 2019 menetapkan agar Harun menerima pelimpahan suara almarhum Nazarudin.

    “Menerima perintah lebih tepatnya seperti itu sebagai diskresi yang dimiliki DPP PDI Perjuangan memohon pertimbangan hukum di dalam judicial review tersebut,” terang Hasto di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Tidak hanya itu, Hasto pun mengamini pertanyaan JPU bahwa saat itu partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu menganggap Harun adalah kader terbaik di antara delapan caleg yang ada di surat suara dapil Sumsel I. 

    “Benar [Harun adalah kader terbaik],” tegas politisi asal Yogyakarta itu. 

    Menurut Hasto, partai memiliki database terkait dengan caleg-caleg yang maju dengan bendera PDIP pada Pemilu 2019. Dia mengatakan bahwa partai menilai Harun memenuhi kebutuhan strategis partai. 

    Misalnya, aspek historis bahwa Harun mengaku terlibat dalam penyusunan AD/ART partai pada Kongres I PDIP. Kemudian, aspek keahlian dan latar belakang pendidikannya yang disebut pernah mendapatkan beasiswa dari Ratu Inggris, Elizabeth.

    “Di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Rlizabeth, kemudian keahliannya international economic of law. Suatu profesi yang sangat diperlukan oleh partai. Maka kami juga melihat aspek-aspek kebutuhan strategis partai,” terang Hasto.

  • Kejagung Bakal Periksa Pihak Google di Kasus Chromebook, Ini Alasannya

    Kejagung Bakal Periksa Pihak Google di Kasus Chromebook, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal memeriksa pihak Google dalam perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019-2022.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan pemeriksaan Google itu lantaran ada kaitannya dengan pengadaan Chromebook.

    “Khususnya dalam konteks pengadaan. Karena kalau kita lihat pengadaan apa sih? Ini kan pengadaan Google Chromebook Tentu itu sangat berkaitan dengan itu,” ujar Harli di Kejagung, dikutip Jumat (27/6/2025).

    Dia menambahkan, pemeriksaan itu dilakukan agar fakta-fakta hukum perkara Kemendikbudristek di era Nadiem Makarim itu bisa terungkap secara terang benderang.

    Di samping itu, Harli mengungkap bahwa pihak Google sejatinya telah dilakukan pemanggilan. Namun, pihak Google belum bisa menghadiri panggilan penyidik. Oleh karena itu, Harli menuturkan bahwa pihak Google itu kemungkinan bakal diperiksa pekan depan.

    “Namun kapan dan bagaimana saya kira nanti perlu kita konfirmasi kepada penyidik untuk memastikan,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat Kemendikbudristek menyusun pengadaan peralatan TIK bagi SD, SMP dan SMA. Salah satu perangkat TIK yang dimaksud adalah laptop Chromebook.

    Singkatnya, perangkat TIK itu sempat di uji coba saat era Mendikbud Muhadjir Effendy. Namun, laptop Chromebook dinilai tidak efektif lantaran hanya bisa optimal ketika digunakan saat ada jaringan internet.

    Di samping itu, jaringan internet di Indonesia juga disebut masih belum merata. Meskipun begitu, Kemendikbudristek era Nadiem masih melakukan pengadaan barang Chromebook.

    Oleh sebab itu, Kejagung menilai dalam peristiwa itu dugaan pemufakatan jahat dalam pengadaan alat TIK senilai Rp9,9 triliun tersebut.

  • Kejagung Pastikan Kerja Sama terkait Penyadapan Tak Langgar Hak Privasi

    Kejagung Pastikan Kerja Sama terkait Penyadapan Tak Langgar Hak Privasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan penyadapan terkait kerja sama dengan sejumlah operator seluler tidak akan melanggar hak privasi.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar menekankan bahwa kerja sama terkait penyadapan itu murni untuk penegakan hukum.

    “Kami juga melakukan itu akan dengan hati-hati Kemudian tentu tidak boleh melanggar hak-hak privasi,” ujarnya di Kejagung, dikutip Jumat (27/6/2025).

    Dia mencontohkan proses pengaplikasian penyadapan itu misalnya dilakukan untuk memburu pihak-pihak yang masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO. Di samping itu, penyadapan juga tidak akan dilakukan sembarangan lantaran harus mendapatkan persetujuan dan dikaji terlebih dahulu sebelum eksekusi. 

    “Jadi tidak sembarang ya Itu tidak bisa kami lakukan juga secara sembarang, nah itu juga terdasar permintaan. Nanti diminta itu akan dikaji Dikaji apa urgensinya,” kata Harli.

    DIKLAIM SESUAI ATURAN

    Di samping itu, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani menyampaikan kerja sama dengan sejumlah operator telekomunikasi ini sudah sejalan dengan aturan yang ada.

    Aturan itu termaktub dalam UU No.11/2021 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

    “Peraturan baru ini, khususnya Pasal 30B, memberikan otorisasi kepada bidang intelijen untuk menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum,” ujar Reda.

    Sekadar informasi, berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, empat operator itu yang bekerja sama dengan Kejagung itu yakni PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat Tbk, dan PT Xlsmart Telecom Sejahtera Tbk.

  • Kejagung Periksa 2 Komisaris Bank Jateng pada Kasus Korupsi Sritex

    Kejagung Periksa 2 Komisaris Bank Jateng pada Kasus Korupsi Sritex

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa dua belas saksi dalam perkara dugaan korupsi pemberian kredit bank ke Sritex (SRIL).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan dua dari 12 saksi yang diperiksa itu adalah Komisaris Bank Jawa Tengah (Jateng).

    “SP dan FXS selaku Komisaris Bank Jateng telah diperiksa sebagai saksi,” ujar Harli dalam keterangan tertulis, Jumat (27/6/2025).

    Selain itu, penyidik pada direktorat Jampidsus Kejagung RI juga telah memeriksa istri dari tersangka Iwan Setiawan Lukminto (ISL), Megawati selaku Dirut PT Griya Asri Sejahtera.

    Meski demikian, Harli tidak menjelaskan secara detail terkait pemeriksaan ini. Dia hanya mengungkap bahwa belasan saksi itu dilakukan untuk pemenuhan berkas perkara atas tersangka Iwan Setiawan Lukminto Cs.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkasnya.

    Nah, berikut ini saksi kasus Sritex yang telah diperiksa Kejagung pada Kamis (26/6/2025) :

    1. IST selaku Staf Accounting PT Sritex.

    2. BU dari Direktur Utama PT Utama Bintang Erkonpersada.

    3. CKN selaku Staf Keuangan PT Sritex.

    4. HW selaku Pembuat Feasibility Study. PT Rayon Utama Makmur tahun 2009.

    5. SP selaku Komisaris Bank Jateng.

    6. FXS selaku Komisaris Bank Jateng.

    7. MIL selaku Direktur PT Wismatama Indah Makmur.

    8. RS selaku General Manager Sindikasi BNI tahun 2014.

    9. CAS selaku Petugas/Maker Operasional Kredit Bank BJB.

    10. HPY selaku Petugas/Maker Operasional Kredit Bank BJB Divisi Corporate Secretary.

    11. MR selaku General Manager Operasional Kredit Bank BJB.

    12. MGW selaku Istri Tersangka ISL dan Direktur Utama PT Griya Asri Sejahtera.

  • Hasto Jelaskan Arti Pesan WA ‘Ok Sip’ Soal Pertemuan dengan Harun Masiku

    Hasto Jelaskan Arti Pesan WA ‘Ok Sip’ Soal Pertemuan dengan Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjelaskan makna di balik pesan WhatsApp (WA) darinya berdasarkan bukti percakapakan yang diperoleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Pesan singkat Hasto itu berbunyi ‘Ok Sip’ yang merupakan respons terhadap pesan dari Saeful Bahri, saat itu kader PDIP, terkait dengan pertemuan dengan Harun Masiku. Bukti percakapan itu ditunjukkan dalam persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan terhadap Hasto sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025). 

    Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami keterangan Hasto ihwal pesan tersebut, lantaran diduga Saeful melaporkan sudah bertemu dengan Harun kepada Hasto. Dia lalu merespons pesan Saeful itu dengan kata ‘Ok Sip’. 

    Meski demikian, Hasto membantah bahwa pesan ‘Ok Sip’ itu berarti dia mengetahui adanya pertemuan dimaksud. Dia hanya mengetik tanpa benar-benar menyadari substansi pesan. 

    “Ya saya tidak tahu (maksud Saeful Bahri), makanya saya jawab ‘Ok Sip’ di situ. Saya tidak menanyakan pertemuannya apa, hasilnya gimana. Karena itu jawaban standar saya,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto mengatakan, perintah resmi partai terkait dengan proses PAW Harun Masiku diberikan kepada tim hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah. Bukan Saeful Bahri. 

    Mantan anggota DPR 2004-2009 itu menyebut, pesan Saeful via WA itu juga tidak disadari secara penuh oleh Hasto karena fokusnya sedang terbagi ke kegiatan Focus Group Discussion (FGD) untuk rakernas. 

    Oleh sebab itu, Hasto menegaskan bahwa pesan ‘Ok Sip’ itu hanya bermakna bahwa dia telah menerima pesan tersebut tanpa mengerti apa substansinya. 

    “Maka kalau mau memaknai ‘ok sip’ itu nanti harus dilihat dengan jawaban ‘ok sip’ saya yang lainnya. Karena itu menunjukan ‘ok sip’ itu adalah suatu jawaban saya terima WA, tapi substansinya apa saya tidak begitu perhatikan, sebagai jawaban formal bahwa saya telah menerima WA tersebut,” sebutnya. 

    Untuk diketahui, Saeful merupakan mantan kader PDIP yang sebelumnya telah menjalani hukuman pidana atas perkara suap penetapan anggota DPR 2019–2024. Ada tiga orang lain yang terseret yakni anggota KPU 2017–2022 Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina serta mantan caleg PDIP Harun Masiku. 

    Hanya Harun yang sampai saat ini belum dibawa ke proses hukum karena masih status buron. 

    Adapun Hasto dan Donny Tri Istiqomah ditetapkan sebagai tersangka pada pengembangan kasus tersebut. Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan. 

    Hasto lalu didakwa di persidangan terkait dengan suap dan perintangan penyidikan. 

  • Hasto Marah Ketika Tahu Ada Permintaan Uang ke Harun Masiku

    Hasto Marah Ketika Tahu Ada Permintaan Uang ke Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut pernah memarahi staf PDIP, Saeful Bahri usai ketahuan meminta uang ke mantan calon anggota legislatif (caleg) DPR Harun Masiku, untuk pengurusan penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu 2019–2024. 

    Hal itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto menyatakan tak pernah merestui pengurusan Harun Masiku dengan meminta uang. Dia menyebut pernah menegur Saeful Bahri, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus Harun Masiku, ketika mendengar informasi soal adanya permintaan uang ‘operasional’. 

    “Saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku, maka, kemudian tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri,” katanya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto juga menyatakan langsung meminta Harun Masiku untuk tidak memberikan uang kepada Saeful. Mantan anggota DPR 2004–2009 itu pun menegur Saeful saat keduanya bertemu di Rumah Aspirasi, Jalan Sultan Syahrir, Jakarta Pusat. 

    “Saya menyampaikan seperti ini ‘kamu kenapa minta minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya menegaskan dilarang meminta-minta dana’ dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi dengan KPU,” terang Hasto. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami keterangan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya terkait dengan alasan partai memilih Harun sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan serta ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW pada periode yang lalu. 

    Hasto menceritakan alasan Harun dipilih oleh PDIP untuk menerima pelimpahan suara dari caleg DPR terpilih Sumsel I, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Hal itu meski suara yang diperoleh Harun saat pemungutan suara bukan pada urutan kedua. 

    Sementara itu, pemilih masih tetap memberikan hak suaranya kepada Nazarudin pada 2019 lalu kendati sudah meninggal. Hal ini menyebabkan ribuan suara yang mencoblos Nazarudin di surat suara hangus atau menjadi 0 sebagaimana peraturan KPU. Hal ini, kata Hasto, merugikan partai karena bisa berdampak ke perolehan kursi di DPR. 

    Alhasil, PDIP pun mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) yang pada intinya agar suara Nazarudin dikembalikan ke partai. Selanjutnya, mekanisme internal partai yang akan memilih siapa caleg yang akan menerima pelimpahan suara tersebut. 

    Permohonan uji materi ke MA itu pun dikabulkan. PDIP lalu meminta KPU melaksanakan putusan tersebut, meski penyelenggara pemilu belum mengamini permintaan partai. Sehingga, partai meminta MA agar mengeluarkan fatwa untuk pelaksanaan putusan uji materi itu. 

    Sejalan dengan hal tersebut, terang Hasto, PDIP menggelar rapat pleno pada Juli 2019 menetapkan agar Harun menerima pelimpahan suara almarhum Nazarudin.

    “Menerima perintah lebih tepatnya seperti itu sebagai diskresi yang dimiliki DPP PDI Perjuangan memohon pertimbangan hukum di dalam judicial review tersebut,” terang Hasto di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Tidak hanya itu, Hasto pun mengamini pertanyaan JPU bahwa saat itu partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu menganggap Harun adalah kader terbaik di antara delapan caleg yang ada di surat suara dapil Sumsel I. 

    “Benar [Harun adalah kader terbaik],” tegas politisi asal Yogyakarta itu. 

    Menurut Hasto, partai memiliki database terkait dengan caleg-caleg yang maju dengan bendera PDIP pada Pemilu 2019. Dia mengatakan bahwa partai menilai Harun memenuhi kebutuhan strategis partai. 

    Misalnya, aspek historis bahwa Harun mengaku terlibat dalam penyusunan AD/ART partai pada Kongres I PDIP. Kemudian, aspek keahlian dan latar belakang pendidikannya yang disebut pernah mendapatkan beasiswa dari Ratu Inggris, Elizabeth. 

    “Di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Rlizabeth, kemudian keahliannya international economic of law. Suatu profesi yang sangat diperlukan oleh partai. Maka kami juga melihat aspek-aspek kebutuhan strategis partai,” terang Hasto.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.