Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Patrialis Akbar: Putusan MK tentang Pemilu Bertentangan dengan Konstitusi

    Patrialis Akbar: Putusan MK tentang Pemilu Bertentangan dengan Konstitusi

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya tidak memiliki kewenangan untuk mengubah substansi konstitusi.

    Menurut Patrialis, hal tersebut bertentangan langsung dengan fungsi MK yang sejatinya hanya berwenang menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

    “Pasal ini menjelaskan kewenangan MK, antara lain yaitu menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar. Jadi bukan mengubah undang-undang dasar,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat umum membahas putusan Mahkamah Konstitusi yang memisah Pemilu nasional dan lokal Komisi III DPR pada Jumat (4/7/2025).

    Lebih lanjut, dia menekankan, rujukan utama MK harus selalu konstitusi, dan lembaga ini bertugas menjaga kemurnian konstitusi sebagai pedoman utama dalam melaksanakan fungsi dan kewenangannya.

    “MK tidak diberikan kewenangan mengubah konstitusi, yang berhak mengubah konstitusi hanyalah MPR saja. Jika ingin mengubah substansi konstitusi, maka apabila MK mengubah substansi konstitusi, maka MK sama saja melanggar konstitusi,” tegasnya.

    Patrialis menilai, soal perubahan atau revisi konstitusi seharusnya diserahkan kepada lembaga yang memang memiliki wewenang sebagaimana diatur konstitusi.

    “Jadi serahkan saja kepada lembaga yang memang sudah diberikan fungsi dan kewenangannya oleh konstitusi. Kita kan bicara tentang masalah hidup berbangsa dan bernegara,” lanjutnya.

    Terkait putusan MK Nomor 135/2024 yang membahas pemisahan pemilu, Patrialis juga menyoroti bahwa alasan yang digunakan MK lebih bersifat teknis, bukan persoalan konstitusionalitas.

    Oleh sebab itu, dia pun merujuk pada pertimbangan hukum di halaman 138 putusan tersebut. Bahwa, di dalam pertimbangan hukumnya mengatakan antara lain, selain ancaman terhadap kualitas penyelenggaraan pemilu, tumpukan beban kerja penyelenggara yang terpusat pada rentang waktu tertentu, menyebabkan adanya kekosongan waktu yang relatif panjang dan seterusnya merupakan persoalan teknis, bukan persoalan konstitusionalitas.

    Menurut Patrialis, hal-hal teknis seperti ini seharusnya dibahas dan diatur oleh DPR bersama pemerintah serta Komisi Pemilihan Umum, bukan dijadikan dasar bagi MK untuk memutuskan perkara.

    “Tapi kalau ingin menjadikan pesan-pesan itu boleh saja, tapi tidak jadi landasan diputusnya perkara ini dari masalah-masalah teknis,” tambahnya.

    Dengan paparan tersebut, Patrialis menilai putusan MK Nomor 135/2024 bertentangan dengan konstitusi. “Dengan paparan singkat ini, saya, bahwa putusan MK nomor 135 itu, 135/2024 bertentang dengan konstitusi,” pungkas Patrialis.

  • Surat Tuntutan Tom Lembong di Kasus Impor Gula Capai 1.091 Halaman!

    Surat Tuntutan Tom Lembong di Kasus Impor Gula Capai 1.091 Halaman!

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) menyampaikan surat tuntutan terhadap eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong memiliki 1.091 halaman.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, surat dakwaan yang sudah disiapkan JPU itu dibawa menggunakan troli pada 14.02 WIB. Surat dakwaan itu kemudian disebar di meja JPU menjelang sidang pembacaan tuntutan.

    Tak lama berselang, Tom Lembong tiba dengan istrinya Franciska Wihardja di ruang sidang PN Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Tom dan Ciska kompak mengenakan pakaian berwarna abu.

    Setelah itu, baik penasihat hukum, terdakwa Tom Lembong, JPU hingga majelis hakim mulai mengisi kursi duduknya masing-masing. Dalam hal ini, hakim menanyakan terlibat dahulu soal kesiapan JPU untuk membacakan tuntutannya.

    “Jadi kalau kami melihat yang ada di meja saudara itulah tuntutannya ya?” tanya hakim.

    “Siap, Yang Mulia,” jawab jaksa.

    “Apakah akan dibacakan kesemuanya atau seperti apa? Ada berapa halaman?” tanya hakim lagi.

    “Total tuntutan untuk perkara ini 1.091 halaman,” jawab jaksa.

    Dalam hal ini, JPU menekankan bahwa surat tuntutan ini tidak akan dibacakan seluruhnya dalam sidang. JPU menyatakan surat tuntutan yang bakal dibacakan hanya intinya saja, yakni analisis yuridis dan amar tuntutan.

    Sebelumnya, Tom Lembong telah didakwa terlibat dalam praktik korupsi dalam perkara importasi gula. Perannya, yaitu memberikan persetujuan impor terhadap sejumlah pihak swasta dalam rangka pengendalian ketersediaan gula dan stabilisasi harga gula dalam negeri.

    Namun dalam pelaksanaannya, Tom Lembong diduga telah melanggar sejumlah aturan seperti persetujuan impor itu dilakukan tanpa rapat koordinasi antar kementerian. 

    Alhasil, perbuatan itu diduga telah memperkaya 10 pihak swasta sebesar Rp515 miliar. Adapun, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp578 miliar.

  • Kick Off Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Jilid II Dimulai Pekan Depan

    Kick Off Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Jilid II Dimulai Pekan Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri telah memasuki babak baru.

    Hal itu terjadi usai kubu pelapor yakni Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) menyatakan keberatan atas keputusan penghentian perkara atau SP3 yang dilakukan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

    Oleh karenanya, TPUA mengajukan gelar perkara khusus agar kasus Jokowi ini bisa ditinjau ulang. Pengajuan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Bareskrim pada akhir Juni.

    Pada intinya, pelapor menginginkan sejumlah nama agar dilibatkan dalam gelar perkara khusus ini agar keputusan penghentian penyidikan bisa diterima TPUA.

    “Pendumas dalam hal ini TPUA tanggal 2 Juli 2025 itu membuat surat perihal permohonan nama-nama untuk dilibatkan dalam gelar perkara khusus,” ujar Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko pada Kamis (3/7/2025).

    Adapun, sejumlah nama yang diajukan oleh TPUA adalah Roy Suryo, Rismon Hasiholan hingga sejumlah pihak dari DPR RI serta Komnas HAM.

    Dalam hal ini, kata Truno, pihaknya telah menetapkan bahwa jadwal gelar perkara khusus itu bakal berlangsung pada pekan depan atau tepatnya pada Rabu (9/7/2025).

    “Maka tindak lanjut itu untuk mengundang nama-nama dalam pelibatan gelar perkara khusus yg dimohonkan itu dilakukan ralat untuk dilaksanakan tanggal 9,” pungkas Trunoyudo.

    Kubu Jokowi Nilai Berlebihan 

    Di lain sisi, Kuasa Hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara menilai bahwa pengajuan gelar perkara khusus perkara ijazah kliennya ini dinilai berlebihan.

    Sebab, kata Rivai, Bareskrim sudah melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi dan alat bukti yang menunjukan bahwa ijazah Jokowi terbukti sah dan asli.

    “Dalam pandangan kami gelar perkara khusus ini berlebihan karena pada intinya penyelidikan telah selesai dengan hasil tidak terbuktinya pengaduan yang diajukan TPUA,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (3/7/2025).

    Namun demikian, Rivai menyatakan bahwa pihaknya siap menghadiri gelar perkara khusus tersebut apabila dilibatkan oleh Bareskrim Polri.

    “Kami siap menghadiri gelar perkara khusus nanti dan akan memberikan sejumlah tanggapan dan pendapat hukum terhadap perkara tersebut,” tuturnya.

    Lebih jauh, Rivai juga mengatakan dalam kegiatan gelar perkara khusus ini kliennya tidak perlu hadir karena bisa diwakilkan oleh kuasa hukumnya.

    “Kalau pemeriksaan tentu beliau hadir, seperti sebelumnya. Kalau sekedar gelar perkara cukup kami saja,” pungkas Rivai.

    Di SP3 Bareskrim 

    Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan gelar perkara untuk menentukan ada dan tidaknya tindak pidana dalam perkara ini.

    Kemudian, dari hasil analisis yang telah dilakukan penyidik korps Bhayangkara telah menyimpulkan bahwa ijazah SMAN 6 Surakarta dan Universitas Gadjah Mada (UGM) milik Jokowi adalah asli.

    “Namun, dari pengaduan ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana, sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya,” jelas Rahardjo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025.

    Dengan demikian, maka aduan yang sempat dilayangkan oleh TPUA mengenai temuan publik cacat hukum ijazah sarjana Jokowi menjadi tidak terbukti. Selain itu tindak pidana juga tak ditemukan. 

  • Eks Mendag Tom Lembong Bakal Jalani Sidang Tuntutan Hari Ini

    Eks Mendag Tom Lembong Bakal Jalani Sidang Tuntutan Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong bakal menjalani sidang tuntutan perkara korupsi importasi gula hari ini, Jumat (4/7/2025).

    Agenda tuntutan itu tercantum berdasarkan sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat.

    “Agenda tuntutan dari JPU [jaksa penuntut umum],” dalam SIPP PN Jakarta Pusat, dikutip Jumat (4/7/2025).

    Dalam situs yang sama, agenda tuntutan ini rencananya bakal dibacakan mulai 10.00 WIB di ruang sidang Kusuma Atmadja.

    Sekadar informasi, jaksa telah mendakwa Tom telah memberikan persetujuan impor terhadap sejumlah, termasuk swasta dalam rangka pengendalian ketersediaan gula dan stabilisasi harga gula dalam negeri.

    Namun dalam pelaksanaannya, Tom Lembong diduga telah melanggar sejumlah aturan seperti persetujuan impor itu dilakukan tanpa rapat koordinasi antar kementerian. 

    Alhasil, perbuatan itu diduga telah memperkaya 10 pihak swasta senilai Rp515 miliar. Adapun, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp578 miliar

  • Ajudan Jokowi Kompol Syarif Diperiksa Polda Metro Jaya soal Kasus Ijazah Palsu

    Ajudan Jokowi Kompol Syarif Diperiksa Polda Metro Jaya soal Kasus Ijazah Palsu

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya telah memeriksa ajudan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Kompol Syarif dalam perkara tudingan ijazah palsu.

    Hal tersebut disampaikan langsung oleh Syarif dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis (3/7/2024).

    “Saya memenuhi panggilan dari penyidik Polda Metro atas pemberian kesaksian terhadap kasus yang dilaporkan oleh Bapak Joko Widodo,” kata Syarif.

    Hanya saja, Syarif tidak menjelaskan secara detail terkait dengan pemeriksaannya itu, termasuk dengan pertanyaan yang dilayangkan penyidik terhadapnya. 

    “Sudah selesai [pemeriksaan],” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus tudingan ijazah palsu ini dilaporkan langsung oleh Jokowi ke Polda Metro Jaya pada (30/5/2025).

    Awalnya, Jokowi memang mengakui perkara tudingan ijazah palsu ini memang kasus ringan. Namun demikian, menurutnya kasus tersebut perlu dilaporkan agar tidak berlarut-larut.

    Jokowi juga mengaku heran dengan tudingan ijazah ini masih berlangsung pasca lengser jadi Presiden RI. Oleh sebab itu, laporan ini dilakukan agar persoalan ijazah tersebut bisa jelas dan tidak dipertanyakan lagi.

    “Ya ini, sebetulnya masalah ringan. Urusan tuduhan ijazah palsu. Tetapi perlu dibawa ke ranah hukum, agar semua jelas dan gamblang ya,” ujarnya di Polda Metro Jaya, Rabu (30/4/2025).

  • Menteri HAM Natalius Pigai Dorong Kejahatan Korupsi Masuk Kriteria Pelanggaran HAM

    Menteri HAM Natalius Pigai Dorong Kejahatan Korupsi Masuk Kriteria Pelanggaran HAM

    Bisnis.com, Jakarta — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai berencana melekatkan pasal pelanggaran HAM dan tindak pidana korupsi.

    Menurut Pigai, seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi juga bakal dikenakan pasal pelanggaran HAM nantinya. Hal itu akan direalisasikan Pigai setelah pihaknya merevisi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

    “Di dalam undang-undang ini saya ingin memasukkan HAM dan Korupsi. Jadi, korupsi akan masuk dalam domain hak asasi manusia,” tuturnya di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

    Pigai berpandangan bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang terstruktur, sistematis dan massif, merugikan banyak masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

    “Kalau korupsi ini kriteria terencana, masif, sistematis, dan mengorbankan orang pada saat anggaran atau uang negara butuh untuk menyelamatkan orang,” katanya.

    Maka dari itu, Pigai mengemukakan bahwa kriteria HAM dan korupsi akan dipertegas ke dalam Peraturan Presiden (Perpres). Pigai juga menyebut pihaknya bakal melibatkan ahli pidana untuk memperkuat landasan hukumnya.

    “Soal diskusi tentang siapa tahu ada ahli-ahli lain yang memberikan masukan untuk memberi penguatan supaya ada korelasi antara korupsi dengan hak asasi manusia,” ujarnya.

  • 3 WNI Diringkus Polisi di Jepang Usai Dituduh Merampok Rumah

    3 WNI Diringkus Polisi di Jepang Usai Dituduh Merampok Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) melaporkan adanya penangkapan terhadap tiga Warga Negara Indonesia (WNI) di Jepang.

    Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan penangkapan itu dilakukan lantaran 3 WNI dituding melakukan perampokan.

    “Diperoleh informasi bahwa 3 WNI ditangkap 30 Juni 2025 karena mencoba merampok rumah warga setempat di Aoyaki, Hokota pada 2 Januari 2025,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (3/7/2025).

    Dia menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo untuk menindaklanjuti persoalan tersebut.

    Tiga WNI berinisial JS, NAR, dan BR itu saat ini tengah ditahan oleh kepolisian Mito, Kashima, dan Namegata di Ibaraki. Penahanan itu dilakukan untuk mengorek informasi terkait motif ketiganya yang diduga melakukan perampokan.

    “Ketiga WNI tersebut ditahan untuk dapat menjenguk, memeriksa kondisi mereka dan melakukan wawancara untuk mengetahui motif dan detail informasi lainnya,” imbuhnya.

    Di samping itu, Judha memastikan bahwa Kemlu bakal memberikan pendampingan terhadap tiga WNI itu agar hak-hak dalam proses penegakan hukum di Jepang terpenuhi.

    “KBRI Tokyo akan terus memonitor kasus ini dan memberikan pendampingan untuk memastikan terpenuhinya hak-hak mereka dalam proses penegakan hukum di Jepang,” pungkas Judha.

  • KPK Tetapkan Eks Sekjen MPR Periode 2019-2021 Tersangka Kasus Dugaan Gratifikasi

    KPK Tetapkan Eks Sekjen MPR Periode 2019-2021 Tersangka Kasus Dugaan Gratifikasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MPR Ma’ruf Cahyono sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi. 

    Hal itu diungkap oleh Juru Bicara KPK Budi Prasetyo. Dia menyebut Ma’ruf merupakan Sekjen MPR yang menjabat pada periode 2019-2021. 

    “Pada perkara ini KPK telah menetapkan tersangka dengan inisial MC selaku Sekjen MPR Periode 2019-2021,” ujar Budi melalui keterangan tertulis, Kamis (3/7/2025). 

    Adapun lembaga antirasuah masih belum menjelaskan modus maupun dugaan gratifikasi yang kini tengah diusut penyidik. Namun, beberapa saksi telah mulai diperiksa. 

    Sebelumnya, KPK menyebut telah menetapkan satu orang tersangka pada kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR. 

    Nama Ma’ruf pun telah disebut oleh Sekjen MPR saat ini, Siti Fauziah, yang mengklarifikasi bahwa kasus KPK itu merupakan perkara lama yang terjadi antara rentang waktu 2019-2021. 

    Siti menyebut tidak ada keterlibatan unsur pimpinan MPR, baik yang lama maupun yang saat ini menjabat. Selain itu, kasus tersebut merupakan kelanjutan yang sebelumnya telah dilakukan proses penyelidikan dan saat ini naik menjadi penyidikan. 

    “Perlu kami tegaskan bahwa kasus tersebut merupakan perkara lama yang terjadi pada masa 2019 sampai dengan 2021. Dalam hal ini, tidak ada keterlibatan pimpinan MPR RI, karena perkara tersebut merupakan tanggung jawab administratif dan teknis dari sekretariat, dalam hal ini Sekretaris Jenderal MPR pada masa itu, yaitu Bapak Dr. Ma’ruf Cahyono, SH, MH,” ujar Siti, dikutip dari keterangan tertulis, Senin (23/6/2025). 

    Di sisi lain, Ketua MPR Ahmad Muzani menyampaikan bahwa pihaknya menghormati tindakan KPK yang mengusut kasus dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan MPR.

    Dia mengungkapkan hal tersebut seusai membaca berita tentang pimpinan KPK mengusut kasus dugaan penyalahgunaan dalam penyelenggaraan keuangan di MPR.

    “Karena itu MPR menghormati atas apa yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam upaya menyelamatkan dan memberantas dugaan tersebut,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (25/6/2025).

  • Momen Hasto Kepalkan Tangan dan Teriakkan Merdeka Usai Dituntut 7 Tahun Penjara

    Momen Hasto Kepalkan Tangan dan Teriakkan Merdeka Usai Dituntut 7 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta agar para kader, anggota dan simpatisan partai untuk tenang usai dirinya dituntut 7 tahun penjara atas perkara suap dan perintangan penyidikan. 

    Usai sidang tuntutan, Hasto meminta agar seluruh elemen PDIP tetap tenang dan percaya hukum. 

    “Meskipun hukum sering diintervensi oleh kekuasaan, percayalah bahwa kebenaran akan menang dan sikap yang saya lakukan sejak awal sudah saya kalkulasi, risiko-risiko politiknya,” ujarnya di luar ruang sidang, Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    Sekjen PDIP lebih dari 10 tahun itu menyebut tidak ada pengorbanan yang sia-sia. Dia menceritakan, kader Partai Nasional Indonesia (PNI) dulu tidak hanya dihukum apabila berteriak ‘Merdeka’ pada 1928. 

    “Jangankan menjalani hukuman, ketika berteriak merdeka, mereka, merdeka, saja, kader PNI pada 1928 bisa dikenakan oleh hukuman gantung, hukum kolonial, karena itu percayalah bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia,” tuturnya. 

    Politisi asal Yogyakarta itu lalu mengepalkan tangannya sambil berucap ‘Merdeka’. Hal itu diikuti oleh para simpatisannya yang turut berada di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. 

    “Merdeka!,” ujar pria yang juga mantan anggota DPR itu. 

    Adapun JPU menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah. 

  • Dituntut 7 Tahun Penjara, Hasto Minta Kader dan Simpatisan Tetap Tenang

    Dituntut 7 Tahun Penjara, Hasto Minta Kader dan Simpatisan Tetap Tenang

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyampaikan tanggapannya atas tuntutan pidana penjara selama tujuh tahun pada perkara Harun Masiku, serta turut memberikan pesan kepada seluruh kader partai. 

    Hal itu disampaikan Hasto usai sidang dengan agenda pembacaan tuntutan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, yang digelar hari ini, Kamis (3/7/2025). 

    Hasto mengaku telah memperkirakan sejak awal atas tuntutan yang dilayangkan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    “Saya dituntut tujuh tahun, dan apa yang terjadi ini sudah saya perkirakan sejak awal,” ujarnya di luar ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    Hasto menilai tuntutan pidana dan konsekuensi hukum yang didapatkannya saat ini tidak lepas dari sikap politiknya. Khususnya berkaitan dengan tudingan bahwa hukum digunakan oleh kekuasaan. 

    Hal itu pun disampaikan Hasto di persidangan. Kendati hal tersebut tidak diakui sebagaimana tuntutan jaksa, terangnya, dia menyebut kelompok civil society pun kerap menunjukkan adanya tekanan-tekanan dengan menggunakan hukum oleh kekuasaan. 

    Politisi asal Yogyakarta itu pun menyatakan tetap menghadapi perkara yang menjeratnya ini dengan kepala tegak. 

    Di sisi lain, pria yang saat ini masih berstatus Sekjen PDIP itu turut meminta agar seluruh kader, anggota serta simpatisan partai untuk tetap tenang dan percaya hukum. 

    “Seluruh jajaran kader, anggota, simpatisan PDI Perjuangan untuk tetap tenang, percaya pada hukum, meskipun hukum sering diintervensi oleh kekuasaan, percayalah bahwa kebenaran akan menang dan sikap yang saya lakukan sejak awal sudah saya kalkulasi, risiko-risiko politiknya,” tuturnya. 

    Adapun JPU menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.