Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Marcella Santoso Cs ke Kejari Jakpus

    Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Marcella Santoso Cs ke Kejari Jakpus

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyerahkan barang bukti dan tersangka atau tahap II kasus suap vonis lepas perkara crude palm oil (CPO) korporasi ke Kejari Jakarta Pusat.

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejagung RI, Sutikno mengatakan jumlah tersangka yang dilimpahkan dalam perkara ini berjumlah lima orang.

    “5 orang tersangka dilakukan tahap 2,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (7/9/2025).

    Dia merincikan dari lima tersangka itu terdapat dua pengacara yakni Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR). Selain perkara suap, empat tersangka kasus perintangan sejumlah perkara di Kejagung juga telah dilimpahkan.

    Mereka yakni Marcella Santoso; dosen sekaligus advokat, Junaidi Saibih (JS); Direktur Pemberitaan Jak TV non-aktif Tian Bahtiar (TB); dan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM).

    “Tersangka tahap II Tian Bahtiar, Adhiya Muzakki, Juanedi Saibih, Ariyanto, dan Marcella Santoso,” pungkasnya.

    Setelah dilakukan Tahap II, tim Jaksa Penuntut Umum akan segera mempersiapkan Surat Dakwaan untuk pelimpahan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

  • Komisi III DPR Batal Gelar Raker Bahas Revisi KUHAP Hari Ini, Ada Apa?

    Komisi III DPR Batal Gelar Raker Bahas Revisi KUHAP Hari Ini, Ada Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi III DPR telah membatalkan rencana untuk membahas revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hari ini, Senin (7/7/2025).

    Sebelumnya, Ketua Komisi III Habiburokhman menyatakan bahwa pihaknya bakal menggelar rapat revisi KUHAP pada Senin (7/7/2025). Namun rapat itu ditunda hingga besok Selasa (8/7/2025).

    “Menyampaikan kepada publik terkait RUU KUHAP yang rencananya raker hari ini dengan Mensesneg dan Menteri Hukum itu ditunda sampai besok, Selasa [8/7] jam 13.00 WIB,” ujarnya di DPR RI, Senin (7/7/2025).

    Rencananya, kata Habiburokhman, rapat pembahasan RUU KUHAP besok bakal dihadiri oleh Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi.

    “Kita mulai raker dengan Menteri Hukum dan menteri sekretariat Negara tentang RUU KUHAP,” tambah Habiburokhman.

    Kemudian, dia menyatakan bahwa fokus pembahasan revisi KUHAP ini bakal membahas terkait dengan maksimalisasi restorative justice, hak tersangka hingga penguatan peran advokat.

    Di samping itu, Politisi Gerindra ini menyatakan bahwa pada rapat revisi KUHAP itu tidak akan mengotak atik aturan yang ada, termasuk mengurangi dan mengganti kewenangan antar intitusi.

    “Dengan catatan kita tidak mengutak-atik, tidak mengurangi, tidak menggeser kewenangan antara institusi. Jadi akan tetap ajeg sebagaimana seperti selama ini,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, pemerintah mengungkap sebanyak 6.000 poin masalah, usulan perbaikan maupun alternatif yang dimuat dalam naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait KUHAP.

    Naskah DIM itu telah selesai disusun dan ditandatangani oleh tim penyusun yang meliputi Kementerian Hukum, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung serta Kementerian Sekretariat Negara, Senin (23/6/2025). Nantinya, naskah DIM itu akan segera diserahkan ke DPR setelah pembukaan masa sidang.  

    “[Jumlah DIM] sekitar 6.000,” ungkap Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pada konferensi pers usai acara penandatanganan naskah DIM RUU KUHAP, di kantor Kementerian Hukum, Jakarta, Senin (23/6/2025). 

  • Alex Noerdin Jadi Tersangka Korupsi Revitalisasi Pasar Cinde Palembang

    Alex Noerdin Jadi Tersangka Korupsi Revitalisasi Pasar Cinde Palembang

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan akhirnya menetapkan empat tersangka kasus revitalisasi Pasar Cinde Palembang, termasuk mantan Gubernur Alex Noerdin, yang telah menjalani proses penyidikan sejak 2023.

    “Tim penyidik telah memeriksa 74 saksi dan mengumpulkan alat bukti yang cukup diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, maka menetapkan empat orang sebagai tersangka,” kata Aspidsus Umaryadi didampingi Kasipenkum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari dalam konferensi pers di Gedung Kajati Sumsel, Palembang, Rabu malam.

    Mantan Gubernur Sumsel H Alex Noerdien ditetapkan sebagai tersangka yang saat ini tercatat masih menjalani hukuman untuk kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang dan kasus pembelian gas bumi melalui PT PDPDE.

    Kemudian, tiga tersangka lainnya yakni Edi hermanto yang sedang menjalani penahanan pada kasus sebelumnya selaku Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerja Sama Bangun Guna Serah, Direktur PT. Magna Beatum Eldrin Tando dan Kepala Cabang PT. Magna Beatum Rainmar.

    Keempat tersangka oleh penyidik kejaksaan dikenakan pasal Kesatu Primair Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

    Dugaan Subsidaer Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.

    Atau kedua Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Aspidsus Umaryadi menjelaskan adapun modus operandinya yakni bermula adanya rencana pemanfaatan aset milik Pemprov Sumsel untuk pembangunan fasilitas pendukung Asian Games 2018, kemudian disetujui Pasar Cinde berpotensi dilakukan pengembangan dengan mekanisme Bangun Guna Serah (BGS).

    Dalam pelaksanaan proses pengadaan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya dan Mitra Bangun Guna Serah (BGS) tidak memenuhi kualifikasi panitia pengadaan. Kemudian dilakukan penandatanganan kontrak yang mana kontrak tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Akibat kontrak tersebut mengakibatkan hilangnya bangunan cagar budaya Pasar Cinde, serta terdapat juga aliran dana dari mitra kerjasama ke pejabat terkait pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

    Ditemukan fakta dari bukti elektronik (chatting handphone) yaitu adanya usaha untuk menghalang-halangi proses penyidikan yaitu ada yang bersedia pasang badan dengan kompensasi sejumlah uang senilai kurang lebih Rp17 miliar serta ada upaya mencarikan pemeran pengganti untuk menjadi tersangka.

    “Tidak menutup kemungkinan para tersangka dikenakan Pasal Penghalangan Penyidikan Obstruction Of Justice,” kata Aspidsus Umaryadi.

    Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatra Selatan tentu saja akan terus mendalami alat bukti terkait keterlibatan pihak lain yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, serta akan segera melakukan tindakan hukum lain yang diperlukan sehubungan dengan penyidikan dimaksud.

    Sebagai informasi, perkara dugaan korupsi Pasar Cinde ini sudah bergulir sejak 2023 silam, sempat mangkrak di 2024 dan baru dilanjutkan kembali pada 2025 ini. Beberapa saksi sudah di periksa termasuk, Harnojoyo (mantan Wali Kota Palembang), Basyarudin (mantan Kadis Perkim Sumsel), dan Edison (mantan Kepala BPN Kota Palembang yang saat ini menjabat Bupati Muaraenim).

    Selain saksi, penyidik Kejati Sumsel juga sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan dimulai dari kantor Dinas Perkim Sumsel, kantor Pemkot, kantor Pemprov, kantor Bapenda, BPKAD hingga gedung Arsip dan kantor pemborong guna menetapkan tersangka.

  • KPK Soroti Hukuman Bui Setya Novanto Disunat, Penasihat Hukum: Harusnya Bebas

    KPK Soroti Hukuman Bui Setya Novanto Disunat, Penasihat Hukum: Harusnya Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti dikabulkannya peninjauan kembali (PK) terpidana kasus proyek KTP elektronik atau e-KTP, Setya Novanto. Pada putusan PK tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengurangi masa pidana penjara Setya Novanto menjadi 12,5 tahun. 

    Pria yang akrab disapa Setnov itu sebelumnya dijatuhkan pidana penjara selama 15 tahun. Mantan Ketua DPR itu telah menjalani pidana penjara di Lapas Sukamiskin, Bandung, sejak 2018 lalu. Artinya, MA menyunat masa hukuman Setnov selama 2,5 tahun. 

    KPK pun menghormati putusan PK yang dikeluarkan oleh MA, meski pada akhirnya masa pidana badan Setnov dikurangi. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyebut tidak ada upaya hukum lanjutan atas putusan MA tersebut. 

    “Karena memang tidak ada upaya hukum PK yang diberikan kepada KPK sebagai bentuk keberatan atas putusan PK dimaksud,” ujar Fitroh kepada wartawan, dikutip Minggu (6/7/2025). 

    Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pun menyampaikan bahwa tidak seorang pun bisa mengintervensi hakim dalam melaksanakan tugasnya. Meski demikian, dia menilai perlunya menggugah perasaan hakim bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang sangat luar biasa. 

    Menurut Johanis, yang berlatar belakang sebagai jaksa sebagaimana Fitroh, sudah selayaknya koruptor diganjar dengan hukuman setinggi-tingginya atau seberat-beratnya. 

    Dia mencontohkan Hakim Agung Artidjo Alkostar yang dulunya kerap memperberat hukuman bagi para koruptor yang mengajukan kasasi maupun PK. 

    “Hal seperti itu yg perlu dilakukan agar orang takut melakukan tindak pidana korupsi yang sangat meresahkan rakyat selaku pemilik uang yang dipungut oleh negara,” ujarnya kepada wartawan.

    Kuasa Hukum: Seharusnya Bebas

    Meski demikian, penasihat hukum Setnov, Maqdir Ismail menilai putusan PK dari MA yang menyunat hukuman penjara kliennya 2,5 tahun tidaklah cukup. Advokat senior itu menilai Setnov seharusnya diputus bebas. 

    “Menurut hemat saya itu tidak cukup seharusnya bebas,” ujarnya kepada wartawan beberapa waktu lalu. 

    Maqdir menilai Setnov seharusnya tidak bisa dihukum dengan pasal kerugian negara atau pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    Hal itu lantaran Setnov saat itu merupakan anggota Komisi 3 DPR, bukan Komisi 2 yang menjadi mitra pemerintah dalam pembahasan proyek pengadaan e-KTP. 

    Maqdir mengakui bahwa kliennya itu terbukti menerima uang berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap. Namun, itu berarti dia harusnya dijerat dengan pasal gratifikasi atau suap, bukan kerugian keuangan negara. 

    “Dia dianggap terbukti menerima uang, tapi karena tidak ada jabatan terkait pengadaan, maka seharusnya dia terima uang sebagai gratifikasi atau suap,” lanjutnya. 

    Adapun sebelumnya MA dalam putusannya mengabulkan PK Setnov dan memangkas hukuman pidana penjarannya menjadi 12,5 tahun, dari awalnya 15 tahun. Berdasarkan perhitungan Bisnis, Setnov sudah menjalani masa kurungan sekitar 7 tahun lamanya. 

    Merujuk pada salinan putusan perkara No.32 PK/Pid. Sus/2020, PK itu diputus oleh Majelis Hakim sejak 4 Juni 2025. Pada amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan Setnov terbukti melanggar pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Majelis Hakim juga memangkas hukuman kepada Setnov menjadi 12,5 tahun. 

    “Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan,” demikian bunyi amar putusan hakim. 

    Kemudian, Setnov dijatuhi pidana denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan serta uang pengganti US$7,3 juta yang telah dikompensasi sebesar Rp5 miliar. Kompensasi uang pengganti itu telah dititipkan Setnov ke penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk setoran pengganti kerugian keuangan negara. 

    Dengan demikian, uang pengganti kerugian keuangan negara yang masih harus dibayarkan yakni Rp49 miliar subsidair 2 tahun penjara. 

    Pria yang juga pernah menjabat Ketua Umum Partai Golkar itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun terhitung sejak selesainya pemidanaan. 

    Proses PK Setnov memakan waktu 1.984 hari, sedangkan diputus dalam 1.956 hari. Perkara itu diputus oleh Majelis Hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Surya Jaya, serta dua Hakim Anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Setnov sebelumnya dijatuhi hukuman pidana penjara selama 15 tahun dan denda Rp500 juta. Dia diketahui telah mendapatkan remisi pada Idulfitri 2023 dan 2024.

  • Kasus CSR BI, KPK Masih Fokus Usut Peran 2 Eks Anggota Komisi 11 DPR

    Kasus CSR BI, KPK Masih Fokus Usut Peran 2 Eks Anggota Komisi 11 DPR

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut penanganan kasus dugaan korupsi Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) masih akan fokus untuk mengusut keterlibatan dua anggota Komisi XI DPR 2019—2024, Satori dan Heri Gunawan. 

    Untuk diketahui, Satori adalah politisi Partai Nasdem sedangkan Heri merupakan politisi Partai Gerindra. Keduanya menjabat anggota Komisi Keuangan DPR periode lalu dan telah diperiksa penyidik KPK beberapa kali terkait dengan kasus tersebut. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa pihaknya saat ini masih mendalami seluruh keterangan saksi maupun bukti-bukti yang telah diperoleh. Penyidikan masih fokus untuk mengusut penggunaan dana CSR bank sentral itu oleh Satori dan Heri. 

    “Semua kami dalami, sementara ini kami fokus pada penggunaan dana CSR oleh ST dan HG. Sesuai laporan awal masyarakat kepada kami,” ungkap Asep kepada wartawan, dikutip pada Minggu (6/7/2025).

    Meskipun demikian, sampai dengan saat ini lembaga antirasuah belum menetapkan pihak manapun sebagai tersangka. Asep lalu menyebut penetapan tersangka bakal dilakukan tidak lama lagi.

    “Dalam waktu dekat akan kami tetapkan tersangkanya. Ditunggu saja,” lanjut pria yang juga kini menjabat Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK itu. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Satori dan Heri sudah beberapa kali dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi oleh KPK. Rumah keduanya telah digeledah, serta yayasan terafiliasi kedua orang itu sudah pernah diusut oleh KPK selama proses penyidikan yang berlangsung.

    KPK mengungkap bahwa Satori dan Heri melalui yayasannya telah menerima dana PSBI. Namun, KPK menduga lembaganya yayasan-yayasan tersebut tidak menggunakan dana CSR itu sesuai dengan fungsinya. 

    Misalnya, apabila awalnya dana CSR ditujukan untuk membangun rumah rakyat 50 unit, kenyataan di lapangan rumah yang dibangun tidak sampai jumlah tersebut.

    “Tidak 50-nya dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya ke mana? Ya itu tadi. Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti. Yang baru ketahuan baru seperti itu,” kata Asep, pada kesempatan terpisah.

    Pada perkembangan lain, beberapa anggota DPR lain yang menjabat di Komisi XI juga telah dipanggil KPK. Misalnya, Charles Meikyansyah (Nasdem), Fauzi Amro (Nasdem), Dolfie Othniel Frederic Palit (PDIP) serta Ecky Awal Mucharam (PKS).

    Pada keterangan KPK, Dolfie khususnya dipanggil dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panja Pengeluaran Rencana Kerja dan Anggaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

    Adapun beberapa pihak dari BI juga telah dipanggil maupun diperiksa oleh penyidik. Beberapa yang telah diperiksa adalah mantan Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono serta mantan Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan BI, Irwan. 

    Keduanya masing-masing didalami sola proses serta prosedur dalam penganggaran, pengajuan sampai dengan pencarian PSBI, serta pembahasan anggaran tahunan bank sentral tersebut. 

    KPK juga telah memanggil Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta sebagai saksi, Kamis (19/6/2025). Namun, dia berhalangan hadir karena dinas luar negeri. Hal itu dikonfirmasi oleh KPK serta Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso. 

    Ramdan lalu menyampaikan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, agar proses tersebut berjalan dengan baik.  Dia juga menyatakan lembaganya menghormati proses hukum yang bergulir terkait dengan dugaan korupsi penyaluran dana CSR itu. 

    “Bank Indonesia menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan berkomitmen untuk mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” terang Ramdan. 

    Kendati deretan pejabat BI sudah pernah dipanggil, KPK diketahui sampai dengan saat ini belum kunjung memanggil Gubernur BI Perry Warjiyo. Hal itu kendati ruangan kerjanya telah digeledah penyidik pada Desember 2024 lalu. 

    Menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, keputusan untuk memeriksa Perry sebagai saksi akan tergantung dengan kebutuhan penyidik. 

    “Nanti setelah proses pemeriksaan yang lain ini. Jadi semua tergantung kebutuhannya dari penyidik ya, apakah diperlukan pemeriksaan atau tidak,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (13/6/2025).

  • KPK Ungkap 1 Debitur LPEI Dalam Kasus Dugaan Fraud Sudah Diputus Pailit Sejak 2020

    KPK Ungkap 1 Debitur LPEI Dalam Kasus Dugaan Fraud Sudah Diputus Pailit Sejak 2020

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap salah satu perusahaan debitur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang diduga terseret kasus fraud kredit ekspor sudah dinyatakan pailit sejak 2020. 

    Debitur dimaksud yakni PT Petro Energy (PE). KPK telah menetapkan tiga orang dari PT PE sebagai tersangka. Perusahaan itu disebut menerima fasilitas kredit ekspor dari LPEI senilai US$18 juta pada termin pertama, dan dilanjutkan untuk termin kedua sebesar Rp549 miliar. 

    Status pailit PT PE didalami lebih lanjut oleh penyidik KPK saat memeriksa saksi mantan Direktur PT KPM, Cahyadi Susanto, Kamis (3/7/2025). Penyidik mendalami penyebab perusahaan itu mengalami kesulitan keuangan. 

    “Penyidik mendalami penyebab PT Petro Energy mengalami kesulitan keuangan dan dinyatakan pailit oleh PN Niaga tahun 2020,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, dikutip Sabtu (5/7/2025). 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK menyebut jumlah debitur kredit ekspor terindikasi fraud pada perkara korupsi di LPEI bertambah menjadi 15 perusahaan. 

    Awalnya, jumlah debitur LPEI yang diusut yakni sebanyak 11 debitur dengan indikasi kerugian keuangan negara Rp11,7 triliun. Penambahan daftar debitur LPEI yang kini diusut oleh KPK di antaranya berasal dari penyidik di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). KPK menerima limpahan penanganan dugaan fraud debitur LPEI dari OJK. 

    “Yang saya ketahui, kemarin ada penyerahan perkara dari OJK,” ungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada Bisnis, Jumat (4/7/2025). 

    Saat dimintai konfirmasi lagi, Asep memastikan penambahan debitur LPEI terindikasi fraud itu hanya berasal dari OJK. 

    Perwira Tinggi Polri berpangkat Brigadir Jenderal itu juga masih enggan mengungkap berapa indikasi nilai kerugian keuangan negara di kasus tersebut. Terakhir, KPK mengungkap bahwa indikasi kerugian yang ditimbulkan oleh 11 debitur mencapai Rp11,7 triliun. 

    “[Indikasi kerugian negara terbaru] masih dikomunikasikan dengan auditor BPKP,” ungkap Asep. 

    Sampai dengan saat ini, KPK bsru menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS).  

    Kemudian, tiga orang dari salah satu debitur LPEI yang diusut, yakni PT Petro Energy (PE). Mereka adalah pemilik perusahaan yakni Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers beberapa waktu lalu. 

  • Eks Dirut ASDP Cs Bakal Disidang, Dugaan Kerugian Negara Mencapai Rp1,2 Triliun

    Eks Dirut ASDP Cs Bakal Disidang, Dugaan Kerugian Negara Mencapai Rp1,2 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Perkara korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memasuki tahap persidangan.

    Mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi dan terdakwa lainnya akan didakwa merugikan keuangan negara akibat akuisisi tersebut senilai Rp1,2 triliun. 

    Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan proses pelimpahan surat dakwaan dan berkas perkara terhadap Ira Puspadewi Cs ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

    Ira merupakan mantan direktur utama ASDP periode 2017-2024. Selain Ira, KPK sebelumnya juga telah melimpahkan berkas perkara untuk dua tersangka lain yaitu mantan Direktur Komersial dan Pelayaran ASDP Muhammad Yusuf Hadi serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono. 

    “Besaran nilai kerugian keuangan negaranya sebesar Rp1,2 triliun lebih dan pada saat agenda pembacaan surat dakwaan, akan kami buka secara utuh perbuatan dari para Terdakwa tersebut,” ujar Jaksa KPK Zaenurofiq melalui keterangan tertulis, dikutip Sabtu (5/7/2025). 

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan total empat orang tersangka. Namun, baru tiga orang tersangka dari kalangan ASDP yang sudah dilimpahkan berkas perkaranya dari penyidik ke tim JPU.

    Sementara itu, satu orang tersangka lain yakni pemilik PT JN, Adjie, pada Juni 2025 lalu masih batal ditahan oleh penyidik. KPK memutuskan untuk membantarkan penahanan tersangka akibat kondisi kesehatannya. 

    Adapun nilai kerugian keuangan negara pada perkara di BUMN transportasi itu awalnya ditaksir sekitar Rp893 miliar, dari total biaya akuisisi yang dikeluarkan ASDP sebesar Rp1,27 triliun. 

    Biaya akuisisi ASDP terhadap PT JN itu disepakati oleh para pihak pada 20 Oktober 2021. Nilai itu meliputi pembelian saham PT JN termasuk 42 kapal milik perusahaan senilai Rp892 miliar, serta Rp380 miliar untul 11 kapal dari perusahaan terafiliasi PT JN.

    Dengan demikian, berdasarkan surat dakwaan yang akan dibacakan JPU, maka keseluruhan biaya akuisisi yang dikeluarkan ASDP dianggap sebagai kerugian keuangan negara.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Ira, Yusuf dan Harry telah ditahan oleh penyidik KPK sejak Februari 2025 lalu. Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Sita Bilyet Deposito Rp28 Miliar pada Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan EDC BRI

    KPK Sita Bilyet Deposito Rp28 Miliar pada Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan EDC BRI

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan sejumlah penggeledahan dan menyita beberapa barang bukti terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI). 

    Pada Jumat (4/7/2025), Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkap tim penyidik telah menggeledah beberapa lokasi seperti lima rumah dan dua kantor swasta di Jakarta, pada Selasa (1/7/2025) dan Rabu (2/7/2025).

    “Dalam perkara ini KPK telah melakukan pemeriksaan kepada para pihak untuk dimintai keterangan dan juga serangkaian kegiatan penggeledahan. Di mana dalam pengledahan tersebut KPK juga telah menemukan beberapa dokumen terkait pengadaan, catatan keuangan dan juga barang bukti elektronik lainnya,” jelas Budi, dikutip Sabtu (5/7/2025).

    Hasilnya, tim penyidik menemukan uang sebesar Rp2,3 miliar di rekening milik pihak swasta yang diduga merupakan bagian fee dari pengadaan EDC di BRI. Uang itu kini telah dipindahkan ke rekening KPK. 

    Kemudian, penyidik turut menemukan bilyet deposito senilai Rp28 miliar milik salah satu pihak terkait dengan kasus tersebut. Bukti lain yang turut disita yakni dalam bentuk dokumen serta elektronik diduga terkait dengan kasus tersebut.

    Budi menyebut bukti-bukti yang telah disita serta keterangan para saksi yang diperiksa nantinya akan digunakan untuk mendukung penanganan perkara tersebut. 

    Barang-barang yang disita juga akan digunakan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan atas proyek pengadaan EDC itu. 

    “Semuanya telah dilakukan penyitaan dan sebagai langkah awal dalam pemulihan keuangan negara. Termasuk kami mengimbau kepada pihak-pihak terkait untuk kemudian juga kooperatif dalam proses penyidikan ini,” jelasnya. 

    Pada kasus tersebut, KPK melakukan penyidikan dengan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum sehingga belum ada pihak yang ditetapkan tersangka. Namun, sebanyak 13 orang di antaranya dari kalangan penyelenggara negara telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri sejak 27 Juni 2025.

    Beberapa pihak yang telah dicegah untuk ke luar negeri itu yakni mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto dan mantan Direktur BRI, Indra Utoyo, yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. atau Allo Bank. 

    Proyek pengadaan EDC yang tengah diusut KPK ini senilai Rp2,1 triliun pada tahun anggaran 2020-2024. Sejauh ini, indikasi kerugian keuangan negara yang ditaksir penyidik KPK sekitar Rp700 miliar, dan berpotensi meningkat setelah adanya audit penghitungan kerugian keuangan negara dari BPK maupun BPKP. 

  • Polemik ‘Surat Sakti’ Kunjungan Istri Menteri UMKM Hingga Klarifikasi ke KPK

    Polemik ‘Surat Sakti’ Kunjungan Istri Menteri UMKM Hingga Klarifikasi ke KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Kontroversi terkait dengan surat berkop Kementerian UMKM kepada tujuh KBRI dan Konsulat di Eropa ihwal rencana kunjungan istri Menteri UMKM Maman Abdurrahman menjadi sorotan publik. 

    Secarik dokumen bernomor surat B-466/SM.UMKM/PR.01/2025 bertanggal 30 Juni 2025 itu tersebar di beberapa media sosial dan menyulut kritik warganet. Hal itu lantaran surat memuat permohonan dukungan kepada sejumlah KBRI di Eropa untuk mendukung kunjungan istri Menteri UMKM, Agustina Hastarini. 

    Surat tersebut menyatakan bahwa Agustina mengikuti kegiatan misi budaya yang tidak diperinci lebih lanjut. Rencananya, kunjungan akan dilakukan ke Istanbul (Turki), Pomorie (Bulgaria), Sofia (Bulgaria), Amsterda (Belanda), Brussels (Belgia), Paris (Prancis), Lucerne (Swiss) serta Milan (Italia). 

    Kunjungan ke tujuh negara di Eropa itu rencananya dilakukan pada 30 Juni sampai dengan 14 Juli 2025. 

    “Berkenaan dengan hal tersebut, kami mohon dukungan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Sofia, Brussel, Paris, Bern, Roma dan Den Haag serta Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Istanbul selama pelaksanaan agenda dimaksud berupa pendampingan Istri Menteri beserta rombongan selama kegiatan ini berlangsung,” tulis isi surat yang ditandatangani Sekretaris Menteri UMKM, Arif Rahman Hakim.

    Usai tersebarnya surat itu, Menteri Maman pun memutuskan untuk mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan klarifikasi. Dia menyebut kedatangannya itu merupakan inisiatif pribadi. 

    Hal itu diketahui lantaran kedatangannya juga tidak diinformasikan secara resmi oleh pihak KPK. Sebagai catatan, pejabat setingkat menteri yang datang ke kantor KPK bukan untuk diperiksa sebagai saksi, akan dikabarkan secara resmi dalam bentuk undangan acara atau konferensi pers. 

    Politisi Partai Golkar itu tiba mengenakan batik dan turun dari mobil Toyota Alphard warna putih dengan plat RI 27. 

    “Kehadiran saya di KPK, saya sampaikan, atas inisiatif saya pribadi. Kapasitas saya sebagai Menteri UMKM, adalah bentuk pertanggungjawaban saya kepada bangsa dan negara,” ujarnya kepada wartawan sebelum masuk ke lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (4/7/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Maman berada di dalam Gedung Merah Putih KPK sekitar 50 menit lamanya. Dia bertemu dengan Kedeputian Informasi dan Data KPK. Dia turut membawa sejumlah dokumen yang diklaim mendukung pembuktian bahwa perjalanan dan akomodasi istrinya tidak dibiayai negara.

    Saat Maman berada di dalam Gedung KPK, pihak Kementerian UMKM turut memberikan keterangan resmi tertulis. Pada intinya, kementerian membenarkan adanya perjalanan ke luar negeri istri Maman, untuk mendampingi putrinya berkompetisi. 

    “Keberangkatan Ibu Agustina Hastarini ke luar negeri dilakukan dalam rangka mendampingi putrinya yang masih pelajar SMP, dalam misi budaya kegiatan kompetisi International World Innovative Student Expo selama 14 hari mewakili Negara Indonesia,” dikutip dari keterangan resmi Kementerian UMKM, Jumat (4/7/2025). 

    Pihak kementerian juga membantah anggapan bahwa istri Maman, Agustina Hastarini, menggunakan APBN Kementerian UMKM serta fasilitas-fasilitas KBRI maupun pihak lainnya.

    Di sisi lain, Kementerian UMKM tetap membantah surat kepada KBRI yang beredar di publik itu. Maman disebut tidak mengetahui surat tersebut kendati surat yang beredar di publik berkop Kementerian UMKM, dan ditandatangani oleh Sekretaris Menteri. 

    “Menteri UMKM tidak mengetahui dan tidak memahami maksud surat tersebut, termasuk juga tidak pernah memberikan arahan, instruksi, atau disposisi terkait dengan perbuatan surat dimaksud,” pungkasnya. 

    KLARIFIKASI MAMAN

    Setelah bertemu dengan pihak KPK, Maman mengaku menyerahkan sejumlah dokumen pendukung terkait dengan perjalanan istrinya ke Eropa. Dia mengeklaim seluruh biaya perjalanan dan akomodasi dibayarkan langsung dari rekening istrinya. 

    Mantan angota DPR itu juga membantah adanya disposisi menteri atas surat yang diterbitkan Kementerian UMKM kepada sejumlah KBRI dan Konsulat di Eropa itu. Maman menyebut tidak memberikan perintah untuk mengeluarkan surat dengan kop Kementerian UMKM, maupun memberikan disposisi. 

    “Tidak ada pernah disposisi dari saya. Tidak ada pernah apapun arahan dari saya. Jadi, saya merasa tidak tahu menahu mengenai dokumen tersebut,” ujarnya saat dimintai konfirmasi oleh wartawan di Gedung Merah Putih KPK

    Saat ditanya apabila surat itu palsu, Maman mengaku turut bingung atas beredarnya surat tersebut. Hal tersebut kendati surat yang beredar itu menggunakan kop kementerian UMKM, serta ditandatangani oleh Arif Rahman Hakim selaku Sekretaris Menteri.

    Meski demikian, dia menutup peluang bakal untuk mengambil langkah hukum terkait dengan penyebaran surat tersebut. Pihak Kementerian UMKM, lanjutanya, akan menggunakan mekanisme internal guna menelusuri ihwal surat tersebut serta siapa yang menyebarkannya. 

    “Jadi kalau misalnya kita mau cari tahu, ya cari tahu lah siapa yang nyebarin itu, tinggal ditanya saja, kan gitu loh, apa, dari mana dokumennya,” ucapnya. 

    Adapun KPK menyebut akan memelajari lebih lanjut dokumen-dokumen yang diserahkan Maman. 

    Lembaga antirasuah lalu mengingatkan bahwa penyelenggara negara harus selalu berhati-hati terkait dengan berbagai potensi gratifikasi dan konflik kepentingan. 

    “Karena gratifikasi ataupun konflik kepentingan itu tidak hanya dalam bentuk barang dan jasa, tapi juga bisa dalam bentuk fasilitas, perlakuan, dan sebagainya. Dan modusnya juga bisa juga tidak langsung kepada penyelenggara yang bersangkutan, tapi bisa juga melalui keluarga, kerabat, atau pihak-pihak terkait lainnya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Jumat (4/7/2025).

  • Tom Lembong dan Hasto Kompak Dituntut 7 Tahun Penjara

    Tom Lembong dan Hasto Kompak Dituntut 7 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong dan Sekretarits PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto kompak mendapatkan tuntutan kurungan penjara 7 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    JPU telah menuntut Tom Lembong selama tujuh tahun pidana dalam perkara dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2016. Jaksa menilai bahwa Tom Lembong telah dinyatakan secara sah dan bersalah karena terlibat dalam perkara korupsi impor gula saat menjabat sebagai Mendag periode 2015-2016.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Selain itu, Tom Lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

    “Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp750 juta,” pungkas JPU.

    JPU menjelaskan faktor yang memberatkan tuntutan Mendag Tom Lembong selama tujuh tahun pidana. JPU menjelaskan hal yang memberatkan tuntutan itu adalah Tom Lembong dinilai tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya dalam perkara importasi gula ini.

    “Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” ujar JPU.

    Jaksa menambahkan, faktor yang memberatkan lainnya karena Tom Lembong tidak mendukung program pemberantasan korupsi dari pemerintah.

    Di samping itu, jaksa juga mengungkap bahwa hal yang meringankan pejabat menteri di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ini adalah tidak pernah dihukum.

    “Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” pungkasnya.

    Hasto Dituntut 7 Tahun Penjara

    Sementara itu, pada kasus yang lain Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto dituntut hukuman penjara selama 7 tahun dalam perkara perintangan kasus suap Harun Masiku.

    Surat tuntutan dibacakan pada Kamis (3/7/2025), dalam persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus buron Harun Masiku, yang mana Hasto merupakan terdakwa.

    Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor r jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Adapun, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

     Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan alasan yang memberatkan sekaligus meringankan tuntutan pidana terhadap Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Pada sidang pembacaan surat tuntutan, Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

    Tim JPU menyebut terdapat sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan tuntutan itu. 

    “Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    Sementara itu, alasan dari pertimbangan JPU yang meringankan tuntutan kepada Hasto adalah perilakunya yang sopan selama persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum.