Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Ketua KPK Blak-blakan Alasan Khofifah Diperiksa di Polda Jatim

    Ketua KPK Blak-blakan Alasan Khofifah Diperiksa di Polda Jatim

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto membeberkan alasan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa batal diperiksa oleh KPK di Jakarta terkait dengan kasus dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur (Jatim) tahun anggaran (TA) 2021-2022. 

    Dia menjelaskan karena pemeriksaan Khofifah bersamaan dengan jadwal pemeriksaan perkara di Lamongan Jawa Timur, maka akhirnya direncanakan untuk sekalian saja berbarengan di Polda Jawa Timur.

    “Jadi efisiensi, kita ada di sana, makanya nanti dalam pemeriksaannya munpung mereka ada di wilayah Jawa Timur, maka ya sekalian aja. Intinya itu,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

    Dia melanjutkan, hingga kini status Khofifah masih menjadi saksi. Adapun pada pemeriksaan hari ini, yang mau didalami KPK terhadap Khofifah adalah soal pertanggungjawaban administrasinya.

    “Ya, pasti, [yang mau didalami] secara administrasi lah. Pertanggungjawaban secara administrasinya. Itu aja,” ucapnya.

    Sebelumnya, Khofifah telah dipanggil untuk diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi kasus tersebut, Jumat (20/6/2025). Namun, dia meminta penjadwalan ulang. 

    Kemudian, penyidik KPK akhirnya menjadwalkan kembali pemanggilan Gubernur yang terpilih dua periode itu untuk pemeriksaan besok, Kamis (10/7/2025). Namun, bedanya, Khofifah tidak akan diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sebagaimana pemanggilan sebelumnya.  

    “Benar, Sdr. KIP Gubenur Jawa Timur dijadwalkan akan diperiksa sebagai saksi dalam perkara hibah pokmas, pada Kamis (10/7), di Polda Jawa Timur,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (9/7/2025). 

    Lembaga antirasuah meyakini Khofifah akan hadir dan memberikan keterangan yang dibutuhkan penyidik dalam penanganan perkara tersebut. 

  • Hasto: Kasus Harun Masiku Didaur Ulang Usai PDIP Tolak Timnas Israel ke RI

    Hasto: Kasus Harun Masiku Didaur Ulang Usai PDIP Tolak Timnas Israel ke RI

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengeklaim bahwa perkara yang menjeratnya sebagai terdakwa saat ini adalah proses ‘daur ulang’. Perkara itu berangkat dari penanganan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. 

    Pada nota pembelaan atau pledoi yang dibacakan olehnya, Kamis (10/7/2025), Hasto menyebut proses ‘daur ulang’ itu tidak lepas dari proses politik yang bergulir pada Pemilihan Umum 2024. Bahkan, dia mengeklaim telah menyelami tekanan sebelum adanya Pemilu serentak untuk eksekutif hingga legislatif pusat maupun daerah itu. 

    Menurut Hasto, tekanan dialami olehnya sejak menolak keikutsertaan tim nasional Israel pada pertandingan sepak bola yang bakal diselenggarakan di Indonesia beberapa waktu lalu. Dalam catatan Bisnis, pertandingan dimaksud adalah kompetisi U-20 pada 2023. 

    “Aspek ideologis dan historis sikap PDI Perjuangan yang saya suarakan tersebut berhubungan dengan komunike politik dalam Konferensi Asia Afrika [KAA] tahun 1955 di Bandung. Kesepakatan politik tersebut ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan memberikan dukungan penuh terhadap kemerdekaan Palestina. Sikap tersebut dijalankan dengan konsisten sebagai sebuah prinsip ” ucapnya di dalam ruang sidang. 

    Politisi asal Yogyakarta itu lalu menyampaikan, kini masyarakat Indonesia tahu dan menyadari kejahatan kemanusiaan tanpa yang dilakukan Israel di Gaza. 

    Sebagaimana diketahui, gelombang penolakan terhadap keikutsertaan timnas Israel di U-20 pada dua tahun lalu berujung pada batalnya Indonesia menjadi tuan rumah. Beberapa politisi PDIP saat itu, khususnya yang menjabat kepala daerah, diketahui secara terbuka menyampaikan penolakan tersebut. Misalnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster. 

    “Saya yang menerima kriminalisasi hukum, yang salah satunya disebabkan oleh penolakan terhadap kehadiran Israel, menjadikan proses daur ulang kasus ini sebagai konsekuensi atas sikap politik yang saya ambil,” klaimnya. 

    Adapun, nota pembelaan itu dibacakan Hasto untuk tuntutan tujuh tahun pidana penjara yang dilayangkan kepadanya oleh JPU KPK. 

    Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah. 

  • Bareskrim Tangkap 4 Polisi di Nunukan Terkait Penyelundupan Sabu

    Bareskrim Tangkap 4 Polisi di Nunukan Terkait Penyelundupan Sabu

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah melakukan penangkapan terhadap empat anggota kepolisian terkait narkoba di Nunukan, Kalimantan Utara.

    Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Brigjen Eko Hadi Santoso mengatakan penangkapan ini berkaitan dengan dugaan penyelundupan narkotika jenis sabu.

    “Empat orang, selundupkan sabu,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (10/7/2025).

    Dalam hal ini, satu orang yang ditangkap adalah Kasat Reserse Narkoba Polres Nunukan Iptu SH. Sementara, tiga lainnya setingkat brigadir.

    Hanya saja, Eko tidak menjelaskan secara detail terkait penangkapan anggota kepolisian ini. Dia hanya menyatakan bahwa penangkapan merupakan hasil kolaborasi bersama Divisi Propam Mabes Polri Polri.

    “[Dittipid] Narkoba Bareskrim dan Propam Mabes kolaborasi,” pungkasnya.

  • Hasto Pegal-pegal Tulis Pledoi, Lawan Surat Tuntutan Jaksa 1.300 Halaman

    Hasto Pegal-pegal Tulis Pledoi, Lawan Surat Tuntutan Jaksa 1.300 Halaman

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membacakan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan pidana penjara selama tujuh tahun terkait dengan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. 

    Pledoi itu dibacakan langsung oleh Hasto di hadapan Majelis Hakim di ruangan sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025). 

    Nota pembelaan yang dibacakan Hasto atas tuntutan pidana Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu terdiri dari 108 halaman, termasuk daftar pustaka. Dia menyebut pledoi itu disusun olehnya sendiri. 

    “Ini adalah pleidoi yang saya tulis tangan sendiri, sampai pegal-pegal, dan ini akan mengungkapkan suatu perjuangan di dalam mendapatkan keadilan berdasarkan kebenaran,” ujarnya kepada wartawan sebelum jalannya sidang. 

    Hasto menyinggung tudingan bahwa dakwaan dan tuntutan yang dilayangkan jaksa merupakan rekayasa hukum. Hal itu turut ditulisnya di dalam pledoi yang dia susun di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih, Jakarta. 

    Adapun, JPU dari KPK menuntut Hasto dengan hukuman pidana penjara selama tujuh tahun. Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Selain pidana badan berupa kurungan penjara, Hasto dituntut hukuman denda sebesar Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan. 

    Hasto sebelumnya didakwa mencegah dan merintangi penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat buron Harun Masiku. Dia juga didakwa ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, bersama-sama dengan Harun, Saeful Bahri serta Donny Tri Istiqomah. 

  • Kejagung Ekstradisi Buronan Asal Rusia, Terlibat Kasus Korupsi dan Suap

    Kejagung Ekstradisi Buronan Asal Rusia, Terlibat Kasus Korupsi dan Suap

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan ekstradisi terhadap warga negara asing (WNA) Rusia, Alexander Vladimirovich Zverev ke negara asalnya.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan proses ekstradisi diajukan langsung oleh otoritas Rusia terhadap Kejaksaan.

    “Pada hari ini Kamis 10 Juli 2025 kita akan menyampaikan proses akhir dari pelaksanaan ekstradisi yang diajukan oleh negara federasi Rusia atas nama terekstradisi Alexander Zverev alias Alexander Vladimirovich Zverev,” ujar Harli di Kejagung, Kamis (10/7/2025).

    Dia menambahkan, permintaan federasi Rusia itu kemudian dikabulkan Presiden Prabowo Subianto dengan menerbitkan surat keputusan nomor 12 tahun 2025. 

    Adapun, Alexander juga dinyatakan tidak melakukan tindak pidana di Indonesia, melainkan Rusia. Di samping itu, korban dari tindak pidana Alexander merupakan warga negara Rusia. 

    Namun demikian, Alexander ditangkap Polda Metro Jaya pada 2022 usai federasi Rusia mengeluarkan red notice.

    “Tindak pidana tersebut dilakukan di wilayah hukum negara federasi Rusia. Pelakunya juga adalah warga negara Rusia sehingga dalam hal ini Indonesia sesungguhnya tidak memiliki kepentingan untuk melakukan penuntutan terhadap yang bersangkutan,” imbuhnya.

    Di samping itu, Harli mengungkap ada empat pasal yang dipersangkakan kepada Alexander. Di antaranya, suap, tindak pidana korupsi, hingga undang-undang Informasi Teknologi dan Elektronik (UU ITE).

    “Jadi ada, kalau saya baca ini ada pasal 200 lainnya tidak baca ya ada creation of criminal community, criminal organization ya, pasal 210 KUHP Rusia bukan KUHP kita, KUHP Rusia ada juga bribe taking by group of persons by previous consent dan seterusnya,” pungkas Harli.

  • Kronologi Dugaan Korupsi Mesin EDC yang Jerat Eks Wadirut BRI dan Bos Allo Bank

    Kronologi Dugaan Korupsi Mesin EDC yang Jerat Eks Wadirut BRI dan Bos Allo Bank

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI pada 2020-2024. 

    Kasus itu diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp744,5 miliar dari nilai anggaran pengadaan Rp2,1 triliun. Dari lima orang tersangka, beberapa di antarannya diduga turut menerima keuntungan atau hadiah maupun janji atas pengadaan mesin digitalisasi perbankan itu. 

    Dari lima orang tersangka, tiga di antaranya berasal dari bank BUMN itu yakni Catur Budi Harto (mantan Wakil Direktur Utama BRI), Indra Utoyo (mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI) serta Dedi Sunardi (mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI). 

    Dalam catatan Bisnis, Catur sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil direktur utama BRI, sedangkan Indra kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. atau Allobank. 

    Kemudian, dua tersangka lain adalah dari pihak swasta atau vendor pengadaan EDC yakni Elvizar (Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi) dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi). 

    Elvizar juga ditetapkan sebagai tersangka pada kasus KPK lain terkait dengan BUMN, yakni digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero). 

    “Yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp744,54 miliar,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada konferensi pers, Rabu (9/7/2025). 

    Asep menjelaskan, hitungan kerugian keuangan negara oleh accounting forensic KPK tersebut menggunakan metode real cost atau biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI, dibandingkan dengan harga yang perseroan secara riil bayarkan kepada vendor. 

    Kerugian itu diduga timbul dari total nilai anggaran pengadaan sebesar Rp2,1 triliun untuk pengadaan EDC selama 2020-2024, baik dengan metode beli putus maupun sewa. 

    Hasilnya, ditemukan indikasi kerugian keuangan negara lebih dari 30% nilai pengadaan yakni Rp744,5 miliar.

    “Atau kita bandingkan dengan nilai anggarannya tadi Rp2,1 triliun kira-kira tadi sekitar 33%-nya, sepertiga nya [anggaran], hilang dari situ. Kehilangan sekitar 33%, Rp744 miliar dari pengadaan Rp2,1 triliun. Ini yang sudah terjadi,” terang Asep.

    Atas kasus tersebut, lima orang tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    KRONOLOGI AWAL PENGADAAN

    Lembaga antirasuah menjelaskan, pengadaan EDC selama 2020-2024 yang diperkarakan ini menggunakan dua skema yakni beli putus dan sewa. Total nilai anggaran pengadaan yang digelontorkan untuk dua skema itu adalah Rp2,1 triliun. 

    Untuk skema beli putus, pengadaan unit EDC Android setiap tahunnya berjumlah 25.000 unit (2020), 16.838 unit (2021), 55.000 unit (2022), 50.000 unit (2023) dan 200.000 unit (2023 tahap II yang dilaksanakan pada 2024). Mesin EDC ini untuk digunakan di seluruh Indonesia.

    Anggaran untuk pengadaan EDC Android BRIlink itu menggunakan anggaran investasi TI milik Direktorat Digital, IT dan Operation BRI. Total nilai pengadaan EDC android keseluruhan senilai Rp942,7 miliar, dengan jumlah EDC keseluruhan 346.838 unit. 

    Selain skema beli putus, perseroan turut melakukan pengadaan Full Managed Services atau FMS EDC Single Acquirer (skema sewa) untuk kebutuhan merchant BRI. Total realisasi pembayaran pengadaan skema sewa itu selama 2021-2024 adalah Rp1,2 triliun untuk 200.067 unit.

    Tersangka Catur, Indra dan Dedi diduga menandatangani sejumlah dokumen terkait dengan pengadaan tersebut. Pengadaan EDC dilakukan oleh sejumlah penyedia mesin tersebut yakni PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) yang dipimpin oleh tersangka Elvizar, dan PT Bringin Inti Teknologi (BRI IT) yang dipimpin tersangka Rudy.

    PT PCS adalah perusahaan penyedia mesin EDC merek Sunmi, sedangkan PT BRI IT membawa merek Verifone. KPK menduga hanya merek Sunmi dan Verifone yang melalui uji kelayakan teknis atau pengujian kompatibilitas (proof of concept/POC) pada 2019, lantaran sudah ada arahan dari Indra selaku Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI saat itu. 

    Padahal, vendor rekanan lain sudah membawa merek EDC Android di antaranya Nira, Ingenico dan Pax.

    Sementara itu, harga perkiraan sendiri (HPS) yang digunakan untuk pengadaan mesin EDC dari PT PCS dan PT BRI IT bersumber dari informasi harga vendor yang sudah di-plotting untuk memenangkan PT PCS, PT BRI IT dan PT Prima Vista Solusi.

    KPK menduga terdapat tiga dari lima orang tersangka yang diduga menerima hadiah atau janji maupun keuntungan dari pada vendor EDC. Tersangka Catur diduga menerima Rp525 juta dari Elvizar (PT PCS) dalam bentuk sepeda dan kuda sebanyak dua ekor.

    Kemudian, tersangka Dedi diduga menerima sepeda Cannondale dari Elvizar Rp60 juta.

    Selanjutnya, tersangka Rudy diduga menerima sejumlah uang dari Country Manager Verifone Indonesia, Irni Palar serta Account Manager Verifone Indonesia, Teddy Riyanto sebesar Rp19,72 miliar atas pekerjaan EDC BRIlink dan FMS. 

    Adapun mengenai nilai kerugian keuangan negara, KPK menyebut akan bekerja sama dengan BPK atau BPKP untuk menghitung besaran final atas kerugian negara dari pengadaan tersebut. 

  • Gelar Perkara Khusus Dugaan Ijazah Palsu, Tim Jokowi: Tak Ada Bukti Baru

    Gelar Perkara Khusus Dugaan Ijazah Palsu, Tim Jokowi: Tak Ada Bukti Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Gelar perkara khusus terkait dengan tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Bareskrim Polri digelar hari ini Rabu (9/7/2025).

    Gelar perkara itu turut menghadirkan pelapor, saksi yang diajukan pelapor, kuasa hukum Jokowi, hingga pengawas internal maupun eksternal di Bareskrim Polri.

    Usai menghadiri gelar perkara khusus itu, kedua belah pihak saling memberikan klaimnya masing-masing. Misalnya, kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan mengatakan bahwa dalam gelar perkara ini masih dalam kesimpulan sebelumnya.

    Kesimpulan itu yakni mengonfirmasi bahwa ijazah Jokowi itu merupakan asli. Oleh sebab itu, Yakup menilai pelapor tidak bisa memberikan bukti baru dalam gelar perkara ini.

    “Jadi case close. kita tidak melihat lagi chance. Karena begini mereka tidak berhasil menunjukkan di mana cacatnya penyelidikan Bareskrim. Mereka juga tidak berhasil untuk memberikan novum bukti baru,” ujar Yakup.

    Dia menambahkan, gelar perkara ini dibagi menjadi dua pihak. Pada tahap pertama dihadirkan pihak yang berkaitan. Yakup mengklaim bahwa dalam gelar tersebut tidak ada dalil yang menyatakan ada pelanggaran dalam penyelidikan kasus tudingan Jokowi.

    Sementara itu, pada tahap selanjutnya terdapat pihak pengawas internal seperti Itwasum hingga Propam sementara itu pengawas eksternal seperti Kompolnas, Ombudsman hingga DPR RI.

    “Jadi tadi sangat, kalau kami bisa bilang itu semua pihak, elemen-elemen semua dihadirkan. Kompolnas juga. Ada Kompolnas juga, dan ahli-ahli juga.Banyak sekali ahli-ahli dari Polri juga,” pungkasnya.

    Ketua TPUA Walk Out

    Di lain sisi, Ketua TPUA, Eggi sudjana menyampaikan bahwa dalam gelar perkara khusus ini kubu Jokowi tidak menunjukkan ijazah asli kepada pihaknya. Oleh sebab itu, menyatakan walk out dalam gelar ini.

    “Saya bicara kalau kesimpulan gelar perkara ini Tidak menunjukkan ijazah asli Jokowi Gelar perkara ini nothing. Saya nyatakan walk out. Makanya saya keluar duluan,” ujar Eggi.

    Sementara itu, Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadillah mengatakan bahwa kesimpulan dalam gelar perkara ini seharusnya berbeda dengan sebelumnya. Sebab, dalam gelar ini terdapat ahli yang dihadirkan, seperti Roy Suryo hingga Rismon Sianipar.

    Oleh karena itu, Rizal meminta agar penyidik Bareskrim Polri meningkatkan status tudingan ijazah Jokowi ini menjadi penyidikan.

    “Oleh karena itu tidak ada alasan sebenarnya pihak Karo Wassidik untuk menyimpulkan sama dengan dulu, penghentian penyelidikan. Kalau sekarang seharusnya, penyelidikan ditingkatkan ke penyidikan karena itu merupakan sesuatu yang baru, yang kami sampaikan,” tutur Rizal.

    Dalam hal ini, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan langkah selanjutnya dari gelar perkara khusus ini masuk ke tahap pendalaman oleh pihak pengawas eksternal dan internal.

    “Masih pendalaman oleh internal dan eksternal,” ujar Djuhandhani.

    Dia menekankan, bahwa pihaknya belum bisa menjelaskan secara detail terkait gelar ini. Pasalnya, Djuhandhani mengatakan bahwa pihaknya dalam posisi objek yang dipersoalkan.

    “Saya kan objek nanti silahkan mungkin dari pengawas eksternal dan internal,” tutur Djuhandhani.

  • Puji DIM KUHAP Pemerintah, Habiburokhman: Racikannya Pas

    Puji DIM KUHAP Pemerintah, Habiburokhman: Racikannya Pas

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman memuji Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dari pemerintah, dalam rapat panitia kerja atau panja hari ini, Rabu (9/7/2025).

    Pujian tersebut dia sampaikan kala membahas substansi baru dalam Pasal 59A hingga 59F tentang koordinasi antara penyidik dan penuntut umum, yang menggantikan substansi di pasal 24 hingga 26.

    “Jadi kalau menurut saya, temen-temen ini sudah pas betul racikannya pemerintah, memperhatikan prinsip kesetaraan dan keseimbangan antara penyidik dan penuntut yang selama ini sudah sangat baik,” katanya dalam rapat, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

    Merespons hal tersebut, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej mengaku substansi baru tersebut dibentuk oleh timnya yang berisikan 12 orang. Mereka terdiri dari 3 orang Mahkamah Agung (MA), 3 orang Kementerian Hukum, 3 orang kejaksaan, dan 3 orang kepolisian.

    Dia bercerita bahwa pasal tersebut disusun oleh tim ini dengan melalui perdebatan selama dua hari. Pemerintah, lanjutnya, sadar betul bahwa dalam sistem peradilan pidana, hubungan penyidik dan penutut umum bak ibarat dua sisi mata uang yang tidak mungkin saling dipisahkan.

    Kemudian, lanjutnya, dikatakan juga polisi itu adalah penjaga pintu gerbang sistem peradilan pidana, sehingga yang lain tidak bisa bekerja bilamana pintu gerbang itu tidak dibuka. Tapi, ketika itu dibuka, penyidik pun tidak bisa berbuat apa-apa bila tidak ada keterlibatan penutut umum. Pasalnya, penuntut umumlah berhak menentukan itu perkara akan ke pengadulan atau tidak.

    “Jadi dengan segala kerendahan hati pemerintah, pasal ini disusun bersama oleh khususnya temen-temen penyidik dan penuntut umum menghasilkan regulasi seperti ini berdasarkan pengalaman bahwa selama KUHAP 1981 itu ada ketidakpastian, ada saling sandera perkara bolak balik, kadang bolak gak balik balik. Jadi ini melatarbelakangi supaya ada kepastian hukum bagi pelaku, tetapi di sisi lain ada kemanfaatan dan keadilan bagi korban,” urainya.

    Berikut Pasal 59A sampai 59F dalam DIM RUU KUHAP:

    Pasal 59A

    Penanganan setiap tindak pidana dilaksanakan oleh Penyidik dengan melibatkan Penuntut Umum sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam kerangka sistem peradilan pidana terpadu.

    Pasal 59B

    (1) Pelibatan Penuntut Umum dalam penanganan setiap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59A melalui mekanisme koordinasi yang dilakukan secara setara, saling melengkapi, dan saling mendukung.

    (2) Koordinasi antara Penyidik dan Penuntut Umum dimulai dari proses pengiriman surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan yang dikirim oleh Penyidik kepada Penuntut Umum.

    (3) Koordinasi antara Penyidik dan Penuntut Umum dapat dilakukan dengan menggunakan sarana teknologi informasi.

    (4) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan sebelum dan setelah hasil Penyidikan dikirimkan Penyidik kepada Penuntut Umum serta wajib dituangkan dalam berita acara.

    (5) Dalam koordinasi yang dilakukan setelah hasil Penyidikan dikirimkan Penyidik kepada Penuntut Umum, hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap perkara.

    (6) Pendapat Penuntut Umum dalam proses penelitian berkas perkara meliputi aspek formil dan aspek materil.

    (7) Pemberitahuan lengkapnya berkas perkara yang diajukan Penyidik, dituangkan dalam surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh kepala kejaksaan negeri selaku penanggung jawab penuntutan di wilayah hukum yang bersangkutan

    (8) Dalam hal berkas perkara dinyatakan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum untuk dilakukan penuntutan.

    Pasal 59C

    (1) Pemberitahuan dimulainya Penyidikan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum dikirimkan paling lama 7 (tujuh) hari setelah Penyidikan dimulai.

    (2) Dalam waktu paling lama 3 (tiga) Hari sejak surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan diterima kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Penyidik berkoordinasi dengan Penuntut Umum yang ditunjuk untuk mengikuti perkembangan Penyidikan.

    (3) Dalam berjalannya proses Penyidikan, Penyidik dapat berkoordinasi dengan Penuntut Umum dalam melengkapi berkas perkara, perpanjangan Penahanan, dan/atau pemberitahuan penghentian Penyidikan.

    Pasal 59D

    (1) Setelah Penyidikan selesai, Penyidik menyampaikan hasil Penyidikan beserta berkas perkara kepada Penuntut Umum untuk dilakukan penelitian berkas perkara dalam waktu 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara dari Penyidik.

    (2) Dalam hal Penuntut Umum menilai berkas perkara yang diterima dari Penyidik belum lengkap, Penuntut Umum mengembalikan berkas perkara kepada Penyidik disertai dengan petunjuk mengenai hal yang harus dilengkapi berdasarkan hasil koordinasi.

    (3) Penyidik wajib melengkapi berkas perkara melalui Penyidikan tambahan sesuai hasil koordinasi dengan Penuntut Umum dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas perkara dari Penuntut Umum

    (4) Dalam hal berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum, Penyidik menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Penuntut Umum untuk dilakukan Penuntutan.

  • RUU KUHAP Banjir DIM, Komisi III DPR: Ada 1.676 Poin

    RUU KUHAP Banjir DIM, Komisi III DPR: Ada 1.676 Poin

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi III DPR RI membeberkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) memiliki 1.676 Daftar Inventarisasi Masalah alias DIM.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyebut DIM tersebut akan dibahas dalam rapat panitia kerja (panja) bersama pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Hukum dan Kementerian Sekretariat Negara.

    “Berdasarkan keputusan rapat kerja komisi III dan Kemenkum, Kemensesneg bahwa  pembahasan DIM dilakukan pada tingkat panja dan jumlah DIM sebanyak 1.676 DIM,” katanya dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/7/2025).

    Legislator Gerindra ini merincikan 1.676 DIM terdiri dari 1.091 DIM bersifat tetap, 295 DIM bersifat redaksional, 68 DIM bersifat diubah, 91 DIM dihapus, dan 131 DIM bersifat substansi baru.

    Habiburokhman menjelaskan, DIM bersifat tetap dapat disetujui dengan catatan dapat dibuka kembali bila berkaitan dengan DIM yang bersifat substantif. Kemudian, DIM bersifat redaksional dapat diserahkan langsung ke tim perumus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin).

    “Kita melakukan pembahasan DIM berdasarkan DIM substansi sesuai klaster,” ujarnya.

    Lebih jauh, pria yang juga Waketum Gerindra ini mengatakan pada rapat perdana panja hari ini pembahasan dimulai dengan pasal-pasal yang berasal dari usuluan pemerintah.

    “Yang menurut kami perlu lebih dahulu sahkan karena ini jantungnya, baru kerjanya lebih gampang kita, kan toh tetap saja dibahas ini hanya sistematika saja pasal mana yang dibahas,” tuturnya.

    Dalam kesempatan terpisah, Habiburokhman memastikan bahwa revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan rampung pada masa sidang sekarang. 

    Dia pun menyebut bahwa rapat panita kerja (panja) hari ini juga langsung membahas substansi Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Kemudian, lanjutnya, para anggota panja juga tidak bertele-tele dalam menyampaikan pandangannya.

    “Jadi omong substansi, omong substansi, omong substansi ini juga tergantung pada skill ketua rapatnya, kalau Pak Habiburokhman InsyaAllah bisa mengatur alur-alur lintas pembicaraan yang efektif,” katanya seusai rapat.

  • Pernah Jabat Direktur BRI, Dirut Allo Bank Indra Utoyo Ikut Jadi Tersangka Kasus EDC

    Pernah Jabat Direktur BRI, Dirut Allo Bank Indra Utoyo Ikut Jadi Tersangka Kasus EDC

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture atau EDC di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI) pada 2019-2024. 

    Tiga orang di antaranya berasal bank BUMN itu yakni Catur Budi Harto (mantan Wakil Direktur Utama BRI), Indra Utoyo (mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI) serta Dedi Sunardi (mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI). 

    Dalam catatan Bisnis, Catur sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil direktur utama BRI, sedangkan Indra kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. atau Allobank. 

    Kemudian, dua tersangka lain adalah dari pihak swasta atau vendor pengadaan EDC yakni Elvizar (Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi) dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi). 

    “Yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang -kurangnya sebesar Rp744.540.374.314,00,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada konferensi pers, Rabu (9/7/2025). 

    Asep menjelaskan, hitungan kerugian keuangan negara tersebut menggunakan metode real cost atau biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI, dibandingkan dengan harga yang perseroan secara riil bayarkan kepada vendor. 

    Kerugian itu diduga timbul dari total nilai anggaran pengadaan sebesar Rp2,1 triliun untuk pengadaan EDC selama 2020-2024, baik dengan metode beli putus maupun sewa. 

    “Atau kita bandingkan dengan nilai anggarannya tadi Rp2,1 triliun kira-kira tadi sekitar 33%-nya, sepertiga nya [anggaran], hilang dari situ. Kehilangan sekitar 33%, Rp744 miliar dari pengadaan Rp2,1 triliun. Ini yang sudah terjadi,” terang Asep.

    Atas kasus tersebut, lima orang tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.