Category: Bisnis.com Metropolitan

  • Soal Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong dari Prabowo, MPR: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong dari Prabowo, MPR: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Ahmad Muzani menyebut pemberian amnesti dan abolisi yang dilakukan Presiden RI Prabowo Subianto adalah hak prerogatif yang dijamin UUD 1945.

    Muzani berkata demikian kala merespons soal Prabowo yang memberikan amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

    “Ya itu adalah hak prerogatif presiden seperti yang dijamin UUD 1945 sebagai Kepala Negara,” tuturnya di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (3/8/2025).

    Muzani yakin bahwa Prabowo pastinya memiliki pertimbangan yang matang untuk memberikan amnesti ke Hasto dan abolisi ke Tom Lembong. MPR, katanya, menyambut baik keputusan Prabowo itu.

    “Saya kira presiden telah melalui pertimbangan yang matang tentang hal itu, dan ini saya kira kita sambut baik sebagai bagian dari upaya untuk meneguhkan, persatuan, kebersamaan, dan kegotongroyongan,” ucap dia.

    Sementara itu di sisi DPR, Ketua Komisi III Habiburokhman menilai keputusan Prabowo adalah hal yang tepat. Menurutnya juga, keputusan itu sudah sesuai dengan konstitusi dan hukum yang ada di Indonesia.

    Selain itu, legislator Gerindra ini menegaskan bahwa Prabowo tidak mengintervensi aparat penegak hukum dalam pemberian amnesti dan abolisi. Prabowo dianggap menyelesaikan persoalan hukum dan politik dengan cara konstitusional. 

    “Terkait kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, kami memaknai bahwa Presiden Prabowo sama sekali tidak mengintervensi kerja aparat penegak hukum, tetapi mengambil alih penyelesaian persoalan hukum maupun politik dengan cara konstitusional,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (2/8/2025).

  • Tom Lembong Dapat Abolisi, Kejagung Pastikan Kasus Korupsi Impor Gula Tetap Berlanjut

    Tom Lembong Dapat Abolisi, Kejagung Pastikan Kasus Korupsi Impor Gula Tetap Berlanjut

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan proses hukum kasus korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2016 masih berlanjut.

    Kepastian itu disampaikan setelah mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong resmi bebas usai mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

    “Ya, betul. Masih lanjut seperti itu,” ujar Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejagung RI, Sutikno di Kejagung, dikutip Minggu (3/8/2025).

    Sutikno mengemukakan bahwa dari seluruh pihak yang terseret, hanya Tom Lembong yang mendapatkan abolisi dari Prabowo.

    Sementara itu, sisanya masih harus menempuh proses hukum. Salah satu pihak yang terseret adalah Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Charles Sitorus.

    Proses hukum Charles saat ini telah memasuki tahap banding usai divonis pada pengadilan tahap pertama selama empat tahun penjara dan denda Rp750 juta.

    Adapun, dalam perkara ini terdapat juga sembilan bos perusahaan swasta yang ikut terseret. Saat ini, kesembilan bos swasta itu tengah menjalani proses persidangan perkara rasuah impor gula.

    “Yang diberikan abolisi kan cuma satu orang. Yang lainnya kan proses berjalan,” pungkas Sutikno.

    Sekadar informasi, bos swasta yang masih menjalani proses persidangan yaitu Tonny Wijaya NG (TW) selaku eks Direktur Utama PT Angels Products (PT AP).

    Selanjutnya, eks Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, Wisnu Hendraningrat (WN); Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya, Hansen Setiawan (HS) selaku ; hingga eks Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca.

  • Bocoran KPK Soal Kasus Maurel & Prom: Akuisisi Sumur Minyak di Gabon

    Bocoran KPK Soal Kasus Maurel & Prom: Akuisisi Sumur Minyak di Gabon

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ihwal penyelidikan terkait akuisisi perusahaan minyak asal Prancis, Maurel & Prom oleh anak usaha Pertamina.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam aksi korporasi BUMN tersebut. 

    “Sejauh ini masih penyelidikan kalau tidak salah ya, masih lidik tapi masih jalan,” ungkap Asep kepada wartawan pada konferensi pers, dikutip Sabtu (2/8/2025). 

    Asep lalu menjelaskan bahwa dugaan korupsi yang tengah diselidiki pihaknya adalah kegiatan akuisisi sumur minyak oleh Pertamina pada sumur minyak milik Maurel & Prom. 

    Sumur minyak itu berada di Gabon, salah satu negara di Afrika Tengah. “Akuisisi sumur minyak. Ini di Afrika, di Gabon kalau tidak salah. Ini sumurnya ada di Gabon,” terang pria yang juga Direktur Penyidikan KPK itu. 

    Sebelumnya pada awal 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan audit investigasi kepada KPK terkait dengan akuisisi saham Maurel & Prom oleh anak usaha Pertamina, PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (IEP). 

    Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif (LHP PI) yang diserahkan kepada KPK itu atas kegiatan investasi berupa akuisisi perusahaan Maurel & Prom (M&P) oleh Pertamina melalui anak usahanya, PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) pada 2012 sampai dengan 2020. 

    Berdasarkan hasil pemeriksaan itu, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam kegiatan investasi 2012 sampai dengan 2020 pada Pertamina.

    Nilai dugaan kerugian keuangan negara yang ditemukan BPK pada kegiatan akuisisi itu mencapai Rp870 miliar berdasarkan kurs rupiah 2020 Rp14.500 per dolar AS. Namun, berdasarkan kurs rupiah per dolar AS Rp15.592 per 16 Januari 2024, nilainya mencapai Rp935,52 miliar. 

    “Yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) setidaknya sebesar US$60,000,000.00,” demikian dikutip dari siaran pers BPK.

    Pimpinan KPK saat itu, Alexander Marwata pun mengonfirmasi bahwa lembaga antirasuah tengah menyelidiki dugaan korupsi tersebut. Bahkan, penyelidikan sudah berlangsung lama. 

    “Akuisisi sumur minyak di salah satu negara di Afrika. Sudah lama diselidiki,” ujar pimpinan KPK 2015-2019 dan 2019-2024 itu, kepada Bisnis, Rabu (17/1/2024).

    Merespons hal tersebut, Pertamina menghormati penyelidikan yang dilakukan oleh KPK. 

    “Pertamina juga berkomitmen menjalankan bisnis yang sesuai dengan prinsip GCG dan aturan berlaku,” demikian keterangan VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso kepada Bisnis, Rabu (17/1/2024).

  • Hasto Cetak Sejarah, Penerima Amnesti Pertama Kasus Korupsi di KPK

    Hasto Cetak Sejarah, Penerima Amnesti Pertama Kasus Korupsi di KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto disehut sebagai terdakwa kasus koupsi pertama yang memperole amnesti pertama dari Presiden Republik Indonesia.

    Plt. Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, amnesti yang diberikan kepada Hasto adalah yang pertama didapatkan oleh tersangka, terdakwa maupun terpidana kasus yang ditangani oleh lembaga antirasuah. 

    “Kalau untuk KPK sendiri, sejauh yang saya dinas di sini, ini adalah yang pertama, amnesti ini,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). 

    Namun demikian, Asep menjelaskan bahwa pemberian amnesti, abolisi maupun grasi adalah hak prerogatif yang dimiliki oleh Presiden dan diatur di dalam pasal 14 UUD 1945.

    “Karena itu adalah merupakan hak prerogatif, ya kita harus melaksanakan. Dari keppres ini, keppres ini harus kita laksanakan,” tuturnya. 

    Namun demikian, bebasnya Hasto berkat amnesti tidak berarti memengaruhi pencarian buron Harun Masiku yang sudah dalam pelarian sejak 2020. 

    Asep menegaskan, keppres yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto itu hanya ditujukan kepada Hasto. 

    “Sejauh ini yang kami terima [keppres] amnesti itu untuk Pak Hasto Kristiyanto. Yang lainnya tidak ada, khusus untuk Pak Hasto Kristiyanto,” terang Asep. 

    Saat ini masih ada dua tersangka yang belum ditahan oleh KPK yakni mantan caleg PDIP, Harun Masiku, serta advokat sekaligus kader PDIP, Donny Tri Istiqomah. Donny ditetapkan tersangka pada akhir 2023 berbarengan dengan Hasto. 

    Namun demikian, Harun Masiku saat ini masih berstatus buron. Dia awalnya sudah ditetapkan tersangka sejak OTT awal 2020 silam, bersamaan dengan anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina serta mantan kader PDIP Saeful Bahri. 

    Bedanya, hanya Wahyu, Agustina dan Saeful yang sudah dibawa ke proses hukum hingga menjalani pidana penjara dengan putusan berkekuatan hukum tetap. 

    Bahkan, setelah ketiganya selesai menjalani kurungan penjara, dan Hasto dibebaskan berkat amnesti, Harun masih belum kunjung ditemukan oleh KPK. 

    Menurut Asep, pihaknya masih akan mempelajari dampak hukum amnesti Hasto pada penanganan perkara. Akan tetapi, pencarian Harun masih tetap dilakukan kendati ada pengampunan dari Presiden kepada Hasto yang sebelumnya terbukti memberikan suap bersama Harun untuk pengurusan pergantian antarwaktu DPR 2019-2024. 

    “Pengejaran Harun Masiku sedang kita lakukan. Kalau dampak secara hukum sedang kita dalami, kalau yang lainnya tidak ada. Kita tetap akan untuk Harun Masiku, kita akan cari, kita akan bawa ke persidangan yang lain,” tegas Asep.

    Sebelumnya, Hasto dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun dan denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan lantaran terbukti memberikan suap terkait dengan pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 untuk Harun Masiku.

  • Hasto Kristiyanto Diampuni Prabowo, Bagaimana Nasib Pencarian Harun Masiku?

    Hasto Kristiyanto Diampuni Prabowo, Bagaimana Nasib Pencarian Harun Masiku?

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto resmi bebas usai diberikan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.

    Meski demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pencarian buron Harun Masiku serta penanganan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 tidak akan terdampak amnesti tersebut. 

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu mengatakan, amnesti sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) yang diterima oleh lembaganya tadi malam telah membebaskan Hasto dari seluruh proses hukum. 

    Semua proses hukum terhadap elite PDIP itu resmi dihentikan, sehingga dia dibebaskan dari tahanan pada malam itu juga, Jumat (1/8/2025). 

    Selanjutnya, KPK akan melakukan evaluasi terhadap seluruh penanganan perkara Harun Masiku. Sementara itu, proses yang belum diselesaikan masih akan bergulir lantaran amnesti hanya diberikan kepada Hasto, bukan untuk tersangka lainnya.

    “Sejauh ini yang kami terima [keppres] amnesti itu untuk Pak Hasto Kristiyanto. Yang lainnya tidak ada, khusus untuk Pak Hasto Kristiyanto,” jelas Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). 

    Asep menuturkan, pemberian grasi, amnesti maupun abolisi adalah hak prerogatif Presiden yang melalui pertimbangan ketat. DPR juga dimintai pendapat. 

    Adapun saat ini masih ada dua tersangka yang belum ditahan oleh KPK yakni mantan caleg PDIP, Harun Masiku, serta advokat sekaligus kader PDIP, Donny Tri Istiqomah. Donny ditetapkan tersangka pada akhir 2023 berbarengan dengan Hasto. 

    Namun demikian, Harun Masiku saat ini masih berstatus buron. Dia awalnya sudah ditetapkan tersangka sejak OTT awal 2020 silam, bersamaan dengan anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina serta mantan kader PDIP Saeful Bahri. 

    Bedanya, hanya Wahyu, Agustina dan Saeful yang sudah dibawa ke proses hukum hingga menjalani pidana penjara dengan putusan berkekuatan hukum tetap. 

    Bahkan, setelah ketiganya selesai menjalani kurungan penjara, dan Hasto dibebaskan berkat amnesti, Harun masih belum kunjung ditemukan oleh KPK. 

    Sebelumnya, Hasto dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun dan denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan lantaran terbukti memberikan suap terkait dengan pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 untuk Harun Masiku. 

  • Eks Direktur Pertamina Ingatkan Pemerintah Jangan Impor LNG AS Lagi Usai Ditahan KPK

    Eks Direktur Pertamina Ingatkan Pemerintah Jangan Impor LNG AS Lagi Usai Ditahan KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Direktur Gas PT Pertamina (Persero) Hari Karyuliarto mengingatkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto agar tidak mengimpor gas alam cair atau LNG dari Amerika Serikat (AS) lagi. 

    Hal itu disampaikan Hari usai resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara korupsi pengadaan LNG Pertamina 2013-2020 sebagai tersangka, Kamis (31/7/2025).

    Bersama dengan mantan Direktur Gas Pertamina lainnya, Yenni Andayani, keduanya ditahan KPK karena diduga melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara US$113,83 miliar atas impor LNG dari anak usaha perusahaan AS, Cheniere Energy, Inc., yakni Corpus Christie Liquefaction atau CCL. 

    Sebelum resmi dibawa ke Rutan KPK, Hari menyampaikan kepada awak media agar pemerintah tidak lagi mengimpor LNG dari Negeri Paman Sam itu. Dia menyinggung rencana pemerintah untuk membeli produk energi dari AS senilai US$15 miliar, sebagai kesepakatan dari penurunan tarif impor dari 32% menjadi 19%. 

    “Sebaiknya jangan beli LNG dari Amerika lagi. Pemerintah kan mau beli dari Amerika lagi untuk negosiasi tarif,” kata Hari kepada awak media, dikutip Sabtu (2/8/2025). 

    Meski demikian, pemerintah menyebut rencana pembelian produk energi dari AS sebagai kesepakatan dagang dengan Presiden Donald Trump berupa di antaranya liquefied petroleum gas (LPG), minyak mentah, serta bensin, dengan perkiraan nilai US$15 miliar.

    Produk energi itu menjadi salah satu kesepakatan antara Indonesia dengan AS untuk penetapan tarif impor terhadap produk-produk asal Indonesia menjadi 19%, dan sebaliknya produk asal Amerika 0% atau bebas tarif. 

    Total komitmen belanja Indonesia, termasuk produk energi itu, mencapai US$22,7 miliar atau sekitar Rp370,17 triliun (asumsi kurs Rp16.307 per US$). Perincian kesepakatan pembelian tersebut diumumkan dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis White House, dikutip Rabu (23/7/2025).

    Kasus Jalan Terus 

    Pada Kamis (31/7/2025), KPK resmi menahan mantan Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani. Mereka adalah bekas anak buah dari Direktur Utama Pertamina 2009-2014, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan. Keduanya ditahan untuk 20 hari pertama sejak Kamis (31/7/2025).

    Hari sebelumnya menjabat Direktur Gas Pertamina 2012-2014, sedangkan Yenni memegang jabatan Senior Vice President Gas and Power Pertamina 2013-2014 sekaligus Direktur Gas Pertamina 2015-2018. 

    Keduanya diduga berperan dalam pembelian atau impor LNG dari pemasok Corpus Christie Liquefaction (CCL), yang merupakan anak usaha perusahaan energi Amerika Serikat (AS) yang terdaftar di Bursa New York, Cheniere Energy, Inc. 

    Pengadaan itu merugikan keuangan negara sebesar US$113.839.186,60 atau setara sekitar Rp1,8 triliun. 

    “Bahwa Tersangka HK dan YA diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG Import tanpa adanya pedoman pengadaan; memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi,” jelas Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (31/7/2025).

    Berdasarkan konstruksi perkaranya, pembelian LNG impor dari CCL dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak pada 2015.

    Jangka waktu kontrak pembelian yang diteken yaitu selama 20 tahun, dan pengiriman pasokan gas alam cair itu untuk periode 2019-2039. Artinya, kontrak pembelian untuk 20 tahun dan saat ini masih berjalan. 

    “Nilai kontrak kurang lebih dari US$12 miliar tergantung harga gas. [Kontrak pembelian] berjalan sampai dengan sekarang,” ungkap Asep. 

    Selain diduga memberikan persetujuan tanpa pedoman pengadaan maupun izin prinsip, Hari dan Yenni bersama-sama Karen diduga mengadakan impor LNG itu tanpa ‘back to back’ kontrak di dalam negeri, atau dengan pihak lain sehingga LNG yang diimpor tersebut tidak punya kepastian pembeli dan pemakainya.

    “Jadi membeli impor LNG tapi belum jelas siapa konsumennya. Seharusnya sudah jelas, sudah bisa diprediksi keuntungannya. Faktanya LNG tidak pernah masuk dan harganya lebih mahal dari produk gas di Indonesia,” terang Asep. 

    Selain itu, lembaga antirasuah menduga bahwa pembelian LNG dari CCL itu tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian ESDM. 

    Hal itu diduga berpotensi memiliki implikasi pada iklim bisnis migas di dalam negeri. Saat ini, Indonesia tengah mengembangkan sejumlah blok migas seperti Masela, Andaman, Teluk Bintuni, serta sejumlah blok di Kalimantan. 

    Di luar itu, penyidik turut mengendus dugaan kedua tersangka sengaja melakukan impor LNG itu tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris, serta memalsukan dokumen persetujuan direksi Pertamina. 

    Kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

  • Setelah Dirut, Food Station Bakal Jadi Tersangka Korporasi?

    Setelah Dirut, Food Station Bakal Jadi Tersangka Korporasi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Karyawan Gunarso sebagai tersangka kasus beras oplosan atau pelanggaran standar mutu beras.

    Kasatgas Pangan Polri Brigjen Polisi Helfi Assegaf mengatakan bahwa tim penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan ketiga pejabat PT Food Station Tjipinang (FS) sebagai tersangka dalam tindak pidana tersebut.

    Dia membeberkan ketiga tersangka itu berinisial KG selaku Direktur Utama PT FS, SL selaku Direktur Operasional PT FS dan RP selaku Kepala Seksi Quality Control PT FS.

    “Ketiganya langsung kita tetapkan menjadi tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup,” tuturnya di Jakarta, Jumat (1/8).

    Meskipun ketiga pejabat PT FS tersebut telah ditetapkan jadi tersangka, dia mengatakan mereka belum ditahan oleh tim penyidik Satgas Pangan Polri.

    Helfi menjelaskan bahwa ketiga tersangka tersebut sampai saat ini masih bersikap kooperatif, sehingga belum ditahan selama 20 hari ke depan sesuai KUHAP.

    “Ketiga tersangka ini akan kita panggil lagi pekan depan,” katanya.

    Helfi juga membeberkan modus operandi yang digunakan ketiga tersangka adalah memperdagangkan beras premium tidak sesuai dengan standar mutu SNI Beras Premium Nomor 6128:2020 yang ditetapkan Permentan Nomor 31 Tahun 2017 tentang Kelas Mutu Beras dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras.

    Menurutnya, barang bukti yang telah disita adalah beras premium produksi PT FS dengan total seberat 132,65 ton dengan rincian dari 127,3 ton kemasan lima kilogram dan 5,35 ton kemasan 2,5 kilogram.

    “Penyidik juga menyita dokumen legalitas dan sertifikat penunjang,” ujarnya.

    Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 62 jo Pasal 8 ayat (1) huruf a dan f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

    Tersangka Korporasi

    Di sisi lain, Polri segera menetapkan PT Food Station menjadi tersangka korporasi terkait kasus tindak pidana beras oplosan atau pelanggaran standar mutu beras.

    Kasatgas Pangan Polri, Brigjen Polisi Helfi Assegaf mengatakan bahwa pihaknya kini hanya tinggal melengkapi kesaksian ahli untuk menetapkan PT Food Station menjadi tersangka korporasi, setelah menetapkan 3 petinggi PT Food Station jadi tersangka.

    “Kita akan melakukan pemeriksaan kepada ahli korporasi untuk memastikan pertanggungjawaban dari korporasi PT FS dalam perkara ini dan penetapan korporasi sebagai tersangka,” tuturnya di Bareskrim Polri Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Berkaitan dengan perkara tersebut, Helfi juga mengatakan bahwa tim penyidik telah menyita sejumlah dokumen dari PT Food Station. 

    Dokumen tersebut di antaranya legalitas dan sertifikat penunjang, dokumen produksi, hasil maintenance, legalitas perusahaan, dokumen izin edar, sertifikat merek, standar operasional prosedur, pengendalian untuk ketidaksesuaian produk dan proses.

    “Dan juga dokumen lainnya yang berkaitan dengan perkara ini semuanya sudah disita,” katanya.

    Helfi juga menegaskan bahwa tim penyidik berencana menyita mesin produksi beras PT Food Station dan berbagai jenis beras dari merek Beras Sentra Ramos.

    “Ditemukan 232 sampel atau 189 merek yang tidak sesuai dengan mutu dan takaran di lapangan,” ujarnya.

    Mundur dari Food Station

    Adapun Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Karyawan Gunarso telah resmi mengundurkan diri usai jadi tersangka oleh Satgas Pangan Polri dalam kasus dugaan beras oplosan.

    Gubernur Jakarta, Pramono Anung mengatakan bahwa dirinya telah menerima surat pengunduran diri Karyawan Gunarso melalui Sekretaris Daerah Provinsi Jakarta dan telah ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

    Pramono menegaskan bahwa pemerintah provinsi Jakarta tidak akan mengintervensi proses penyidikan yang sedang berjalan di Satgas Pangan Polri terhadap Dirut PT Food Station Tjipinang Jaya, Karyawan Gunarso dan kedua anak buahnya.

    “Saya sudah menerima laporan terkait surat pengunduran diri dari Direktur Utama PT Food Station. Ini adalah bentuk tanggung jawab pribadi yang kami hargai,” tuturnya di Jakarta, Jumat (1/8).

    Pramono juga mengatakan bahwa perkara yang menjerat sejumlah petinggi PT Food Station tersebut harus dijadikan pelajaran untuk memperkuat pengawasan sekaligus akuntabilitas di tubuh BUMD DKI. 

    Tidak lupa, Pramono juga meminta seluruh jajaran direksi BUMD agar mengedepankan tata kelola yang profesional dan menjunjung tinggi integritas.

    “BUMD adalah perpanjangan tangan pemerintah daerah dalam melayani masyarakat. Maka akuntabilitas dan integritas harus menjadi fondasi utama,” katanya.

  • Amnesty dan Abolisi Tak Akan Pengaruhi Pemberantasan Kasus Korupsi

    Amnesty dan Abolisi Tak Akan Pengaruhi Pemberantasan Kasus Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengimbau publik agar tidak perlu khawatir dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto memberantas kasus korupsi, meskipun Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong diberi keistimewaan.

    Andi memastikan seluruh aparat penegak hukum akan tetap tancap gas dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia. Dia juga mengatakan pemberian amnesti kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada terdakwa Tom Lembong tidak akan mempengaruhi pemberantasan kasus korupsi di Tanah Air.

    “Bahwa ada kekhawatiran tadi, tidak usah khawatir. Bapak presiden tidak akan gentar berantas tindak pidana korupsi. Itu akan dilanjutkan oleh semua aparat penegak hukum,” tuturnya di Kantor Kementerian Hukum Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Andi membeberkan alasan dirinya memberi amnesti dan abolisi kepada Hasto dan Tom Lembong itu agar semua pihak bisa segera melakukan rekonsiliasi, sehingga hari raya kemerdekaan Indonesia ke-80 nanti bisa berjalan dengan khidmat.

    “Presiden mau semua komponen bangsa ini bersama-sama semua membangun negeri ini dan kekuatan politik, makanya harus rekonsiliasi,” katanya.

    Selain itu, Andi mengemukakan bahwa ada juga pertimbangan konstitusional Presiden Prabowo Subianto yang membuat kedua terdakwa kasus korupsi tersebut diberikan keistimewaan.

    “Pertimbangan konstitusional tentu saja ada. Namun dalam hal ini kasus korupsi tidak akan diturunkan. Presiden itu sudah berkali-kali bilang ingin ada rekonsiliasi nasional,” ujarnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, DPR menyetujui usulan Presiden Prabowo Subianto untuk pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, serta amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Hal itu diungkap Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad usai rapat konsultasi antara pemerintah dengan DPR mengenai usulan presiden tersebut, Kamis (31/7/2025) di mana rapat tersebut dihadiri oleh seluruh pimpinan unsur dan fraksi DPR.

    Kemudian, Prabowo juga mengusulkan amnesti terhadap 1.116 orang terpidana. Sekjen PDIP juga menjadi salah satu orang yang diusulkan mendapatkan amnesti.

    “Tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat Presiden tentang Permintaan Pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama saudara Tom Lembong,” jelas Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

    Sebelumnya, Tom Lembong dijatuhi pidana penjara 4,5 tahun atas perkara korupsi impor gula. Sementara itu, Hasto dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun lantaran terbukti bersalah dalam perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat Harun Masiku.

  • Hasto Kristiyanto Dibebaskan, Donny Tri Istiqomah Masih Jalani Pidana

    Hasto Kristiyanto Dibebaskan, Donny Tri Istiqomah Masih Jalani Pidana

    Bisnis.com, Jakarta — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut bahwa terdakwa lain yang dijerat perkara suap Harun Masiku tidak ada yang dibebaskan, kecuali Hasto Kristiyanto.

    Agus mengemukakan kebijakan amnesti yang diberikan oleh presiden biasanya langsung menyebutkan nama dan nama yang disebut dalam keputusan presiden (Keppres) amnesti Nomor 17/2025 hanya Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, tidak ada nama lainnya seperti Donny Tri Istiqomah yang menjadi terdakwa bersama Hasto Kristiyanto beberapa waktu lalu.

    “Amnesti menyebut nama orang dan yang ada namanya itu hanya Pak Hasto,” tutur Agus di Kantor Kementerian Hukum Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Agus juga menjelaskan selain nama Hasto Kristiyanto, ada 1.178 nama terdakwa lain yang diikutsertakan di dalam amnesti itu. Salah satunya, kata Agus, adalah terdakwa Yulianus Paonganan.

    Yulianus Paonganan terlibat dalam kasus tindak pidana pornografi karena menyebar konten berupa foto Nikita Mirzani dan Presiden Jokowi dengan narasi porno di media sosial beberapa waktu lalu.

    “Kemarin saya itu salah sebut ya. Jadi yang benar ada 1.178 orang yang menerima amnesti ini, salah satunya Yulianus yang dulu viral,” katanya.

    Tidak hanya itu, Agus mengatakan bahwa penerima amnesti itu juga ada beberapa kasus lain di antaranya kasus pengguna narkotika, kasus makar tanpa senjata 6 orang di Papua, ada juga orang dalam gangguan jiwa 78 orang.

    “Kemudian penderita paliatif 16 orang, lalu disabilitas dari sisi intelektual 1 orang, lalu ada yang usianya lebih dari 70 tahun ada 55 orang,” ujarnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis.com, DPR menyetujui usulan Presiden Prabowo Subianto untuk pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, serta amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. 

    Hal itu diungkap Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad usai rapat konsultasi antara pemerintah dengan DPR mengenai usulan presiden tersebut, Kamis (31/7/2025) di mana rapat tersebut dihadiri oleh seluruh pimpinan unsur dan fraksi DPR.

    Kemudian, Prabowo juga mengusulkan amnesti terhadap 1.116 orang terpidana. Sekjen PDIP juga menjadi salah satu orang yang diusulkan mendapatkan amnesti.

    “Tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat Presiden tentang Permintaan Pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama saudara Tom Lembong,” jelas Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

    Sebelumnya, Tom Lembong dijatuhi pidana penjara 4,5 tahun atas perkara korupsi impor gula. Sementara itu, Hasto dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun lantaran terbukti bersalah dalam perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat Harun Masiku.

  • Menteri Hukum: Tak Cuma Prabowo, Semua Presiden Pernah Berikan Amnesti

    Menteri Hukum: Tak Cuma Prabowo, Semua Presiden Pernah Berikan Amnesti

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengaku heran dengan masyarakat yang gaduh ketika terdakwa kasus korupsi Hasto Kristiyanto diberikan amnesti oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Padahal, lanjutnya, hampir semua presiden pernah mengeluarkan kebijakan amnesti ke terdakwa tindak pidana. Dia mengingatkan masyarakat agar tidak perlu gaduh ihwal amnesti tersebut, mengingat kebijakan itu merupakan hak prerogatif atau hak istimewa presiden.

    “Ada yang namanya grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi itu semua hak prerogatif dari presiden. Hampir semua presiden itu pernah memberikan amnesti,” tutur Agus di Kantor Kementerian Hukum Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Bahkan, menurut Andi, pemberian amnesti kepada terdakwa tindak pidana, tidak perlu menunggu hingga kasusnya berkekuatan hukum tetap (inkracht) lebih dulu, namun bisa langsung diberikan kepada terdakwa.

    “Jadi sama sekali tidak ada aturannya itu kasus harus inkracht dulu putusannya, itu tidak ada,” katanya.

    Maka dari itu, Andi berharap masyarakat sudah tidak ada lagi yang mempersoalkan pemberian amnesti kepada terdakwa Hasto Kristiyanto di kemudian hari.

    “Jadi saya berharap diskusi dan diskursus kita tidak lagi mempersoalkan pemberian amnesti itu karena sesungguhnya itu adalah hak prerogatif presiden,” ujarnya

    Berdasarkan catatan Bisnis.com, DPR menyetujui usulan Presiden Prabowo Subianto untuk pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, serta amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. 

    Hal itu diungkap Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad usai rapat konsultasi antara pemerintah dengan DPR mengenai usulan presiden tersebut, Kamis (31/7/2025) di mana rapat tersebut dihadiri oleh seluruh pimpinan unsur dan fraksi DPR. 

    Kemudian, Prabowo juga mengusulkan amnesti terhadap 1.116 orang terpidana. Sekjen PDIP juga menjadi salah satu orang yang diusulkan mendapatkan amnesti.

    “Tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat Presiden tentang Permintaan Pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama saudara Tom Lembong,” jelas Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

    Sebelumnya, Tom Lembong dijatuhi pidana penjara 4,5 tahun atas perkara korupsi impor gula. Sementara itu, Hasto dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun lantaran terbukti bersalah dalam perkara suap penetapan anggota DPR 2019-2024, yang menjerat Harun Masiku.