Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Respons Purbaya Soal Rencana Prabowo Pakai Harta Koruptor untuk Bayar Utang Whoosh

    Respons Purbaya Soal Rencana Prabowo Pakai Harta Koruptor untuk Bayar Utang Whoosh

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berharap diajak ke China supaya bisa terlibat langsung dalam rencana negosiasi pembayaran utang Kereta Cepat Whoosh antara Indonesia dengan Pemerintah China.

    Selain itu, Purbaya juga menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto menggunakan harta rampasan korupsi untuk pembayaran utang kereta cepat.

    Pemerintah saat ini juga tengah merencanakan untuk mengirim tim negosiasi yang telah ditunjuk untuk mengurus perihal rencana restrukturisasi skema pembayaran utang pembangunan Kereta Cepat Whoosh tersebut ke China.

    “Tapi nanti akan diskusikan dan mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi kan, untuk diskusi seperti apa nanti pembayaran [utang Whoosh] persisnya. Kalau itu saya diajak biar saya tahu diskusinya seperti apa nanti,” ucap Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025) malam.

    Dirinya juga angkat bicara mengenai rencana yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto untuk menggunakan dana sitaan dari para koruptor dalam rangka pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.

    Purbaya menjelaskan, pemerintah saat ini masih berdiskusi lebih lanjut mengenai rencana penggunaan harta pengembalian atas hasil tindak pidana korupsi tersebut. Saat ini, rencana tersebut menurutnya masih baru dalam bentuk garis besar semata.

    “Masih didiskusikan, masih didiskusikan, nanti detailnya. Itu masih yang ada adalah masih garis-garis besarnya,” katanya.

    Pernyataan Prabowo

    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Indonesia akan membayar sekitar Rp1,2 triliun per tahun, dalam skema pelunasan utang kereta cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Hal tersebut disampaikan Prabowo setelah meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta Pusat pada Selasa (4/11/2025) lalu.

    Prabowo menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan utang tersebut akan bersumber dari uang hasil rampasan korupsi. Dia lantas berujar bahwa pemerintah tak akan memberikan kesempatan lagi bagi para koruptor untuk kembali mencari celah dalam keuangan negara demi keuntungan pribadi.

    “Jadi saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua,” tutur Prabowo.

  • Harga Pangan Hari Ini (11/11): Bawang hingga Telur Turun, Cabai Naik

    Harga Pangan Hari Ini (11/11): Bawang hingga Telur Turun, Cabai Naik

    Bisnis.com, JAKARTA — Harga pangan hari ini mengalami penurunan secara rata-rata nasional. Penurunan harga pangan terjadi pada komoditas beras, bawang, minyak goreng hingga gula.

    Berdasarkan data Panel Harga Pangan Bapanas, Selasa (11/11/2025) pukul 08.12 WIB, harga beras premium turun 0,05% menjadi Rp15.539 per kg, dan beras medium turun 0,07% menjadi Rp13.530 per kg hari ini.

    Sementara itu, harga beras SPHP meningkat berada di kisaran Rp12.467 per kg atau naik tipis 0,06% dibandingkan hari sebelumnya. 

    Harga cabai merah keriting naik 1,11% menjadi Rp53.508 per kg. Harga cabai merah besar naik 2,77% menjadi Rp53.148 per kg dan harga cabai rawit merah turun 0,8% menjadi Rp37.800 per kg. 

    Di sisi lain, harga bawang putih bonggol turun secara nasional sebesar 0,75% menjadi Rp36.561 per kg dari hari sebelumnya dan harga bawang merah turun 0,03% menjadi Rp39.123 per kg. 

    Komoditas daging sapi murni turun 0,31% menjadi Rp134.895 per kg. Harga daging ayam ras turun 0,31% menjadi Rp36.879 per kg dan harga telur ayam ras turun 0,19% menjadi Rp30.365 per kg.

    Sementara itu, harga kedelai biji kering (impor) turun 0,32% menjadi Rp10.667 per kg, sedangkan harga gula konsumsi stagnan Rp17.940 per kg. 

    Lebih lanjut, harga minyak goreng kemasan stagnan di kisaran Rp20.897 per kg. Sementara itu, harga minyak goreng curah turun 0,04% menjadi Rp17.468 per kg. 

    Komoditas pangan lainnya yaitu harga tepung terigu curah naik 0,06% menjadi Rp9.722 per kg dan harga tepung terigu kemasan turun 0,02% menjadi Rp12.932 per kg. Harga jagung tingkat peternak turun 0,84% menjadi Rp6.811 per kg. 

    Di samping itu, harga pangan ikan hari ini bervariasi. Adapun, harga ikan kembung naik 0,82% menjadi Rp42.772 per kg dan ikan tongkol naik 0,83% menjadi Rp35.091 per kg, sementara ikan bandeng turun 0,01% menjadi Rp35.436 per kg.

  • Risiko Shortfall Pajak di Depan Mata, Andalkan Ekonomi Saja Tak Cukup?

    Risiko Shortfall Pajak di Depan Mata, Andalkan Ekonomi Saja Tak Cukup?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyalahkan kondisi ekonomi sebagai biang keladi penurunan performa penerimaan pajak. Padahal, kalau mengacu kepada realisasi sampai September 2025, kinerja penerimaan pajak belum mencerminkan kondisi ekonomi yang tumbuh 5,01% year to date. 

    Purbaya sendiri berdalih penurunan penerimaan pajak hingga periode kuartal III/2025 terjadi karena roda perekonomian yang bergerak stagnan, khususnya di private sector pada triwulan III/2025.

    “Tax ratio kan menurun karena ekonominya melambat sebetulnya di triwulan ketiga, private sector-nya ya,” ucap Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025) kemarin.

    Purbaya juga percaya diri bahwa angka tersebut akan berangsur-angsur meningkat. Sejumlah kebijakan yang dijalankan, seperti penggelontoran dana likuiditas ke bank-bank Himbara dengan total keseluruhan sebesar Rp200 triliun, disebutnya dapat mendorong roda perekonomian pada sektor riil.

    “Triwulan keempat ‘kan kita kasih stimulus cukup besar. Uang kita gelontorkan ke sistem. Sepertinya real sector juga mulai bergerak lebih cepat. Harusnya sih akan sedikit membaik, yang jelas [tax ratio] enggak akan turun,” tegasnya.

    Dia pun berharap dengan sejumlah kebijakan dan stimulus yang telah dijalankannya, target tax ratio 2025 dapat tercapai hingga kuartal IV nanti. Ia juga berharap pemungutan pajak pada tahun depan juga dapat lebih baik sehingga tax ratio dapat memenuhi target.

    “Tapi yang penting nanti dengan perbaikan ini, tahun depan, tahun depan, 2026, pengumpulan tax akan jauh lebih bagus dibanding sekarang, tax ratio akan meningkat,” jelasnya.

    Elastisitas Penerimaan Pajak

    Salah satu indikator yang bisa mengukur seberapa parah pelemahan penerimaan pajak itu adalah tax buoyancy. Skema tax buoyancy secara sederhana bisa diartikan sebagai elastisitas penerimaan pajak terhadap pertumbuhan alamiah produk domestik bruto alias PDB.

    Pertumbuhan alamiah PDB diukur dari pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi. Artinya jika realisasi pertumbuhan ekonomi kumulatif dari Januari – September 2025 sebesar 5,01% dan inflasi sebesar 1,82%, maka pertumbuhan alamiah penerimaan pajak seharusnya berada di angka 6,83%.

    Persoalannya sampai dengan kuartal III/2025 lalu, penerimaan pajak justru masih minus 4,4%, sehingga elastisitas penerimaan pajak hanya di angka minus 0,64. Angka ini mengonfirmasi bahwa penerimaan pajak tidak elastis, karena setiap 1% pertumbuhan ekonomi tidak menghasilkan 1% penerimaan pajak. Kinerja buoyancy tersebut juga bisa diartikan bahwa penerimaan pajak tidak sebanding dengan peforma ekonomi Indonesia, yang secara kumulatif hingga September mampu tumbuh di angka 5,01%. 

    Grafis pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025./BPS

    Adapun, kalau melihat secara teoritik, tinggi rendahnya tax buoyancy itu bisa diukur melalui empat indikator. Pertama, jika nilai tax bouyancy di atas 1 maka penerimaan pajak tumbuh lebih cepat dari ekonomi. Kedua, jika nilai tax bouyancy sama dengan 1 maka penerimaan pajak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (netral, secara proporsional tak naik atau turun).

    Ketiga, jika nilai tax bouyancy di bawah 1 maka penerimaan pajak tumbuh lebih lambat dari ekonomi. Keempat, jika nilai tax bouyancy negatif maka penerimaan pajak justru turun ketika ekonomi tumbuh. Nilai tax buoyancy sendiri diperoleh dari perhitungan persentase perubahan penerimaan pajak dibagi dengan persentase perubahan PDB.

    Dengan demikian, penerimaan pajak bukan hanya tidak responsif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, melainkan kontraktif (penerimaan pajak bergerak berlawanan dengan pertumbuhan ekonomi).

    Pada periode yang sama tahun lalu atau kuartal III/2024, nilai tax bouyancy Indonesia juga negatif yaitu -0,27. Hanya saja, otoritas pajak bisa memperbaiki kinerja pemungutan pajak sehingga pada akhir tahun nilai tax bouyancy tak lagi negatif yaitu 0,71—meskipun belum ideal atau di bawah 1 yang menunjukkan penerimaan pajak tumbuh lebih lambat dari ekonomi.

    Sedikit Waktu Tersisa 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa hanya memiliki waktu kurang dari 3 bulan untuk mengejar target penerimaan pajak yang masih di angka 62,4% dari outlook sebesar Rp2.076,9 triliun pada tahun ini. 

    Kalau meleset Purbaya bakal memikul beban berat karena target pertumbuhan penerimaan pajak tahun 2026 yang semula berada di kisaran 13% bisa menembus angka 27-30% lebih. Hal itu berarti, target penerimaan pajak tahun depan semakin sulit dicapai, apalagi jika jurus pembenahan ekonomi Purbaya, tidak sesuai ekspektasi.

    Dalam catatan Bisnis, realisasi penerimaan pajak selalu berada di bawah pertumbuhan alamiahnya. Namun demikian, rumus ini bisa dikecualikan ketika terjadi aliran penerimaan yang sifatnya extraordinary seperti lonjakan harga komoditas, yang memicu limpahan pendapatan ke kas negara.

    Pertumbuhan pajak alamiah diukur berdasarkan realisasi pertumbuhan ekonomi dengan inflasi tahunan. Artinya, kalau target tahun ini misalnya, pertumbuhan ekonomi di angka 5,2% dan inflasi di angka 2,8%, seharusnya pertumbuhan penerimaan pajak alamiahnya bisa mencapai 8%. Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya, penerimaan pajak hingga September 2025 malahan terkontraksi di angka minus 4,4% atau realisasinya jauh di bawah pertumbuhan alamiahnya.

    Tren serupa juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya pada tahun 2024, misalnya, realisasi penerimaan pajak tercatat sebesar  Rp1.932,4 triliun capaianya lebih dari 100%. Tetapi pertumbuhannya hanya di angka 3,5%. Padahal dengan realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03% dan inflasi 1,57%, pertumbuhan alamiah penerimaan pajak tahun 2024 seharusnya di angka 6,6%. 

    Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan./Ist

    Namun demikian, simulasi ini tidak berlaku pada tahun 2022-2023, pada dua tahun tersebut terjadi lonjakan penerimaan pajak. Ada dua aspek yang mempengaruhi penerimaan pajak tahun 2022. Pertama karena baseline penerapan target yang cukup rendah sebagai konsekuensi dari proses pemulihan ekonomi.

    Kedua, karena membaiknya harga komoditas baik itu migas maupun komoditas lainnya seperti batu bara. Pada tahun 2022, pertumbuhan penerimaan pajak mencapai 34,27% melampaui pertumbuhan alamiahnya di angka 10,82%. Tahun 2023, tren itu mulai mengalami moderasi sehingga pertumbuhan penerimaan pajak di angka 8,8%. 

    Adapun salah satu indikasi dari kenaikan harga komoditas, terutama migas itu direpresentasikan oleh penerimaan pajak dari PPh migas yang realisasinya lebih dari 120% atau tumbuh 47,32% dari tahun 2021. Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, pemerintah rasanya sulit untuk mengelak bahwa shortfall atau selisih antara target dan realisasi pajak tahun ini akan melebar dari outlook APBN 2025 di angka Rp2.076,9 triliun.

    Sekadar catatan penerimaan pajak per September 2025 masih di angka 62,4% atau kurang sebesar Rp781,6 triliun dari outlook APBN. Periode yang sama tahun lalu penerimaan pajak telah mencapai 70% dari target. Artinya kalau mengacu kepada data tahun lalu, dengan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.932,4 triliun, pemerintah berhasil memenuhi sekitar 29,8% penerimaan dalam waktu 3 bulan.

    Persoalannya data 2025 menunjukkan dengan penerimaan 62,4% pemerintah harus mengejar penerimaan pajak sebesar 37,6% dari target agar shortfall tidak melebar atau minimal pas dengan outlook APBN. Angka ini bahkan melampaui realisasi pertumbuhan tahun 2022 yang banyak ditopang komoditas dan rendahnya benchmark penerimaan pada tahun sebelumnya.

    Potensi Shortfall Melebar Terbuka 

    Sebelumnya, Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengingatkan agar pemerintah tidak abai terhadap risiko fiskal yang kini mulai meningkat seiring melemahnya kinerja penerimaan pajak.

    Fajry menilai kebijakan perpajakan yang dijalankan pemerintahan baru belum menunjukkan arah yang jelas. Menurutnya, Prabowo mewarisi kondisi ‘mati gaya’ dari akhir pemerintahan Jokowi, ketika sejumlah kebijakan fiskal dibatalkan, termasuk rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan program Tapera.

    “Tidak ada yang salah dengan keputusan membatalkan kebijakan. Itu bentuk pemerintah mendengar aspirasi publik. Namun, ketika potensi penerimaan turun, belanja negara semestinya ikut disesuaikan,” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (19/10/2025).

    Fajry mengingatkan, ketidakseimbangan antara penerimaan dan belanja berpotensi memperlebar defisit. Kondisi itu bisa mempertinggi persepsi risiko fiskal, yang terbukti ketika investor asing menarik kepemilikan surat utang pemerintah pada September lalu dan menekan nilai tukar rupiah.

    Dia mengingatkan agar pemerintah tidak mengulang kesalahan kebijakan fiskal sembrono seperti yang dilakukan mantan Perdana Menteri Inggris Elizabeth Truss, yang gagal menjaga keseimbangan antara pemotongan pajak dan pengeluaran negara.

    “Saat itu Truss melakukan pemotongan tarif pajak [pendapatan] namun gagal menjaga sisi pengeluaran [belanja]. Akhirnya, nilai tukar poundsterling anjlok dan inflasi meningkat,” katanya.

    Fajry pun menilai APBN 2025 menghadapi risiko shortfall pajak yang besar. Jika kinerja penerimaan pajak sampai akhir tahun hanya setara dengan capaian beberapa bulan terakhir maka dia memproyeksikan realisasi penerimaan pajak hanya mencapai 82,22% dari outlook sepanjang tahun atau shortfall sekitar Rp389,26 triliun.

    “Sekalipun ada extra effort seperti tahun lalu, penerimaan pajak hanya akan mencapai 85%–88%. Sangat sulit untuk mencapai outlook APBN yang ditetapkan 94%,” jelas Fajry.

  • Kongres Sepakat Akhiri Shutdown AS, Tak Ada Jaminan Obamacare Berlanjut

    Kongres Sepakat Akhiri Shutdown AS, Tak Ada Jaminan Obamacare Berlanjut

    Bisnis.com, JAKARTA – Kongres Amerika Serikat (AS) akhirnya berkompromi untuk memulihkan pendanaan federal dan sesegera mungkin menghakhiri penutupan pemerintah atau government shutdown terlama dalam sejarah AS. Meski demikian, belum jelas kapan akan memberikan persetujuan akhirnya.

    Kesepakatan tersebut, demikian melansir dari Reuters, akan memulihkan pendanaan untuk badan-badan federal, memberikan peluang bagi keluarga berpenghasilan rendah untuk kembali memperoleh subsidi pangan, ratusan ribu pegawai federal yang tidak dibayar selama lebih dari sebulan, serta para pelancong yang menghadapi ribuan penerbangan yang dibatalkan.

    “Kesepakatan ini akan memperpanjang pendanaan hingga 30 Januari, yang untuk saat ini membuat pemerintah federal menambah utang sekitar $1,8 triliun per tahun yang kini telah mencapai $38 triliun,” tulis Reuters, Selasa (11/11/2025).  

    Saat ini, Partai Republik yang mengusung Presiden Donald Trump memegang mayoritas Kongres. Namun demikian, Partai Demokrat menggunakan aturan yang mengharuskan 60 dari 100 senator menyetujui sebagian besar undang-undang, dalam upaya perpanjangan subsidi asuransi kesehatan bagi 24 juta warga Amerika yang akan berakhir akhir tahun ini.

    Kompromi Senat akan menetapkan pemungutan suara pada bulan Desember untuk RUU tersebut.

    Adapun, seminggu setelah Partai Demokrat memenangkan pemilihan penting di New Jersey dan Virginia serta memilih seorang sosialis demokrat sebagai wali kota New York City berikutnya, keputusan delapan anggota Demokrat moderat untuk memajukan kesepakatan tersebut memicu kemarahan.

    Para pemilih Demokrat menyatakan tidak ada jaminan bahwa pemungutan suara RUU layanan kesehatan akan lolos di Senat atau Dewan Perwakilan Rakyat.

    “Kami berharap bisa berbuat lebih banyak,” kata Senator Dick Durbin dari Illinois, anggota Demokrat nomor 2 di majelis tersebut. “Penutupan pemerintah tampaknya menjadi kesempatan untuk mengarahkan kami pada kebijakan yang lebih baik. Namun, itu tidak berhasil.”

    Adapun jajak pendapat Reuters/Ipsos akhir Oktober menemukan bahwa 50% warga Amerika menyalahkan Partai Republik atas penutupan tersebut, sementara 43% menyalahkan Partai Demokrat. Saham AS naik pada hari Senin, didorong oleh berita kemajuan kesepakatan untuk membuka kembali pemerintahan.

  • Modal Menuju Keluar dari Zona 5.0

    Modal Menuju Keluar dari Zona 5.0

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan kinerja pertumbuhan ekonomi (PDB) selama kuartal III/2025 sebesar 5,04% (YoY) atau sebesar 5,01% (c-to-c) selama 9 bulan pertama 2025.

    Dengan kinerja selama 9 bulan tersebut, penulis memiliki keyakinan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh setidaknya 5% selama 2025. Ini mengingat, pada kuartal IV/2025, ekonomi Indonesia memiliki peluang tumbuh lebih tinggi dibanding tiga kuartal sebelumnya. Bila ini terjadi, kinerja pertumbuhan ekonomi tersebut akan melampaui proyeksi sejumlah lembaga seperti IMF dan World Bank yang memperkirakan ekonomi Indonesia selama 2025 tumbuh di bawah 5%.

    Bagaimana potret pertumbuhan pada kuartal III/2025? Kemudian, bagaimana potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025?

    Penulis menyebut kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 sebagai capaian yang “optimal”. Disebut demikian, mengingat belum seluruh mesin pertumbuhan bekerja. Konsumsi rumah tangga yang menjadi mesin pertumbuhan terbesar dari sisi pengeluaran hanya tumbuh 4,89% (YoY) terendah sejak kuartal I/2024. Kita memahami mengapa pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III/2025 tersebut rendah.

    Selama kuartal III/2025, ekonomi kita dihadapkan pada kondisi sosial dan politik yang kurang kondusif. Berbagai indikator terkait daya beli konsumen cenderung lemah sebagaimana terlihat pada indikator indeks keyakinan konsumen (IKK), indeks penjualan riil (IPR), termasuk kinerja perkreditan yang terkait dengan konsumen.

    Selama kuartal III/2025, praktis hanya konsumsi pemerintah dan ekspor yang mencatatkan kinerja melebihi “optimal”. Konsumsi pemerintah tumbuh 5,49% (YoY) tertinggi sejak Q2/2024 serta mampu membalikan kurva yang sebelumnya negatif (kontraktif) selama dua kuartal. Demikian halnya ekspor. Di tengah berlakunya tarif impor di Amerika Serikat (AS) secara efektif sejak Agustus 2025, ekspor tetap tumbuh tinggi, sebesar 9,91% (YoY) meski lebih rendah dibanding kuartal II/2025 yang tumbuh 10,95% (YoY).

    Kinerja investasi meski kurang optimal masih relatif baik, tumbuh 5,04% (YoY). Dari sisi sektoral ekonomi, mesin pertumbuhan juga belum banyak mengalami perubahan. Sumber pertumbuhan masih mengandalkan pada sektor-sektor yang kemampuan serapannya terhadap tenaga kerja relatif terbatas. Pada kuartal III/2025, industri pengolahan tumbuh 5,54% (YoY) lebih rendah dibandingkan kuartal II/2025 yang tumbuh 5,68% (YoY), di mana sumber pertumbuhannya masih ditopang oleh industri makanan dan minuman serta industri logam dasar (smelter).

    PURBAYA EFFECT

    Memasuki kuartal IV/2025, perubahan lingkungan eksternal dan internal terjadi. Dari sisi eksternal, optimisme terhadap kinerja ekonomi global mulai membaik. Hal itu antara lain tecermin dari sejumlah proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang lebih baik. Pada Oktober 2025, IMF mengoreksi naik outlook pertumbuhan ekonomi global pada 2025 dari sebelumnya 3% (outlook Juli 2025) menjadi 3,2%.

    Sementara itu, dari sisi internal, terjadi perubahan arah kebijakan ekonomi seiring dengan pergantian tampuk kepemimpinan di sektor fiskal. Pergantian Menteri Keuangan kepada Purbaya Yudhi Sadewa telah mengu-bah konstelasi kebijakan fiskal yang turut memengaruhi arah kebijakan moneter dan industri keuangan.

    Tentunya, berbagai perubahan ini dapat memengaruhi kinerja ekonomi Indonesia pada kuartal IV/2025 dan selanjutnya. Kebijakan fiskal yang longgar, yang dimulai dengan penempatan dana pemerintah ke perbankan, diperkirakan akan mendorong kinerja ekonomi Indonesia khususnya pada sisi investasi dan konsumsi rumah tangga ke arah yang lebih kuat.

    Pada kuartal III/2025, “Pur baya Effect” sebenarnya telah memberikan dampak pada kinerja ekonomi Indonesia, meskipun sangat terbatas. “Purbaya Effect” tersebut khususnya terjadi pada sisi investasi. Hal ini antara lain terlihat dari kinerja pertumbuhan kredit perbankan. Pada September 2025, kredit perbankan tumbuh 7,18% (YoY) meningkat dibanding posisi Agustus 2025 yang tum buh 7,05% (YoY).

    Kenaikan pertumbuhan kredit tersebut praktis ditopang oleh kredit kepada debitur BUMN. Per September 2025, kredit kepada debitur BUMN tumbuh 9,72% (YoY) naik signifikan dibanding posisi Agustus 2025 yang baru tumbuh 1,69% (YoY). Hampir dapat dipastikan bahwa lonjakan pertumbuhan kredit kepada debitur BUMN ini berasal dari kredit yang disalurkan bank-bank BUMN.

    Yang perlu memperoleh perhatian adalah di tengah lonjakan pertumbuhan kredit kepada debitur BUMN, pertumbuhan kredit kepada debitur swasta justru turun. Pada September 2025, pertumbuhan kredit kepada debitur swasta tumbuh 7,01% (YoY) melambat dibanding Agustus 2025 yang tumbuh 7,23% (YoY). Kondisi ini menggambarkan bahwa sektor swasta masih struggle, tetapi sekaligus menjadi potensi bagi sumber pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 dan selanjutnya.

    Dengan catatan, yaitu apabila transmisi penempatan dana pemerintah ke perbankan dapat berlangsung meluas. Itu artinya, penempatan dana pemerintah ke bank-bank BUMN perlu didorong agar berpengaruh pada peningkatan dana murah yang dapat dirasakan perbankan secara menyeluruh. Nah, tantangannya adalah bagaimana menciptakan agar transmisi tersebut terjadi.

    Dalam konteks ini, penulis mengusulkan beberapa hal. Pertama, perlu dibangun pemahaman bahwa penempatan dana pemerintah di bank-bank BUMN tidaklah berhenti menjadi likuiditas bank BUMN. Mekanisme perpindahan likuiditas dari bank BUMN ke bank lainnya perlu diciptakan agar perbaikan struktur dana perbankan terjadi secara meluas.  Sehingga, pertumbuhan kredit bank swasta pun, yang biasanya menjadi tempat debitur swas-ta memperoleh kredit, ikut meningkat.

    Kedua, kebijakan dovish melalui peningkatan likuiditas, perlu diimbangi dengan penyelesaian hambatan teknis (debottlenecking) di sektor riil. Tujuannya, untuk mempercepat efektivitas kebijakan pelonggaran likuiditas. Dalam konteks ini, seyogyanya instrumen fiskal, moneter, dan sektor keuang-an (khususnya perbankan) dapat menjadi trigger bagi percepatan debottlenecking di sektor riil.

    PENGUATAN KOORDINASI

    Beberapa waktu yang lalu, Menkeu Purbaya turun menemui pelaku usaha industri rokok dalam rangka “belanja masalah” sekali-gus menunjukkan bukti dukungannya kepada industri.

    Seyogianya, langkah ini direplikasi lebih luas dan strategis ke sektor-sektor lainnya.

    Penguatan koordinasi dan kerja sama antara para pemegang otoritas di sektor keuangan dengan para pemangku kepentingan di sektoral seperti para menteri teknis serta pelaku usaha akan turut menentukan efektivitas transmisi kebijakan di sektor keuangan ke pertumbuhan sektor riil.

    Penulis berpendapat, bila berbagai langkah di atas dapat berjalan simultan, potensi tumbuh lebih tinggi pada kuartal IV/2025, katakanlah sebesar 5,2% (YoY), bukan sesuatu yang mustahil. Kita memiliki peluang untuk memperbaiki pertumbuhan sektoral ekonomi, Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi.

    Sementara itu, pertumbuhan Konsumsi Pemerintah diperkirakan akan tetap tinggi pada kuartal IV/2025. Sedangkan pertumbuhan ekspor diperkirakan relatif sama dengan kuartal III/2025. Dengan berbagai perbaikan ini, bukan tidak mungkin, selama 2025, ekonomi Indonesia bisa tumbuh sekitar 5,1% dan keluar dari zona 5,0% (5.0).

  • Pertamina Kejar Merger 3 Subholding Migas Rampung 1 Januari 2026

    Pertamina Kejar Merger 3 Subholding Migas Rampung 1 Januari 2026

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menargetkan penggabungan atau merger tiga subholding hilir migas dapat rampung pada 1 Januari 2026. Adapun, ketiga subholding itu yakni PT Pertamina Patra Niaga (PPN), PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), dan PT Pertamina International Shipping (PIS).

    Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri membidik merger tiga anak usaha Pertamina, yakni PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), dan PT Pertamina International Shipping (PIS) rampung pada 1 Januari 2026.

    “Kita sih kejarnya mudah-mudahan per 1 Januari 2026 sudah terlaksana [merger] gitu,” ujar Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri, dikutip dari Antara, Selasa (11/11/2025).

    Simon menyampaikan rencana merger tiga anak usaha tersebut sudah sampai di tahap finalisasi dan akan dilaporkan ke Badan Pengelola Investasi Danantara. Pelaporan ke Danantara, tutur Simon, bertujuan untuk memperoleh persetujuan.

    Berdasarkan catatan Bisnis, rencana penggabungan ketiga anak usaha itu pertama kali Simon sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI yang membidangi BUMN di Jakarta, Kamis (11/9).

    Langkah konsolidasi ini tak lepas dari tantangan global, seperti penurunan harga hingga permintaan minyak dunia, yang menekan kinerja subholding perseroan. Sebagai contohnya yang dialami PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).

    Diberitakan sebelumnya, Simon mengungkapkan bahwa margin bisnis kilang makin kecil seiring turunnya permintaan, sementara kapasitas produksi kilang global meningkat.

    “Dengan marginnya semakin kecil, tentunya secara keseluruhan, secara konsolidasi kan akan berpengaruh kurang baik ke bottom line perusahaan. Dengan demikian, supaya lebih efektif memang ada beberapa kajian di kita untuk menggabungkan antara kilang, PIS, dan PPN,” ujar Simon, Kamis (11/9/2025).

    Simon juga mengatakan bahwa langkah ini juga sebagai upaya penyelarasan strategi bisnis dengan pemegang saham baru, BPI Danantara.

    “Dulu kan gini, dulu kan kita satu ini juga ya, antara hulu hilir, kemudian kita melakukan saat itu subholding, holdingisasi supaya bergerak lebih hijau. Tetapi sebagai organisasi, sebagai institusi yang tentunya terus berkembang, kita harus menyesuaikan juga perkembangan situasi,” kata Simon.

  • Tutup Celah Pengemplang Pajak, Purbaya Bakal Terapkan Single Profile WP

    Tutup Celah Pengemplang Pajak, Purbaya Bakal Terapkan Single Profile WP

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana untuk menggali potensi baru sebagai salah satu upaya ekstensifikasi penerimaan negara, salah satunya melalui penerapan single profile. 

    Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.70/2025 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025-2029. 

    Pada PMK tersebut, Kemenkeu menetapkan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan negara dilakukan melalui empat strategi. Pertama, optimalisasi pemanfaatan data dalam rangka penggalian potensi perpajakan dan PNBP. 

    Kedua, integrasi basis data penerimaan negara antar unit di Kemenkeu dan antarkementerian melalui single profile wajib bayar/wajib pajak/pengguna jasa kepabeanan dan cukai.

    “[Ketiga] Penggalian potensi sumber-sumber penerimaan baru antara lain pajak karbon, pajak ekonomi digital, objek cukai baru, dan PNBP,” demikian dikutip dari PMK No.70/2025, Senin (10/11/2025).

    Keempat, penguatan program intensifikasi bea masuk untuk melindungi industri dalam negeri dan bea keluar untuk mendukung hilirisasi berbasis SDA.

    Penerimaan Pajak

    Dalam catatan Bisnis, isu tentang single profile termasuk single identity number bukan hal yang baru. Penerapan single identity number (SIN) pajak bahkan dinilai akan membantu optimalisasi penerimaan pajak serta dapat mewujudkan kemandirian fiskal Indonesia.

    Dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak akan dapat memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan dengan menggunakan konsep link and match SIN pajak. SIN pajak dinilai akan mampu menyediakan data wajib pajak (WP) yang belum membayar kewajiban perpajakannya.

    Adapun, uang atau harta baik dari sumber legal maupun ilegal selalu digunakan dalam tiga sektor, yaitu konsumsi, investasi, dan tabungan. Sektor-sektor tersebut wajib memberikan data dan interkoneksi dengan sistem perpajakan.

    Artinya uang dari sumber legal maupun ilegal tersebut dapat terekam secara utuh dalam SIN Pajak. WP yang menghitung pajak dan mengirimkan SPT ke DJP dan SIN Pajak akan memetakan data yang benar dan data yang tidak benar, serta data yang tidak dilaporkan dalam SPT.

    Dengan kata lain, tidak ada harta yang dapat disembunyikan oleh WP. Dengan demikian diharapkan WP akan patuh dan jujur melaksanakan kewajiban perpajakannya, karena tidak adanya celah penghindaran kewajiban perpajakan.

    Oleh karena itu, dengan optimalisasi penerimaan perpajakan tersebut, penerimaan perpajakan akan mencapai target, bahkan akan sangat dimungkinkan akan dapat melebihi target pajak yang telah ditetapkan. Imbasnya adalah akan tercipta kemandirian fiskal Negara.

  • Senat AS Loloskan UU untuk Akhiri Shutdown, Trump Siap Intervensi

    Senat AS Loloskan UU untuk Akhiri Shutdown, Trump Siap Intervensi

    Bisnis.com, JAKARTA – Senat Amerika Serikat (AS) meloloskan langkah awal untuk membuka kembali pemerintahan federal setelah shutdown selama 40 hari, yang membuat ribuan pegawai negeri dirumahkan, menunda bantuan pangan, dan mengganggu jadwal penerbangan di seluruh negeri.

    Pada Minggu (9/11) Senat akhirnya menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang sebelumnya telah disahkan oleh DPR.

    RUU tersebut akan diubah untuk mendanai pemerintahan hingga 30 Januari 2026 serta mencakup tiga rancangan anggaran tahunan penuh.

    Jika RUU hasil amandemen ini disetujui oleh Senat, langkah selanjutnya adalah pengesahan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives) sebelum dikirim ke Presiden Donald Trump untuk ditandatangani. Proses tersebut diperkirakan memakan waktu beberapa hari.

    Kesepakatan dicapai setelah sejumlah senator Demokrat yang menolak kebijakan partainya sepakat dengan Partai Republik untuk menggelar pemungutan suara pada Desember mendatang terkait perpanjangan subsidi dalam program Affordable Care Act (ACA).

    Subsidi ini membantu warga berpenghasilan rendah membayar asuransi kesehatan swasta dan akan berakhir pada akhir tahun.

    RUU tersebut lolos dengan perbandingan suara 60:40, jumlah minimum untuk menghindari filibuster (memperpanjang perdebatan) di Senat.

    “Sepertinya kita sudah sangat dekat dengan berakhirnya shutdown ini,” kata Trump kepada wartawan di Gedung Putih sebelum voting senat berlangsung.

    RUU ini juga melarang lembaga-lembaga federal memecat pegawai hingga 30 Januari 2026, yang menjadi kemenangan bagi serikat pekerja pegawai negeri dan pendukung mereka, sekaligus menghentikan upaya pemerintahan Trump untuk mengurangi jumlah pegawai federal.

    Reuters melaporkan, terdapat sekitar 2,2 juta pegawai sipil pemerintah federal, dan sekitar 300.000 di antaranya diperkirakan akan keluar hingga akhir tahun karena efisiensi Trump.

    Selain itu, RUU ini juga mencakup pembayaran gaji tertunda (back pay) bagi seluruh pegawai federal, termasuk anggota militer, petugas patroli perbatasan, serta pengatur lalu lintas udara.

    Ketika Senat kembali bersidang pada Senin, para pemimpin Partai Republik berupaya mencapai kesepakatan bipartisan agar proses pengesahan dapat dipercepat.

    Jika tidak tercapai, pemungutan suara akhir baru bisa dilakukan pada akhir pekan mendatang, yang berpotensi memperpanjang shutdown.

    “Ini hasil pemungutan suara yang baik,” ujar John Thune, Pemimpin Mayoritas Senat dari Partai Republik. Semoga besok kami bisa menyiapkan langkah selanjutnya dengan kerja sama dari kedua pihak.”

    Kesepakatan hari Minggu ini dimediasi oleh senator Demokrat Maggie Hassan dan Jeanne Shaheen dari New Hampshire serta senator independen Angus King dari Maine.

    “Selama lebih dari sebulan saya menegaskan bahwa prioritas saya adalah membuka kembali pemerintahan dan memperpanjang kredit pajak ACA. Inilah jalan terbaik untuk mencapai kedua tujuan tersebut,” kata Shaheen dalam unggahannya di platform X.

    Namun, Chuck Schumer, Pemimpin Minoritas Senat dari Partai Demokrat, memilih menolak RUU tersebut. Beberapa anggota Demokrat lain juga menunjukkan ketidakpuasan terhadap kesepakatan ini.

    Anggota DPR Ro Khanna bahkan menulis di X:

    “Senator Schumer sudah tidak efektif dan seharusnya diganti. Jika tidak bisa memperjuangkan agar premi kesehatan tidak melonjak, lalu apa yang diperjuangkan?”

    Shutdown yang telah berlangsung selama 40 hari ini telah memengaruhi layanan publik penting seperti bantuan pangan, taman nasional, dan perjalanan udara.

    Kekurangan staf pengatur lalu lintas udara juga menimbulkan kekhawatiran mengganggu perjalanan musim liburan Thanksgiving akhir November ini.

    Senator Thom Tillis dari Partai Republik mengatakan tekanan ekonomi dan sosial akibat penutupan mendorong kedua pihak untuk segera mencapai kesepakatan.

    “Tensi mulai menurun, tekanan meningkat, dan akhirnya semuanya terlihat mulai menyatu,” ujar Tillis sesuai yang dilansir dari Reuters.

    Penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett memperingatkan bahwa jika pemerintahan tetap tertutup lebih lama, pertumbuhan ekonomi AS bisa berbalik negatif pada kuartal keempat, terutama bila sektor penerbangan belum pulih menjelang Thanksgiving pada 27 November.

    Sementara itu, Trump kembali menegaskan keinginannya mengganti subsidi ACA dengan pembayaran langsung kepada individu. Ia menyebut subsidi tersebut sebagai “keuntungan besar bagi perusahaan asuransi dan bencana bagi rakyat Amerika.”

    Trump menulis di platform Truth Social:

    “Saya siap bekerja sama dengan kedua partai untuk menyelesaikan masalah ini setelah pemerintah dibuka kembali.”

    Para ahli memperkirakan premi asuransi kesehatan dalam program ACA tahun 2026 dapat meningkat dua kali lipat jika subsidi era pandemi tidak diperpanjang.

    Masa pendaftaran program ACA akan berlangsung hingga 15 Januari 2026, memberi waktu bagi Kongres untuk memperpanjang dukungan bagi tahun berikutnya. (Stefanus Bintang Agni)

  • Pernyataan Terbaru Purbaya dan Airlangga soal Redenominasi Rupiah 2025

    Pernyataan Terbaru Purbaya dan Airlangga soal Redenominasi Rupiah 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menko Perekonomian Airlangga kompak bicara soal rencana redenominasi rupiah.

    Dilansir dari Antaranews, pada Senin 10 November 2025 kemarin, Purbaya menegaskan jika kebijakan redenominasi rupiah tidak dilakukan tahun ini maupun tahun depan.

    Sebab kewenangan pelaksanaannya berada di tangan bank sentral.

    “Itu kebijakan bank sentral, dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya,” kata Purbaya saat berada di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Senin.

    Purbaya memastikan langkah penyederhanaan nilai rupiah tersebut tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.

    “Tidak tahun depan, saya tidak tahu, itu bukan Menteri Keuangan, tapi urusan bank sentral,” ucapnya.

    Pernyataan Terbaru Airlangga

    Hal yang sama disampaikan Airlangga. Ia juga mengatakan bahwa rencana redenominasi rupiah belum akan dibahas dalam waktu dekat.

    “Belum kita bahas. Ya, tidak dalam waktu dekat,” ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.

    Meski masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029, Airlangga menekankan bahwa pembahasan tersebut belum sampai pada redenominasi rupiah.

    Ia juga belum bisa memberikan komentar terkait dengan dukungan politik atau political will Presiden Prabowo Subianto perihal redenominasi tersebut.

    “Nanti kita bahas ya,” tutupnya.

  • Purbaya Ingin Terlibat Soal Nego Utang Kereta Cepat Whoosh ke China

    Purbaya Ingin Terlibat Soal Nego Utang Kereta Cepat Whoosh ke China

    Bisnis.com, SURABAYA – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berharap bisa ikut terlibat dalam rencana negosiasi pembayaran utang Kereta Cepat Whoosh antara Indonesia dengan Pemerintah China.

    Pemerintah saat ini juga tengah merencanakan untuk mengirim tim negosiasi yang telah ditunjuk untuk mengurus perihal rencana restrukturisasi skema pembayaran utang pembangunan Kereta Cepat Whoosh tersebut ke China.

    Purbaya yang merupakan mantan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini juga berharap dirinya turut serta dilibatkan dalam pembicaraan dengan Pemerintah China dan perusahaan-perusahaan mitra yang tergabung dalam Konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).

    “Tapi nanti akan diskusikan dan mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi kan, untuk diskusi seperti apa nanti pembayaran [utang Whoosh] persisnya. Kalau itu saya diajak biar saya tahu diskusinya seperti apa nanti,” ucap Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025) malam.

    Dirinya juga angkat bicara mengenai rencana yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto untuk menggunakan dana sitaan dari para koruptor dalam rangka pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.

    Purbaya menjelaskan, pemerintah saat ini masih berdiskusi lebih lanjut mengenai rencana penggunaan harta pengembalian atas hasil tindak pidana korupsi tersebut. Saat ini, rencana tersebut menurutnya masih baru dalam bentuk garis besar semata.

    “Masih didiskusikan, masih didiskusikan, nanti detailnya. Itu masih yang ada adalah masih garis-garis besarnya,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Indonesia akan membayar sekitar Rp1,2 triliun per tahun, dalam skema pelunasan utang kereta cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Hal tersebut disampaikan Prabowo setelah meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta Pusat pada Selasa (4/11/2025) lalu.

    Prabowo menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan utang tersebut akan bersumber dari uang hasil rampasan korupsi. Dia lantas berujar bahwa pemerintah tak akan memberikan kesempatan lagi bagi para koruptor untuk kembali mencari celah dalam keuangan negara demi keuntungan pribadi.

    “Jadi saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua,” tutur Prabowo.