Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Pilihan Purbaya antara Subsidi atau Tanggung Infrastruktur Kereta Cepat: Tidak Dua-duanya

    Pilihan Purbaya antara Subsidi atau Tanggung Infrastruktur Kereta Cepat: Tidak Dua-duanya

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa secara pribadi menyatakan lebih memilih untuk tidak menyertakan APBN sama sekali dalam pengelolaan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh, termasuk pelunasan utangnya. 

    Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya telah menyatakan komitmen pemerintah untuk bertanggung jawab melunasi utang proyek senilai lebih dari US$7 miliar itu. Hal itu berbeda dengan pernyataan Purbaya sebelumnya selaku Menkeu yang menolak penyertaan APBN. 

    Belakangan, usai pernyataan komitmen Prabowo, Danantara mengungkap ada sejumlah opsi di mana APBN akan ikut serta menanggung beban proyek pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu. Untuk diketahui, Danantara kini mengelola kekayaan BUMN termasuk konsorsium perusahaan pelat merah yang memegang saham mayoritas PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC). 

    Dua opsi yang ada merupakan subsidi operasional Whoosh melalui public service obligation (PSO), atau pengalihan kepemilikan maupun pengelolaan prasarana KCJB ke pemerintah. 

    “Kalau untuk saya, mendingan enggak bayar saya. Cuma gini, itu adalah kebijakan pimpinan di atas, Presiden dan lain-lain ya,” terang Purbaya kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (14/11/2025). 

    Purbaya menyebut, kendati komitmen Presiden untuk bertanggung jawab atas proyek kolosal itu, belum ada keputusan final terkait dengan penggunaan uang negara. Namun, dia menyebut pemerintah cenderung memilih opsi untuk mengelola prasarana Whoosh yakni infarstrukturnya. 

    “Kami akan cenderung membayar jalannya, infrastrukturnya. Rolling stock-nya mereka [Danantara] yang nanggung,” ungkap mantan Deputi Kemenko Maritim dan Investasi itu. 

    Purbaya menekankan belum ada kesimpulan terkait dengan keikutsertaan APBN dalam menanggung proyek strategis nasional (PSN) itu. Akan tetapi, dia mengutarakan keinginannya untuk terlibat dalam proses negosiasi pelunasan utang KCJB dengan China nantinya. 

    “Makanya saya bilang kalau nanti mereka diskusi dengan sana [China] saya ikut. Saya mau lihat jangan sampai saya rugi-rugi amat, tetapi kami lihat yang terbaik buat negara ini,” terangnya. 

    Untuk diketahui, pemerintah dan Danantara berencana untuk melakukan negosiasi untuk pelunasan utang KCJB dengan pemerintah China. Indonesia sempat mengutarakan keinginan untuk merestrukturisasi utang proyek Whoosh, yang dulu membengkak seiring dengan pembengkakan biaya (cost overrun) saat pandemi Covid-19. 

    Pembangunan KCJB dibiayai oleh 75% utang ke China Development Bank (CDB), serta 25% dari penyertaan modal Indonesia dan China selaku pemegang saham KCIC. Kepemilikan saham Indonesia melalui konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) pada perusahaan patungan itu yakni 60%, sedangkan China memiliki 40% sisanya. 

  • Kebijakan B50 Belum Layak, Analis: Berisiko ‘Bakar’ Harga Minyak Sawit

    Kebijakan B50 Belum Layak, Analis: Berisiko ‘Bakar’ Harga Minyak Sawit

    Bisnis.com, BADUNG — Analis pasar minyak nabati global menilai kebijakan biodiesel B50 Indonesia belum layak diterapkan dalam waktu dekat karena berpotensi memicu lonjakan harga minyak sawit di pasar dunia maupun domestik.

    Executive Director, ISTA Mielke Gmbh (Oil World) Thomas Mielke menilai implementasi kebijakan B50 berisiko besar memicu kenaikan harga minyak sawit secara drastis karena produksi nasional belum mencukupi kebutuhan tambahan bahan baku biodiesel.

    Meski secara konsep B50 merupakan kebijakan yang baik, Mielke menilai keberhasilan kebijakan tersebut bergantung pada ketersediaan pasokan minyak sawit yang memadai.

    “Jadi, Anda membutuhkan sekitar 2,2 juta ton minyak sawit, mungkin sedikit lebih banyak untuk B50, yang pada saat ini tidak sesuai dengan volume produksi Indonesia,” kata Mielke dalam konferensi pers 21st Indonesian Palm Oil Conference and 2026 Price Outlook (IPOC) di BICC, The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Jumat (14/11/2025). 

    Dia menilai, kebijakan tersebut idealnya diterapkan setelah pemerintah memastikan peningkatan produksi, baik melalui penambahan area tanam maupun peningkatan produktivitas. Sebab, sambung dia, penerapan B50 secara tergesa-gesa justru dapat memberikan dampak besar terhadap pasar global.

    “Jika B50 diterapkan, misalnya pada paruh kedua 2026, kebijakan tersebut akan memberikan dampak bullish yang sangat kuat terhadap harga minyak sawit di pasar dunia, yang kemudian juga akan menular ke pasar domestik,” ujarnya.

    Lebih jauh, Mielke menilai dampak kenaikan harga minyak sawit global akan merembet ke pasar domestik. Alhasil, pemerintah tidak akan mampu menahan lonjakan harga tersebut. Kondisi ini diperkirakan akan menghambat upaya pemerintah dalam menjaga harga minyak sawit dan produk turunannya tetap wajar bagi konsumen.

    Di sisi lain, kenaikan harga dalam negeri tidak akan bisa sepenuhnya dikendalikan pemerintah. “Ini akan menghambat rencana pemerintah untuk menjaga harga domestik pada tingkat yang wajar bagi konsumen,” imbuhnya.

    Selain itu, Mielke menyebut produksi sawit Indonesia justru berpotensi menurun pada 2026—2027 akibat berbagai intervensi pemerintah dan faktor-faktor produksi.

    Dia memperkirakan produksi minyak sawit di Indonesia akan lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya imbas penggunaan pupuk dan input pertanian lainnya dikurangi, dan dampak dari pengurangan ini baru terlihat secara bertahap.

    Padahal, sambung dia, Indonesia memegang peran kunci sebagai pemasok minyak nabati terbesar di pasar global, sehingga setiap pengurangan signifikan dalam ekspor dapat mengganggu keseimbangan pasokan dan permintaan dunia.

    Dengan demikian, dia menyampaikan penerapan B50 secara paksa dalam kondisi saat ini diperkirakan akan mendorong lonjakan harga yang tajam, menciptakan konflik kepentingan antara kebijakan energi dan perlindungan konsumen.

    “Harga akan melonjak dan konsumen akan dirugikan, konsumen pangan di negara-negara pengimpor maupun di Indonesia,” pungkasnya.

  • Purbaya Incar Pertumbuhan Ekonomi RI 2026 Capai 6%

    Purbaya Incar Pertumbuhan Ekonomi RI 2026 Capai 6%

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa  menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2026 mencapai 6% secara tahunan atau year-on-year(yoy). 

    Optimisme Purbaya itu dibarengi dengan keyakinan bahwa fondasi perekonomian Indonesia akan membaik seiring waktu, dimulai dengan kuartal IV/2025. Dia menargetkan ekonomi pada tiga bulan terakhir 2025 itu bisa tumbuh hingga lebih dari 5,5% (yoy). 

    “Jadi ekonomi akan lebih baik, [pertumbuhan] triwulan ke-IV akan mencapai 5,5% lebih. Tahun depan mungkin kami akan arahkan ekonomi ke arah 6%,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Jumat (14/11/2025). 

    Adapun pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2025 tercatat sebesar 5,04% (yoy), atau melambat dari capaian kuartal II/2025 yakni 5,12% (yoy). Salah satu perlambatan terjadi pada konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,89% (yoy) pada kuartal III/2025. 

    Namun, Purbaya mengeklaim berbagai indikator perekonomian terkini menunjukkan pemulihan. Misalnya, indeks penjualan ritel pada September 2025 tumbuh 3,7% dan diperkirakan tumbuh lebih tinggi pada Oktober 2025 sebesar 4,3%. 

    Kemudian, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur pada Oktober 2025 berada di level ekspansif yaitu 51,2 atau naik dari 50,4 pada bulan sebelumnya. 

    Mantan pejabat di Danareksa itu juga memandang kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) turut mencerminkan kinerja perekonomian yang membaik. Kendati naik turun, dia memercayai bahwa itu lebih baik dibandingkan dengan tren IHSG yang terus turun atau terus turun. 

    “Kalau turun terus, naik terus, broker rugi. Flat juga rugi,” kata Purbaya. 

    Untuk itu, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut menilai optimisme itu perlu disampaikan kepada investor. Dia berharap agar investor tak lagi memasang mode wait and see untuk menanamkan modalnya di Indonesia. 

    “Jadi fondasi seperti itu harusnya memberikan [pesan] ke investor jangan wait and see lagi, kalau wait and see, ketinggalan lho. Ke depan, tahun berikutnya kami dorong lebih cepat lagi tanpa mengganggu fiscal sustainability,” pungkasnya. 

  • Singapore Airlines Tambah Frekuensi Perbangan ke Medan & Surabaya Selama Nataru

    Singapore Airlines Tambah Frekuensi Perbangan ke Medan & Surabaya Selama Nataru

    Bisnis.com, JAKARTA — Singapore Airlines (SIA) akan menambah frekuensi penerbangan untuk rute Medan dan Surabaya, untuk mengakomodasi kebutuhan perjalanan pada musim liburan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru). 

    Manager Public Relations Indonesia Singapore Airlines Kleopas Danang Bintoroyakti mengungkapkan, maskapai akan melayani satu penerbangan tambahan untuk rute Medan—Singapura pada 25 Desember 2025 — 27 Desember 2025 dan 2 Januari 2026 — 5 Januari 2026. 

    “Untuk extra flight akhir tahun, untuk yang Medan kami tambah 1 flight,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (14/11/2025). 

    Sementara itu, untuk penerbangan Surabaya—Singapura, Singapore Airlines akan menambah kapasitas dengan penggantian armada yang lebih besar, pada periode 24 Desember 2025 — 27 Desember 2025 dan pada 2 Januari 2026—5 Januari 2026. 

    Semula, terdapat 1 penerbangan (SQ929) yang saat ini jenis pesawatnya beroperasi Boeing 737-8 (narrowbody), akan upgrade ke A350-900 dan Boeing 787 (widebody).

    Pada dasarnya, Singapore Airlines melayani penerbangan Medan dua kali per hari dan untuk Surabaya melayani 19 jadwal penerbangan per minggu.

    Selama masa Nataru, untuk Medan menjadi tiga kali penerbangan sehari, khusus pada periode 24 Desember-27 Desember 2025 dan 2 Januari 2026 – 5 Januari 2026

    Dengan demikian, untuk extra flight Medan total terdapat 8 hari, dan penambahan kapasitas Surabaya berlangsung selama 7 hari pada masa Nataru.

    Selain itu, SIA juga melayani rute Singapura-Bali dengan sebanyak enam kali penerbangan setiap hari yang seluruhnya dilayani dengan pesawat wide body. Terbanyak, penerbangan SIA rute Jakarta—Singapura sebanyak sembilan kali setiap hari.

    Pada musim liburan Lebaran yang lalu, Singapore Airlines juga menambah frekuensi pada rute yang sama, yakni Medan dan Surabaya.

    Adapun, Singapore Airlines melaporkan maskapainya telah sepenuhnya pulih terhadap penerbangan di Indonesia dari efek pandemi Covid-19 sejak akhir tahun lalu.

    “Sudah [pulih] 100%, bahkan Denpasar pun setelah Covid-19 bertambah [frekuensinya] satu, jadi sekarang enam,” ujarnya.

    Sejalan dengan telah pulihnya penerbangan dari dan ke Singapura tersebut, Danang menyampaikan bahwa maskapai belum berencana untuk membuka rute baru di Indonesia dalam waktu dekat.

    Pada tahun lalu, maskapai asal Singapura tersebut telah ekspansi ke dua kota di dunia lainnya, yakni terhubung dengan Brussel dan London.

    Mengacu laporan keuangan Singapore Airlines pada semester pertama 2025/2026 (periode Maret 2025 — September 2025), total penumpang yang diangkut mencapai 13.670 penumpang. Capaian tersebut tumbuh 6,2% dari periode yang sama tahun lalu, sebanyak 12.877 penumpang.

    Pada kuartal II/2025 atau periode Juli hingga September 2025, jumlah penumpang yang diangkut sebanyak 6.848 penumpang atau tumbuh 6,5% year on year (YoY).

  • Ada Eksodus Jumbo Investor Asing, Purbaya Bilang Begini

    Ada Eksodus Jumbo Investor Asing, Purbaya Bilang Begini

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya optimistis aliran modal asing yang keluar besar-besaran kembali masuk seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian dan komitmennya untuk menjaga defisit APBN di bawah 3% terhadap PDB. 

    Seperti diberitakan Bloomberg sebelumnya, investor asing melepas obligasi pemerintah Indonesia senilai US$84 juta pada awal pekan ini. Dengan demikian, arus masuk bersih sepanjang 2025 hanya tersisa US$25 juta atau turun jauh dibandingkan posisi puncak sekitar US$4,6 miliar pada akhir Agustus 2025. 

    Purbaya tidak menampik bahwa investor SBN pemerintah belum sepenuhnya kembali masuk ke pasar keuangan RI. Kondisi itu, menurutnya, berbeda dengan pasar saham yang sudah kembali ke level normal. Dia menyebut investor asing pemegang obligasi pemerintah masih menunggu seperti apa perbaikan kondisi perekonomian Indonesia. 

    “Kalau saya bisa menunjukkan di triwulan keempat ini ekonominya tumbuh di atas 5,5%, [kisaran] 5,6%-5,7%, itu pasti akan balik lagi ke sini. Mereka mencari tempat yang paling stabil. [Arus modal] bond sempat masuk terus keluar lagi kan, mungkin karena saya enggak nongol dua minggu itu, ‘Purbaya ada enggak nih?’,” jelasnya kepada wartawan sambil berkelakar di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (14/11/2025).

    Kendati ada sejumlah ketidakpastian, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu meyakini kondisi pasar keuangan domestik masih cukup baik. Aliran modal asing keluar (outflow) itu dinilainya sebagai kondisi pasar yang likuid. 

    “Jadi enggak ada masalah, malah itu menunjukkan marketnya cukup likuid ketika orang bisa keluar dengan mudah,” ucapnya. 

    Di sisi lain, Menkeu pengganti Sri Mulyani Indrawati itu mengakui investor masih menunggu arah kebijakan fiskalnya. Dia memastikan bahwa akan tetap mematuhi undang-undang yakni batas defisit APBN 3% terhadap PDB. 

    Purbaya menyebut sama sekali belum melakukan ekspansi dalam belanja selama dua bulan menjabat Menkeu. Penrmpatan kas pemerintah Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke himbara, terangnya, tidak memengaruhi anggaran sama sekali. 

    “Mungkin mereka [investor] melihat gini, saya taruh uang Rp200 triliun, wah ekspansi tuh. Rp200 triliun yang saya taruh itu, saya enggak belanja. Saya cuma taruh uangnya di bank, dan uang itu masih punya saya, tidak memengaruhi anggaran sama sekali dan tidak memengaruhi defisit. Jadi saya belum even ekspansi, masih pakai uang yang ada,” ujarnya.

    Berdasarkan pemberitaan Bloomberg, aksi jual obligasi pemerintah RI hingga US$84 juta itu tidak terlepas dari pengamatan para pengelola dana global terkait dengan kebijakan fiskal Purbaya yang dilantik September 2025 lalu. 

    Kekhawatiran pasar menguat bahwa Purbaya dapat membuka peluang revisi batas defisit anggaran yang telah diberlakukan selama puluhan tahun guna memberikan ruang lebih besar bagi belanja pemerintah. 

    “Jika Anda melihat berbagai program pemerintah, hal ini menunjukkan peningkatan pengeluaran fiskal sementara pertumbuhan masih terlihat lemah,” ujar Kunal Kundu, Kepala Ekonom untuk India dan Indonesia di Societe Generale SA, dikutip Bisnis, Jumat (14/11/2025).

    Dia menilai saat ini tidak banyak pendorong pertumbuhan bagi Indonesia selain kebijakan moneter bank sentral. Berbeda dengan investor global, arus dana domestik menunjukkan kecenderungan meningkat.

    Data resmi mencatat bank-bank lokal, reksa dana, perusahaan asuransi, dan dana pensiun memperbesar kepemilikan obligasi pemerintah pada Oktober dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan tersebut ditopang likuiditas besar dari penempatan kas pemerintah di bank-bank BUMN.

  • Aspermigas: UU Migas Bisa Jadi Magnet Investasi Jangka Panjang

    Aspermigas: UU Migas Bisa Jadi Magnet Investasi Jangka Panjang

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menilai penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas bisa menarik investasi jangka panjang di sektor hulu.

    Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal mengatakan Indonesia membutuhkan kepastian hukum untuk kontrak jangka panjang dan upaya serius melakukan eksplorasi oleh pemerintah.

    “Tanpa itu, Indonesia akan tetap tertinggal dari negara lain, terutama bagi investor besar yang mengincar proyek jangka panjang dan berisiko tinggi. Upaya paling mendesak untuk menarik investor adalah pengesahan segera RUU Migas,” kata Moshe dalam keterangannya, Jumat (14/11/2025).

    Dia menyayangkan penetapan RUU Migas yang mengambang sejak lima tahun lalu. Fokus utama investor lebih kepada jaminan kepastian hukum yang melekat pada kontrak tersebut.

    Menurutnya, aturan migas yang baru dinilai sangat penting karena beleid yang lama tidak lagi mampu memberikan landasan kepastian hukum yang dibutuhkan oleh pasar global. Meskipun diakuinya dampak investasi secara keseluruhan juga dipengaruhi oleh faktor geopolitik, kepastian hukum tetap paling utama.

    Adapun, dalam upaya menarik investor untuk lapangan marginal dan frontier, Moshe menekankan perlunya insentif tambahan. Secara khusus dirinya mengkritisi skema Kerja Sama Operasi (KSO) yang kini banyak diaplikasikan.

    Saat ini, lanjutnya, skema yang ada dinilai baru mampu menarik minat investor berskala kecil dengan kapasitas finansial terbatas. Moshe menyarankan agar pemerintah menawarkan kontrak berjangka panjang sekitar 10-30 tahun guna memberikan kepastian dan menarik minat investor dengan kapasitas finansial yang lebih kuat.

    Dia berharap agar pemerintah mau berinvestasi dalam mengumpulkan data eksplorasi. Data ini kunci untuk menarik investasi karena bisa mengurangi risiko terhadap lapangan-lapangan yang ditawarkan kepada investor.

    Sementara itu, anggota Komisi XII DPR RI, Yulisman, menilai momentum meningkatnya investasi hulu migas pada 2025 merupakan sinyal positif yang harus dijaga. Namun, peningkatan investasi tersebut bisa bersifat sementara apabila revisi UU Migas tak kunjung rampung.

    “Namun, peningkatan investasi ini harus diimbangi dengan kepastian hukum dan regulasi yang jelas,” ujar Yulisman.

  • Bahlil Bakal Pangkas Produksi Batu Bara 2026, Porsi DMO Berpotensi Naik

    Bahlil Bakal Pangkas Produksi Batu Bara 2026, Porsi DMO Berpotensi Naik

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia akan memangkas volume produksi batu bara pada 2026 dan mempertimbangkan opsi untuk mengerek porsi kewajiban pemenuhan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO).

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, pemangkasan produksi batu bara bertujuan untuk mengendalikan harga batu bara di pasar internasional.

    “Pasti. Kami lagi exercise [volumenya],” ucap Bahlil ketika dijumpai di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (14/11/2025), dikutip dari Antara. 

    Bahlil menuturkan, lesunya harga batu bara global disebabkan oleh ketidakseimbangan kebutuhan pasar dengan suplai batu bara dari Indonesia.

    Pada 2024, Kementerian ESDM mencatat total produksi batu bara mencapai 836 juta ton. Jumlah produksi tersebut mencapai 117% dari target yang ditetapkan pada 2024, yakni sebesar 710 juta ton. Sebanyak 233 juta ton sudah disalurkan ke kebutuhan domestik (DMO) dan 48 juta ton untuk stok batu bara domestik.

    Sementara itu, pada 2024, Indonesia mengekspor 555 juta ton batu bara atau setara dengan sekitar 33–35% dari total konsumsi dunia. Bahlil memperkirakan kebutuhan batu bara dunia berada di angka 1,3 miliar ton.

    “Akhirnya, sekarang harga batu bara lagi turun jauh,” kata Bahlil.

    Harga batu bara acuan (HBA) periode pertama November turun menjadi US$103,75 dolar per ton dari yang sebelumnya US$109,74 per ton pada periode kedua Oktober 2025. Harga tersebut juga lebih rendah apabila dibandingkan harga batu bara pada November 2024 yang berada di angka US$114,43 per ton.

    Oleh karena itu, untuk mendongkrak harga emas hitam tersebut, Indonesia akan mengurangi volume produksi batu baranya.

    Bahlil juga memastikan kebutuhan batu bara dalam negeri tetap terpenuhi, meskipun pemerintah berencana mengurangi volume produksi.

    Langkah yang ditempuh untuk memenuhi kebutuhan batu bara di dalam negeri di tengah-tengah pemangkasan volume produksi batu bara adalah dengan mengurangi jatah ekspor batu bara.

    Apabila dibutuhkan, lanjut dia, Bahlil membuka kemungkinan menaikkan persentase DMO menjadi lebih dari 25% untuk industri prioritas yang membutuhkan batu bara, dengan harga DMO yang sama, yakni US$70 per metrik ton. Harga DMO batu bara tidak berubah sejak 2018.

    “Kalau masih kurang [untuk kebutuhan dalam negeri], kami akan naikkan DMO,” tutur Bahlil.

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara, industri prioritas meliputi ketenagalistrikan, penyediaan energi, pupuk, dan industri strategis nasional.

    “PLN itu 140–160 juta [ton] kebutuhannya. DMO kita akan prioritaskan kepada industri-industri yang memengaruhi hidup orang banyak, seperti PLN, pupuk, dan semen,” kata Bahlil.

  • Raja Yordania Bakal Temui Danantara, Intip Agendanya

    Raja Yordania Bakal Temui Danantara, Intip Agendanya

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Luar Negeri RI Sugiono memberikan penjelasan mengenai agenda lanjutan kunjungan kenegaraan Raja Yordania Abdullah II ibn Al Hussein di Indonesia.

    Hal ini disampaikan usai dirinya mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam penganugerahan tanda kehormatan The Bejeweled Grand Cordon of Al-Nahda (Order of the Renaissance) yang diberikan langsung oleh Raja Abdullah II di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (14/11/2025).

    Ketika ditanya mengenai rangkaian kegiatan yang akan berlangsung pada hari berikutnya, Sugiono menegaskan bahwa agenda utama Raja Abdullah II pada Sabtu adalah bertemu dengan Danantara untuk membahas peluang kerja sama ekonomi.

    “Presiden saya kira tidak ya. Karena langsung akan mengantar beliau juga ke bandara setelah itu,” ujar Sugiono, memastikan bahwa Prabowo tidak akan turut serta dalam pertemuan tersebut.

    Pertemuan dengan Danantara disebut sebagai salah satu agenda penting dalam kunjungan singkat sang Raja, mengingat Yordania dan Indonesia tengah menjajaki penguatan kerja sama ekonomi di sejumlah sektor strategis, termasuk komoditas tertentu dan peluang investasi baru.

    Sugiono juga memastikan bahwa Raja Abdullah II tidak datang sendirian dalam pertemuan tersebut.

    “Oh iya tentu bersama delegasinya,” ujarnya saat ditanya apakah sang Raja akan hadir bersama rombongan resmi.

  • Selain Sawit Cs, Cek Deretan Produk RI yang Dinego Dikecualikan dari Tarif 19%

    Selain Sawit Cs, Cek Deretan Produk RI yang Dinego Dikecualikan dari Tarif 19%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Indonesia tengah melobi Amerika Serikat (AS) agar memperluas pengecualian deretan produk lain buatan Indonesia dari tarif atau bea masuk impor 19%. 

    Untuk diketahui, pemerintah melalui tim di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tengah memfinalisasi perundingan dan penyusunan dokumen hukum atau legal drafting penerapan tarif impor sebesar 19%. 

    Ada beberapa produk asli Indonesia seperti kakao hingga sawit yang berpeluang besar dikecualikan dari tarif 19% atau hanya dikenakan 0%. Hal itu sejalan keputusan AS untuk mengecualikan tarif resiprokal itu kepada produk atau barang yang tidak diproduksi sendiri di negara tersebut.  

    Namun demikian, simultan dengan upaya perundingan yang terus berlanjut, pemerintah ingin pengecualian dari tarif 19% itu diperluas. Produk yang disasar untuk mendapatkan pengecualian (exemption) adalah tekstil dan alas kaki yang merupakan salah satu produk utama ekspor Indonesia ke AS. 

    “Beberapa produk kita yang memang dibutuhkan mereka dan tidak mungkin disediakan mereka dalam waktu dekat, kami tetap akan upayakan untuk bisa dikerjasamakan dengan tarif yang lebih rendah. Contohnya, pakaian jadi, sepatu, karena selama ini yang dibangun di sana lebih kepada industri, lebih di atasnya,” terang Deputi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi kepada wartawan di sela-sela media briefing di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (14/11/2025).

    Menurut Edi, yang memimpin proses intersesi dengan AS bahkan selama shutdown berlangsung, pemerintah Indonesia mengupayakan agar tarif tekstil dan alas kaki bisa dikenai tarif di bawah 19%. Hal itu kendati dua produk itu juga diproduksi di AS. 

    “Harus [di bawah 19%], karena kita juga sudah banyak memberikan manfaat untuk mereka,” tuturnya. 

    Saat ini, terang Edi, proses perundingan dan legal drafting terus berlanjut kendati lebih dari sebulan penutupan pemerintah AS berlangsung alias shutdown. Indonesia mendorong agar penerapan tarif resiprokal ini tetap dibangun atas keuntungan bersama. 

    Menurutnya, pemerintah menargetkan agar perundingan bisa diselesaikan bulan ini. Namun, pemerintah akan tetap mengutamakan agar perundingan bisa dilakukan secara fair dengan negara terbesar kedua tujuan ekspor RI itu. 

    “Kalau bisa mungkin sampai dengan bulan ini bisa selesai, kami dorong selesai bulan ini. Semua tergantung pada fleksibilitas dari Amerika Serikat untuk bisa memahami ini, karena yang paling penting Indonesia itu bukan penyebab dari defisitnya Amerika, bukan. Indonesia berdagang dengan Amerika dilakukan dengan cara yang fair juga,” tuturnya. 

    Untuk diketahui, Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif impor terhadap sebagian besar barang atau produk dari mitra dagangnya. Khususnya, negara-negara yang dinilai menyebabkan neraca dagang AS dengan negara-negara tersebut defisit. 

    Pada sekitar Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto melalui sambungan telepon dengan Presiden Trump telah menyepakati tarif 19%. Besaran bea masuk impor itu lebih rendah dari yang dikenakan sebelumnya yaitu 32%. 

  • Wajib SAF 1% Tahun Depan, Singapore Airlines Duluan Pakai Bioavtur Sejak 2024

    Wajib SAF 1% Tahun Depan, Singapore Airlines Duluan Pakai Bioavtur Sejak 2024

    Bisnis.com, JAKARTA — Singapore Airlines (SIA) menyatakan tak masalah dengan kewajiban penggunaan sustainable aviation fuel (SAF) alias bioavtur 1% dalam penerbangan internasional di Indonesia karena perusahaan telah menggunakan bahan bakar ramah lingkungan tersebut sejak 2024. 

    Chief Sustainability Officer Singapore Airlines Lee Wen Fen menyampaikan, maskapai telah bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk pasokan SAF. Misalnya, Aether Fuels dan Neste.

    Singapore Airlines membeli SAF murni dari produsen tersebut dan nantinya akan dicampur dengan bahan bakar konvensional, sebelum didistribusikan ke bandara-bandara yang dilayani oleh Singapore Airlines dan Scoot.

    “SIA Group akan terus bermitra dengan berbagai pihak di seluruh dunia untuk menguji dan mengimplementasikan solusi yang mendukung tujuan dekarbonisasi jangka panjang industri penerbangan,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Jumat (14/11/2025). 

    Lee menuturkan bahwa upaya ini memungkinkan untuk memvalidasi permintaan terhadap SAF serta memperkuat keahlian teknis di bidang tersebut. 

    Selain itu, komitmen ini juga untuk mencapai target jangka menengah—yakni penggunaan SAF sebesar 5% pada tahun 2030—dan tujuan jangka panjang berupa nol emisi karbon bersih pada tahun 2050. 

    Dengan kerja sama bersama Neste pada awal tahun ini, Singapore Airlines Group mengakuisisi 1.000 ton SAF murni yang memenuhi persyaratan skema Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA). 

    SAF tersebut diproduksi di kilang Neste di Singapura, kemudian dicampur secara lokal dan dikirimkan ke Bandara Changi Singapura. 

    Selain itu, SIA Group juga membeli sekitar 2.000 ton SAF yang memenuhi persyaratan CORSIA dalam bentuk pengurangan emisi dari World Energy. Hal ini memungkinkan SIA Group untuk mengklaim pengurangan emisi terkait tanpa pengiriman bahan bakar secara fisik.

    Kedua transaksi tersebut diselesaikan pada kuartal pertama 2025 dan diperkirakan akan mengurangi lebih dari 9.500 ton emisi karbon dioksida.

    Adapun, CORSIA merupakan inisiatif berbasis pasar global pertama yang dirancang untuk mengatasi dampak iklim dari penerbangan internasional. 

    Dalam skema ini, SAF bersertifikat diakui sebagai bahan bakar yang memenuhi syarat CORSIA dan dapat digunakan oleh maskapai penerbangan untuk mengurangi kewajiban kompensasi karbon mereka.