Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Gapensi Tolak Wacana Relaksasi TKDN: Berisiko Picu Gelombang PHK

    Gapensi Tolak Wacana Relaksasi TKDN: Berisiko Picu Gelombang PHK

    Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menyebut wacana relaksasi penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bakal memantik gelombang pemutusan hak kerja (PHK). 

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gapensi, La Ode Safiul Akbar menyebut apabila kebijakan relaksasi benar-benar direalisasikan, hal itu akan membunuh industri dalam negeri, khususnya industri besi, baja dan pipa yang menunjang pembangunan infrastruktur.

    “Ujungnya nanti, jika industri di dalam negeri tidak bergerak karena dihimpit oleh produk impor, sudah dipastikan PHK besar–besaran akan kembali terjadi. Saat ini saja, angka pengangguran kita sudah cukup tinggi. Karena, hampir semua pabrik bisa terkena dampaknya,” kata La Ode dalam keterangan resmi, Senin (14/4/2025).

    Sekjen Gapensi itu menilai bahwa rencana pelonggaran TKDN ini dilakukan sebagai sebagai respons pemerintah usai Amerika Serikat (AS) menetapkan tarif resiprokal atas produk dari Indonesia sebesar 32%.

    La Ode berharap, TKDN tidak dihapuskan karena kebijakan tersebut juga bisa berpotensi membuat Indonesia kehilangan daya saing di pasar global.

    Dia juga menekankan bahwa pemerintah perlu berhati-hati dalam merealisasikan wacana tersebut. Pasalnya, kebijakan penghapusan TKDN ini bisa menyebabkan industri dalam negeri akan kalah bersaing dengan produk impor yang lebih murah.

    “Akibatnya, kita hanya akan menjadi negara konsumen dan semakin bergantung pada barang–barang impor. Padahal, jika kita menggunakan produk dalam negeri, kita bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, karena industri di dalam negeri bergerak. Keberadaan TKDN itu sudah seharusnya ada untuk melindungi industri di dalam negeri,” jelasnya.

    Seharusnya, tambah La Ode, pemerintah dapat mendukung penggunaan TKDN guna mendorong kemandirian industri. 

    Dia menegaskan terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu memberikan insentif kepada pelaku industri lokal agar mampu bersaing secara kualitas dan harga, mempermudah akses pembiayaan dan teknologi bagi produsen dalam negeri, dan Mengawasi pelaksanaan TKDN secara tegas dan transparan agar tidak hanya formalitas.

    “Dengan komitmen kuat dari pemerintah dalam mengawal Produk TKDN  dapat membuka lapangan pekerjaan sebesar-besarnya dan  mendorong pertumbuhan ekonomi 8%,” pungkas La Ode. 

    Adapun, saat ini, batas minimal TKDN yang ditetapkan adalah 25% dengan syarat BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) minimal 40%. Penerapan TKDN dalam proses pengadaan barang dan jasa untuk pemberdayaan industri domestik merupakan salah satu langkah pemerintah untuk mendorong P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri).

  • Tak Libatkan Negara Lain, RI Bakal Bilateral Negosiasi Tarif Impor AS

    Tak Libatkan Negara Lain, RI Bakal Bilateral Negosiasi Tarif Impor AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan negosiasi terkait tarif impor antara Indonesia dengan Amerika Serikat akan dilakukan secara bilateral.

    Hal tersebut dia ungkapkan saat ditemui di sela-sela agenda The Russia-Indonesia Business Forum di Jakarta pada Senin (14/4/2025). 

    “Negosiasi terkait tarif ini bilateral, antara Indonesia dengan AS. Tidak melibatkan yang lain,” kata Airlangga.

    Dia menuturkan, Indonesia juga telah mengirim surat untuk pemerintah AS terkait kesepakatan tarif impor. Airlangga juga menyebut, dirinya dan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan akan berkomunikasi dengan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick pada Senin malam.

    Airlangga juga mengungkap, delegasi Indonesia dijadwalkan akan berangkat ke AS pada Selasa(15/4/2025) malam.

    Adapun, ketika ditanya terkait target dari negosiasi tarif antara Indonesia dan AS, Airlangga tidak berkomentar banyak. Dia juga enggan merespons terkait strategi pemerintah Indonesia dalam negosiasi itu.

    “Strategi khusus tidak dibuat publik. Target itu juga menjadi bagian dari negosiasi, tidak ada tebak-tebakan [target penurunan tarif impor AS],” katanya.

    Sebelumnya, Airlangga juga mengungkap delegasi Indonesia yang berangkat ke AS akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu, Menteri Luar Negeri Sugiono, Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir, dan Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono. 

    “Kami akan bertemu dengan USTR [Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat], dengan Menteri Perdagangan, dengan Menteri Luar Negeri dan juga Menteri Keuangan AS,” ujar Airlangga.

    Airlangga mengklaim Indonesia merupakan salah satu negara pertama yang akan diterima di Washington DC usai pengumuman tarif resiprokal Trump. Trump sendiri menetapkan tarif bea masuk 32% ke barang-barang asal Indonesia.

  • Survei Colliers: Bisnis Hotel Lesu Imbas Efisiensi Anggaran Prabowo

    Survei Colliers: Bisnis Hotel Lesu Imbas Efisiensi Anggaran Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Konsultan properti Colliers Indonesia menyoroti adanya tren penurunan kinerja bisnis perhotelan usai Presiden Prabowo Subianto meneken Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi.

    Head of Research Colliers Indonesia, Ferry Salanto, menjelaskan bahwa tren penurunan bisnis perhotelan usai adanya kebijakan efisiensi pemerintahan Prabowo makin terasa di awal 2025.

    “Survei dilakukan dua kali pada 2024 saat Presiden Prabowo mengumumkan efisiensi, yang pertama itu hanya sekitar 44% responden yang melaporkan kondisinya lebih buruk dan jauh lebih buruk,” kata Ferry dalam Konferensi Pers, Senin (14/4/2025). 

    Akan tetapi, tambah Ferry, pengusaha yang melaporkan perburukan bisnis hotel itu bertambah menjadi 83% pada Januari 2025.

    Alhasil, 20% dari 717 responden mengatakan mengalami penurunan pendapatan hotel hingga 50% sejak diimplementasikannya kebijakan efisiensi oleh pemerintah.

    “Pada awal 2025 menjadi titik terendah [pasar hotel usai diteken kebijakan efisiensi]. Penyebabnya pasti karena aktivitas bisnis melambat, adanya ketergantungan hotel pada government market dan ada bulan puasa di Maret yang secara tradisional bisa menurunkan okupansi,” tegasnya.  

    Penurunan okupansi kamar hotel pada awal tahun ini juga sempat dikonfirmasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat tingkat penghunian kamar (TPK) pada Januari – Februari 2025 mengalami penurunan. 

    Salah satu faktornya disebabkan oleh kebijakan penghematan anggaran pemerintah. Dalam keterangannya, BPS menyatakan bahwa penurunan TPK pada Januari 2025 secara bulanan lantaran pada Desember 2024 merupakan peak season atau musim puncak lantaran ada libur sekolah serta Natal dan Tahun Baru (Nataru). 

    ”Selain itu, penurunan di Januari juga disebabkan oleh efisiensi anggaran,” demikian pernyataan BPS dalam keterangannya kepada Bisnis, dikutip Sabtu (12/4/2025). 

    Bahkan, dampak efisiensi anggaran pemerintah juga berlanjut pada Februari 2025, meski masih ada beberapa agenda nasional maupun internasional di beberapa provinsi. 

  • Mobil Listrik Nyaman dengan Jangkauan 600 KM

    Mobil Listrik Nyaman dengan Jangkauan 600 KM

    Bisnis.com, JAKARTA – Dengan jarak tempuh yang lebih panjang hingga 600 kilometer, All New Hyundai Kona Electric juga dibekali dengan suspensi yang nyaman, sehingga lebih mumpuni dalam meredam getaran saat dipakai berkendara.

    Berbeda dengan sistem suspensi kendaraan listrik lainnya yang cenderung keras, All New Kona Electric menawarkan bantingan yang lebih lembut tanpa mengorbankan stabilitas. Suspensi ini membuat mobil tetap tenang saat melewati jalan bergelombang atau tidak rata.

    Tim Jelajah Bisnis Indonesia yang mencoba mengendarai Hyundai All New Kona Electric menyebutkan suspensi yang ada membuat punggung lebih nyaman selama berkendara dalam waktu yang lama.

    “Suspensinya lebih empuk dan tenang saat dipakai di jalan bergelombang. Menyerap getaran dan benturan dengan baik sehingga nyaman untuk perjalanan jauh,” ujar Erwin, salah satu Tim Jelajah yang mencoba mengendarai Hyundai Kona Electric.

    All New Kona Electric dibekali dengan motor listrik bertenaga 217 HP dan torsi 255 Nm pada varian Long Range, mampu melesat dari 0-100 km/jam dalam 7,9 detik. Karakteristik tenaganya lebih natural saat dipacu, dengan power delivery yang progresif layaknya mobil konvensional.

    Dengan kapasitas baterai 66 kWh pada varian Long Range, All New Kona Electric mampu menempuh jarak antara 549-602 kilometer dalam sekali pengisian. Sementara pada varian Standard Range, All New Kona Electric dibekali dengan baterai berkapasitas 48,9 kWh dan diklaim mampu menempuh jarak hingga 448 kilometer.

    Salah satu kekhawatiran umum pemilik kendaraan listrik adalah tentang pengisian daya. Hyundai menjawab kekhawatiran ini dengan meningkatkan kemampuan pengisian daya DC dari sebelumnya 50 kW menjadi 100 kW, sehingga All New Kona Electric bisa diisi dari 0 hingga penuh kurang dari 1 jam. Selain itu, port pengisian juga masih diletakkan di bagian depan untuk kemudahan akses.

    Hyundai Kona Electric juga dilengkapi fitur keamanan canggih berupa Advanced Driver Assistance System (ADAS) yang disebut juga sebagai Hyundai SmartSense. Sistem ini menjalankan beberapa fitur, seperti Surround View Monitor (SVM), Blind-Spot View Monitor (BVM), Forward Collision Avoidance Assist (FCA), Blind Spot Collision Avoidance Assist (BCA), Rear Cross Traffic Collision Avoidance Assist (RCCA), Driver Attention Warning (DAW), Safe Exist Assist (SEA) dan Lane Keeping Assist (LKA) serta Lane Following Assist (LFA).

    Implementasi Hyundai SmartSense terasa solid dan halus, tidak mudah mengerem mendadak kecuali benar-benar diperlukan untuk menghindari tabrakan. Satu fitur menarik adalah sistem regenerative braking yang terintegrasi dengan ADAS.

    All New Hyundai Kona Electric tersedia dalam dua varian baterai di Indonesia. Standard Range dan Long Range. Harganya dimulai dari Rp516 juta untuk tipe Style Standard Range hingga Rp610,2 juta untuk tipe Signature Long Range. Sementara untuk Seri N Line, yang menggabungkan performa, kenyamanan dan estetika, Hyundai membanderol dengan harga Rp629,4 juta.

    DUKUNGAN SPKLU

    Salah satu faktor pendukung utama kendaraan listrik adalah ketersediaan infrastruktur pengisian daya. Hyundai telah membangun ekosistem mobil listrik dengan memiliki lebih dari 240 Charging Stations yang tersebar di seluruh Indonesia.

    Charging Stations Hyundai menggunakan standar CCS2 (Combined Charging System 2) yang umum digunakan secara global. Hyundai juga menggandeng empat mitra strategis sejak Juli 2024, yaitu Voltron, Casion, Buzz, dan Daya Green untuk memperluas jaringan Charging Stations Hyundai yang sudah ada sebelumnya di berbagai kota. Melalui kemitraan ini, pengguna kendaraan listrik dapat mengakses lebih dari 600 charging stations dengan berbagai tipe pengisian, mulai dari slow, standard, fast, hingga ultra fast chargers.

    “Dengan ketersediaan charging stations yang semakin luas dan kemampuan jarak tempuh All New Kona Electric yang mencapai 600 kilometer, kekhawatiran tentang range anxiety atau ketakutan kehabisan daya saat bepergian jauh dengan mobil listrik kini semakin berkurang,” tambah Erwin.

    Sebagai inovasi tambahan, Hyundai juga menawarkan program EV Charging Subscription atau langganan charger EV yang memungkinkan konsumen mengisi daya baterai kendaraan listriknya di ratusan charging station milik Hyundai dengan harga hingga 47% lebih rendah.

    Hyundai terus memperluas jangkauan kendaraan listrik mereka di Indonesia, dengan fokus pada produk-produk premium dengan teknologi canggih yang mendukung program elektrifikasi kendaraan nasional sekaligus memberikan pengalaman berkendara yang lebih efisien dan ramah lingkungan bagi konsumen Indonesia.

  • Miliarder Penasihat Danantara Ungkap Dampak Tarif Trump ke Perekonomian Global

    Miliarder Penasihat Danantara Ungkap Dampak Tarif Trump ke Perekonomian Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Pendiri lembaga hedge fund Bridgewater Associates Ray Dalio mengatakan dirinya khawatir kekacauan yang diakibatkan oleh tarif dan kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump akan mengancam ekonomi global.

    “Saat ini kita berada pada titik pengambilan keputusan dan sangat dekat dengan resesi. Dan saya khawatir tentang sesuatu yang lebih buruk daripada resesi jika ini tidak ditangani dengan baik,” kata Dalio dikutip dari CNBC International, Senin (14/4/2025)

    Miliarder yang juga merupakan anggota Dewan Penasihat Danantara itu mengatakan dirinya lebih khawatir tentang gangguan perdagangan, utang AS yang meningkat, dan kekuatan dunia yang sedang berkembang yang meruntuhkan struktur ekonomi dan geopolitik internasional yang telah ada sejak akhir Perang Dunia II.

    “Kita beralih dari multilateralisme, yang sebagian besar merupakan tatanan dunia Amerika, ke tatanan dunia unilateral yang di dalamnya terdapat konflik besar,” katanya.

    Dalio mengatakan ada lima kekuatan mendorong sejarah, yakni ekonomi, konflik politik internal, tatanan internasional, teknologi, dan bencana alam seperti banjir dan pandemi. 

    Dia menyebut, tarif Trump memiliki tujuan yang dapat dipahami. Tetapi, tarif tersebut diterapkan dengan cara yang sangat mengganggu yang menciptakan konflik global.

    Kebijakan tarif presiden yang berubah dengan cepat telah menjungkirbalikkan perdagangan internasional. Trump pada Rabu pekan lalumengumumkan jeda 90 hari pada tarif timbal baliknya. Tetapi, dia tetap teguh pada bea dasar 10% dan tarif timbal balik 145% terhadap China.

    Kemudian, U.S. Customs and Border Protection mengumumkan pengecualian dari tarif timbal balik untuk barang elektronik konsumen buatan China seperti telepon pintar, komputer, dan semikonduktor pada Jumat malam, meskipun produk tersebut tetap dikenakan tarif 20% yang diberlakukan di awal tahun. 

    Namun, Menteri Perdagangan Howard Lutnick menarik kembali pernyataan tersebut dan mengatakan pengecualian tersebut tidak permanen.

    Dalam sebuah unggahan di media sosial X, Dalio meminta AS untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan “win-win” dengan China yang akan menghargai yuan terhadap dolar AS. Dia juga meminta kedua negara untuk mengatasi utang mereka yang terus bertambah.

    Dalio juga mengatakan Kongres harus mengurangi defisit federal menjadi 3% dari produk domestik bruto.

    “Jika mereka tidak melakukannya, kita akan memiliki masalah permintaan-penawaran untuk utang pada saat yang sama ketika kita memiliki masalah-masalah lain ini, dan hasilnya akan lebih buruk daripada resesi normal,” kata Dalio.

    Dia menuturkan, keruntuhan pasar obligasi, dikombinasikan dengan berbagai peristiwa seperti konflik internal dan internasional, dapat menjadi guncangan yang lebih parah bagi sistem moneter daripada pembatalan standar emas oleh Presiden Richard Nixon pada 1971 dan krisis keuangan global pada 2008.

    Perubahan tersebut dapat dihindari, kata Dalio, jika para pembuat undang-undang bekerja sama untuk memangkas defisit dan AS mencegah konflik dan kebijakan yang tidak efisien di panggung global.

  • Menilik Nasib Industri Lokal Jika Keran Impor Dibuka Bebas

    Menilik Nasib Industri Lokal Jika Keran Impor Dibuka Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha industri menilai pemerintah perlu mengatur tata niaga impor dengan tepat agar tidak membebani industri lokal. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah membuka keran impor, serta menghilangkan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai salah satu syarat impor. 

    Sebagai contoh, Pertek untuk berbagai produk industri yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dokumen pelengkap izin impor itu memberikan kepastian besaran kuota yang bisa diimpor dengan menyeimbangkan kebutuhan dan pasokan dalam negeri. 

    Ketua Umum APSyFI, Redma G. Wirawasta mengatakan Pertek dalam setahun terakhir tidak berlaku lantaran Permendag 8/2024 menghapus kebijakan tersebut dan hanya menggunakan Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan. 

    Namun, dia menuturkan apabila pemerintah mau menghapus Pertek, maka perlu dilakukan pemilihan antara impor untuk komoditas bahan baku, setengah jadi dan barang jadi. 

    “Jadi Permendag 8 ini kan cakupannya sangat luas, jadi perlu dipecah persektor,” ujar Redma kepada Bisnis, dikutip Minggu (13/4/2025). 

    Dalam hal ini, dia mengingatkan bahwa pasar domestik saat ini sudah dibanjiri impor produk murah dari China dan negara lainnya. Hal ini terjadi lantaran Permendag 8/2024 merelaksasi impor. 

    Alhasil, produksi industri lokal turun dan berimbas pada permintaan ke industri hulu yang menyusut. Kondisi ini tercerminkan dari utilitasi produksi industri tekstil yang hanya di level 45%. 

    “Terkait pelonggaran atau penghapusan Pertek kami kira Pak Presiden sangat paham terkait sektor mana saja yang harus dibuka, dilonggarkan, diperketat bahkan yang harus ditutup,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Redma tidak memungkiri, Pertek memang perlu dilonggarkan untuk impor bahan baku guna produksi industri lokal. Namun, perlindungan impor barang jadi, khususnya sektor pakaian harus terjaga. 

    Dampak Negatif

    Senada, Direkutur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan pemerintah harus selektif memilih komoditas tertentu yang bisa diimpor dan diperketat impornya karena sudah mampu diproduksi dalam negeri. 

    “Bagi pelaku usaha industri alas kaki, impor dibutuhkan untuk impor selektif bahan baku ya sebagai bahan dasar untuk bahan jadi dan produk ekspor selama ini yang sudah berjalan,” kata Billie kepada Bisnis, dihubungi terpisah.

    Sebelumnya, Ekonom Indef Andry Satrio Nugroho mewanti-wanti pemerintah terkait rencana pembukaan impor secara massal bisa berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Andry menilai kebijakan impor berisiko mempercepat kerusakan ekonomi nasional jika tidak dikawal dengan regulasi yang ketat. 

    Andry menilai, jika diterjemahkan menjadi kebijakan terbuka tanpa kontrol, sama saja dengan mengundang banjir produk asing di tengah pasar domestik yang rapuh.

    “Kita harus jujur, beberapa tahun terakhir saja, kita sudah dihantam habis-habisan oleh krisis overcapacity dan perlambatan ekonomi China. Produk-produk murah, bahkan yang ilegal, masuk ke pasar kita dengan sangat mudah. Kalau sekarang kita malah lepas rem, gelombang barang murah ini bisa jadi tsunami bagi industri lokal,” tegas Andry.

    Dia menyoroti, industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik ringan saat ini sedang menghadapi gelombang PHK besar-besaran. Kalau kran impor dibuka bebas, industri-industri ini akan semakin tertekan dan potensi PHK massal bisa makin tidak terhindarkan. 

    “PHK yang sudah besar akan makin meluas. Ujungnya, daya beli masyarakat juga ikut runtuh karena masyarakat kehilangan pendapatan,” pungkasnya. 

    Wacana Kuota Impor Dihapus

    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan kementerian/lembaga terkait untuk menghilangkan kuota impor, utamanya terkait dengan komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

    Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo di hadapan pengusaha, ekonom hingga akademisi pada acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

    Adapun, perintah tersebut disampaikan Prabowo ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua DEN Luhut B. Pandjaitan.

    “Yang jelas, Menko, Menkeu, Gubernur BI, Ketua DEN, saya sudah kasih perintah hilangkan kuota-kuota impor terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Prabowo dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

    Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga meminta Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso untuk tidak lagi memberlakukan kebijakan kuota impor.

    “Siapa mau impor daging silakan, siapa saja boleh impor. Silakan buka saja, rakyat juga pandai kok, enggak usah ada kuota [impor],” ujarnya.

    Lebih lanjut, Prabowo juga menyinggung soal peraturan teknis (pertek) di kementerian yang dapat menghambat dunia usaha. Ke depannya, Prabowo menegaskan agar Pertek yang akan dikeluarkan setiap kementerian terkait harus atas izin Presiden.

    “Jangan bikin kuota-kuota A B C, perusahaan tertentu yang ditunjuk hanya dia yang boleh impor. Enak aja, udahlah kita sudah lama jadi orang Indonesia, jangan pakai pertek-pertek itu lagi,” ujarnya.

    Menurutnya, hal tersebut dapat memudahkan proses barang yang masuk ke Indonesia. Selain itu, dia meyakini hal tersebut dapat menciptakan iklim usaha yang baik bagi pengusaha.

    “Itu salah satu upaya kita untuk merampingkan, memudahkan iklim usaha, bikin supaya pengusaha merasa dimudahkan,” pungkasnya.

  • Menilik Nasib Industri Lokal Jika Keran Impor Dibuka Bebas

    Menilik Nasib Industri Lokal Jika Keran Impor Dibuka Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha industri menilai pemerintah perlu mengatur tata niaga impor dengan tepat agar tidak membebani industri lokal. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah membuka keran impor, serta menghilangkan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai salah satu syarat impor. 

    Sebagai contoh, Pertek untuk berbagai produk industri yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dokumen pelengkap izin impor itu memberikan kepastian besaran kuota yang bisa diimpor dengan menyeimbangkan kebutuhan dan pasokan dalam negeri. 

    Ketua Umum APSyFI, Redma G. Wirawasta mengatakan Pertek dalam setahun terakhir tidak berlaku lantaran Permendag 8/2024 menghapus kebijakan tersebut dan hanya menggunakan Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan. 

    Namun, dia menuturkan apabila pemerintah mau menghapus Pertek, maka perlu dilakukan pemilihan antara impor untuk komoditas bahan baku, setengah jadi dan barang jadi. 

    “Jadi Permendag 8 ini kan cakupannya sangat luas, jadi perlu dipecah persektor,” ujar Redma kepada Bisnis, dikutip Minggu (13/4/2025). 

    Dalam hal ini, dia mengingatkan bahwa pasar domestik saat ini sudah dibanjiri impor produk murah dari China dan negara lainnya. Hal ini terjadi lantaran Permendag 8/2024 merelaksasi impor. 

    Alhasil, produksi industri lokal turun dan berimbas pada permintaan ke industri hulu yang menyusut. Kondisi ini tercerminkan dari utilitasi produksi industri tekstil yang hanya di level 45%. 

    “Terkait pelonggaran atau penghapusan Pertek kami kira Pak Presiden sangat paham terkait sektor mana saja yang harus dibuka, dilonggarkan, diperketat bahkan yang harus ditutup,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Redma tidak memungkiri, Pertek memang perlu dilonggarkan untuk impor bahan baku guna produksi industri lokal. Namun, perlindungan impor barang jadi, khususnya sektor pakaian harus terjaga. 

    Dampak Negatif

    Senada, Direkutur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan pemerintah harus selektif memilih komoditas tertentu yang bisa diimpor dan diperketat impornya karena sudah mampu diproduksi dalam negeri. 

    “Bagi pelaku usaha industri alas kaki, impor dibutuhkan untuk impor selektif bahan baku ya sebagai bahan dasar untuk bahan jadi dan produk ekspor selama ini yang sudah berjalan,” kata Billie kepada Bisnis, dihubungi terpisah.

    Sebelumnya, Ekonom Indef Andry Satrio Nugroho mewanti-wanti pemerintah terkait rencana pembukaan impor secara massal bisa berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Andry menilai kebijakan impor berisiko mempercepat kerusakan ekonomi nasional jika tidak dikawal dengan regulasi yang ketat. 

    Andry menilai, jika diterjemahkan menjadi kebijakan terbuka tanpa kontrol, sama saja dengan mengundang banjir produk asing di tengah pasar domestik yang rapuh.

    “Kita harus jujur, beberapa tahun terakhir saja, kita sudah dihantam habis-habisan oleh krisis overcapacity dan perlambatan ekonomi China. Produk-produk murah, bahkan yang ilegal, masuk ke pasar kita dengan sangat mudah. Kalau sekarang kita malah lepas rem, gelombang barang murah ini bisa jadi tsunami bagi industri lokal,” tegas Andry.

    Dia menyoroti, industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik ringan saat ini sedang menghadapi gelombang PHK besar-besaran. Kalau kran impor dibuka bebas, industri-industri ini akan semakin tertekan dan potensi PHK massal bisa makin tidak terhindarkan. 

    “PHK yang sudah besar akan makin meluas. Ujungnya, daya beli masyarakat juga ikut runtuh karena masyarakat kehilangan pendapatan,” pungkasnya. 

    Wacana Kuota Impor Dihapus

    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan kementerian/lembaga terkait untuk menghilangkan kuota impor, utamanya terkait dengan komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

    Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo di hadapan pengusaha, ekonom hingga akademisi pada acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

    Adapun, perintah tersebut disampaikan Prabowo ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dan Ketua DEN Luhut B. Pandjaitan.

    “Yang jelas, Menko, Menkeu, Gubernur BI, Ketua DEN, saya sudah kasih perintah hilangkan kuota-kuota impor terutama untuk barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Prabowo dalam Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

    Dalam kesempatan itu, Kepala Negara juga meminta Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso untuk tidak lagi memberlakukan kebijakan kuota impor.

    “Siapa mau impor daging silakan, siapa saja boleh impor. Silakan buka saja, rakyat juga pandai kok, enggak usah ada kuota [impor],” ujarnya.

    Lebih lanjut, Prabowo juga menyinggung soal peraturan teknis (pertek) di kementerian yang dapat menghambat dunia usaha. Ke depannya, Prabowo menegaskan agar Pertek yang akan dikeluarkan setiap kementerian terkait harus atas izin Presiden.

    “Jangan bikin kuota-kuota A B C, perusahaan tertentu yang ditunjuk hanya dia yang boleh impor. Enak aja, udahlah kita sudah lama jadi orang Indonesia, jangan pakai pertek-pertek itu lagi,” ujarnya.

    Menurutnya, hal tersebut dapat memudahkan proses barang yang masuk ke Indonesia. Selain itu, dia meyakini hal tersebut dapat menciptakan iklim usaha yang baik bagi pengusaha.

    “Itu salah satu upaya kita untuk merampingkan, memudahkan iklim usaha, bikin supaya pengusaha merasa dimudahkan,” pungkasnya.

  • Menteri Energi AS Pede Harga Minyak Lebih Rendah pada Masa Pemerintahan Trump

    Menteri Energi AS Pede Harga Minyak Lebih Rendah pada Masa Pemerintahan Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi Amerika Serikat (AS), Chris Wright, optimistis harga minyak pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump akan lebih rendah dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.

    “Di bawah kepemimpinan Presiden Trump dalam empat tahun ke depan, kita hampir pasti akan melihat harga energi rata-rata yang lebih rendah daripada yang kita lihat dalam empat tahun terakhir pemerintahan sebelumnya,” kata Wright dalam sebuah pengarahan dengan wartawan di Riyadh dikutip dari Bloomberg, Senin (14/4/2025).

    Meski demikian, Wright menolak berkomentar mengenai target harga tertentu.

    AS di bawah Biden sering berselisih dengan Arab Saudi mengenai kebijakan energi setelah AS merasa permohonannya untuk meningkatkan produksi dan menurunkan harga untuk mengatasi inflasi diabaikan. Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah rata-rata sekitar US$83 per barel antara 2017 dan 2021.

    “Saya tidak dapat berkomentar mengenai harga minyak saat ini atau ke mana arahnya, tetapi jika Anda mengurangi hambatan investasi, mengurangi hambatan untuk membangun infrastruktur, Anda dapat menurunkan biaya pasokan energi,” kata Wright.

    Harga minyak telah menurun baru-baru ini setelah Arab Saudi dan negara-negara penghasil minyak lainnya berjanji untuk meningkatkan produksi dan Trump mengguncang pasar dengan tarif yang luas. 

    Minyak mentah turun menjadi kurang dari US$65 per barel, level terendah sejak pandemi virus corona dan jauh di bawah level di mana Arab Saudi menyeimbangkan anggarannya. Itu dapat mengancam kemampuan kerajaan untuk terus mendanai rencana transformasi ekonominya yang besar, menurut Goldman Sachs.

    Namun, Wright menyebut, AS dan Arab Saudi saling berhadapan di pasar energi.

    “Presiden Trump — dan saya pikir Arab Saudi — ingin melihat peningkatan permintaan energi di seluruh dunia dan kami ingin melihat peningkatan pasokan,” ujarnya.

    AS dan Arab Saudi juga sedang mengerjakan perjanjian awal untuk bekerja sama dalam produksi tenaga nuklir sipil dan berharap untuk membuat kemajuan pada tahun ini, kata Wright. Kedua negara berada di ‘jalur’ menuju kesepakatan yang akan melibatkan non-proliferasi dan pengendalian teknologi nuklir, katanya.

    Arab Saudi perlu menandatangani Perjanjian 123 atau 123 agreement, yang mencakup berbagai bidang termasuk masalah proliferasi nuklir dan transfer teknologi, kata Wright. AS juga memandang penting untuk Arab Saudi tidak berusaha bermitra dengan China dalam pengembangan program nuklirnya. 

    “Pandangan itu dianut kedua negara dan fakta bahwa hal itu mungkin diragukan mungkin menunjukkan hubungan yang tidak produktif antara Amerika Serikat dan Arab Saudi selama beberapa tahun terakhir,” katanya. 

    Arab Saudi sebelumnya telah mencari tawaran dari pengembang asing termasuk perusahaan Rusia dan China, bersama dengan perusahaan Prancis dan Korea Selatan, untuk membangun reaktor tenaga nuklir.

    Di bawah pemerintahan Biden, kerja sama AS dalam program tenaga nuklir Arab Saudi telah dibicarakan sebagai bagian dari kesepakatan yang lebih luas yang juga akan membuat kedua negara menandatangani pakta pertahanan dan memperdalam hubungan perdagangan. Itu juga akan melibatkan Arab Saudi yang setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. 

    Namun, rencana tersebut tak terealisasi setelah serangan 7 Oktober di Israel oleh Hamas dan tanggapan militer Israel.

    Wright berada di Riyadh sebagai bagian dari tur ke beberapa negara Timur Tengah dan yang mencakup pertemuan dengan Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz Bin Salman.

  • Siap-Siap! Tarif Tol Tangerang – Merak Naik Mulai Besok 15 April

    Siap-Siap! Tarif Tol Tangerang – Merak Naik Mulai Besok 15 April

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) Astra Infra resmi mengumumkan kenaikan tarif tol pada ruas Tol Tangerang-Merak (Tamer) mulai besok, Selasa (15/4/2025).

    Dalam unggahan di akun Instagram resmi Astra Tol Tangerang – Merak dijelaskan bahwa penyesuaian tarif itu bakal mulai berlaku sejak pukul 00.00 WIB. 

    “Mulai 15 April 2025 pukul 00.00 WIB akan diberlakukan penyesuaian tarif ruas Jalan Tol Tangerang – Merak,” demikian bunyi unggahan akun Instagram @Astratoltamer, dikutip Senin (14/4/2025).

    Adapun, ketetapan naik tarif itu sebagaimana telah disetujui dalam Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (PU) tentang Penetapan Golongan Jenis Kendaraan Bermotor dan Penyesuaian Tarif Tol Pada Jalan Tol Tangerang – Merak Nomor 176/KPTS/M/2025. 

    Sebelumnya, Head of Corporate Communications Department Astra Infra, Deddy Pradityo Opficon memang telah mengonfirmasi bahwa Tol Tangerang-Merak direncanakan untuk naik tarif. Akan tetapi, implementasinya belum akan dilakukan selama momentum Lebaran 2025.

    “Itu [rencana naik tarif] belum [berlaku]. Kita masih menunggu, fokus kita dari sisi sosialisasi terus sekarang ada penyelenggaraan Lebaran, yang jadi fokus kita sekarang masih di situ,” kata Deddy saat ditemui di Subang, Kamis (13/3/2025).   

    Berikut tarif terbaru Tol Tangerang – Merak yang mulai berlaku besok, Selasa (15/4/2025):

    1. GT Cikupa – GT Balaraja 

    Golongan I: Rp3.500 

    Golongan II & III: Rp5.500 

    Golongan IV & V: Rp7.000   

    2. Cikupa – Balaraja Barat 

    Golongan I: Rp6.500 

    Golongan II & III: Rp10.000 

    Golongan IV & V: Rp13.000   

    3. Cikupa – Cikande 

    Golongan I: Rp18.000 

    Golongan II & III: Rp28.000  

    Golongan IV & V: Rp36.500   

    4. Cikupa – Ciujung 

    Golongan I: Rp24.500 

    Golongan II & III: Rp38.000 

    Golongan IV & V: Rp49.500   

    5. Cikupa – SS Walantaka 

    Golongan I: Rp28.000 

    Golongan II & III: Rp44.000 

    Golongan IV & V: Rp57.000   

    6. Cikupa – Serang Timur  

    Golongan I: Rp35.000 

    Golongan II & III: Rp55.000 

    Golongan IV & V: Rp71.000   

    7. Cikupa – Serang Barat 

    Golongan I: Rp39.500 

    Golongan II & III: Rp62.000 

    Golongan IV & V: Rp80.500  

    8. Cikupa – Cilegon Timur 

    Golongan I: Rp48.000 

    Golongan II & III: Rp75.500 

    Golongan IV & V: Rp97.500   

    9. Cikupa – Cilegon Barat 

    Golongan I: Rp55.000 

    Golongan II & III: Rp86.500 

    Golongan IV & V: Rp111.500   

    10. Cikupa – Merak 

    Golongan I: Rp58.000 

    Golongan II & III: Rp91.000 

    Golongan IV & V: Rp117.500

  • Singapura Longgarkan Kebijakan Moneter dan Pangkas Outlook untuk Respons Tarif Trump

    Singapura Longgarkan Kebijakan Moneter dan Pangkas Outlook untuk Respons Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Singapura melonggarkan kebijakan moneternya dan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2025. Hal tersebut seiring dengan potensi perlambatan pertumbuhan dan kebijakan tarif AS yang mengaburkan prospek aktivitas global.

    Melansir Bloomberg pada Senin (14/4/2025), The Monetary Authority of Singapore (MAS), yang menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan utamanya daripada suku bunga, mengatakan dalam pernyataan resminya bahwa tingkat apresiasi akan sedikit berkurang.

    “Tidak akan ada perubahan pada lebar pita dan tingkat di mana ia berpusat. MAS akan memantau dengan cermat perkembangan ekonomi global dan domestik, dan tetap waspada terhadap risiko inflasi dan pertumbuhan,” katanya.

    Ke-14 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg mengantisipasi MAS akan mengurangi kemiringan pita mata uang. Bank sentral melonggarkan pengaturannya untuk pertama kalinya sejak 2020 pada bulan Januari setelah jeda panjang yang dimulai pada tahun 2023.

    Singapura juga menurunkan perkiraan pertumbuhannya pada 2025 menjadi 0-2% dari sebelumnya 1-3%. Data yang dirilis pada Senin menunjukkan ekonomi Singapura itu tumbuh 3,8% secara year on year (yoy) pada kuartal I/2025, dibandingkan dengan ekspektasi kenaikan 4,5%.

    “Lingkungan eksternal masih tidak pasti. Ada risiko penurunan prospek ekonomi Singapura yang berasal dari episode volatilitas pasar keuangan dan penurunan permintaan akhir yang lebih tajam dari yang diharapkan di luar negeri,” jelas MAS.

    MAS memungkinkan mata uang bergerak dalam suatu pita, menyesuaikan kemiringan, pusat atau lebar sesuai kebutuhan untuk mengubah laju apresiasi atau depresiasi. Bank sentral tidak mengungkapkan rincian keranjang, pita, maupun laju apresiasi atau depresiasi — hanya apakah mereka telah berubah.

    Singapura, yang mengimpor sebagian besar barang kebutuhan pokok, telah mengalami penurunan inflasi inti dalam beberapa bulan terakhir. Laju inflasi inti berada di angka 0,6% pada Februari dari tahun sebelumnya, laju paling lambat sejak Juni 2021, dan menandai bulan kelima berturut-turut inflasi tersebut melambat. Rilis berikutnya akan dirilis pada tanggal 23 April.

    Inflasi inti MAS sekarang diperkirakan mencapai rata-rata 0,5–1,5% pada 2025, turun dari 1–2% pada bulan Januari, yang mencerminkan pembacaan inflasi yang lebih rendah dari yang diharapkan sepanjang tahun ini, kata bank sentral dalam pernyataannya.

    Keputusan MAS muncul setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif tinggi pada puluhan negara, yang mengancam akan mengganggu perdagangan global dan memicu risiko pembalasan. Kemudian, tak lama setelah tarif tersebut mulai berlaku, Trump memberlakukan jeda 90 hari pada sejumlah tarif yang lebih tinggi, sambil menaikkan bea masuk pada China.

    Singapura, yang dikenai tarif 10%, mendapat keringanan yang relatif ringan dibandingkan dengan China, tetapi sebagai ekonomi yang bergantung pada ekspor, keberhasilan negara-kota itu bergantung pada kesehatan mitra dagangnya. Perdana Menteri Lawrence Wong telah memperingatkan bahwa pertumbuhan tahun ini akan “terdampak signifikan” dan negara-kota itu bisa terjerumus ke dalam resesi.

    MAS menyebut, prospek perdagangan global dan pertumbuhan PDB meredup pada awal April. 

    Mengingat ketergantungan perdagangan Singapura yang tinggi dan integrasi yang mendalam dengan rantai pasokan global, MAS menyebut perlambatan perdagangan global dan regional serta ketidakpastian kebijakan yang meningkat akan membebani sektor-sektor yang berhadapan dengan eksternal.

    “Hal ini dapat meluas ke sektor-sektor yang berorientasi domestik,” jelas MAS.