Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Poin-Poin Risalah Rapat FOMC The Fed: Risiko Inflasi dan Resesi Masih Menghantui

    Poin-Poin Risalah Rapat FOMC The Fed: Risiko Inflasi dan Resesi Masih Menghantui

    Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve mengambil posisi waspada menyusul lonjakan ketidakpastian ekonomi, dengan memutuskan untuk menahan suku bunga sambil menanti kejelasan lebih lanjut terkait arah inflasi dan pertumbuhan.

    Dalam risalah pertemuan kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 6-7 Mei lalu, The Fed menyatakan bahwa bahwa pendekatan sabar lebih tepat diterapkan dalam kondisi saat ini.

    The Fed mengakui risiko dari tekanan inflasi yang belum mereda bersamaan dengan meningkatnya angka pengangguran semakin meningkat dibandingkan pertemuan sebelumnya pada Maret. Risiko ini muncul di tengah kekhawatiran atas volatilitas pasar keuangan dan peringatan staf internal Fed mengenai potensi resesi yang semakin besar.

    Situasi ini dinilai berpotensi menempatkan dua mandat utama The Fed—menjaga stabilitas harga dan memaksimalkan lapangan kerja—dalam posisi yang saling bertentangan.

    “Peserta sepakat bahwa dengan pertumbuhan ekonomi dan pasar tenaga kerja yang masih kuat, serta sikap kebijakan moneter yang cukup ketat, komite berada pada posisi yang baik untuk menunggu kejelasan lebih lanjut terkait prospek inflasi dan aktivitas ekonomi,” tulis risalah tersebut seperti dilansir Bloomberg, Kamis (29/5/2025).

    Risalah juga menyoroti peningkatan ketidakpastian akibat perubahan arah kebijakan pemerintah, dan menekankan perlunya kehati-hatian sampai dampak bersih dari kebijakan tersebut dapat dipetakan secara lebih akurat.

    The Fed telah mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%–4,5% untuk ketiga kalinya secara berturut-turut.

    Kebijakan dagang Presiden Donald Trump yang penuh gejolak menjadi faktor utama yang menyelimuti prospek ekonomi dengan ketidakpastian. Rapat Mei sendiri digelar hanya beberapa hari sebelum tercapainya kesepakatan sementara antara AS dan Tiongkok untuk menurunkan tarif timbal balik.

    Kendati ada sinyal deeskalasi, beban tarif terhadap barang impor tetap tinggi, mendorong banyak pelaku usaha menunda ekspansi dan perekrutan. Para ekonom secara umum menilai bahwa tarif akan mendorong inflasi dan membebani pertumbuhan, meski potensi resesi tahun ini mulai mengecil seiring meredanya ketegangan dagang.

    Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 dan 2026 turut direvisi turun oleh The Fed, mencerminkan dampak kebijakan tarif. “Staf menilai kemungkinan terjadinya resesi hampir sebanding dengan proyeksi dasar,” bunyi risalah tersebut.

    Mereka juga memperkirakan pasar tenaga kerja akan melemah secara signifikan, dengan tingkat pengangguran diproyeksikan melampaui tingkat alami dan bertahan tinggi hingga 2027. Sementara itu, tarif diperkirakan akan mendorong inflasi naik secara tajam sepanjang tahun ini.

    Ekspektasi Inflasi

    Para pejabat juga semakin mencermati ekspektasi masyarakat terhadap inflasi jangka panjang, karena khawatir lonjakan harga akibat tarif bisa menetap lebih lama dari yang diharapkan. “Hampir semua peserta” menyatakan kekhawatiran bahwa inflasi dapat lebih persisten dari prediksi sebelumnya.

    Indeks ekspektasi inflasi konsumen versi Universitas Michigan untuk jangka 5–10 tahun melonjak tahun ini, terutama didorong oleh tarif. Namun, sebagian besar pejabat Fed meredam kekhawatiran tersebut dengan mengacu pada indikator berbasis pasar yang menunjukkan ekspektasi inflasi tetap terjaga.

    “Peserta mencatat bahwa komite mungkin akan menghadapi dilema sulit jika inflasi terbukti lebih persisten sementara prospek pertumbuhan dan lapangan kerja melemah,” lanjut risalah tersebut, seraya menekankan bahwa arah perubahan kebijakan pemerintah dan dampaknya terhadap ekonomi masih sangat tidak pasti.

    Tinjauan Kerangka Kerja

    Selain soal inflasi, para pembuat kebijakan The Fed juga melanjutkan diskusi rutin mengenai evaluasi kerangka kerja strategis bank sentral—dokumen yang menjadi acuan dalam menjalankan kebijakan moneter.

    Ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya menyampaikan bahwa saat ini merupakan momen yang tepat untuk meninjau kembali formulasi dalam kerangka kerja tersebut, khususnya terkait pendekatan target inflasi rata-rata dan definisi kekurangan dari target ketenagakerjaan bank sentral.

    Dalam tinjauan sebelumnya yang rampung pada 2020, The Fed memperkenalkan strategi baru yang membiarkan inflasi bergerak sedikit di atas target 2% untuk beberapa waktu, sebagai kompensasi atas periode panjang inflasi rendah. Pendekatan ini dikenal dengan istilah flexible average inflation targeting.

    Namun, risalah terbaru mengisyaratkan adanya dukungan yang lebih kuat terhadap pendekatan yang lebih sederhana, yakni target inflasi fleksibel, di mana bank sentral akan fokus membawa inflasi kembali ke target 2% tanpa harus mengimbangi penyimpangan sebelumnya.

    Langkah ini menunjukkan perubahan sikap yang lebih adaptif terhadap kondisi ekonomi yang dinamis, sekaligus mencerminkan kehati-hatian The Fed dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas harga dan ketahanan pasar tenaga kerja.

  • GAPKI Minta Penundaan Pajak Ekspor CPO, BPDP Soroti Peran Industri Sawit di Tengah Krisis Global

    GAPKI Minta Penundaan Pajak Ekspor CPO, BPDP Soroti Peran Industri Sawit di Tengah Krisis Global

    Bisnis.com, PEKANBARU — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah menunda pengenaan tarif pajak ekspor (PE) terhadap minyak sawit mentah (CPO) di tengah ketidakpastian ekonomi global. 

    Permintaan tersebut dinilai penting oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) karena sawit berperan menjadi salah satu komoditas utama dalam perputaran ekonomi Indonesia.

    Direktur Penyaluran Dana BPDP Mohammad Alfansyah menyoroti pentingnya menjaga stabilitas industri sawit sebagai sektor strategis nasional.

    “Industri kelapa sawit telah menjadi penopang utama ekonomi nasional, terutama dalam menghadapi tekanan global. BPDP akan terus mendorong penguatan daya saing dan keberlanjutan industri ini, baik dari sisi hulu maupun hilir,” ungkapnya Rabu (28/5/2025).

    Menurutnya keberlanjutan industri sawit tak hanya soal ekspor, tetapi juga soal kontribusinya dalam penyediaan energi terbarukan, seperti biodiesel, serta program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang menyasar peningkatan produktivitas petani kecil.

    Ketua Umum GAPKI Eddy Martono menegaskan, industri sawit nasional saat ini menghadapi tekanan berat, terlebih dengan memanasnya konflik geopolitik antara India dan Pakistan — dua negara yang menjadi pasar utama ekspor sawit Indonesia.

    “Kami berharap pemerintah bisa menunda pengenaan PE, karena situasi global sangat dinamis dan mempengaruhi ekspor. Perang antara India dan Pakistan menambah beban bagi pelaku usaha. Kalau pasar ekspor terganggu, maka dampaknya bisa sangat serius bagi industri dalam negeri,” katanya pada Forum Andalas V dengan tema tema “Hambatan, Tantangan, dan Sinergi dalam Pengelolaan Industri Kelapa Sawit Indonesia yang Berkelanjutan”.

    Eddy menekankan, meski banyak sektor industri mengalami penurunan bahkan gelombang PHK dalam dua tahun terakhir, industri sawit masih menunjukkan ketahanan luar biasa.

    “Kita harus jaga momentum ini. Industri sawit bukan hanya tulang punggung devisa negara, tapi juga penopang kehidupan jutaan petani dan pekerja,” jelasnya.

    Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto menerangkan bahwa situasi global perlu direspons untuk mengurangi dampak negatif bagi Indonesia, terutama para pelaku industri.

    “Kebijakan Amerika Serikat, konflik India-Pakistan, hingga kampanye negatif Eropa harus disikapi secara kolektif,” jelasnya.

  • Dampak Larangan Ekspor ke China Minim, Kinerja Nvidia Lampaui Ekspektasi

    Dampak Larangan Ekspor ke China Minim, Kinerja Nvidia Lampaui Ekspektasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Nvidia membukukan penjualan kuartalan yang melampaui ekspektasi pasar setelah para pelanggan bergegas membeli chip kecerdasan buatan (AI) menjelang diberlakukannya larangan ekspor terbaru dari pemerintah AS ke China.

    Namun, pembatasan itu diperkirakan tetap akan menggerus pendapatan perusahaan hingga US$8 miliar pada kuartal berjalan, memaksa Nvidia untuk mengeluarkan proyeksi pendapatan yang lebih rendah dari ekspektasi Wall Street.

    Meski begitu, saham produsen semikonduktor paling bernilai di dunia ini tetap menguat 5% dalam perdagangan pasca-penutupan. Investor menilai bahwa dampak larangan ekspor tak seburuk yang dikhawatirkan.

    Selain itu, antusiasme terhadap chip generasi terbaru Nvidia, Blackwell, yang dipesan oleh perusahaan seperti Microsoft, memberi angin segar bagi prospek pertumbuhan.

    Selama bertahun-tahun, pemerintah AS berupaya membatasi akses China terhadap teknologi canggih AS. Kini, langkah itu telah memperketat ekspor chip AI Nvidia, membatasi penetrasi perusahaan di salah satu pasar semikonduktor terbesar dunia.

    Dalam paparannya, CEO Nvidia Jensen Huang menyampaikan kekhawatiran atas kebijakan AS-China. Ia memperingatkan bahwa Nvidia bisa kehilangan akses terhadap ekosistem pengembang AI di China yang sangat besar, dan menyebut industri semikonduktor China semakin matang dan bisa menyamai dominasi AS.

    Namun, Huang juga memuji keputusan Presiden Donald Trump yang membatalkan aturan “difusi AI” yang sebelumnya akan membatasi aliran chip AI secara global.

    “Presiden Trump ingin Amerika menang. Dan dia juga menyadari bahwa kita bukan satu-satunya negara dalam perlombaan ini,” kata Huang seperti dikutip Reuters, Kamis (29/5/2025).

    Huang mengonfirmasi bahwa chip Hopper tak bisa lagi dimodifikasi untuk pasar China, meski tak menyampaikan rincian soal chip Blackwell. Laporan Reuters sebelumnya menyebut Nvidia tengah menyiapkan varian Blackwell khusus untuk China.

    Kehilangan pendapatan dari China diperkirakan belum bisa ditutupi sepenuhnya oleh kontrak-kontrak baru yang ditandatangani Nvidia di Timur Tengah awal bulan ini.

    Termasuk di antaranya adalah proyek pusat data raksasa seluas nyaris 26 kilometer persegi di Uni Emirat Arab yang dirancang untuk mendukung hingga 5 gigawatt infrastruktur AI. Perusahaan juga mengumumkan kesepakatan serupa di Arab Saudi dan Taiwan.

    “Kami memiliki pandangan yang jelas terhadap proyek-proyek yang dalam waktu dekat akan membutuhkan puluhan gigawatt infrastruktur AI dari Nvidia,” kata CFO Nvidia Colette Kress.

    Namun dalam jangka pendek, pembatasan ekspor ke China telah berdampak pada pendapatan pusat data. Pendapatan dari chip H20—satu-satunya chip AI yang sebelumnya masih bisa dijual ke China secara legal—turun tajam.

    Nvidia sebelumnya memperkirakan akan menanggung beban US$5,5 miliar akibat larangan tersebut, dengan Huang mengkalkulasi dampak total bisa mencapai US$15 miliar.

    Pada Rabu, perusahaan melaporkan bahwa kerugian dari penjualan chip H20 di kuartal pertama mencapai US$2,5 miliar, lebih kecil dari perkiraan karena sebagian material berhasil digunakan ulang. Untuk kuartal kedua, kerugian dari chip ini diperkirakan mencapai US$8 miliar.

    Namun demikian, penjualan chip H20 tetap mencatatkan angka US$4,6 miliar pada kuartal pertama, dengan kontribusi dari pasar China mencapai 12,5% dari total pendapatan.

    Analis D.A. Davidson Gil Luria, mengatakan dampak pembatasan pejualan chip H20 masih lebih ringan dari perkiraan.

    “Ada penyesuaian pendapatan dari China untuk kuartal Juli, tetapi sebagian besar pendapatan dari China juga sudah ditarik masuk ke kuartal pertama karena pembeli melakukan penimbunan sebelum larangan berlaku,” ujarnya.

    Di tengah ketidakpastian kebijakan dagang global, raksasa teknologi seperti Microsoft dan Alphabet tetap melanjutkan belanja besar-besaran untuk memperluas infrastruktur pusat data AI. Namun kekhawatiran investor terus berlanjut.

    Nvidia melaporkan laba bersih sebesar 81 sen per saham pada kuartal pertama. Tanpa memperhitungkan beban biaya khusus, laba bersih disesuaikan mencapai 96 sen—di atas proyeksi analis yang berkisar pada 93 sen per saham.

    Pendapatan dari segmen pusat data tercatat sebesar US$39,1 miliar, sedikit di bawah ekspektasi pasar sebesar US$39,3 miliar.

    Secara total, Nvidia mencatat komitmen produksi senilai US$29,8 miliar—naik dari tahun sebelumnya, namun turun dibanding kuartal sebelumnya.

    Untuk kuartal II/2025, perusahaan memproyeksikan pendapatan sebesar US$45 miliar, dengan margin kesalahan plus-minus 2%. Proyeksi ini mencakup hilangnya pendapatan dari H20 sebesar US$8 miliar akibat pembatasan ekspor terbaru.

    Analis Emarketer Jacob Bourne mengatakan ketegangan dagang dan potensi tarif tambahan bisa menjadi penghambat baru bagi ekspansi pusat data dan permintaan chip AI dalam beberapa kuartal mendatang.

    “Ini bukan akhir dari dominasi Nvidia, tapi menandakan bahwa mempertahankannya akan membutuhkan strategi yang cermat menghadapi tantangan geopolitik, persaingan pasar, dan tekanan ekonomi yang semakin kompleks,” tambahnya.

  • Risalah The Fed Wanti-Wanti Inflasi dan Pengangguran di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

    Risalah The Fed Wanti-Wanti Inflasi dan Pengangguran di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA – Para pejabat bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan potensi pertarungan kebijakan yang rumit dalam beberapa bulan mendatang.

    Dalam risalah pertemuan kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 6-7 Mei lalu, The Fed menyatakan akan menghadapi tekanan inflasi yang belum mereda bersamaan dengan meningkatnya angka pengangguran. Risiko ini muncul di tengah kekhawatiran atas volatilitas pasar keuangan dan peringatan staf internal Fed mengenai potensi resesi yang semakin besar.

    Pandangan muram tersebut kemungkinan telah sedikit bergeser setelah Presiden Donald Trump, sepekan pasca-rapat, menunda penerapan tarif impor yang paling ekstrem, termasuk bea masuk 145% atas produk asal China. Keputusan tersebut sempat menekan pasar obligasi, menjatuhkan harga saham, dan memperkuat prediksi perlambatan tajam ekonomi AS.

    Namun, risalah rapat yang dirilis Rabu (28/5/2025) tetap menunjukkan bahwa para pejabat The Fed terlibat dalam diskusi penting mengenai dampak kebijakan perdagangan yang terus berubah dari Gedung Putih. Meskipun tarif tinggi telah ditangguhkan, ketidakpastian tetap menyelimuti prospek ekonomi ke depan.

    Pejabat Fed menyoroti gejolak pasar obligasi sebagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan, serta menekankan bahwa perubahan persepsi terhadap dolar AS sebagai aset aman dan kenaikan imbal hasil Treasury bisa berdampak jangka panjang terhadap ekonomi.

    Kemungkinan inflasi dan pengangguran naik secara bersamaan disebut sebagai tantangan utama, yang dapat memaksa bank sentral memilih antara memperketat kebijakan moneter untuk menekan inflasi atau memangkas suku bunga demi mendukung pertumbuhan dan pekerjaan.

    “Hampir semua peserta mengomentari risiko bahwa inflasi dapat menjadi lebih persisten daripada yang diperkirakan, karena ekonomi beradaptasi dengan pajak impor yang lebih tinggi yang diusulkan oleh pemerintahan Trump,” demikian tulis risalah rapat FOMC seperti dikutip Reuters, Kamis (29/5/2025).

    Mereka menegaskan bahwa ketidakpastian ekonomi telah meningkat, dan pendekatan kebijakan yang lebih hati-hati dibutuhkan hingga dampak berbagai perubahan kebijakan pemerintah menjadi lebih jelas.

    Risiko di Dua Sisi

    Staf The Fed dalam pemaparan mereka menyampaikan bahwa kombinasi tarif dan pelemahan pasar tenaga kerja dapat mendorong inflasi jauh di atas target 2%, sementara tingkat pengangguran diperkirakan melampaui ambang batas pekerjaan penuh dan bertahan di level tersebut selama dua tahun ke depan.

    Per April, tingkat pengangguran AS berada di 4,2%. Sementara itu, Fed menilai angka 4,6% sebagai tingkat pengangguran jangka panjang yang masih berkelanjutan dengan inflasi stabil di 2%.

    Penundaan tarif yang paling agresif telah membuat sejumlah analis menurunkan estimasi risiko resesi mereka, meskipun pada awal Mei staf Fed masih menilai kemungkinan resesi hampir setara dengan proyeksi dasar pertumbuhan yang melambat namun tetap berlanjut.

    Secara teori, tarif tinggi itu hanya ditangguhkan hingga Juli sambil menunggu negosiasi soal tingkat tarif akhir. Baik pejabat Fed maupun pelaku bisnis masih dibayangi ketidakjelasan mengenai arah kebijakan ekonomi.

    Ketidakpastian itulah yang mendominasi rapat awal Mei, ketika Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,5%. Dalam konferensi pers usai rapat, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral akan menahan diri dari perubahan kebijakan hingga ada kejelasan lebih lanjut dari pemerintahan Trump mengenai rencana tarif dan dampaknya terhadap perekonomian.

    Pernyataan terseut kemudian dikukuhkan lagi oleh Powell dan sejumlah pejabat Fed dalam beberapa pekan terakhir.

    The Fed dijadwalkan menggelar rapat berikutnya pada 17-18 Juni, di mana proyeksi terbaru dari para pembuat kebijakan terkait inflasi, ketenagakerjaan, dan pertumbuhan ekonomi akan dirilis, beserta pandangan mereka mengenai suku bunga yang sesuai ke depan.

    Dalam pertemuan Maret, proyeksi median menunjukkan dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin poin hingga akhir 2025.

  • Prabowo Minta Tolong Macron Percepat Penyelesaian IEU-CEPA

    Prabowo Minta Tolong Macron Percepat Penyelesaian IEU-CEPA

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengapresiasi dukungan penuh oleh Prancis terhadap percepatan penyelesaian perjanjian ekonomi Indonesia–Uni Eropa (Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA). 

    “Kami juga meminta dukungan Prancis untuk mempercepat penyelesaian Indonesia-EU CEPA [Comprehensive Economic Partnership Agreement],” ujar Prabowo dalam pernyataan resmi saat kunjungan kenegaraan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (28/5/2025). 

    CEPA merupakan perjanjian menyeluruh yang bertujuan meningkatkan akses pasar, kerja sama perdagangan, serta investasi antara Indonesia dan Uni Eropa.

    Negosiasi yang telah berlangsung sejak beberapa tahun lalu kini mendapat dorongan baru dengan komitmen politik tingkat tinggi dari Prancis. 

    Tak hanya itu, Presiden Prabowo juga mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan Presiden Emmanuel Macron terhadap keanggotaan Indonesia di Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

    “Kami terima kasih bahwa Presiden Macron menjanjikan mendukung keanggotaan kami tidak hanya di IEU-CEPA tapi juga di OECD,” ucapnya.

    Tak hanya itu, Kepala negara juga menyampaikan bahwa pertemuan kedua pemimpin ini menjadi momen penting dalam memperkuat fondasi kerja sama bilateral, tidak hanya dalam bidang pertahanan dan budaya, tetapi juga di sektor ekonomi strategis yang menyangkut masa depan pembangunan nasional.

    “Di bidang ekonomi kami sepakat mendorong hubungan dagang dan investasi yang lebih seimbang,” pungkas Prabowo.

  • Gandeng MEDEF Prancis, Kadin Targetkan Bangun 1.000 Dapur Makan Bergizi Gratis

    Gandeng MEDEF Prancis, Kadin Targetkan Bangun 1.000 Dapur Makan Bergizi Gratis

    Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menargetkan pembangunan 1.000 dapur dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan menggandeng pelaku usaha asal Prancis yang tergabung dalam Mouvement des entreprises de France (MEDEF) atau Kadin Prancis.

    Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie, mengatakan kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kadin Indonesia dan MEDEF pada forum Indonesia-France Business Forum 2025, yang digelar di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.

    “Kadin itu punya rencana untuk membuat 1.000 SPPG atau dapur. Tadi MEDEF dengan jaringannya ingin membantu,” kata Anindya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (28/5/2025).

    Ia menjelaskan, pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk MBG ini dimulai oleh Kadin bersama PT Tempo Scan Pacific Tbk. (TSPC), yang mengembangkan buku panduan sebagai dasar riset dan pengembangan.

    Selanjutnya, Kadin mengajak negara-negara mitra, termasuk Prancis, untuk turut berpartisipasi dalam proyek ini, baik melalui skema tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) maupun kerja sama bisnis.

    “Kadin dengan biaya sendiri dimulai (kerja sama) dengan Tempo Scan bikin semacam research and development. Dari sini diskalakan, nah kita ajak teman-teman dari luar negeri. Kita bilang mau CSR ayo, mau usaha ayo, tapi ini tujuannya untuk pemberdayaan daerah,” jelasnya.

    Untuk membantu implementasi program MBG, Kadin membentuk Satuan Tugas (Satgas) MBG Gotong Royong.

    Ketua Satgas MBG Gotong Royong sekaligus Presiden Komisaris Tempo Scan, Handojo S. Muljadi, menyambut baik partisipasi MEDEF. Ia berharap kontribusi Prancis tidak hanya dalam bentuk kerja sama bisnis, tetapi juga CSR.

    “Jadi (kerja sama) dengan MEDEF ini, Prancis mudah-mudahan tidak hanya usaha bisnis, tetapi juga ada kegiatan sosial. Jadi ya InsyaAllah dia membantulah melalui CSR-nya,” terangnya.

    Adapun kerja sama antara Indonesia dan Prancis dalam forum tersebut menghasilkan total 27 nota kesepahaman (MoU) dengan nilai komitmen mencapai 11 miliar dolar AS.

    Sebanyak 16 MoU ditandatangani di Istana Negara, dan sisanya dalam forum bisnis hari ini. MoU tersebut mencakup beragam sektor, antara lain energi, transportasi, pangan, hingga kesehatan.

  • Antisipasi Dampak Tarif Trump, Pemerintah Siapkan Deregulasi Impor dan Ekspor

    Antisipasi Dampak Tarif Trump, Pemerintah Siapkan Deregulasi Impor dan Ekspor

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Indonesia tengah mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Salah satunya, dengan deregulasi impor dan ekspor.

    Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Reza Pahlevi menyampaikan, usai adanya kebijakan tarif Trump, setiap negara akan berlomba-lomba melakukan proteksionisme, guna melindungi industri dalam negeri dari produk asing.

    “Dari satu sisi artinya banyak negara yang akan menerapkan trade remedies, sehingga otomatis kemungkinan produk kita juga akan banyak dikenakan trade remedies,” kata Reza di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (28/5/2025).

    Sebagai informasi, trade remedies merupakan instrumen yang diperbolehkan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) untuk negara anggotanya dalam menghadapi perdagangan internasional yang tidak berimbang (anti-dumping dan anti-subsidi) maupun perdagangan yang berimbang (safeguards).

    Lebih lanjut, Reza mengatakan bahwa adanya kebijakan tersebut akan membuat China kesulitan untuk memasok produk-produknya ke AS. Sebagai gantinya, China akan mencari pasar baru, termasuk di Indonesia, sehingga berpotensi membanjiri pasar dalam negeri.

    Untuk itu, Reza menyebut bahwa pemerintah tengah berupaya untuk memperkuat sistem perlindungan perdagangan Indonesia, dengan memperkuat instrumen trade remedies dari serbuan impor dan melindungi produk dalam negeri dari tuduhan dumping oleh negara lain.

    “Jadi intinya kita harus memperkuat dua sisi ini,” ujarnya.

    Sejalan dengan hal itu, Reza menyebut bahwa pemerintah tengah menderegulasi impor dan ekspor. “Sedang dilakukan deregulasi impor, nggak hanya impor, ekspor pun sedang dilakukan deregulasi,” ungkapnya.

    Reza belum bisa menjelaskan lebih lanjut mengenai deregulasi tersebut. Kendati begitu, menurutnya kondisi ini justru menjadi peluang yang tepat bagi Indonesia untuk menghilangkan bisnis ekonomi yang tinggi serta meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global.

    “Jadi dibalik Trump ini pun harusnya ada peluang,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, pemerintah terus memantau perkembangan kebijakan tarif resiprokal, khususnya soal dampak terhadap ekspor-impor Indonesia.

    Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri mengatakan, Indonesia akan memanfaatkan masa jeda 90 hari yang tersedia sebelum tarif baru diberlakukan untuk mengupayakan kesepakatan terbaik.

    “Nanti kita akan jajaki bersama, ya. Kami sedang menunggu update terakhirnya karena proses negosiasi masih berjalan,” ujar Roro, dikutip pada Selasa (6/5/2025).

    Roro pun angkat bicara terkait dengan pemberlakuan tarif dagang baru oleh Trump yang dapat memengaruhi alur ekspor-impor Indonesia, terutama di sektor manufaktur, elektronik, dan tekstil.

    Roro juga menambahkan bahwa langkah strategis akan diambil secara kolaboratif untuk memitigasi dampak negatif dari kebijakan proteksionisme tersebut.

    “Kami akan memaksimalkan jeda 90 hari tarif Trump untuk mendapatkan deal yang terbaik untuk Indonesia,” pungkas Roro.

  • Tingkatkan Akurasi, Kemnaker Gunakan Data PHK dari BPJS & Pusdatin Mulai Juni

    Tingkatkan Akurasi, Kemnaker Gunakan Data PHK dari BPJS & Pusdatin Mulai Juni

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mulai bulan depan akan menggunakan sumber baru untuk data pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Langkah ini dilakukan di tengah maraknya keraguan sejumlah pihak terhadap data PHK yang dikeluarkan oleh Kemnaker.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan, setelah sebelumnya data PHK hanya mengandalkan laporan dari Dinas Ketenagakerjaan di setiap provinsi, Kemnaker kini akan menggunakan sumber data baru dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemnaker dan BPJS Ketenagakerjaan.

    “Kita akan menggunakan data baru, basisnya itu adalah dari Pusdatik dari Kemnaker, data dari BPJS Ketenagakerjaan, yang terintegrasi dengan Kemnaker,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta Selatan, Rabu (28/5/2025).

    Dia mengatakan, selama ini banyak pihak yang mempertanyakan kebenaran dari data PHK yang dikeluarkan oleh Kemnaker. Untuk itu, pemerintah melakukan integrasi data PHK agar data yang disampaikan ke masyarakat lebih lengkap.

    Selain memuat data PHK, Kemnaker juga akan mengumpulkan data serapan tenaga kerja di Indonesia. Adapun data-data yang telah dikumpulkan akan dikelola langsung oleh Kemnaker.

    Yassierli mengatakan, data-data tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan di sektor ketenagakerjaan, termasuk langkah-langkah mitigasi.

    “Jadi sistem yang kita miliki sudah semakin baik,” ujarnya.

    Sebagaimana diketahui, ada perbedaan data PHK 2025 yang dirilis Kemnaker dengan asosiasi pengusaha dan serikat pekerja.

    Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani menyampaikan, adanya perbedaan tersebut lantaran sumber data yang berbeda.

    Dalam hal ini, Apindo merujuk pada klaim dari BPJS Ketenagakerjaan, sedangkan Kemnaker berasal dari laporan perusahaan yang masuk ke Dinas Ketenagakerjaan di masing-masing provinsi.

    “Kalau data yang diambil kebanyakan dari kami itu memang melihat data dari klaim BPJS. Nah, itu bisa diperdebatkan seperti apapun. Kita kan melihat kenyataan di lapangan,” kata Shinta saat ditemui di Kantor Pusat Apindo, Jakarta Selatan, Selasa (20/5/2025).

    Kemudian, serikat pekerja mencatat setidaknya sudah ada sekitar 70.000 pekerja yang ter-PHK sepanjang Januari-April 2025.

    Sementara, Kemnaker mencatat angka berbeda. Kemnaker melaporkan korban PHK mencapai 26.455 orang hingga per 20 Mei 2025. Korban PHK paling banyak terjadi di Jawa Tengah yakni sebanyak 10.695 orang di PHK sepanjang Januari-Mei 2025.

    Provinsi dengan kasus PHK terbanyak kedua ditempati oleh Daerah Khusus Jakarta dengan total kasus sebanyak 6.279 orang, dan Kepulauan Riau 3.570 orang.

    Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri juga telah buka suara mengenai perbedaan data PHK tersebut.

    Dia mengatakan, data tersebut perlu dilihat apakah sudah inkrah PHK, dalam arti kedua belah pihak dalam hal ini pekerja dan pemberi kerja telah menyepakati proses PHK tersebut.

    “Data Kemnaker adalah data yang valid dari dinas-dinas tenaga kerja, mereka yang sudah inkrah PHK, jadi resmi,” kata Indah di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Selasa (20/5/2025).

  • Indonesia Mulai Krisis Batu Bara Kalori Tinggi

    Indonesia Mulai Krisis Batu Bara Kalori Tinggi

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan total cadangan batu bara kalori tinggi di Indonesia kian menipis.

    Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Surya Herjuna menuturkan, total cadangan batu bara saat ini berada di kisaran 31 miliar ton dengan sumber daya yang ditaksir sekitar 97 miliar ton.

    Namun, dari total cadangan itu, hanya sekitar 5% batu bara dengan kalori tinggi atau 6.000 kcal/GAR. Kemudian, untuk kalori 5.000 kcal/GAR sekitar 8% dan batu bara dengan kalori 4.200 kcal/GAR mencapai 73%.

    “Cadangan mungkin zaman dulu kalori 6.000 kcal/GAR masih banyak. Sekarang ini Indonesia hampir 70% kalorinya di bawah 4.200 kcal/GAR,” tutur Surya dalam acara FGD ‘Batu Bara dan Kedaulatan Energi Nasional’ di Jakarta, Rabu (28/5/2025).

    Oleh karena itu, pemerintah bakal terus mendorong kegiatan eksplorasi supaya Indonesia bisa terlepas dari krisis batu bara berkalori tinggi. Tanpa ada eksplorasi, kata Surya, cadangan batu bara, khususnya kalori tinggi tidak akan bertambah.

    “Memang kalau bicara cadangan masih 31 miliar ton, sumber daya 97 miliar ton. Tapi tanpa ada eksplorasi lanjutan, akan cukup sulit terkait dengan cadangan kita,” katanya.

    Di sisi lain, pemerintah bersama pelaku usaha tengah menggodok rencana ke depan di tengah menipisnya batu bara kalori tinggi.

    “Bahkan, teman-teman di PT PLN sudah saya sampaikan harus berubah paradigma terkait dengan penggunaan batu bara di pembangkit mereka,” kata Surya.

    Menurutnya, jika pelaku usaha masih berharap menggunakan batu bara dengan kalori di kisaran 5.000 kcal/GAR hingga 6.000 kcal/GAR, mereka bakal kesulitan untuk mengembangkan bisnis. Ini terutama bagi PLN yang membutuhkan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

    Lebih lanjut, Surya mengatakan bahwa pemerintah tetap berharap nilai ekonomi batu bara dengan kalori 4.200 kcal/GAR masih bisa dipertahankan. Apalagi, masih banyak industri yang mengandalkan komoditas tersebut.

    Dengan mempertahankan nilai ekonomi itu, batu bara akan tetap memiliki sumbangsih yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Kami berharap nilai ekonomi batu bara masih bisa kita pertahankan supaya penggunaan di PLTU, maupun di semen, pupuk, dan lainnya masih bisa kita sumbangsih untuk peningkatan ekonomi kita,” ucap Surya.

  • Kebut Penyelesaian IEU-CEPA, RI Minta Dukungan Prancis

    Kebut Penyelesaian IEU-CEPA, RI Minta Dukungan Prancis

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta dukungan Prancis untuk segera merampungkan perundingan Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang telah berjalan lebih dari 9 tahun.

    Airlangga menuturkan, proses perundingan IEU-CEPA antara Indonesia dan Uni Eropa masih terus berlangsung. Dia menyebut, kedua pihak masih membahas beberapa isu yang menjadi titik permasalahan dalam perjanjian kemitraan.

    Menurutnya, negosiasi perjanjian kemitraan itu harus dirampungkan dengan segera. Pasalnya, proses perundingan I-EU CEPA hingga saat ini telah berjalan selama 9 tahun lebih dan mencapai 19 putaran negosiasi. 

    Seiring dengan hal tersebut, Indonesia pun meminta dukungan Prancis sebagai salah satu negara anggota Uni Eropa untuk mengakselerasi penyelesaian perjanjian kemitraan tersebut.

    “Sudah saatnya bagi kita untuk mengesampingkan perbedaan dan melanjutkan filosofi kesinambungan. Kita telah mendiskusikan hal ini selama sembilan tahun,waktunya untuk menyelesaikan perundingan ini,” katanya dalam Indonesia-France Business Forum di Jakarta pada Rabu (28/5/2025).

    Adapun, Airlangga juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Prancis dalam proses aksesi Indonesia ke Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

    Dia menjelaskan, Indonesia telah menyampaikan memorandum awal untuk kemudian diaudit oleh tim OECD. Airlangga menuturkan, proses audit dokumen Indonesia tersebut akan dibahas dalam OECD Ministerial Council Meeting pada 3-4 Juni 2025 mendatang di Paris, Prancis.

    “Dan mudah-mudahan dari situlah kemudian proses aksesi Indonesia selanjutnya,” ujar Airlangga.

    Sebelumnya, Uni Eropa mengungkap beberapa poin pembahasan yang masih dirundingkan dalam negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa (Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA). 

    Ketua Komite Perdagangan Internasional Komisi Eropa atau European Parliament’s Committee on International Trade (INTA) Bernd Lange memaparkan perundingan I-EU CEPA saat ini telah memasuki putaran ke-19 dan masih terus berlangsung.  

    Lange menyebut, progres perundingan tersebut telah mencapai sekitar 80% seiring dengan pemahaman bersama yang dicapai kedua pihak dalam berbagai bidang. 

    “Saya katakan sekitar 80% dari semua masalah telah terpecahkan. Kami juga memiliki banyak pemahaman bersama mengenai investasi dalam layanan, dalam pengakuan standar, dan penurunan tarif,” jelas Lange.