Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Ancang-ancang Pabrik Semen Hindari Gulung Tikar Meski Penjualan Anjlok

    Ancang-ancang Pabrik Semen Hindari Gulung Tikar Meski Penjualan Anjlok

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Semen Indonesia (ASI) menegaskan hingga saat ini, pelaku usaha industri semen tetap berupaya bertahan di tengah permintaan yang melemah dan penjualan yang anjlok pada kuartal I/2025. 

    Berdasarkan data ASI, penjualan semen turun 7,4% (year-to-date/ytd) pada kuartal I/2025 dengan volume mencapai 13,4 juta ton, sementara periode yang sama tahun lalu mencapai 14,5 juta ton. 

    Bahkan, secara bulanan, volume penjualan semen pada Maret 2025 tercatat sebesar 3,8 juta ton atau turun 21,6% dibandingkan Maret 2024 sebesar 4,9 juta ton.

    Ketua Umum ASI Lilik Unggul Raharjo mengatakan, sebagian besar pabrik masih menjaga utilitas produksi dengan mengupayakan ekspor semen. Sementara itu, sebagian lainnya melakukan optimalisasi dan efisiensi operasional. 

    “Hingga saat ini, dalam kondisi permintaan yang masih lemah pabrik pabrik existing tetap beroperasi,” kata Lilik kepada Bisnis, Senin (9/6/2025). 

    Lilik tak memungkiri kontraksi penjualan tak lepas dari pelemahan daya beli masyarakat dan melambatnya proyek-proyek infrastruktur pemerintah, serta momentum Ramadan dan ikut menekan laju penjualan. 

    Meski penjualan turun, pihaknya juga mencatat utilitas produksi semen tahun lalu masih mengalami peningkatan menjadi 56,8% atau naik dari 55,8% pada 2023. 

    Lilik memperkirakan industri semen akan menghadapi tekanan berat sepanjang tahun ini. Hal ini dipicu kondisi ekonomi global yang masih belum menentu sementara di dalam negeri yang masih menghadapi masalah excess-capacity. 

    Dengan kondisi kelebihan pasokan saat ini, pengusaha semen mendorong diberlakukannya moratorium pembangunan pabrik baru guna menjaga stabilitas pasar dan mendorong efisiensi industri.

    Di samping itu, dia meminta pemerintah tetap melanjutkan program pembangunan infrastruktur terutama untuk proyek strategis nasional termasuk program 3 juta rumah. 

    “Juga menjalankan program-program ekonomi yang bisa meningkatkan daya beli masyarakat, di mana hal ini dalam upaya memicu permintaan semen di dalam negeri,” pungkasnya. 

  • Buruh Usul Wacana Satgas PHK & Dewan Kesejahteraan Dikaji Ulang, Ada Apa?

    Buruh Usul Wacana Satgas PHK & Dewan Kesejahteraan Dikaji Ulang, Ada Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) meminta Presiden Prabowo Subianto mengkaji ulang rencananya untuk membentuk satuan tugas pemutusan hubungan kerja (Satgas PHK) dan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional.

    Presiden KSPN Ristadi menyampaikan, salah satu alasan KSPN meminta wacana tersebut dikaji ulang lantaran kehadiran Satgas PHK dan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional dinilai sebagai bentuk ketidakpercayaan Kepala Negara terhadap Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dalam mengatasi polemik ketenagakerjaan di Indonesia.

    “Secara tersirat, pembentukan Satgas PHK dan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional akan mendelegitimasi sebagian fungsi-fungsi Kemnaker,” kata Ristadi dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).

    Alasan lainnya, yakni lembaga-lembaga yang ada seperti Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, Dewan Pengupahan Nasional, bahkan Komite Pengawas Ketenagakerjaan dinilai kurang efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

    Padahal kata Ristadi, lembaga-lembaga ini berfungsi melakukan kajian-kajian aturan ketenagakerjaan seperti pengupahan, memberikan masukan kepada Presiden mengenai kebijakan ketenagakerjaan serta melakukan pengawasan efektivitas kerja pegawai pengawas ketenagakerjaan.

    Selain itu, lanjut dia, juga ada Dewan Jaminan Sosial Nasional yang bertugas mengawasi dan memberikan masukan perbaikan jaminan sosial.

    Pertimbangan lainnya, kata Ristadi yakni pemerintah yang tengah menerapkan kebijakan efisiensi anggaran. Menurutnya, dengan membuat lembaga-lembaga baru, semangat pemerintah untuk melakukan penghematan anggaran menjadi terganggu.

    “Pemerintah saat ini sedang berhemat anggaran besar-besaran, tentu dengan membuat lembaga-lembaga baru sekarang ini akan ‘mengganggu’ semangat penghematan anggaran tersebut,” tuturnya.

    Untuk itu, demi mewujudkan niat Kepala Negara dalam mengatasi maraknya PHK, KSPN mengusulkan agar pemerintah mengefektifkan lembaga-lembaga ketenagakerjaan yang sudah ada seperti Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional, Dewan Pengupahan Nasional, dan Komite Pengawas Ketenagakerjaan.

    Bila memungkinkan, Ristadi mengusulkan agar pemerintah memberikan fungsi dan tugas tambahan untuk mendukung niat Kepala Negara guna mengatasi kasus PHK di Tanah Air.

    Selain itu, dia mendesak pemerintah untuk meningkatkan kinerja Kemnaker dalam melaksanakan program-program yang menyangkut kemampuan calon pekerja, menyiapkan lapangan kerja, melindungi pekerja selama dan sesudah bekerja, hingga meningkatkan kinerja pegawai pengawas.

    “Kemudian lebih sering turun lapangan, kurangi diskusi-diskusi dan acara-acara seremonial yang tidak berdampak atasi masalah ketenagakerjaan,” usulnya.

    Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana membentuk Satgas PHK dan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Namun hingga saat ini, baik Satgas PHK maupun Dewan Buruh tak kunjung terbentuk.

  • Pengamat Sarankan Tambang Nikel di Raja Ampat Ditutup Permanen

    Pengamat Sarankan Tambang Nikel di Raja Ampat Ditutup Permanen

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mencurigai ada kongkalikong antara pemerintah dengan pengusaha terkait izin tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

    Adapun, aktivitas tambang nikel di kawasan Raja Ampat tepatnya di Pulau Gag tengah menjadi sorotan karena dinilai merusak lingkungan. Kegiatan tambang dituding mengancam kawasan pariwisata Papua Barat Daya.

    Fahmy berpendapat, semua proses tambang pasti merusak lingkungan dan ekosistem. Apalagi, jika penambang sering mengabaikan reklamasi.

    “Untuk penambangan Raja Ampat, meski dengan reklamasi sekalipun, sudah pasti akan merusak alam geopark yang merupakan ekosistem destinasi wisata,” ucap Fahmy dalam keterangannya, Senin (9/6/2025).

    Dia pun mengingatkan agar semua penambangan di Raja Ampat dan sekitarnya harus dihentikan secara permanen. Fahmy lantas menuding ada ‘permainan’ dalam pemberian izin tambang di Raja Ampat.

    “Saya menduga ada kongkalikong alias konspirasi antara oknum pemerintah pusat dengan pengusaha tambang sehingga diizinkan penambangan di Raja Ampat, yang merupakan strong oligarchy,” katanya.

    Menurutnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) perlu mengusut dugaan konspirasi tersebut. Kalau terbukti, kata Fahmy, siapa pun harus ditindak secara hukum.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mendorong pemerintah melakukan evaluasi total dan moratorium izin tambang di kawasan Raja Ampat.

    Menurutnya, selain masalah lingkungan dan hilangnya nilai karbon, pertambangan yang terlalu meluas dan ekspansif berisiko tinggi terhadap hilangnya pendapatan masyarakat lokal jangka panjang. Ini khususnya di sektor pertanian dan perikanan.

    “Kalau pemerintah pusat serius bisa segera bentuk tim moratorium izin tambang, baik nikel dan galian C, berkoordinasi dengan akademisi independen dan kepala daerah,” ucap Bhima.

    Dia berpendapat, selama ini banyak pemerintah daerah merasa ekspansi tambang tidak banyak membantu pendapatan daerah. Sementara itu, biaya kerusakan tetap timbul dan biaya kesehatan membengkak imbas kerusakan lingkungan.

    Bhima pun mengingatkan Kementerian ESDM untuk tidak membela perusahaan tambang. Menurutnya, Kementerian ESDM harus memikirkan konservasi sumber daya alam jangka panjang.

    Pasalnya, efek ke branding nikel Indonesia di pasar internasional bisa terdampak pengelolaan tambang yang bermasalah.

    “Masalah Raja Ampat cuma puncak gunung es aktivitas pertambangan di pulau kecil. Pada saat memberi izin, yang namanya pulau kecil tidak boleh ditambang. Tapi ini kan dibiarkan terus menerus sampai menjadi perhatian publik,” tutur Bhima.

    Asal Usul Pertambangan Nikel Raja Ampat

    Berdasarkan pemantauan Kementerian ESDM, terdapat lima perusahaan yang menjalankan usaha tambang di Raja Ampat, PT Gag Nikel (PT GN), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), dan PT Nurham. Namun, hanya PT Gag Nikel yang telah berproduksi, yakni di Pulau Gag.

    Pulau itu memiliki luas 6.030 hektare (ha) dan masuk dalam kategori pulau kecil. Sementara itu, PT GN memiliki kontrak karya (KK) seluas 13.136 ha yang berada di Pulau Gag dan perairannya, seluruhnya berada di dalam kawasan hutan lindung.

    Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, secara prinsip, kegiatan tambang terbuka dilarang dilakukan di kawasan hutan lindung. Ini sesuai dengan ketentuan dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

    Namun, berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Menjadi Undang-undang, terdapat 13 KK yang diperbolehkan untuk menambang dengan pola terbuka di kawasan hutan lindung.

    Salah satu perusahaan itu yakni PT GN. Dengan dasar itu, maka kegiatan tambang terbuka PT GN di Pulau Gag, Raja Ampat dinyatakan legal atau boleh dilakukan.

    “13 perusahaan termasuk PT GN ini diperbolehkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 sehingga dengan demikian maka berjalannya kegiatan penambangan legal,” ujar Hanif dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Minggu (8/6/2025).

    Kementerian ESDM telah menurunkan tim inspektur tambang untuk melakukan evaluasi teknis terhadap seluruh wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di ‘Surga Terakhir dari Timur’ itu.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, hasil evaluasi tim di lapangan akan menjadi dasar kebijakan dan keputusan lebih lanjut.

    “Saya datang ke sini untuk melihat langsung situasi di lapangan dan mendengarkan masyarakat. Hasilnya akan diverifikasi dan dianalisis oleh tim inspektur tambang,” kata Bahlil dalam keterangan resminya.

    Dia menerangkan, kelima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat telah memiliki izin resmi usaha tambang. Namun, pihaknya akan tetap melakukan evaluasi menyeluruh dan berkelanjutan guna menjaga keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan kegiatan ekonomi.

  • Pengusaha Hotel Ngadu ke Prabowo: Pendapatan Turun 60% Imbas Efisiensi

    Pengusaha Hotel Ngadu ke Prabowo: Pendapatan Turun 60% Imbas Efisiensi

    Bisnis.com, JAKARTA — Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memperkirakan, pendapatan hotel di Indonesia rata-rata turun hingga 60% imbas kebijakan efisiensi anggaran pemerintah.

    Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran menyampaikan, meski belum ada laporan secara tertulis, anggota PHRI secara lisan telah melaporkan ihwal penurunan pendapatan, buntut dari kebijakan hemat anggaran Presiden Prabowo Subianto.

    “Kalau laporan secara lisan ke PHRI memang sudah banyak yang melaporkan bahwa itu terjadi masalah penurunan pendapatan,” kata Maulana kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Dia menuturkan, segmen pemerintah berkontribusi besar rata-rata sekitar 40%-60% terhadap industri perhotelan. Bahkan di beberapa daerah, kontribusinya mencapai 80%.

    “Kontribusinya antara 40%-60%. Otomatis rata-rata penurunannya bisa sampai segitu kalau dia nggak ada kegiatan,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Maulana menyebut bahwa kontribusi dari sektor swasta masih minim sehingga banyak perhotelan yang mengandalkan pada kegiatan pemerintahan.

    “Makanya selama efisiensi ini memang kelihatan dampaknya pada pendapatan hotel itu cukup besar,” ujarnya. 

    Di sisi lain, banyaknya hari libur nyatanya tidak cukup mampu mengisi kekosongan di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang cukup memukul industri perhotelan.

    Dia mengatakan, kontribusi segmen leisure tidak cukup mampu untuk menutup segmen perjalanan dinas yang cukup besar.

    “Jadi kalau mau dikejar untuk menggantikannya [segmen pemerintah], tentu mesti konteksnya kegiatan-kegiatan event atau MICE,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, Ketua Umum PHRI, Hariyadi B. Sukamdani sebelumnya menyampaikan bahwa ini industri perhotelan sudah tidak bisa mengharapkan segmen pemerintah yang selama ini menjadi pangsa pasar terbesar industri ini. 

    “Industri hotel harus sungguh-sungguh untuk menggarap pasar yang non-pemerintah,” kata Hariyadi kepada Bisnis, Rabu (21/5/2025). 

    Meski diakuinya tidak mudah untuk beralih ke pasar lain, Hariyadi menyebut bahwa hal tersebut perlu dilakukan agar bisnis perhotelan tetap dapat berjalan.

    Hal itu terbukti dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran. Setelah pemerintah menerapkan kebijakan ini, banyak banyak hotel yang terdampak bahkan berhenti beroperasi. Hotel-hotel ini utamanya sangat bergantung pada belanja perjalanan dinas pemerintah. 

    Untuk itu, dia mengimbau industri perhotelan untuk mulai mencari pasar baru seperti korporasi, komunitas, kegiatan-kegiatan individual, dan wisatawan mancanegara (wisman).

  • Jelajah Pangan 2025: Kementan Pede Produksi Jagung untuk Pakan Surplus Tahun Ini

    Jelajah Pangan 2025: Kementan Pede Produksi Jagung untuk Pakan Surplus Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan stok jagung untuk pakan ternak bakal mencukupi kebutuhan dalam negeri sepanjang tahun ini.

    Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Tanaman Pangan Kementan, Akhmad Musyafak menuturkan, kebutuhan jagung untuk pakan diperkirakan mencapai 12 juta ton hingga 13 juta ton hingga Desember 2025 ini. Sementara, kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga mencapai sekitar 636.000 ton.

    Dengan begitu, kebutuhan jagung secara total mencapai 13,63 juta ton hingga 14 juta ton pada tahun ini. Adapun, produksi jagung tahun ini diperkirakan mencapai 16,68 juta ton.

    “Nah dengan estimasi produksi seperti itu, kita optimis bahwa kebutuhan pakan jagung untuk pakan ternak itu akan bisa terpenuhi semua,” kata Akhmad kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Dia merinci realisasi produksi jagung sepanjang Januari hingga Juni 2025 telah mencapai 8,07 juta ton. Dengan realisasi tersebut, dia optimistis target produksi 16,68 juta ton itu bisa tercapai pada akhir tahun.

    Akhmad menjelaskan, pihaknya memiliki sasaran tanam sekitar 3 juta hektare (Ha) di seluruh Indonesia. Selain itu, dari pihak Polri telah menyiapkan lahan sekitar 1 juta hektare. Menurutnya, lahan itu juga bisa menopang target produksi jagung tahun ini.

    “Harapan kami yang ke depannya sampai Desember bisa tercapai. Jadi itu produksi dalam negerinya posisinya seperti itu,” ucap Akhmad.

    Senada, Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian menilai produksi jagung di dalam negeri diperkirakan berada di level 16 juta ton sepanjang tahun ini. Sedangkan, konsumsi jagung secara total mencapai 14,8 juta ton.

    Adapun khusus pakan ternak, kebutuhan jagung diproyeksi mencapai 9,78 juta ton. Dengan kata lain, produksi jagung dalam negeri masih surplus.

    Kendati demikian, dia menilai distribusi jagung untuk pakan ternak masih menghadapi tantangan logistik. Eliza menjelaskan, sentra produksi jagung nasional berada di Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, dan Sulawesi Selatan, sedangkan peternakan mayoritas berada di Sumatera Barat dan Jawa Barat.

    “Jadi terkendala oleh biaya logistik yang tinggi dan infrastruktur pasca-panen yang terbatas,” kata Eliza.

    Menurutnya, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah. Apalagi, biaya pakan juga porsinya cukup besar.

    “Agar bisa bersaing harga ternaknya, maka [biaya] pakannya harus diefisienkan,” kata Eliza.

  • Penasihat Ekonomi Presiden Minta Batas Garis Kemiskinan Indonesia Diubah

    Penasihat Ekonomi Presiden Minta Batas Garis Kemiskinan Indonesia Diubah

    Bisnis.com, JAKARTA — Penasehat ekonomi Presiden Prabowo di Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Arief Anshory Yusuf menekankan bahwa sudah saatnya garis kemiskinan nasional naik, terlebih Bank Dunia telah merevisi garis kemiskinannya per Juni 2025.

    Berdasarkan laporan bertajuk June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform, Bank Dunia resmi mengadopsi perhitungan purchasing power parity (PPP) 2021 dalam menentukan garis kemiskinan. Sebelumnya, Bank Dunia masih menggunakan basis PPP 2017.

    Akibatnya, kini garis kemiskinan internasional menjadi US$3 PPP per orang per hari (dari sebelumnya US$2,15 berdasarkan perhitungan PPP 2017); garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah bawah menjadi US$4,20 per orang per hari (dari US$3,65); dan garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah atas menjadi US$8,30 per orang per hari (dari US$6,85).

    Sebagai informasi, kurs PPP tidak sama dengan harga pasar. Arief menyebut jika dikonversikan ke rupiah maka US$1 PPP 2021 setara dengan sekitar Rp6.000an. Jumlah tersebut meningkat dari konversi US$1 PPP 2017 senilai Rp5.506,5.

    Arief menjelaskan Bank Dunia menentukan garis kemiskinan berdasarkan median atau nilai tengah garis kemiskinan nasional  negara di kelompok miskin, berpendapat menengah rendah, dan berpendapat menengah atas.

    Khusus untuk negara miskin, pada survei 2017 didapati median garis kemiskinannya sebesar US$2,15 PPP per orang per hari. Kini pada survei 2021, didapati median garis kemiskinannya sebesar US$$3 PPP per orang per hari.

    Arief mengungkap kenaikan tersebut karena 16 dari 23 negara miskin telah menaikkan standar garis kemiskinannya. Selain itu, faktor inflasi juga berpengaruh.

    “Ini itu bukti yang menunjukkan bahwa negara-negara miskin pun biasa melakukan revisi terhadap garis kemiskinannya. Negara tetangga kita juga yang gak miskin melakukannya; Malaysia melakukan di tahun 2018, Vietnam melakukan revisi di tahun 2021,” jelas Arief kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Artinya, Guru Besar FEB Universitas Padjajaran itu mengungkapkan standar kemiskinan ekstrem versi Bank Dunia sebesar US$3 per orang per hari itu sekitar Rp545.000 per orang per bulan. Jumlah tersebut sudah mendekati standar garis kemiskinan nasional Indonesia sebesar Rp595.242 per kapita per bulan.

    “Padahal negara-negara [miskin] itu pendapatan perkapitanya itu paling tinggi juga cuma US$1.100. Kita [Indonesia] sudah US$4.810. Jadi, ini menurut saya peringatan kepada kita. Kita mau terus dikategorikan sebagai negara miskin nih? Garis kemiskinannya mirip dengan mereka,” ujar Arief.

    Oleh sebab itu, dia menjelaskan standar garis kemiskinan nasional harus segera direvisi. Apalagi, sambungnya, metode perhitungan garis kemiskinan nasional sudah tidak berubah sejak 26 tahun padahal pola konsumsi masyarakat sudah banyak berubah.

    Menurut Arief, saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) bersama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Forum Masyarakat Statistik, dan Dewan Ekonomi Nasional sedang menggodok standar garis kemiskinan yang baru.

    “Memang sudah rada telat, jadi harus segera. Jadi, mudah-mudahan tahun ini, dalam waktu dekat, kita akan segera mengumumkan yang baru,” ungkapnya.

    Senada, Koordinator Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan FEB UGM Wisnu Setiadi Nugroho menilai garis kemiskinan nasional memang perlu dilakukan pembaharuan. Hanya saja, garis kemiskinan tak diubah total namun secara diperbaharui secara komplementaritas.

    Artinya, di satu sisi garis kemiskinan lama tetap bisa digunakan sebagai pembanding antar waktu. Di sisi lain, dilakukan pembaharuan untuk basis komoditasnya karena banyak pengeluaran yang sebelumnya tidak tercantum dalam standar yang terakhir kali diperbaharui pada 1998

    “Saya mendorong [pemerintah] membentuk garis kemiskinan sensitif nutrisi misalnya, yang lebih cocok dari segi lokalitas atau preferensi konsumsi dan kebutuhan nutrisi masyarakat,” jelas Wisnu kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Lebih lanjut, dia menilai pemerintah tidak perlu mentah-mentah mengikuti standar garis kemiskinan versi Bank Dunia. Alasannya, garis kemiskinan Bank Dunia merupakan agregasi dari nilai banyak negara sehingga kurang menggambarkan konteks lokalitas masyarakat di satu negara.

    Cara BPS Menghitung Garis Kemiskinan

    Adapun dalam menghitung kemiskinan, BPS memang menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tersebut dibagi menjadi dua kategori: komoditas makanan dan komoditas bukan makanan.

    Untuk makanan, BPS memakai standar kebutuhan gizi versi Kementerian Kesehatan yaitu minimum 2.100 kilokalori (kkal) per kapita per hari. BPS pun menggunakan 52 jenis komoditas makanan untuk menentukan kebutuhan 2.100 kkal tersebut seperti beras, kue basah, hingga rokok kretek filter.

    Untuk bukan makanan, BPS menggunakan 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditas di pedesaan yang dirasa diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti perumahan, listrik, hingga pajak kendaraan motor.

    BPS pun mengkalkulasi garis kemiskinan sesuai nilai pengeluaran masyarakat untuk membeli komoditi-komoditi makanan dan bukan makanan tersebut. Kalkulasi garis kemiskinan tersebut dilakukan lewat Susenas yang diadakan dua kali dalam setahun yaitu pada Maret dan September.

    Hasilnya, berdasarkan Susenas September 2024, didapati ambang batas garis kemiskinan nasional senilai Rp595.243 per orang per bulan. Pada saat yang sama, BPS mencatat rata-rata satu rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 anggota rumah tangga sehingga garis kemiskinan nasional sebesar Rp2.803.590 per rumah tangga.

    Hanya saja, BPS menggarisbawahi bahwa garis kemiskinan nasional tersebut merupakan hasil perhitungan total semua wilayah Indonesia sehingga kurang cocok digunakan secara spesifik.

    BPS menyatakan garis kemiskinan berbeda untuk setiap provinsi—yang kemudian di bagi lagi berdasarkan wilayah perkotaan, dan pedesaan. Misalnya, ambang batas garis kemiskinan di Jawa Tengah ‘hanya’ Rp521.093 per orang per bulan atau Rp2.318.864 Per rumah tangga per bulan, sementara di Jakarta senilai Rp846.085 per kapita per bulan, sedangkan di Papua Pegunungan sebesar Rp1.079.160 per kapita per bulan atau Rp3.841.810 per rumah tangga per bulan.

    Dengan demikian, seorang penduduk Papua Pegunungan yang pengeluarannya sebesar Rp900.000 per bulan tetap tergolong miskin meski pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan nasional namun tetap berada di bawah garis kemiskinan provinsi per bulan.

  • Urgensi Pemerintah Merevisi Standar Garis Kemiskinan Nasional

    Urgensi Pemerintah Merevisi Standar Garis Kemiskinan Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA — Standar penentuan garis kemiskinan nasional dinilai mendesak untuk segera direvisi, mengingat sudah 26 tahun tidak berubah.

    Di sisi lain, selama itu pendapatan per kapita masyarakat Indonesia dinilai sudah meningkat tajam dan pola konsumsi juga sudah banyak berubah.

    Anggota Dewan Ekonomi Nasional Arief Anshory Yusuf mengungkapkan bahwa pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Forum Masyarakat Statistik, dan Dewan Ekonomi Nasional tengah merevisi standar garis kemiskinan nasional.

    “Memang sudah rada telat, jadi harus segera [direvisi]. Jadi, mudah-mudahan tahun ini, dalam waktu dekat, kita akan segera mengumumkan [standar garis kemiskinan nasional] yang baru,” kata Arief kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Guru Besar FEB Universitas Padjajaran itu blak-blakan menyebut bahwa setidaknya ada dua pertimbangan mendesak standar garis kemiskinan nasional tersebut harus segera direvisi.

    Pertama, garis kemiskinan nasional akan mempengaruhi arah kebijakan ekonomi pemerintah. Dia mencontohkan ketika angka kemiskinan sudah kecil, pemerintah bisa saja tidak memperdulikan kebijakan industrialisasi yang pro pembukaan lapangan kerja karena masyarakat miskin sudah sedikit.

    “Artinya, kecil tidaknya kemiskinan itu akan mempengaruhi arah kebijakan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung,” ujar Arief.

    Kedua, imbuhnya, jika angka statistik terkait dengan kemiskinan tidak tetap maka masyarakat bisa mempertanyakan keterwakilannya. Arief mencontohkan, ketika pemerintah menyatakan penduduk miskin tinggal sedikit tetapi masih banyak permasalahan malnutrisi, stunting, antrean sembako panjang, hingga penunggakan iuran BPJS, maka kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan berkurang.

    “Perasaan tidak puas masyarakat, kepercayaan masyarakat ke negara makin tergerus. Nah, ini yang lebih berbahaya,” tuturnya.

    Menurut Arief, selama ini ada dua faktor yang menyebabkan pemerintah maju-mundur dalam merevisi standar garis kemiskinan nasional.

    Pertama, kekhawatiran politisasi karena jumlah penduduk miskin akan meningkat tajam. Namun, dia menilai kekhawatiran tersebut kurang beralasan karena banyak solusi yang bisa dilakukan agar kenaikan standar kemiskinan tidak dipolitisir seperti sosialisasi yang baik dan penggunaan dua versi.

    “Umumkan dua versi [garis kemiskinan nasional] sementara, misalkan lima tahun ke belakang dan ke depan,” ujar Arief.

    Kedua, sambungnya, ada yang beranggapan bahwa jika garis kemiskinan naik maka anggaran bantuan sosial (bansos) akan ikut membengkak. Arief menilai kekhawatiran itu juga tidak masuk akal karena bansos tidak berkaitan dengan garis kemiskinan nasional.

    Dia menjelaskan bahwa penerima manfaat program bansos sudah terspesifikasi berdasarkan desil yang tidak berkaitan dengan garis kemiskinan nasional. Arief mencontohkan, untuk penerimaan Kartu Indonesia Pintar yaitu masyarakat yang berada di desil 1—3 (meliputi 30% kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah).

    “Desil itu tidak dipengaruhi berapa garis kemiskinan kita. Ya segitu-gitu saja, karena sudah ada anggarannya. Jadi, tidak ada kaitan dengan besarnya anggaran bansos,” kata Arief.

    Sementara itu, Koordinator Bidang Kajian Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan FEB UGM Wisnu Setiadi Nugroho menilai garis kemiskinan nasional memang perlu dilakukan pembaharuan. Hanya saja, garis kemiskinan bukan dibuat total tetapi secara komplementaritas.

    Artinya, di satu sisi garis kemiskinan lama tetap bisa digunakan sebagai pembanding antarwaktu. Di sisi lain, dilakukan pembaharuan untuk basis komoditasnya karena banyak pengeluaran yang sebelumnya tidak tercantum dalam standar yang terakhir kali diperbaharui pada 1998.

    “Saya mendorong [pemerintah] membentuk garis kemiskinan sensitif nutrisi misalnya, yang lebih cocok dari segi lokalitas atau preferensi konsumsi dan kebutuhan nutrisi masyarakat,” jelas Wisnu kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Lebih lanjut, dia menilai pemerintah tidak perlu serta merta mengikuti standar garis kemiskinan versi Bank Dunia. Alasannya, garis kemiskinan Bank Dunia merupakan agregasi dari nilai banyak negara sehingga kurang menggambarkan konteks lokalitas masyarakat di satu negara.

    Cara BPS Hitung Garis Kemiskinan Nasional

    Sebagai gambaran, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dalam menghitung garis kemiskinan nasional. Kebutuhan dasar tersebut dibagi menjadi dua kategori, yakni komoditas makanan dan komoditas bukan makanan.

    Untuk makanan, BPS memakai standar kebutuhan gizi versi Kementerian Kesehatan yaitu minimum 2.100 kilokalori (kkal) per kapita per hari. BPS pun menggunakan 52 jenis komoditas makanan untuk menentukan kebutuhan 2.100 kkal tersebut seperti beras, kue basah, hingga rokok kretek filter.

    Sementara itu, untuk bukan makanan, BPS menggunakan 51 jenis komoditas di perkotaan dan 47 jenis komoditas di pedesaan yang dirasa diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti perumahan, listrik, hingga pajak kendaraan motor.

    BPS pun mengalkulasi garis kemiskinan sesuai dengan nilai pengeluaran masyarakat untuk membeli komoditas makanan dan bukan makanan tersebut. Kalkulasi garis kemiskinan tersebut dilakukan lewat Susenas yang diadakan dua kali dalam setahun yaitu pada Maret dan September.

    Hasilnya, berdasarkan Susenas September 2024, didapati ambang batas garis kemiskinan nasional senilai Rp595.243 per orang per bulan. Pada saat yang sama, BPS mencatat rata-rata satu rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 anggota rumah tangga sehingga garis kemiskinan nasional sebesar Rp2.803.590 per rumah tangga.

    Kendati demikian, BPS menggarisbawahi bahwa garis kemiskinan nasional tersebut merupakan hasil perhitungan total semua wilayah Indonesia sehingga kurang cocok digunakan secara spesifik.

    BPS menyatakan garis kemiskinan berbeda untuk setiap provinsi, yang kemudian di bagi lagi berdasarkan wilayah perkotaan, dan pedesaan. Misalnya, ambang batas garis kemiskinan di Jawa Tengah Rp521.093 per orang per bulan atau Rp2.318.864 per rumah tangga per bulan, sementara di Jakarta senilai Rp846.085 per kapita per bulan.

    Di sisi lain, ambang batas garis kemiskinan di Papua Pegunungan sebesar Rp1.079.160 per kapita per bulan atau Rp3.841.810 per rumah tangga per bulan.

    Dengan demikian, seorang penduduk Papua Pegunungan yang pengeluarannya sebesar Rp900.000 per bulan tetap tergolong miskin meski pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan nasional, tetapi tetap berada di bawah garis kemiskinan provinsi per bulan.

    Hanya saja, banyak pihak yang merasa standar garis kemiskinan nasional itu terlalu rendah. Terlebih, Bank Dunia mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 68,2% pada 2024 atau setara dengan 194,4 juta orang apabila dihitung berdasarkan standar negara berpendapatan menengah atas.

    Persentase tersebut jauh lebih tinggi dari perhitungan kemiskinan versi BPS. Pada September 2024, BPS mencatat penduduk miskin hanya sekitar 8,57% atau setara 24,06 juta orang.

  • Jauh Panggang dari Api, Okupansi Hotel Loyo Selama Libur Iduladha 2025

    Jauh Panggang dari Api, Okupansi Hotel Loyo Selama Libur Iduladha 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyebut tingkat okupansi atau hunian hotel selama libur panjang Iduladha 1446H/2025M jauh dari ekspektasi. 

    Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran menyampaikan, pengusaha mengharapkan adanya lonjakan okupansi pada hari H Iduladha yang jatuh pada 6 Juni 2025. Kendati begitu, pada H+1 hingga H+2 Iduladha, pihaknya tidak melihat adanya peningkatan okupansi alias sama seperti okupansi di periode normal.

    “Tidak melonjak seperti yang kita ekspektasinya sampai rata-rata 80%, enggak sampai sekitar gitu. Paling rata-ratanya sekitar 50-an lah, 50-60%,” kata Maulana kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan periode libur Iduladha tidak terlalu berdampak terhadap lonjakan okupansi. Maulana mengatakan dalam beberapa bulan belakangan banyak libur panjang di Indonesia.

    Biasanya, kata dia, masyarakat sudah memiliki anggaran untuk berwisata atau melakukan perjalanan. Kendati begitu, anggaran tersebut tak selalu digunakan di setiap hari libur berlangsung.

    “Jadi nggak mungkin tiap 2 minggu mereka sepanjang libur melakukan perjalanan, kan enggak seperti itu,” ujarnya.

    Selain itu, lanjutnya, libur Iduladha berdekatan dengan libur sekolah yang biasanya berlangsung pada akhir Juni hingga awal Juli. Kemungkinan, kata Maulana, masyarakat lebih memilih menyisihkan anggarannya pada saat libur sekolah dibanding periode libur Iduladha.

    Di sisi lain, banyaknya hari libur nyatanya tidak berdampak signifikan terhadap okupansi hotel, di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang cukup memukul industri perhotelan.

    Dengan masa libur yang begitu singkat, Maulana mengaku sulit untuk melihat dampaknya terhadap tingkat okupansi hotel. Pasalnya, pasar terbesar hotel adalah bisnis traveler dengan pemerintah sebagai kontribusi terbesar.

    “Jadi kalau mau dikejar untuk menggantikannya [segmen pemerintah], tentu mesti konteksnya kegiatan-kegiatan event atau MICE,” pungkasnya. 

  • Ekonom: Hilangkan Pungli hingga Perluas Pasar Ekspor untuk Hadapi Tarif Trump

    Ekonom: Hilangkan Pungli hingga Perluas Pasar Ekspor untuk Hadapi Tarif Trump

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai harus menghilangkan premanisme dan pungutan liar (pungli) untuk mendorong ekspor Indonesia dalam menghadapi tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Siasat ini sekaligus untuk menjaga surplus neraca perdagangan Indonesia ke depan.

    Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan pemerintah perlu mengeluarkan insentif baik berupa fiskal maupun nonfiskal, salah satunya dengan memperbaiki iklim investasi.

    “Misalnya, perbaikan iklim investasi, perbaikan efisiensi pelabuhan, menghilangkan pungli dan premanisme, serta penerapan kebijakan DHE [devisa hasil ekspor] yang lebih transparan,” kata Wijayanto kepada Bisnis, Senin (9/6/2025).

    Terlebih, Wijayanto menyebut negosiasi tarif resiprokal yang masih berjalan bisa menghambat laju perdagangan Indonesia—AS. Jika menengok data periode 2024, ungkap dia, meski ekspor Indonesia ke AS hanya mewakili 9,9% total ekspor, namun mewakili 45,5% dari total surplus.

    “Jadi, penurunan sedikit saja volume ekspor ke AS akan sangat berpengaruh pada surplus perdagangan kita,” ungkapnya.

    Selain itu, sambung dia, penurunan harga komoditas dunia yang mewakili lebih dari 50% ekspor Indonesia juga mengalami penurunan harga yang membuat nilai ekspor menurun. 

    Di samping perbaikan iklim investasi, Wijayanto menilai pemerintah juga harus memperluas pasar ekspor dengan menjangkau Uni Eropa, di samping AS.

    Wijayanto menuturkan bahwa pemerintah perlu menuntaskan berbagai perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) yang belum rampung, terutama Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU—CEPA).

    “Sebagai pasar produk Indonesia, EU jauh lebih potensial dari AS,” ungkapnya.

    Selain itu, menurutnya, pemerintah perlu membuka dialog dengan China untuk membahas defisit perdagangan antara Indonesia—China yang semakin lebar.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, China menempati urutan pertama dengan total defisit dagang nonmigas hingga mencapai US$6,9 miliar selama Januari—April 2025. Adapun, komoditas penyumbang defisit terdalam dari China adalah mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) senilai US$5,72 miliar.

    Menurutnya, relokasi industri manufaktur merupakan salah satu kemungkinan yang potensial untuk membalik defisit perdagangan Indonesia—China.

  • Daya Beli Tak Kunjung Pulih, China Deflasi Empat Bulan Beruntun

    Daya Beli Tak Kunjung Pulih, China Deflasi Empat Bulan Beruntun

    Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan deflasi di China berlanjut untuk bulan keempat berturut-turut, mencerminkan rapuhnya konsumsi domestik di tengah eskalasi perang harga yang kian agresif. Peningkatan belanja selama dua kali masa libur nasional Mei pun tak cukup untuk mengimbangi lemahnya permintaan.

    Data Biro Statistik Nasional China yang dikutip Bloomberg, Senin (9/6/2025), mencatat indeks harga konsumen (CPI) turun 0,1% secara tahunan (year on year/YoY) pada Mei, sejalan dengan penurunan di bulan sebelumnya dan sedikit lebih baik dari proyeksi penurunan 0,2% oleh konsensus ekonom Bloomberg.

    Deflasi harga produsen pun memperpanjang rekor negatifnya hingga bulan ke-32. Indeks harga produsen (PPI) terkontraksi 3,3% dibandingkan tahun sebelumnya — penurunan terdalam sejak hampir dua tahun terakhir.

    Kepala ahli statistik NBS Dong Lijuan menjelaskan bahwa penurunan tajam PPI dipengaruhi oleh basis harga tinggi pada tahun lalu serta turunnya harga minyak dan bahan kimia global. Di dalam negeri, kelebihan stok batu bara dan bahan baku turut memperdalam tekanan harga.

    Situasi ini semakin pelik karena kombinasi depresiasi harga properti dan kompetisi harga antarpelaku usaha yang makin tajam telah menggerus kepercayaan konsumen dan dunia usaha.

    Salah satu contoh terbaru, produsen mobil BYD Co. memangkas harga hingga 34% untuk hampir selusin model kendaraan listrik dan hibrida plug-in — menghidupkan kekhawatiran akan gelombang diskon baru yang dapat merusak margin produsen otomotif.

    Meski momentum belanja sempat membaik selama liburan awal dan akhir Mei, utamanya pada sektor jasa dan pariwisata, hal itu hanya memberi jeda sementara terhadap tekanan struktural yang lebih dalam.

    Risiko eksternal pun ikut membayangi, terutama dari ketegangan dagang dengan Amerika Serikat. Walau komunikasi antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping pekan lalu membuka ruang dialog, ketidakpastian tetap tinggi. Delegasi dagang kedua negara dijadwalkan bertemu di London pada Senin waktu setempat.

    Namun, dampak jangka pendek dari tarif AS terhadap lapangan kerja dan pendapatan berpotensi menghambat pemulihan daya beli masyarakat, memaksa pelaku usaha untuk terus menurunkan harga.

    Ekonom Morgan Stanley yang dipimpin Robin Xing memperingatkan bahwa tren deflasi justru akan memburuk dan memperkirakan pertumbuhan ekonomi China bakal melambat tajam pada paruh kedua 2025, seiring melambatnya ekspor dan belanja konsumen.

    Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan inflasi konsumen China hanya akan rata-rata nol persen tahun ini — level terendah dari hampir 200 negara yang mereka pantau, sekaligus menjadi angka inflasi terlemah China sejak krisis keuangan global 2009.

    Survei manajer pembelian juga menunjukkan pelemahan harga output, baik di sektor manufaktur maupun jasa. Pada Mei, tingkat diskon di sektor jasa tercatat yang paling dalam dalam delapan bulan terakhir, menurut laporan Caixin dan S&P Global.

    Survei Bloomberg terbaru terhadap 67 ekonom mengindikasikan tekanan deflasi akan semakin dalam. Inflasi konsumen diproyeksikan hanya tumbuh 0,3% pada 2025 — prediksi terendah sejak survei dilakukan pada 2023. Sementara itu, PPI diperkirakan anjlok 2%, memburuk dari estimasi sebelumnya sebesar 1,8%.