Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Siasat Baru Pemerintah Kerek Produksi Minyak Nasional

    Siasat Baru Pemerintah Kerek Produksi Minyak Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah terus memutar otak untuk meningkatkan produksi dan lifting minyak dan gas bumi (migas) nasional. Kali ini, pemerintah mendorong pemberdayaan sumur minyak rakyat yang selama ini dipandang ilegal. 

    Kebijakan itu termaktub dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi. Dalam beleid yang ditandatangani oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia pada 3 Juni 2025 itu, sumur minyak masyarakat adalah sumur yang dikelola oleh badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, atau UMKM.

    Melalui aturan baru tersebut, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dapat melakukan kerja sama pengolahan bagian wilayah kerja (WK), tata kelola, keamanan sosial, dan perlindungan investasi demi memberdayakan sumur ilegal itu.

    Regulasi ini pun mengatur tiga bentuk kerja sama. Pertama kerja sama KKKS dengan mitra, yaitu kerja sama operasi atau teknologi mencakup sumur idle well, production well, idle field, serta lapangan produksi.

    Kedua, kerja sama sumur rakyat. Ketiga, kerja sama pengusahaan sumur tua yang sudah berjalan sesuai dengan Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua.

    Khusus sumur rakyat, kegiatan operasinya akan dinaungi BUMD, koperasi, atau UMKM yang bekerja sama dengan KKKS. Kelak, KKKS pun wajib membeli minyak dari sumur rakyat tersebut.

    Sebaliknya, BUMD, koperasi, atau UMKM yang tak menjual minyak ke KKKS akan dilakukan penindakan hukum. Adapun, kerja sama antara KKKS dengan sumur rakyat ini dilakukan pada periode penanganan sementara paling lama 4 tahun.

    Juru Bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia menuturkan, aturan baru itu dapat mendorong peningkatan produksi migas nasional. Ini khususnya dengan cara melibatkan stakeholders partnership untuk optimalisasi potensi produksi dari wilayah kerja (WK) KKKS dan pengelolaan sumur idle, serta sumur minyak masyarakat.

    “Manfaatnya, bagi masyarakat lokal, melalui BUMD, koperasi, badan usaha UKM, memberikan kesempatan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam peningkatan produksi migas nasional,” kata Dwi kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).

    Pengolahan sumur ilegal memang tidak boleh dipandang sebelah mata, terlebih jumlahnya pun tak sedikit. Untuk itu, alih-alih membiarkan, produksi dari sumur masyarakat itu harus ikut dimanfaatkan.

    Kementerian ESDM mencatat sebaran sumur ilegal berada di Sumatra Selatan, Aceh, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Untuk wilayah Sumatra Selatan saja, jumlah sumur masyarakat itu lebih dari 7.700.

    Kementerian ESDM pun memperkirakan jumlah orang yang bekerja pada 7.700 sumur ilegal di Sumatra Selatan itu mencapai 230.000 jiwa. Adapun, perkiraan produksi dari sumur tersebut mencapai 6.000 sampai dengan 10.000 barel per hari (bopd).

    Praktik sumur ilegal itu umumnya berada di luar wilayah kerja migas, di dalam wilayah kerja migas, dan di dalam wilayah kerja tetapi berada di dalam wilayah operasi kontraktor.

    Oleh karena itu, dalam Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan kepada BUMD, koperasi, atau UMKM tersebut dalam jangka waktu 4 tahun. Ini khususnya untuk penguasaan tata kelola produksi migas yang baik, teknologi, aspek lingkungan, dan penguatan permodalan.

    Dwi mengatakan, pemerintah juga mendapat keuntungan dari aturan baru itu. Keuntungan tersebut berupa penambahan pasokan migas nasional berkontribusi dalam penciptaan ketahanan energi dan ketersediaan lapangan kerja di daerah.

    Maklum, realisasi lifting minyak RI belum meningkat secara signifikan. Tercatat, realisasi lifting minyak bumi pada kuartal I/2025 mencapai 573.900 bopd. Angka ini masih di bawah target APBN yang sebesar 605.000 bopd.

    Beban bagi KKKS

    Sementara itu, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal berpendapat aturan baru itu seperti memberikan karpet merah legalisasi bagi sumur ilegal. Hal ini pun malah menjadi beban bagi KKKS.

    “Menurut kami ini risiko cukup besar. Kenapa? Karena yang tadinya ilegal akhirnya dibuat seolah-olah menjadi legal. Dan ini menjadi beban bagi si KKKS-nya,” katanya.

    Moshe mengatakan, kerja sama dengan sumur rakyat itu dapat merugikan KKKS. Musababnya, KKKS harus bertanggung jawab terhadap sumur yang dikelola BUMD, koperasi, atau UMKM itu, sedangkan sumur tersebut bukan sesuatu yang potensial secara bisnis.

    Terlebih, Permen baru ini juga malah bisa menjadi ‘senjata’ bagi pemegang sumur rakyat untuk memaksa kerja sama dengan KKKS. Moshe menukarkan sejumlah ‘beban’ yang harus ditanggung KKKS itu seperti memperbaiki tata kelola sumur rakyat, menanggung keselamatan, hingga menjaga lingkungan.

    Dalam beleid terbaru itu, gubernur/bupati/wali kota, SKK Migas atau BPMA, dan KKKS diminta untuk membina dan memperbaiki tata kelola sumur rakyat. Pembinaan dan perbaikan itu meliputi good engineering practices, keselamatan dan kesehatan kerja, pengelolaan lingkungan hidup, keamanan, keekonomian, serta monitoring dan evaluasi.

    Menurut Moshe, ini sesuatu yang sukar dicapai. Sebab, melakukan pembinaan pada sumur yang dikelola masyarakat bukan hal mudah.

    Dia juga mengingatkan bahwa pengelolaan sumur rakyat masih rentan akan keselamatan dan kesehatan kerja, serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pedoman good engineering practices. Moshe menyebut, setiap tahunnya selalu terjadi kecelakaan kerja seperti kebakaran yang menimbulkan korban jiwa.

    Sementara KKKS wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penerimaan minyak sejak titik serah sumur minyak BUMD, koperasi, atau UMKM. Moshe menilai hal ini bisa menjadi ancaman bagi investor.

    “Kalau ini dibenarkan dan dibiarkan, tanggung jawabnya itu didorong ke KKKS, wah itu investor bisa kabur,” ucapnya.

    Alih-alih memperbolehkan KKKS bekerja sama dengan sumur rakyat, Mose mengingatkan pemerintah sebaiknya membentuk badan khusus pemberantas sumur ilegal itu.

    Pada praktiknya, masyarakat hanya menjadi korban. Pasalnya, dalam operasional sumur rakyat itu terdapat oknum dari pelindung sampai pembeli minyaknya. Oleh karena itu, menurutnya, operasional sumur rakyat itu seolah menjadi kejahatan yang terstruktur.

    “Jadi menurut saya, daripada nge-push Permen seperti ini, lebih baik membentuk sebuah badan pemberantas sumur ilegal,” kata Moshe.

    Dia mengatakan, badan tersebut harus dibuat selayaknya Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bertugas memberantas narkoba. Badan itu harus berdiri sendiri sehingga saat rezim berganti, badan itu tetap berdiri.

    “Siapa yang memimpin badan ini? Bukan Kementerian ESDM, tapi instansi yang bertanggung jawab terhadap hukum,” kata Moshe.

    Iklim Investasi Perlu Dijaga

    Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengingatkan agar upaya merangkul sumur rakyat oleh pemerintah itu, jangan sampai mengganggu iklim investasi.

    Dia menuturkan, sejatinya aturan kerja sama pengelolaan sumur rakyat sah-sah saja jika sudah ada payung hukum baru itu. Namun, sebaiknya kerja sama antara KKKS dengan BUMD, koperasi, atau UMKM tetap menghormati kontrak kerja sama yang berlaku.

    “Prinsipnya, agar apa yang menjadi objektif pemerintah bisa berjalan tetapi tidak mengganggu kegiatan operasional KKKS yang sudah ada dan tidak mengganggu iklim investasi hulu migas secara keseluruhan,” ucap Pri Agung.

    Dalam Permen Nomor 14 Tahun 2025 tadi, KKKS membeli minyak dari sumur masyarakat dengan harga minimal 80% dari standar Indonesian crude price (ICP) yang ditetapkan Kementerian ESDM. Harga ini merupakan bagian dari biaya operasi kontraktor pada kontrak kerja sama skema cost recovery.

    Sementara untuk skema gross split diberlakukan dengan penyesuaian bagi hasil bagian kontraktor (before tax) menjadi sebesar 93%.

    Sementara itu, BUMD, koperasi, atau UMKM wajib memberikan imbalan kepada kelompok masyarakat yang dilibatkan secara wajar berdasarkan kesepakatan para pihak dan paling tinggi sebesar 70%.

    Di sisi lain, KKKS yang membeli minyak dari sumur rakyat akan mendapat insentif. Insentif berupa tambahan bagi hasil bagian kontraktor paling tinggi sebesar 10% dalam kontrak kerja sama antara pemerintah dan kontraktor berdasarkan rekomendasi SKK Migas atau BPMA sesuai dengan kewenangannya dan persetujuan menteri.

    Menurut Pri Agung, ketentuan harga dan insentif ini cukup masuk akal secara keekonomian. Ini juga merupakan upaya pemerintah yang ingin tetap memperhatikan kepentingan KKKS.

    “Dari sisi keekonomian, itu bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai objektif dengan tetap menyeimbangkan atau memperhatikan kepentingan KKKS,” katanya.

    Dari sisi peningkatan lifting, Pri Agung menilai kerja sama dengan sumur rakyat ini tak akan memberikan peningkatan signifikan. Menurutnya, bisa mendapat tambahan minyak 10.000 barel per hari saja sudah sangat bagus.

    “Terkait peningkatan lifting, skalanya pasti akan terbatas di skala pertambangan rakyat/sumur tua. Bisa mendapat 5.000 – 10.000 barel per hari untuk seluruh sumur idle secara stabil per tahun, sudah bisa dikatakan bagus,” ucapnya.

  • Apindo Ramal Shortfall Pajak Berpotensi Tembus Rp130 Triliun pada 2025

    Apindo Ramal Shortfall Pajak Berpotensi Tembus Rp130 Triliun pada 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan shortfall penerimaan pajak hingga akhir 2025 berpotensi mencapai Rp130 triliun. Hal ini dapat terjadi jika pemerintah tidak segera melakukan upaya ekstra untuk mengerek penerimaan negara tahun ini.

    “Penerimaan pajak sampai akhir 2025, potensi shortfall sekitar Rp130 triliun kalau tidak ada ekstra effort yang bersifat terobosan,” kata Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).

    Menurut Ajib, setidaknya ada tiga indikator yang mendasari proyeksi tersebut. Pertama, target penerimaan pajak 2025 yang dinilai terlalu tinggi, yakni lebih dari 13% dibanding penerimaan pajak 2024.

    Kedua, kata Ajib, penerimaan kuartal I/2025 yang jauh dari ideal. Penerimaan pajak pada kuartal I/2025 tercatat mencapai Rp322,6 triliun atau 14,7% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp2.189,3 triliun.

    “Penerimaan kuartal I/2025, jauh dari ideal, hanya kisaran 14,7%, seharusnya bisa mencapai 20%,” ujarnya. 

    Indikator terakhir yakni pertumbuhan ekonomi 2025 yang sulit mencapai target awal. Sebagaimana diketahui, pada asumsi dasar ekonomi makro APBN 2025, pemerintah telah menyepakati pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2%.

    Ajib menyebut, dengan target awal 5,2%, potensi pertumbuhan ekonomi dikoreksi menjadi 5%. “Dari indikator-indikator ekonomi yang ada, potensi shortfall-nya sangat besar,” ungkapnya. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa penerimaan pajak tercatat sebesar Rp683,3 triliun pada Mei 2025.

    Angka tersebut turun 10,13% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari realisasi pajak Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.

    “Pajak, dalam hal ini terkumpul Rp683,3 triliun atau 31,2% dari target tahun 2025 [senilai Rp2.189,3 triliun],” ucap Sri Mulyani.

    Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp122,9 triliun per Mei 2025. Angka itu setara 40,7% dari target APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.

    Total penerimaan perpajakan, yang terdiri atas pajak dan bea cukai, mencapai Rp806,2 triliun per Mei 2025 atau setara 32,4% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.490,9 triliun. Angka itu turun 7,2% dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan per Mei 2024 sebesar Rp869,50 triliun.

  • Bos Grab Indonesia Buka Suara Soal Driver Ojol jadi Karyawan Tetap

    Bos Grab Indonesia Buka Suara Soal Driver Ojol jadi Karyawan Tetap

    Bisnis.com, JAKARTA — Platform ride-hailing, Grab Indonesia buka suara ihwal nasib pengemudi ojek online alias driver ojol jika berganti status menjadi karyawan tetap.

    Country Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi mengatakan jika status driver ojol berubah menjadi karyawan tetap, mereka harus bersiap menghadapi tes wawancara layaknya pencari kerja.

    Selain itu, para driver ojol juga harus siap bersaing dengan ojol lain dari sisi pendidikan untuk mendapatkan status karyawan tetap. Alhasil, kesempatan untuk menjadi driver ojol semakin terbatas.

    “Kalau mau melamar pekerjaan jadi karyawan tetap, itu harus ikut tes…Tentunya pada waktu dites, yang dipilih adalah yang terbaik. Tidak bisa terbuka untuk semua,” kata Neneng dalam Media Briefing bersama Kementerian UMKM, BPJS Ketenagakerjaan, dan Grab Indonesia di Kantor Kementerian UMKM, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

    Neneng menuturkan untuk menjadi karyawan tetap, maka salah satunya dilihat adalah dari tingkat pendidikan. Dia menambahkan jam kerja karyawan tetap juga ditentukan, misalnya dari pukul 08.00 sampai pukul 17.00.

    “Nanti yang lulusannya bukan lulusan yang paling tinggi, itu tidak mungkin mendapat kesempatan, mungkin,” ujarnya.

    Berdasarkan analisa di negara maju, seperti di Spanyol, Neneng mengakui memang ada kebijakan ojol menjadi karyawan. Sayangnya, dari semula perusahaan bisa menyerap 100% ojol, kini hanya bisa menyerap 17%.

    Sama halnya dengan di Swiss, Neneng menyebut Negeri Alpen itu hanya mampu menyerap sekitar 33%–37% driver ojol dari semula 100%, imbas kebijakan status karyawan.

    Menurut Neneng, jika driver ojol dengan status karyawan tetap itu terjadi, jumlah ojol semakin menipis dan berimbas pada UMKM di Indonesia.

    “Dan yang tadi pada daftar untuk menjadi sampingan, untuk nambah-nambah [penghasilan], apakah bisa [menjadi karyawan tetap]? Tidak bisa, mereka tidak mungkin bisa diterima,” tuturnya.

    Sementara itu, Menteri UMKM Maman Abdurrahman memperkirakan platform ride-hailing seperti Grab—Gojek Cs hanya mampu menyerap alias mengangkat 15–20% driver ojol menjadi karyawan tetap.

    “Saya melihatnya kalau [ojol] di-treatment sebagai pekerja itu prediksi kami kurang lebih sekitar 15%-20% saja yang bisa terakomodasi,” ujar Maman.

    Maman menjelaskan bahwa sebagian besar pengemudi ojol berasal dari latar belakang pendidikan yang rendah, sehingga pengemudi yang terserap dan diangkat menjadi karyawan tetap tidak banyak. Alhasil, situasi ini akan menambah permasalahan sosial baru.

    “Sebagian besar juga di ojol ini banyak juga yang mereka nggak tamatan SMP, nggak tamatan SMA, artinya secara pendidikan mereka belum proper. Nah, ini juga kita harus lindungi dan kita harus jaga,” ujarnya.

    Maman menyebut bahwa ada sekitar 5 juta driver ojol yang bergabung di semua platform ride-hailing seperti Grab—Gojek Cs. Meski begitu, menurut kalkulasinya hanya ada sekitar 30%–40% ojol yang aktif bekerja sebagai pengemudi.

    Transformasi Menjadi Mitra UMKM

    Untuk itu, dia menyarankan agar para pengemudi ojol lebih baik didorong untuk menjadi pelaku UMKM, alih-alih menjadi sebagai tenaga kerja alias karyawan tetap. Hal ini mengingat para pengemudi ojol juga bekerja sebagai paruh waktu.

    “Kalau kita treatment [driver ojol] sebagai tenaga kerja, berarti mekanismenya harus mengikuti mekanisme ketenagakerjaan. Yang di mana, sebagian besar rata-rata mereka yang masuk sebagai mitra ojol di sini adalah mereka yang lebih mengejar kepada pekerjaan paruh waktu. Yang mereka juga sebetulnya ingin punya aktivitas pekerjaan lain,” terangnya.

    Menurut Maman, salah satu cara melindungi para pengemudi ojol adalah dengan menjadikan mereka sebagai mitra UMKM. Pasalnya, dengan menjadi UMKM, maka para driver ojol bisa mendapatkan sederet insentif yang telah disiapkan pemerintah, mulai dari BBM bersubsidi, LPG, hingga kredit usaha rakyat (KUR).

    Di sisi lain, dia mengungkap bahwa sebagian besar ojol lebih menginginkan tetap dengan status kemitraan. Adapun, Kementerian UMKM akan membuat format insentif tambahan ke depan kepada para ojol, termasuk menaikkan pendapatan ojol Grab-Gojek Cs.

    “Inilah yang menjadi tugas kami, Kementerian UMKM untuk mencari atau membuat sebuah format-format bagaimana insentif-insentif tambahan, yang tadinya mungkin pendapatan mereka sekian, dengan berjalan perkembangan waktu, mereka bisa kita naikkan pendapatannya,” tandasnya.

  • Penjualan Rokok Lesu, Produsen Menanti Moratorium Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

    Penjualan Rokok Lesu, Produsen Menanti Moratorium Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

    Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menantikan sinyal dari pemerintah untuk menahan laju kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selama 3 tahun ke depan guna memulihkan kinerja pertumbuhan industri hasil tembakau (IHT). 

    Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi mengatakan, pihaknya mencatat penjualan rokok pada awal tahun ini mengalami perbaikan yang positif dibandingkan tahun lalu. Hal ini dikarenakan tahun ini pemerintah menetapkan untuk tidak menaikkan CHT.  

    “Jadi kami sangat berharap lah kalau memang bisa direalisasikan moratorium 3 tahun itu,” kata Benny kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025). 

    Untuk diketahui, pemerintah sebelumnya telah menetapkan kenaikan cukai rokok dengan rata-rata 10% pada 2023 dan 2024. Ketentuan ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 191/2022. 

    Kenaikan tarif rata-rata cukai 2 tahun terakhir mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, terlebih pascapandemi yang melonjak rata-rata di atas 20%. 

    Menurut pelaku usaha, kondisi tersebut menekan industri pengolahan tembakau. Padahal, industri ini telah berkontribusi besar pada penerimaan negara. Cukai rokok menyumbang Rp216,9 triliun dari total penerimaan cukai tahun 2024 senilai Rp226,4 triliun. 

    “Kalau dari data penegusan cukai sampai triwulan pertama sampai Maret, kelihatannya sih relatif cukup bagus, kelihatannya sih relatif bagus untuk SPM [sigaret putih mesin] mungkin karena ada kebijakan, tidak ada kenaikan cukai kemarin kan 2025,” terangnya. 

    Kendati demikian, dia menerangkan bahwa meski tahun ini cukai tidak naik, terdapat sejumlah tantangan yang menekan kinerja industri rokok. Tekanan yang dimaksud berasal dari kebijakan pembatasan penjualan rokok dalam PP No. 28/2023 tentang kesehatan maupun turunannya. 

    Beberapa di antaranya seperti rencana penyeragaman kemasan polos yang dapat menghilangkan keadilan dalam berusaha. Aturan yang disebut akan tertuang dalam rancangan peraturan menteri kesehatan (R-Permenkes) itu disebut akan memicu tumbuhnya rokok ilegal. 

    “Dengan tidak adanya pembeda antara satu rokok dengan yang lain justru yang akan lebih masif adalah rokok-rokok ilegal,” tambahnya.

    Merujuk pada data Dirjen Bea Cukai, penindakan terhadap rokok ilegal pada 2024 mencapai 20.000 kasus, sementara pada 2023 dan 2022 masing-masing di angka 22.000 kasus dengan total 752 juta batang rokok ilegal diamankan.

    Adapun, pada kuartal I/2025, DJBC juga melakukan 2.928 penindakan dengan total 257,27 juta batang rokok ilegal yang disita dan nilai ekonominya berkisar Rp367 miliar.

    Dalam hal ini, Benny menyepakati bahwa aspek kesehatan menjadi hal yang harus diutamakan. Namun, dia menilai Indonesia masih memerlukan kontribusi CHT untuk penerimaan negara. 

    Pihak Gaprindo juga berharap pemerintah merealisasikan moratorium kenaikan cukai selama 3 tahun. Menurut dia, hal ini penting untuk mendukung pemulihan industri dan menjaga lapangan pekerjaan di sektor ini.

    “Kita kan punya target tumbuh 8%. Tapi tahun ini bisa 5% juga enggak mungkin kayaknya. Itu pun ada kontribusi rokok. Kalau rokok ditekan lagi, ya bagaimana mungkin 4,5% pun enggak nyampe, bisa-bisa,” ujarnya.

  • Pengamat: Aturan Kerja Sama Sumur Minyak Rakyat Jangan Sampai Ganggu Investasi

    Pengamat: Aturan Kerja Sama Sumur Minyak Rakyat Jangan Sampai Ganggu Investasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat mengingatkan agar aturan baru terkait kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang diperbolehkan bekerja sama dan membeli minyak dari sumur rakyat tak mengganggu iklim investasi.

    Adapun, aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi.

    Dalam beleid itu, KKKS kini boleh bekerja sama dan wajib membeli minyak dari sumur rakyat yang berada dalam wilayah kerja (WK) dan di luar wilayah operasi. Sumur minyak masyarakat adalah sumur yang dikelola oleh badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, atau UMKM.

    Ketentuan ini dibuat untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi (migas) nasional.

    Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, aturan tersebut sah-sah saja. Namun, sebaiknya kerja sama antara KKKS dengan BUMD, koperasi, atau UMKM dilakukan dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang ada dan tetap menghormati kontrak kerja sama yang berlaku.

    Dia juga mengingatkan agar implementasi kerja sama itu kelak tidak mengganggu iklim investasi.

    “Prinsipnya, agar apa yang menjadi objektif pemerintah bisa berjalan tetapi tidak mengganggu kegiatan operasional KKKS yang sudah ada dan tidak mengganggu iklim investasi hulu migas secara keseluruhan,” ucap Pri Agung kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).

    Dalam beleid terbaru itu, KKKS membeli minyak dari sumur masyarakat dengan harga minimal 80% dari standar Indonesian crude price (ICP) yang ditetapkan Kementerian ESDM. Harga ini merupakan bagian dari biaya operasi kontraktor pada kontrak kerja sama skema cost recovery.

    Sementara untuk skema gross split diberlakukan dengan penyesuaian bagi hasil bagian kontraktor (before tax) menjadi sebesar 93%. Sementara itu, BUMD, koperasi, atau UMKM wajib memberikan imbalan kepada kelompok masyarakat yang dilibatkan secara wajar berdasarkan kesepakatan para pihak dan paling tinggi sebesar 70%.

    Menurut Pri Agung, ketentuan harga ini cukup masuk akal secara keekonomian. Ini juga merupakan upaya pemerintah yang ingin tetap memperhatikan kepentingan KKKS.

    “Dari sisi keekonomian, itu bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai objektif dengan tetap menyeimbangkan atau memperhatikan kepentingan KKKS,” katanya.

    Dari sisi peningkatan lifting, Pri Agung menilai kerja sama dengan sumur rakyat ini tak akan memberikan peningkatan signifikan. Menurutnya, bisa mendapat tambahan minyak 10.000 barel per hari saja sudah sangat bagus.

    “Terkait peningkatan lifting, skalanya pasti akan terbatas di skala pertambangan rakyat/sumur tua. Bisa mendapat 5.000 – 10.000 barel per hari untuk seluruh sumur idle secara stabil per tahun, sudah bisa dikatakan bagus,” ucap Pri Agung.

    Dalam Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 itu, jika KKKS telah sepakat bekerja sama dengan sumur rakyat, mereka wajib membeli minyak dari sumur yg dikelola BUMD, koperasi, atau UMKM itu. Di sisi lain, KKKS yang membeli minyak dari sumur rakyat akan mendapat insentif.

    “Insentif berupa tambahan bagi hasil bagian kontraktor paling tinggi sebesar 10% dalam kontrak kerja sama antara pemerintah dan kontraktor berdasarkan rekomendasi SKK Migas atau BPMA sesuai dengan kewenangannya dan persetujuan menteri,” demikian bunyi Pasal 27 beleid tersebut.

    Sedangkan, BUMD, koperasi, atau UMKM yang tak menjual minyak ke KKKS akan dilakukan penindakan hukum. Adapun, kerja sama antara KKKS dengan sumur rakyat ini dilakukan pada periode penanganan sementara paling lama 4 tahun sejak berlakunya Permen ini atau hingga 2029.

    Dalam kerja sama ini BUMD, koperasi, atau UMKM bertanggung jawab atas aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan pedoman good engineering practices.

    Sementara KKKS wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam penerimaan minyak sejak titik serah sumur minyak BUMD, koperasi, atau UMKM.

  • Survei: Milenial Kurangi Tabungan, Gen Z dan Gen X Makin Ogah Makan di Luar

    Survei: Milenial Kurangi Tabungan, Gen Z dan Gen X Makin Ogah Makan di Luar

    Bisnis.com, JAKARTA — Survei YouGov Indonesia mengungkap fenomena unik penyesuaian gaya hidup masyarakat Tanah Air pada tiap generasi, seperti soal tabungan, di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian.

    General Manager YouGov Indonesia Edward Hutasoit menjelaskan secara umum masyarakat Indonesia cenderung adaptif dan tetap optimistis.

    Buktinya, dari survei terhadap 2.067 responden di seluruh Indonesia, sebanyak 68% persen masih merasa optimistis, terutama bagi generasi umur 35—44 tahun (72%), umur 25—34 tahun (68%), dan umur 55 ke atas (67%).

    Sementara, optimisme umur 18—24 tahun dan umur 45—54 tahun cukup tinggi, yaitu sama-sama 65%, tapi porsi yang pesimistis lebih tinggi ketimbang generasi umur lain.

    “Mereka meninjau ulang pengeluaran rumah tangga, menyesuaikan gaya hidup, dan mengambil langkah finansial yang lebih hati-hati—semua ini menunjukkan bagaimana masyarakat belajar bertahan sekaligus bersiap menyambut masa depan, meski kondisi belum ideal,” ujarnya dalam laporannya, dikutip pada Selasa (17/6/2025).

    Dari sisi prioritas belanja di tengah kondisi terkini, tampak bahwa milenial dan Gen X sangat mengutamakan belanja kebutuhan sehari-hari, masing-masing 30% dan 40% dari responden per kategori.

    Sementara itu, kebanyakan Gen Z masih mau memprioritaskan belanja non-groceries, seperti untuk kebutuhan personal dan kecantikan (21%), serta belanja pakaian (20%).

    Bahkan, dari sisi strategi penghematan lewat pemotongan pengeluaran, Gen Z justru memangkas biaya-biaya terkait kesehatan, kebutuhan sehari-hari, dan makan di luar.

    Sedikit berbeda, Gen X paling banyak mengurangi pengeluaran dari makan di luar (23%), disusul belanja pakaian (22%), dan belanja hiburan (19%).

    Milenial tampak paling tragis, karena mayoritas melakukan penghematan dengan tidak menabung. Menyusul kemudian, pengeluaran untuk makanan siap saji dan perjalanan udara internasional.

    “Temuan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana masyarakat mengatur ulang prioritas mereka. Bagi pelaku usaha, institusi, maupun pengambil kebijakan, ini adalah kesempatan untuk membangun pendekatan yang lebih relevan, empatik, dan berdampak nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia,” tutup Edward.

  • Kemenkeu: Anggaran MBG Baru Tersalurkan Rp4,4 Triliun atau 6,2% dari Pagu

    Kemenkeu: Anggaran MBG Baru Tersalurkan Rp4,4 Triliun atau 6,2% dari Pagu

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mencatat penyaluran anggaran Makan Bergizi Gratis atau MBG mencapai Rp4,4 triliun dan telah dinikmati sebanyak 4,89 juta penerima. 

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan realisasi per 12 Juni 2025 tersebut naik Rp1,1 triliun dari periode akhir Mei yang senilai Rp3,3 triliun. 

    “Ini dilaksanakan oleh 1.716 SPPG dan manfaatnya diterima oleh sekitar 4,89 juta penerima manfaat sesuai dengan arahan Presiden,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (17/6/2025).

    Awalnya, pemerintah menargetkan penerima manfaat di 2025 sebanyak 17,9 juta orang dengan anggaran senilai Rp71 triliun. 

    Kemudian target penerima manfaat MBG pada tahun ini dinaikkan dan menuju 82,9 juta penerima dan dilayani oleh 32.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan anggaran tambahan dari pagu awal menjadi Rp171 triliun. 

    “Kami menyiapkan anggaran tambahan sampai dengan Rp100 triliun yang nanti realisasinya akan kami sampaikan secara rutin bergantung kepada kecepatan realisasi penerima manfaat oleh Badan Gizi Nasional,” lanjut Sua.

    Melihat secara persentase, artinya penyaluran anggaran MBG hingga pertangahan tahun ini baru mencapai 6,2% dari pagu awal Rp71 triliun.

    Adapun untuk tahun depan, anggaran untuk Badan Gizi Nasional (BGN) direncanakan senilai Rp217,86 triliun.

    Bahkan pagu indikatif untuk BGN tersebut menjadi yang terbesar dari seluruh K/L menggeser posisi Kementerian Pertahanan yang langganan menempati posisi pertama dengan anggaran paling gemuk dalam APBN.

    Adapun, secara umum pemerintah telah melakukan belanja senilai Rp1.016,3 triliun sepanjang tahun ini hingga Mei 2025.

    Terdiri dari belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp649,2 triliun yang termasuk di dalamnya belanja K/L senilai Rp325,7 triliun dan belanja nonK/L senilai Rp368,5 triliun.

    Sementara belanja melalui Transfer ke Daerah (TKD) telah terealisir senilai Rp322 triliun atau mencakup 35% terhadap APBN. 

  • Pengusaha Proyeksi Ekspor Batu Bara RI ke China & India Lesu Tahun Ini

    Pengusaha Proyeksi Ekspor Batu Bara RI ke China & India Lesu Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha memproyeksi volume ekspor batu bara ke China dan India merosot tahun ini. Hal ini tak lepas dari melemahnya permintaan dari kedua pasar terbesar emas hitam RI itu.

    Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengatakan, melemahnya permintaan itu terjadi karena China dan India tengah meningkatkan konsumsi energi dalam negeri.

    “Memang trennya di tahun 2025 ini akan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nah, ini karena tentu saja market demand-nya juga melemah di China dan India, mereka boosting domestic consumption,” kata Hendra dalam acara peluncuran laporan The Energy Shift Institute (ISI), Selasa (17/6/2025).

    Khusus pasar China, impor batu bara RI ke negara turun secara tahunan (yoy) dalam 3 bulan berturut-turut. Bea Cukai China mencatat impor batu bara dari Indonesia mencapai 14,28 juta ton pada April 2025. Volume impor itu merosot 20% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Kendati demikian, Hendra tak begitu khawatir. Sebab, permintaan batu bara untuk domestik dinilai masih tinggi. Hal ini seiring dengan pemerintah yang memiliki target mewujudkan swasembada energi.

    “[Permintaan batu bara] relatif masih cukup panjang hanya untuk memenuhi kepentingan domestik, apalagi di asta cita pemerintah, swasembada energi ini merupakan salah satu prioritas,” katanya.

    Lebih lanjut, Hendra juga mengungkapkan ketegangan geopolitik di Timur Tengah maupun India-Pakistan juga tak akan mengganggu kinerja ekspor batu bara.

    Pasalnya, sekitar 98% hingga 99% ekspor batu bara Indonesia ditujukan ke negara-negara di kawasan Asia.

    “Jadi kita banyak mendapat pertanyaan satu dua hari ini mengenai konflik di Timur Tengah, bagaimana dampaknya terhadap batu bara Indonesia, tentu saja minimum impak ya. jadi less impact lah gitu ya,” tutur Hendra.

  • Dirjen Djaka Bea Cukai Umumkan Rencana Pembentukan Satgas Berantas Rokok Ilegal

    Dirjen Djaka Bea Cukai Umumkan Rencana Pembentukan Satgas Berantas Rokok Ilegal

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Djaka Budi Utama menyebut akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Peredaran Rokok Ilegal dalam rangka mengatasi peredaran barang kena cukai tersebut. 

    Djaka berjanji akan melakukan operasi penindakan barang ilegal tersebut secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. “Insyaallah saya akan membentuk Satgas Pencegahan Rokok Ilegal,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (17/6/2025).

    Dia menyebut sepanjang 2025 Bea Cukai minim melakukan penindakan namun jumlah barang yang ditindak justru lebih banyak. Menurut Djaka sepanjang tahun berjalan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu atau secara year-on-year (YoY), penindakan yang dilakukan oleh Bea Cukai terkait dengan rokok ilegal terjadi penurunan sebesar 13,2%. Sementara jumlah barang yang ditindak mencapai 285,81 juta batang rokok ilegal atau meningkat 32% YoY. 

    Teranyar, Bea Cukai baru saja melakukan penindakan serentak rokok ilegal di wilayah Aceh sebanyak 4,62 juta barang dengan nilai sekitar Rp7,02 miliar. 

    Rokok tersebut terdiri dari Rokok Machester Royal Red (truk) sebanyak 250.000 batang senilai Rp391,25 juta, Rokok Machester Royal Red (Gudang) sebanyak 1,75 juta batang senilai Rp2,74 miliar, dan rokok ABI Blueberry sebanyak 2,62 juta batang senilai Rp3,89 miliar. 

    Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dugaan pelanggaran rokok ilegal sepanjang tahun 2024 ditemukan bahwa rokok polos menempati posisi teratas sebesar 95,44%, disusul palsu sebesar 1,95%, salah peruntukan 1,13%, bekas 0,51%, dan salah personalisasi 0,37%. Risiko kerugian negara diperkirakan Rp97,81 triliun.

    Adapun, penerimaan kepabeanan dan cukai termasuk dari cukai rokok pada Mei 2025 tercatat mencapai Rp22,9 triliun atau tumbuh sebesar 71,1% YoY. Utamanya didorong kebijakan penundaan pelunasan pita cukai dari 3 bulan (2024) menjadi 2 bulan pada tahun ini.

    Jika dilakukan normalisasi atau tanpa penundaan pelunasan, penerimaan cukai pada Mei 2025 tetap meningkat. 

  • Kemenkeu Cairkan Utang Baru Rp349,3 Triliun untuk Biayai Proyek APBN 2025

    Kemenkeu Cairkan Utang Baru Rp349,3 Triliun untuk Biayai Proyek APBN 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono melaporkan pemerintah telah melakukan penarikan utang baru senilai Rp349,3 triliun hingga Mei 2025.  untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN. 

    Realisasi tersebut telah mencapai 45% dari total target pembiayaan utang melalui Surat Berharga Negara (SBN) neto dan pinjaman yang senilai Rp775,9 triliun. 

    Dalam periode ini, pemerintah juga melakukan pembiayaan non-utang senilai Rp24,5 triliun. 

    “Pembiayaan non-utang di sini minus Rp24,5 triliun artinya kita beirnvestasi ke hal-hal khusus. Ini tidak menambah utang,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (17/6/2025).

    Dengan demikian, pembiayaan anggaran hingga Mei 2025 mencapai 324,8 triliun atau 52,7% dari target APBN senilai Rp616,2 triliun. 

    Thomas menuturkan bahwa pemenuhan pembiayaan utang berjalan secara on track dengan berbagai langkah mitigasi risiko. 

    Mulai dari pengadaan pembiayaan utang secara pruden, fleksibel, oportunistik, terukur, mencakup aspek timing sizing, instrumen, maupun currency mix. Sebagaimana pemerintah menerbitkan obligasi dengan denominasi yen Jepang pada bulan lalu. 

    Langkah mitigasi lainnya, yakni pemerintah telah melakukan prefunding, cash buffer yang memadai, dan active cash dan debt management.

    Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pendapatan negara sepanjang Januari—Mei 2025 mencapai Rp995,3 triliun. 

    Penerimaan pajak mencapai Rp683,3 triliun atau 31,2% dari target APBN 2025 senilai Rp2.189,2 triliun. Kinerja penerimaan pajak itu turun 11,28% (year on year/YoY) dari Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.

    Realisasi belanja negara hingga Mei 2025 tercatat senilai Rp1.016,3 triliun. Pengeluaran itu terdiri dari belanja pemerintah pusat senilai Rp694,2 triliun dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp322 triliun.

    Alhasil, APBN 2025 mencatatkan defisit senilai Rp21 triliun atau 0,09%erhadpa produk domestik bruto (PDB). Realisasi tersebut masih jauh dari ketentuan defisit 2,53%. “Jadi ini Rp21 triliun masih sangat kecil, tapi kita terus akan memantau perkembangan pelaksanaan APBN,” tuturnya. 

    Secara bruto per 3 Juni 2025, melihat dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, pemerintah telah menerbitkan SBN senilai Rp593 triliun. 

    Terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp414,11 triliun yang didominasi rupiah senilai Rp346,56 triliun. Sementara penerbitan melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mencapai Rp178,89 triliun dan didinominasi denominasi rupiah senilai Rp134,46 triliun.