Category: Bisnis.com Ekonomi

  • GAPKI Ungkap Segudang Tantangan Industri Sawit Tahun Ini

    GAPKI Ungkap Segudang Tantangan Industri Sawit Tahun Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan 2025 menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri kelapa sawit, baik dari sisi produksi, ketersediaan ekspor, maupun harga.

    Executive Director Gapki Mukhti Sardjono menyampaikan, saat ini, pemerintah Amerika Serikat (AS), salah satu negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia, mengenakan tarif impor sebesar 32% untuk Indonesia. Tarif yang dikenakan AS ini lebih tinggi dibanding pesaing Indonesia yaitu Malaysia sebesar 24%.

    Menurut perhitungan Gapki, beban ekspor sawit Indonesia saat ini mencapai US$221,12 per ton, lebih tinggi dari beban ekspor minyak sawit Malaysia sebesar US$140 per ton.

    “Jadi kita bisa melihat daya saing kita kalah,” kata Mukthi dalam agenda Bisnis Indonesia Forum di kantor Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).

    Kemudian, memasuki Maret 2025, Gapki melihat adanya keseimbangan kembali harga minyak nabati, yang ditunjukkan dengan menurunnya harga minyak kelapa sawit (crude palm oil /CPO) di bawah harga minyak rapeseed maupun sunflower oil. 

    Industri sawit Tanah Air juga ikut terbebani dengan perkembangan geopolitik yang tidak menentu. Mukthi menyebut, perang yang terjadi antara Rusia-Ukraina, India-Pakistan, dan Timur-Tengah yang semakin meningkat eskalasinya mendorong harga energi meningkat. 

    Kendati begitu, ada kekhawatiran terhadap kinerja ekspor minyak sawit jika negara tujuan mengalami krisis ekonomi imbas kondisi geopolitik saat ini.

    “Jadi kalau kita melihatnya 2025 sebagai tahun yang penuh tantangan,” ujarnya.

    Dari dalam negeri, industri ini juga menemui sejumlah tantangan. Mulai dari produksi dan produktivitas yang relatif stagnan dan cenderung turun; kebutuhan dalam negeri, baik untuk pangan, energi, dan industri oleokimia yang terus meningkat; hingga ketidakpastian hukum dan berusaha.

    Terkait ketidakpastian hukum dan berusaha, Mukthi menuturkan bahwa saat ini sekitar 37 instansi mengatur atau terlibat dalam industri sawit. Selain itu, banyak peraturan perundangan yang tumpang tindih, hingga kebijakan yang mudah berubah-ubah.

    Belum lagi, perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan. Adapun, dia meminta pemerintah segera menyelesaikan permasalahan perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan. Pasalnya, hal ini dapat berdampak terhadap produksi kelapa sawit di Indonesia. 

    “Jika kebun sawit tidak segera dilanjutkan pengelolaannya, akan berpotensi terjadinya PHK dan kehilangan produksi,” pungkasnya.

  • Pakar: RI Berpeluang Investasi Migas di Rusia & Impor Minyak Murah

    Pakar: RI Berpeluang Investasi Migas di Rusia & Impor Minyak Murah

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia menjajaki kerja sama dengan Rusia di sektor energi, khususnya peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas). Pengamat pun menilai keterlibatan Rusia di sejumlah proyek energi nasional cukup prospektif.

    Praktisi Migas Hadi Ismoyo mengatakan, usaha pemerintah untuk menjalin kerja sama dengan Rusia di bidang energi perlu diapresiasi, supaya tidak hanya selalu berkiblat dengan Barat. Terlebih, teknologi dan sumber daya alam Rusia juga tidak kalah dengan Barat.

    Menurut Hadi, prospek keterlibatan Rusia bisa di dua bidang sekaligus, yakni hulu maupun hilir migas. Dia menuturkan, di bidang hulu, kerja sama itu bisa menimbulkan timbal balik.

    Mantan sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) menilai bahwa Indonesia melalui Pertamina bisa masuk ke Rusia. Indonesia bisa menggantikan negara-negara Barat yang saat ini hengkang dari Rusia. 

    “Apalagi, Rusia mempunyai resources migas yang sangat besar. Saat ini Rusia merupakan produsen minyak terbesar ketiga setelah AS dan KSA [Kerajaan Saudi Arabia]. Rusia memproduksi 10 juta barel per hari,” ucap Hadi kepada Bisnis, Selasa (24/6/2025). 

    Di satu sisi, kerja sama tersebut juga bisa mengundang Rusia untuk melakukan eksplorasi di Indonesia dalam program Giant Road Map Exploration at Indonesia. Ini terutama explorasi di tiga wilayah yang sangat berpotensi terdapat giant discovery yaitu Jawa Timur, Kalimantan, dan Papua.

    Sementara itu, di bidang hilir, keja sama dengan Rusia dapat memberi Indonesia harga minyak yang lebih murah. Hal ini tak lepas dari produksi minyak Negara Beruang Merah yang sangat besar. 

    “Rusia adalah eksportir minyak dengan harga yang lebih murah dari harga Brent sehingga sangat menarik bagi Indonesia dalam rangka diversifikasi pasokan energi. India dan China sudah mengambil kesempatan tersebut lebih awal,” kata Hadi.

    Dia melanjutkan, dengan posisi Indonesia yang saat ini menjadi importir minyak, maka kerja sama dengan Rusia sangat strategis.

    Hadi menjelaskan, jika RI masuk di hulu migas Rusia, Indonesia mendapatkan bagian migas yang bisa dibawa ke Tanah Air untuk mengamankan pasokan energi nasional. 

    Sementara itu, di bidang hilir dengan harga yang menarik, Rusia bisa menjadi mitra dagang dalam impor minyak untuk memenuhi kebutuhan RI dengan harga yang lebih murah.

    Namun, semua itu tidak semudah membalikkan tangan. Pasalnya, Rusia masih dikenakan sanksi AS. Oleh karena itu, perlu lobi-lobi tingkat tinggi secara bertahap supaya Indonesia bisa seperti India dan China. 

    “Kalau India dan China bisa, seharusnya Indonesia juga bisa,” ucap Hadi.

    Sebelumnya, Indonesia-Rusia menjajaki peluang kerja sama untuk mengerjakan proyek eksplorasi dan produksi gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) hingga pasokan minyak usai Presiden Prabowo Subianto kunjungan ke negara itu. 

    Presiden Rusia Vladimir Putin menginisiasi langkah modernisasi infrastruktur migas. Adapun, modernisasi yang dimaksud mencakup pemanfaatan teknologi terkini untuk mengoptimalkan sumur yang selama ini dianggap kurang produktif. 

    “Kami bersedia memodernisasi infrastruktur supaya mendongkrak produksi minyak dari ladang tua,” ujar Putin saat konferensi pers beberapa waktu lalu. 

    Asal tahu saja, relasi Indonesia-Rusia telah terjalin kuat lewat kolaborasi di sektor energi, mulai dari di migas, batu bara, ketenagalistrikan, energi baru dan terbarukan (EBT), serta efisiensi energi.  

    Salah satunya, rencana pembangunan kilang minyak dan kompleks petrokimia di Jawa Timur. Model kolaborasi ini diharapkan pemerintah Indonesia menjadi pijakan bagi proyek-proyek migas masa depan, sekaligus menyuntikkan investasi teknologi tinggi ke dalam industri nasional.

  • DPR Minta Pemerintah Mitigasi Risiko Rencana Penutupan Selat Hormuz

    DPR Minta Pemerintah Mitigasi Risiko Rencana Penutupan Selat Hormuz

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR RI mendesak pemerintah untuk segera memitigasi risiko dari rencana penutupan Selat Hormuz yang dapat berdampak pada harga minyak hingga pengelolaan APBN.

    Ketua DPR RI Puan Maharani menuturkan belum ada titik terang selama negara yang terlibat perang tidak melakukan gencatan senjata. Kondisi ini memicu hadirnya risiko ekonomi dan keuangan yang berkepanjangan. 

    “Pemerintah harus segera memitigasi perkembangan ini tentu saja terkait dengan kurs rupiah, subsidi BBM dan hal-hal lain yang terkait dengan perkembangan situasi global,” ungkapnya kepada awak media di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (24/6/2025).

    Puan pun menyampaikan bahwa dalam waktu dekat, DPR akan membahas terkait rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 beserta risiko-risiko eksternal yang tertransmisikan ke dalam negeri. 

    Pasalnya, perekonomian global tahun depan diproyeksi masih akan dihadapkan pada situasi yang dinamis dan tidak menentu.

    “Oleh karena itu, pembahasan KEM-PPKF [Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal] 2026 harus telah mengantisipasi hal tersebut yang dapat berdampak pada kapasitas APBN untuk menjalankan pembangunan nasional,” ujarnya.

    Di mana situasi seperti konflik geopolitik, geoekonomi, dan perekonomian global yang tidak kondusif akan sangat berpengaruh pada rantai pasok ekonomi global, produktivitas ekonomi, konsumsi masyarakat, daya beli, dan arus modal untuk investasi.

    Dengan kata lain, situasi tersebut akan turut berpengaruh terhadap pengalokasian APBN. 

    Di samping itu, Puan berpesan agar KEM-PPKF 2026 juga harus berisikan kebijakan yang relevan terhadap perkembangan terkini, antara lain putusan Mahkamah Konstitusi untuk pendidikan dasar gratis.

    Meski demikian, Kementerian Keuangan beserta Kementerian Investasi dan Hilirisasi sepakat bahwa perang yang pecah seminggu terakhir di Timur Tengah belum memberikan efek signifikan terhadap ekonomi Indonesia. 

    Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan P. Roeslani mengungkapkan bahwa saat ini appetite atau selara dari investor yang melakukan foreign direct investment (FDI) tak berubah dan tetap tinggi, sekalipun di tengah gejolak yang terjadi. 

    Terjaganya aliran investasi tersebut tak lepas dari aksi penanaman modal dari negara utama di kawasan Asia, utamanya Singapura, China, Hongkong, Malaysia, Jepang, dan Korea.

    “Saya melihat dampaknya [dari segi FDI] boleh dibilang belum kita lihat sampai sejauh ini. Jadi semua masih berjalan,” ujarnya saat ditemui di kantor BKPM, Selasa (24/6/2025).

    Sementera itu, kementerian yang Sri Mulyani Indrawati pimpin mengungkapkan bahwa hasil peninjuan sepekan terakhir, utamanya di pasar keuangan, belum mengindikasikan situasi yang genting. 

    ⁠Termasuk dari sisi rambatan ke dalam negeri melalui tekanan harga minyak terhadap inflasi yang terkait, dengan harga BBM yang dapat diredam dengan adanya subsidi dan kompensasi yang diberikan Pemerintah. 

    Kementerian Keuangan juga menyebutkan masih terdapat ruang fiskal untuk menyerap risiko inflasi terhadap domestik melalui kebijakan pemerintah tersebut.

     “Level tekanan dalam sepekan ini masih berada dalam rentang yang aman dan belum memberikan dampak yang signifikan baik terhadap perekonomian maupun kinerja industri jasa keuangan dalam negeri termasuk terhadap kinerja fiskal,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro, Minggu (22/6/2025). 

  • Garuda Indonesia (GIAA) Tutup Sementara Rute Penerbangan Jakarta-Doha

    Garuda Indonesia (GIAA) Tutup Sementara Rute Penerbangan Jakarta-Doha

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) menutup rute penerbangan Jakarta-Doha, Qatar, selama sepekan akibat meningkatnya eskalasi konflik di Timur Tengah yang melibatkan Israel dan Iran.

    Direktur Niaga Garuda Indonesia Ade R. Susardi menuturkan bahwa ruang udara di sejumlah wilayah Timur Tengah juga sudah ditutup sejak awal pekan ini, sehingga membuat salah satu penerbangan Garuda terpaksa putar balik.

    “Kemarin sama Qatar airspace [ruang udara] ditutup, tetapi kami diinformasikan ketika pesawat sudah terbang. Karena sudah terbang ya dikasih tahu ke kokpit terus balik lagi pesawatnya,” ujarnya di Plaza Mandiri, Jakarta, Selasa (24/6/2025).

    Situasi tersebut akhirnya membuat Garuda Indonesia memutuskan untuk menghentikan rute penerbangan Jakarta-Doha untuk sementara waktu.

    “Kami akan setop dulu sekitar satu minggu sambil memperhatikan. Jadi, tim kami akan memonitor segala situasi dan pada saat dinyatakan sudah lebih baik, both side-nya pasti kami akan terbang kembali,” ujar Ade.

    Kendati demikian, Garuda tetap berkomitmen melindungi hak seluruh penumpang yang terdampak penghentian sementara layanan penerbangan rute Jakarta-Doha.

    Ade menyebutkan bahwa emiten maskapai pelat merah ini juga terus berkoordinasi intensif dengan Qatar Airways guna memastikan seluruh penumpang tidak dirugikan.

    “Kalau ada penumpang yang membatalkan penerbangan, tentu akan kami refund. Kalau tujuannya lanjut dari Doha ke destinasi lain, kemungkinan besar akan kami bantu re-route. Intinya, semua penumpang kami perhatikan,” ucapnya.

    Sebelumnya, melansir laporan resmi Kementerian Perhubungan, beberapa wilayah Flight Information Region (FIR) di kawasan Timur Tengah memang mengalami penutupan sebagai imbas eskalasi konflik Iran–Israel.

    Sejumlah FIR yang sempat terdampak meliputi Kairo (Mesir), Tel Aviv (Israel), Baghdad (Irak), Suriah, Tehran, Bahrain, dan Doha (Qatar). Namun, untuk saat ini, hanya ruang udara Bahrain dan Qatar yang sudah kembali dibuka. 

  • Gapki Desak Pemerintah Segera Selesaikan Polemik Lahan Sawit di Kawasan Hutan

    Gapki Desak Pemerintah Segera Selesaikan Polemik Lahan Sawit di Kawasan Hutan

    Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) meminta pemerintah segera menyelesaikan penguasaan lahan sawit di kawasan hutan. Pasalnya, hal tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu produksi sawit jika tidak segera ditangani dengan cepat.

    Executive Director Gapki Mukhti Sardjono menyampaikan, dari target penguasaan lahan seluas 1,17 juta hektare, baru sekitar 1 juta hektare yang telah dilakukan penguasaan kembali, dari total 369 perusahaan. Adapun data tersebut diperoleh Gapki dari Ketua Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) per 23 Maret 2025.

    “Yang jadi concern kita adalah bagaimana pengelolaan selanjutnya, karena kalau ini tidak dikelola dengan baik, berpotensi turunnya produksi,” kata Mukthi dalam agenda Bisnis Indonesia Forum di kantor Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).

    Untuk diketahui, pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No.5/2025 tentang Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Melalui beleid itu, diatur bahwa penertiban kawasan hutan dilakukan dengan penagihan denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan, dan/atau pemulihan aset di kawasan hutan.

    Gapki, merujuk laporan dari Ketua Satgas per 23 Maret 2025 menyebut bahwa dari target penguasaan lahan seluas 1,27 juta hektare, luas lahan yang telah dilakukan penguasaan kembali baru sekitar 1.001.674 hektare atau 1 juta hektare, luas lahan yang telah dilakukan verifikasi mencapai 710.057 hektare, dan luas lahan yang telah dilakukan verifikasi lapangan 467.136 hektare.

    Kemudian, luas lahan yang telah diserahkan ke PT Agrinas 221.868 hektare dan luas lahan yang siap diserahkan ke PT Agrinas 216.997 hektare.

    “Kalau ini tidak dikelola dengan baik, ini akan memengaruhi tingkat produksi, kemudian terjadinya PHK, dan sebagainya,” ujarnya.

    Sementara itu, Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha menilai perlu adanya strategi dari pemerintah dalam meningkatkan produksi kelapa sawit di Tanah Air, usai 1 juta hektare lahan sawit yang ada telah dikuasai oleh pemerintah.

    Menurut dia, pemerintah perlu menggenjot produksi sawit di lahan yang tidak bermasalah untuk mengantisipasi hilangnya produksi dari lahan sebelumnya.

    “Karena begini, kalau 1 juta hektare di kali 4 ton berarti 4 juta ton lahan sawit tidak berproduksi sehingga harus digantikan supaya secara produksi tidak turun,” tutur Eugenia.

    Sebagai produsen nomor satu kelapa sawit di tingkat dunia, Eugenia menyebut bahwa Indonesia harus memiliki prospek sawit yang cerah. Pasalnya, jika produksi kelapa sawit merosot, perekonomian Indonesia secara keseluruhan akan ikut turun hingga memicu melonjaknya harga pangan secara global.

    “Oleh karena itu, pemerintah dan pengusaha harus buat industri ini punya prospek cerah,” ujarnya. 

  • Petani Keluhkan Ketidakpastian Harga Sawit dan Penertiban Lahan

    Petani Keluhkan Ketidakpastian Harga Sawit dan Penertiban Lahan

    Bisnis.com, JAKARTA — Petani kelapa sawit menghadapi tekanan ganda dari fluktuasi harga tandan buah segar (TBS) serta ketidakpastian akibat penertiban kawasan hutan yang berlangsung masif. 

    Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyoroti kondisi ini sebagai tantangan serius yang bukan hanya berdampak pada ekonomi petani, tetapi juga memengaruhi posisi strategis Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia.

    “Petani saat ini menjadi bagian dari rantai pasok domestik dan global, sehingga apapun yang terjadi pada harga CPO [crude palm oil] akan sangat berpengaruh terhadap harga TBS di tingkat petani,” kata Mutiara Panjaitan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Apkasindo dalam Bisnis Indonesia Forum: Sembelit Industri Sawit, Masihkan Prospektif jadi Penopang? pada Selasa (24/6/2025). 

    Menurut Mutiara, setidaknya ada dua isu utama yang menjadi sorotan petani. Pertama adalah ketidakpastian sosial-ekonomi akibat harga CPO yang sangat fluktuatif, membuat petani ragu apakah sektor sawit masih dapat menopang kesejahteraan mereka ke depan. 

    Isu kedua yang tak kalah penting adalah penertiban kawasan hutan yang dilakukan secara intensif belakangan ini. 

    Mutiara menyebut pendekatan yang dipakai oleh pemerintah dan otoritas terkait belum sepenuhnya diterima dengan utuh oleh petani di lapangan. 

    “Efek psikologisnya besar. Informasi soal siapa subjeknya, apa objeknya, dan berapa luas kawasan yang ditertibkan itu tidak tersampaikan secara utuh ke seluruh anggota,” katanya.

    Dia menambahkan, petani bukan hanya bagian dari rantai pasok, tetapi juga menjadi subjek penting dalam penyelesaian status lahan dan bagian dari program ketahanan nasional, baik pangan maupun energi. 

    “Karena itu, penting sekali agar komunikasi kepada petani dilakukan dengan lebih transparan dan inklusif,” tegasnya.

    Kondisi yang dialami petani juga menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha mengingatkan posisi Indonesia sebagai produsen sawit nomor satu di dunia tak boleh tergeser hanya karena persoalan lahan.

    “Kalau industri sawit kita menurun, maka perekonomian Indonesia secara keseluruhan juga akan terdampak. Dunia butuh sawit Indonesia. Jika pasokan terganggu, harga pangan global bisa melonjak,” kata Eugenia.

    Menurutnya, pemerintah bersama pelaku industri perlu segera merumuskan arah kebijakan dan konsep jangka panjang agar industri sawit Indonesia tetap kompetitif dan berkelanjutan.

    “Jangan sampai Malaysia menggantikan posisi kita hanya karena kita tidak menyelesaikan persoalan di dalam negeri,” kata Eugenia.

  • Ketua Banggar DPR: Pertumbuhan Ekonomi 2026 Idealnya hingga 5,3%

    Ketua Banggar DPR: Pertumbuhan Ekonomi 2026 Idealnya hingga 5,3%

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menilai bahwa Indonesia harus mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%—5,3% agar APBN 2026 menjadi lebih kredibel, sehat, dan berkelanjutan.

    Menurutnya, musuh yang kini dilawan oleh seluruh dunia, termasuk Indonesia adalah ketidakpastian global. Setiap negara pun pastinya akan melakukan proteksi terhadap negaranya masing-masing.

    “Karena globalisasi nampaknya kehilangan arah. Lalu lintas perdagangan sedemikian buruk karena ulahnya Presiden Amerika yang seperti kita alami saat ini, maka [pertumbuhan ekonomi 2026 di kisaran] 5,2% sampai 5,3% itulah yang kredibel, sehat dan berkelanjutan,” terangnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).

    Lebih lanjut, politisi PDIP ini mengemukakan bahwa pada 1 Juli 2025 mendatang, pemerintah dan DPR akan mulai membahas Rancangan APBN (RAPBN) Tahun 2026.

    “Menteri Keuangan akan di Paripurna untuk merespons, memberikan jawaban, tanggapan atas pelbagai pandangan fraksi-fraksi. Setelah itu kami akan raker dengan Menteri Keuangan soal APBN kita ke depan,” ujarnya.

    Adapun, menurut prediksinya APBN 2026 bisa mencapai sekitar Rp3.800 triliun. Dari perkiraannya ini, belanja wajib alias mandatory spending sebesar 20% dari APBN akan disesuaikan untuk menerapkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pendidikan dasar gratis, baik negeri maupun swasta.

    “Katakanlah prediksi saya, APBN sekitar Rp3.800-an [triliun], 20% dari Rp3.800 triliun itu kurang lebih Rp760 triliun. Baik di pusat maupun di daerah, termasuk di dana abadi pendidikan, maka semua akan tercapai,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 mendatang sebesar 4,8%.

    Hal tersebut disampaikan dalam laporan terbarunya bertajuk OECD Economic Outlook June 2025, yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melambat dalam waktu dekat.

    “Pertumbuhan PDB riil diperkirakan akan melambat menjadi 4,7% pada tahun 2025 sebelum sedikit meningkat menjadi 4,8% pada tahun 2026,” tulis OECD dalam dokumen tersebut, dikutip pada Selasa (3/6/2025). 

    Di lain sisi, OECD juga turut memperingatkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi global melambat lebih tajam dari perkiraan sebelumnya, akibat dampak berkepanjangan dari kebijakan proteksionisme dagang Presiden AS Donald Trump terhadap perekonomian domestik Amerika Serikat.

    Dalam laporan Economic Outlook terbaru yang dirilis Selasa (3/6/2025), OECD memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,9% untuk periode 2025—2026, dari estimasi sebelumnya sebesar 3,1% untuk 2025 dan 3,0% untuk 2026. Sebagai perbandingan, pertumbuhan global tahun lalu tercatat 3,3%.

  • Proyek Baterai Antam-CATL Rp97 Triliun Segera Dibangun, Bahlil: Terbesar di Dunia

    Proyek Baterai Antam-CATL Rp97 Triliun Segera Dibangun, Bahlil: Terbesar di Dunia

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengklaim groundbreaking megaproyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) di Maluku Utara bakal jadi yang terbesar di dunia.

    Dia menyebut groundbreaking proyek yang berlokasi di Halmahera Timur itu akan diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada Minggu (29/6/2025).

    Adapun, proyek hilirisasi nikel itu digarap oleh konsorsium Indonesia Battery Corporation (IBC), PT Aneka Tambang Tbk (Antam), dan Contemporary Amperex Technology Co. (CATL). Menurut Bahlil, ini merupakan investasi nikel dari hulu ke hilir.

    “Dari tambang smelter HPAL [high pressure acid leach], prekursor, sampai katoda. Ini pertama kali di dunia sebesar ini,” ujar Bahlil dalam acara dalam acara Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 Lemhannas RI, Selasa (24/5/2025).

    Mantan ketua umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu mengatakan nilai investasi dari proyek tersebut mencapai sekitar US$6 miliar atau setara Rp97,97 triliun (asumsi kurs Rp16.328 per US$).

    Menurut Bahlil, peresmian pembangunan pabrik tersebut bisa memicu investor lain untuk menanamkan modal di Indonesia. Pasalnya, proyek ini membuktikan bahwa hilirisasi di Indonesia lebih ekonomis.

    “Pasti negara-negara lain Juga berpikir kalau ini [hilirisasi] semuanya dilakukan di Indonesia, maka biaya produksi akan lebih murah,” kata Bahlil.

    Sebelumnya, terkait proyek ini, Antam bersama Hong Kong CBL Limited (HKCBL) resmi mendirikan perusahaan patungan atau joint venture (JV) baru dengan nama PT Nickel Cobalt Halmahera (HPAL JVCO).  HKCBL merupakan anak usaha Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) atau cucu usaha dari CATL. 

    Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), pendirian entitas ini dilakukan berdasarkan joint venture agreement (JVA) yang ditandatangani pada 22 Desember 2023 dan disahkan melalui akta notaris pada 10 Juni 2025.  

    HPAL JVCO tercatat memiliki modal dasar senilai Rp10 miliar, dengan setoran awal dari Antam mencapai Rp3 miliar atau setara 30% kepemilikan saham. Adapun, sisanya dikuasai oleh HKCBL sebesar 70%. 

    Manajemen Antam menegaskan bahwa pendirian HPAL JVCO merupakan bagian dari pengembangan proyek baterai EV yang digagas melalui kerja sama antara Antam, IBC, dan CBL. Proyek tersebut mencakup enam subproyek terintegrasi, mulai dari pertambangan, pengolahan nikel, produksi baterai, hingga daur ulang.  

    “Keikutsertaan perseroan dalam proyek baterai EV sangat esensial untuk pertumbuhan jangka panjang,” ungkap manajemen Antam.   
    Sementara itu, berdasarkan hasil studi kelayakan, entitas baru tersebut memiliki potensi net present value (NPV) sebesar US$519,28 juta dengan internal rate of return (IRR) mencapai 15,52% dan profitability index 1,41 kali. Hasil ini berdasarkan penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Suwendho Rinaldy & Rekan (SRR).

  • Bayang-bayang Penurunan Ekspor CPO – Batu Bara di Tengah Konflik Iran – Israel

    Bayang-bayang Penurunan Ekspor CPO – Batu Bara di Tengah Konflik Iran – Israel

    Bisnis.com, JAKARTA — Konflik Iran—Israel yang makin memanas berpotensi mengancam permintaan ekspor batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang merupakan dua komoditas unggulan Indonesia menjadi melemah.

    Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengkhawatirkan ketegangan geopolitik yang membara di kawasan Timur Tengah, terutama konflik yang melibatkan Iran dan negara-negara barat, akan berpotensi pada penurunan permintaan CPO Indonesia.

    Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan potensi penurunan permintaan CPO bakal terjadi jika konflik Iran—Israel terus berlanjut.

    “Kalau perang berkepanjangan dan terjadi krisis ekonomi global ini akan berpengaruh terhadap permintaan minyak sawit Indonesia, potensi penurunan sangat besar,” kata Eddy kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

    Eddy menilai, jika penurunan permintaan ini terjadi akibat dari krisis ekonomi global maka akan cukup sulit mengatasinya. Hal ini lantaran masing-masing negara importir akan sibuk menyelesaikan masalah ekonomi.

    Eddy memperkirakan harga CPO ke depan akan berkisar di rentang US$900-1.000 per metric ton di tengah konflik Iran—Israel yang semakin memanas.

    Dihubungi terpisah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kusuma Dewi mengatakan pihaknya masih melihat situasi, mengingat kondisinya yang saat masih terus berubah.

    Namun pada dasarnya, lanjut Dewi, Kemendag prihatin dengan eskalasi konflik dan berharap konflik Iran—Israel bisa segera usai.

    Petani sedang memanen kelapa sawit

    Di sisi lain, Dewi menuturkan Kemendag tetap berupaya mencari alternatif pasar di tengah konflik Iran—Israel melalui perjanjian dagang, seperti Indonesia—Tunisia yang selangkah lagi menunggu penandatangan.

    “Demikian pula halnya dengan Indonesia-Eurasia yang juga telah selesai. Pembukaan pasar itu tentu merupakan peluang yang ada untuk meningkatkan ekspor Indonesia,” ujar Dewi kepada Bisnis.

    Ekspor CPO dan Batu Bara

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan rata-rata harga komoditas nonenergi, terutama nonminyak dan gas (nonmigas), justru mengalami penurunan. Hal ini seiring dengan kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang semakin menekan sisi permintaan.

    Dia melihat efek tarif Trump berdampak pada penurunan harga batu bara dan sawit di pasar internasional sejak kuartal III/2024 sampai sekarang.

    “Konflik Timur Tengah ini memang mengubah tingkat harga, tetapi lebih di harga minyak dan gas. Harga minyak memang kembali naik setelah turun, kemudian naik. Gas mulai naik, tetapi tidak terlalu signifikan dibandingkan sebelumnya,” kata Faisal kepada Bisnis.

    Sementara itu, lanjut dia, batu bara dan CPO masih relatif tetap rendah meski sudah mulai terlihat mengalami peningkatan harga. Namun, dia melihat peningakatannya tidak terlalu besar dalam beberapa waktu terakhir sejak konflik.

    Dengan kata lain, Faisal menyebut tingkat elastisitas kenaikan harga komoditas nonenergi atau nonminyak masih relatif rendah meski ada kecenderungan meningkat.

    “Kalau lihat kondisi seperti ini terhadap neraca perdagangan kita, justru harga komoditas ekspor andalan kita seperti sawit dan batu bara harganya masih relatif rendah, karena ditambah lagi dengan kebijakan tarif yang menekan dari sisi permintaan,” ungkapnya.

    Menurutnya, jika harga CPO dan batu bara rendah, artinya prospek nilai ekspor juga tidak meningkat secara signifikan. Selain itu, volume perdagangan dua komoditas ini juga diperkirakan melemah lantaran faktor pelemahan permintaan di global.

    Di sisi lain, Faisal menilai konflik yang terjadi di Timur Tengah justru mengerek impor minyak, mengingat Indonesia merupakan net importir minyak. Alhasil, Faisal mewanti-wanti ekspor tidak meningkat signifikan, sedangkan keran impor meningkat.

    “Artinya potensi terhadap rasa perdagangan memang makin lama surplusnya makin tipis menurut saya dalam kondisi seperti sekarang, pasca perang dagang terutama dan juga ditambah lagi dengan konflik yang mendorong kenaikan harga minyak,” tuturnya.

    Sementara itu, ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin memproyeksi komoditas batu bara dan CPO akan mengalami defisit di tengah konflik Iran—Israel yang kian memanas.

    “Keduanya [batu bara dan CPO] merupakan ekspor terbesar kita. Pasti trade deficit akan makin lebar dan current accountmakin mengaga,” kata Wijayanto kepada Bisnis.

    Terlebih, Wijayanto menyebut Indonesia sangat bergantung pada ekspor batu bara dan CPO. Bahkan, kata dia, ekspor batu bara dan CPO mewakili sekitar 20–25% total ekspor Indonesia.

    Untuk itu, Wijayanto menyarankan agar pemerintah perlu bersiap mencari pasar baru, mendiversifikasi usaha, melakukan efisiensi operasional, dan menghindari keputusan-keputusan yang berisiko, termasuk melakukan utang berlebih.

    Selain itu, dia mengimbau agar pemerintah harus mendorong energi baru terbarukan (EBT) untuk menekan impor energi.

    Di samping itu, pemerintah juga perlu mempercepat hilirisasi yang berpegang pada prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (Environmental, Social, and Governance/ESG) untuk mendongkrak nilai tambah ekonomi.

    “Lalu, mendorong percepatan industrialisasi dengan memperbaiki iklim investasi agar kita tidak terjebak sebagai eksportir komoditas yang rentan terhadap siklus komoditas global,” ujarnya.

    Pasalnya, menurut dia, ketegangan di Timur Tengah akan mendorong banyak negara memperkuat kemandirian energi dan pangan. Adapun dalam hal energi, transisi ke energi hijau akan semakin cepat.

    Meski demikian, Wijayanto menilai lonjakan harga kedua komoditas ini hanya dampak sesaat.

    “Jika perang terus berkecamuk, pertumbuhan ekonomi dunia melambat, akhirnya demand terhadap komoditas juga ikut melambat walaupun taraf perlambatan demand masing-masing komoditas berbeda, tergantung elastisitas permintaan,” terangnya.

    Orang berjalan di tengah tumpukan batu bara

    Dalam catatan Bisnis, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor komoditas unggulan, yakni CPO dan turunannya mengalami kenaikan hingga 20% secara kumulatif sepanjang Januari—April 2025.

    Berdasarkan data BPS, nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai US$7,05 miliar pada Januari—April 2025. Angkanya naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$5,87 miliar.

    Tercatat, total volume ekspor CPO dan turunannya mencapai 6,41 juta ton pada Januari—April 2025, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu di level 6,78 juta ton.

    Dari sisi harga, CPO dan turunannya di tingkat global pada Januari—April 2025 berada di level US$1.099,82 per ton. Nilainya naik 26,54% dari Januari—April 2024 yang hanya mencapai US$869,16 per ton.

    Di sisi lain, nilai ekspor batu bara justru turun 9,89% secara kumulatif, yakni dari US$10,18 miliar pada Januari—April 2024 menjadi US$8,17 miliar pada Januari—April 2025. Sedangkan untuk share pada komoditas ini adalah 9,89%.

    Dari sisi volume, komoditas ini turun 5,79% dari 130 juta ton pada Januari—April 2024 menjadi 122,76 juta ton pada Januari—April 2025. Untuk rata-rata nilainya juga turun 14,92% dari US$78,2 per ton menjadi US$66,53 per ton.

  • Bos The Fed Lapor ke Parlemen AS, Bahas Alasan Tahan Suku Bunga

    Bos The Fed Lapor ke Parlemen AS, Bahas Alasan Tahan Suku Bunga

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Federal Reserve Jerome Powell dijadwalkan akan memberikan kesaksian di hadapan parlemen AS pekan ini. 

    Melansir Bloomberg pada Selasa (24/6/2025) Powell akan mencoba menjelaskan alasan bank sentral tetap mempertahankan suku bunga acuan hingga setidaknya September, meski terus ditekan oleh Presiden Donald Trump agar segera menurunkannya.

    Powell akan tampil di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS pada Selasa pukul 10.00 waktu setempat dan kembali bersaksi keesokan harinya di Komite Perbankan Senat. 

    Kesaksian ini dilakukan hanya beberapa hari setelah The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga untuk keempat kalinya secara berturut-turut. Kondisi ini juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik menyusul serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran yang memicu kekhawatiran lonjakan harga minyak dan guncangan terhadap ekonomi global.

    Dalam pernyataan resminya nanti, Powell diperkirakan akan mengulangi pesan dari konferensi pers pekan lalu, bahwa bank sentral masih dalam posisi cukup baik untuk menunggu dan melihat arah ekonomi sebelum mengambil langkah lebih lanjut terhadap suku bunga.

    “Kami ingin mendapatkan lebih banyak data. Selama ekonomi tetap dalam kondisi solid, kami punya ruang untuk menunggu,” ujar Powell pekan lalu. 

    Dia juga menegaskan bahwa beban tarif impor pada akhirnya akan ditanggung oleh konsumen akhir.

    Hingga saat ini, kebijakan tarif pemerintahan Trump belum menunjukkan dampak signifikan terhadap lonjakan harga maupun peningkatan pengangguran yang dikhawatirkan sejumlah pembuat kebijakan. Bahkan, data inflasi inti pilihan The Fed diperkirakan hanya naik 0,1% pada Mei, menandai periode inflasi paling jinak dalam tiga bulan sejak 2020.

    Dua gubernur The Fed, Christopher Waller dan Michelle Bowman, menyatakan dampak tarif terhadap harga kemungkinan bersifat sementara dan membuka peluang pemangkasan suku bunga pada Juli.

    “Powell tampaknya enggan mengambil sikap tegas soal arah inflasi karena menilai risikonya terlalu tinggi jika penilaian keliru,” ujar James Egelhof, Kepala Ekonom AS di BNP Paribas.

    Dampak Konflik Iran

    Konflik antara Iran dan Israel yang kini turut melibatkan AS juga diprediksi akan menjadi topik pertanyaan dari anggota parlemen. AS baru saja melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, namun harga minyak belum menunjukkan lonjakan signifikan.

    Dalam konferensi pers sebelumnya, Powell bersikap hati-hati dalam menanggapi isu tersebut. 

    “Kami memantau situasi, seperti semua orang. Biasanya konflik di Timur Tengah memang memicu lonjakan harga energi, tapi biasanya bersifat sementara,” ujarnya. 

    Powell menambahkan, gejolak harga minyak semacam itu jarang berdampak permanen terhadap inflasi.

    Tekanan Politik dari Partai Republik

    Sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik diperkirakan akan mendesak Powell memberikan pembelaan lebih tegas atas kebijakan menahan suku bunga. Meskipun demikian, sebagian di antaranya mengambil pendekatan lebih moderat dibandingkan Presiden Trump.

    Dan Meuser, anggota Komite Jasa Keuangan dari Pennsylvania, melalui media sosial mengatakan, Powell layak diapresiasi karena mampu menavigasi tantangan ekonomi yang sangat berat. 

    “Namun dengan inflasi mulai turun dan pasar tenaga kerja masih kuat, manfaat dari penurunan suku bunga menjadi semakin jelas,” lanjutnya.

    Sementara itu, Trump terus melancarkan serangan verbal terhadap Powell, termasuk menyebutnya sebagai salah satu orang paling bodoh dan merusak di pemerintahan.

    Dalam pertemuan dengan Trump pada Mei lalu, Powell menegaskan bahwa keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) selalu didasarkan pada analisis yang hati-hati, objektif, dan bebas dari unsur politik.

    “Dia akan tetap tenang dan tak tergoyahkan,” ujar Mark Gertler, profesor ekonomi dari New York University.

    Di sisi lain, dukungan mungkin akan datang dari anggota Partai Demokrat yang khawatir independensi The Fed sedang terancam oleh tekanan politik dari kubu Republik.

    Regulasi Perbankan dan Cadangan Bank

    Isu lainnya yang juga mungkin dibahas dalam kesaksian Powell adalah arah regulasi sektor keuangan. Pemerintahan Trump mendorong pelonggaran aturan, termasuk dengan menunjuk Michelle Bowman sebagai penanggung jawab kebijakan pengawasan di The Fed. 

    Bowman baru-baru ini menyarankan agar regulator meninjau kembali aturan rasio leverage tambahan yang diberlakukan sejak krisis 2008.

    Aturan tersebut mengharuskan bank untuk menahan modal dalam jumlah tertentu terhadap aset yang dimilikinya. Menurut laporan Bloomberg, The Fed dan regulator lainnya tengah mempertimbangkan pelonggaran aturan ini untuk meningkatkan likuiditas pasar obligasi pemerintah AS senilai US$29 triliun.

    Powell juga diprediksi akan mendapat pertanyaan mengenai usulan kontroversial dari Senator Republik Ted Cruz yang ingin melarang The Fed membayar bunga atas cadangan bank. 

    Cruz mengklaim kebijakan itu bisa menghemat anggaran hingga US$1,1 triliun dalam satu dekade, meski banyak analis menilai hal tersebut akan melemahkan kendali The Fed atas suku bunga jangka pendek.

    Ketua Komite Perbankan Senat Tim Scott memang sempat menggagalkan penggabungan usulan tersebut ke dalam paket kebijakan fiskal Trump, namun tidak sepenuhnya menolaknya.

    Mekanisme pembayaran bunga atas cadangan bank saat ini berfungsi sebagai batas bawah suku bunga pasar uang harian, dan menghindari bank melakukan pinjaman di bawah target The Fed.