Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Sri Mulyani: Butuh Konsumsi 5,5% dan Investasi Rp7.500 Triliun untuk Capai Target Ekonomi

    Sri Mulyani: Butuh Konsumsi 5,5% dan Investasi Rp7.500 Triliun untuk Capai Target Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap bahwa perlu adanya kenaikan tingkat konsumsi masyarakat ke level 5,5% dan investasi hingga Rp7.500 triliun untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

    Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-21 di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (1/7/2025). Pemerintah mendapatkan sejumlah masukan dari DPR terkait target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029, juga target pertumbuhan ekonomi 2026 dengan batas atas 5,8%.

    Menurut Sri Mulyani, dalam upaya mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas, pemerintah harus menyelesaikan sejumlah tantangan dan mendorong dua aspek utama dalam produk domestik bruto (PDB), yakni konsumsi rumah tangga dan investasi.

    Dia mengungkap bahwa aspek permintaan harus meningkat, yakni konsumsi rumah tangga harus mampu tumbuh lebih tinggi. Pasalnya, konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 55% terhadap PDB, sehingga kuat-lemahnya pertumbuhan konsumsi sangat berpengaruh bagi stuktur ekonomi Indonesia.

    “Untuk mencapai pertumbuhan tinggi konsumsi rumah tangga harus didorong lebih tinggi lagi, yaitu pada level 5,5%. Pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan kesempatan kerja, sehingga income masyarakat dapat meningkat,” ujar Sri Mulyani pada Selasa (1/7/2025).

    Pada kuartal I/2025, konsumsi rumah tangga tercatat hanya tumbuh 4,89%, lebih rendah dari realisasi kuartal IV/2024 di level 4,98%. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih rendah dari tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tantangan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi optimal.

    Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkap bahwa laju investasi harus tumbuh signifikan agar perekonomian bisa tumbuh optimal. Menurut perkiraannya, investasi harus bisa tumbuh setidaknya 5,9% tahun depan.

    “Investasi baru pada 2026 untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi, dengan investasi senilai minimal Rp7.500 triliun,” ujarnya.

    Investasi yang tinggi menjadi syarat penting agar target pertumbuhan ekonomi 8% dapat tercapai, karena investasi berkontribusi 30% terhadap PDB.

    “Apabila digabungkan dengan konsumsi, maka konsumsi rumah tangga dan investasi keduanya berkontribusi 85% terhadap PDB,” ujar Sri Mulyani.

  • RI Gigit Jari Dagang Otomotif Lawan China, Raup Cuan dari Filipina

    RI Gigit Jari Dagang Otomotif Lawan China, Raup Cuan dari Filipina

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca dagang nonmigas dari China mencapai US$8,86 miliar pada Januari-Mei 2025 atau lebih tinggi dibandingkan periode tahun lalu senilai US$4,99 miliar. 

    Defisit dagang tersebut lantaran nilai impor nonmigas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja ekspor. Nilai impor nonmigas dari China mencapai US$33,11 miliar, sementara ekspor ke China hanya sebesar US$24,25 miliar pada periode Januari-Mei 2025. 

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Pudji Ismartini mengatakan, tiga komoditas penyumbang defisit nonmigas dari China yakni mesin hingga kendaraan dan bagiannya. 

    “Komoditaas penyumbang deisit nonmigas terbesar pada Januari-Mei 2025 untuk negara China ini didorong oleh komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya [HS84], kemudian mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya [HS 85] dan kendaraan dan bagiannya [HS 87],” kata Pudji, Selasa (1/7/2025).

    Nilai defisit terbesar bersumber dari komoditas mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) yakni senilai US$7,4 miliar, disusul mesin dan perlengkapan elektrik dan bagiannya (HS 85) yang defisit senilai US$6,75 miliar.

    Sementara itu, nilai defisit dari kendaraan dan bagiannya mencapai US$1,71 miliar pada Januari-Mei 2025. Artinya, nilai impor dari China lebih besar ketimbang ekspor barang buatan Indonesia ke Negeri Tirai Bambu tersebut.

    Dari data tersebut, perdagangan kendaraan Indonesia dengan China mengalami defisit. Di sisi lain, neraca dagang untuk komoditas kendaraan dengan Filipina mencatatkan surplus.

    Pudji menerangkan, Filipina menyumbang surplus neraca dagang US$3,69 miliar atau lebih tinggi dibandingkan periode tahun lalu sebesar US$3,57 miliar, di mana ekspor mencapai US$4,24 miliar dan impor US$554 juta.

    “Untuk Filipina surplus terbesar adalah pada komoditas kendaraan dan bagiannya atau HS 87 dengan nilai surplus mencapai US$1,17 miliar,” ujar  Pudji. 

    Komoditas yang menyumbang surplus terhadap Filipina yakni bahan bakar mineral atau HS 27 mencapai US$986 juta serta lemak dan minyak hewani/nabati atau HS 16 sebesar US$400 juta. 

  • Sri Mulyani: Sisa Anggaran 2024 yang Dipakai Prabowo Capai Rp457,5 Triliun

    Sri Mulyani: Sisa Anggaran 2024 yang Dipakai Prabowo Capai Rp457,5 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan saldo akhir tahun pada APBN 2024 mencapai Rp457,5 triliun.

    Sri Mulyani menjelaskan, saldo akhir tahun tersebut didapat setelah memperhitungkan jumlah saldo anggaran lebih (SAL) serta Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pada tahun anggaran 2024. Dia menuturkan, jumlah SAL pada APBN 2024 adalah sebesar Rp459,5 triliun.

    “Setelah dimanfaatkan untuk mendukung pembiayaan APBN dan memperhitungkan SILPA dari penyesuaian lain, saldo akhir tahun dari kas negara tahun 2024 adalah Rp 457,5 triliun,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI ke 21 di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (1/7/2025).

    Sri Mulyani menuturkan, saldo tersebut berada pada level yang memadai dan berfungsi untuk menyangga fiskal terutama dalam masa transisi pemerintahan dan menghadapi berbagai kemungkinan risiko dinamis global.

    Sementara itu, dia juga menuturkan neraca pemerintah per 31 desember 2024 mencerminkan posisi keuangan negara yang solid. Secara terperinci, total aset mencapai Rp13.692,4 triliun, kewajiban sebanyam Rp10.269 triliun, dan posisi ekuitas Rp3.424,4 triliun.

    Sri Mulyani menuturkan, hal ini menggambarkan kekayaan bersih negara dan kapasitas fiskal yang tetap dapat terjaga dan diandalkan untuk menopang kebutuhan pembangunan nasional secara berkelanjutan.

  • BPS: Harga Beras Eceran & Grosir Kompak Naik Juni 2025, Ini Datanya

    BPS: Harga Beras Eceran & Grosir Kompak Naik Juni 2025, Ini Datanya

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat harga beras di tingkat penggilingan, grosir, hingga eceran kompak mengalami kenaikan pada Juni 2025. Pada periode yang sama, harga beras dengan kualitas premium dan medium terkerek.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan rata-rata harga beras di penggilingan pada Juni 2025 mengalami peningkatan, baik secara bulanan (month-to-month/mtm) maupun tahunan (year-on-year/yoy).

    Secara bulanan, rata-rata harga beras di tingkat penggilingan naik 2,05% dari Rp12.733 per kilogram pada Mei 2025 menjadi Rp12.994 per kilogram pada Juni 2025. Adapun secara tahunan, harga rata-rata beras di tingkat penggilingan ikut naik 3,64%.

    Secara terperinci, Pudji menuturkan harga beras untuk kualitas premium dan medium mengalami kenaikan di tingkat penggilingan pada Juni 2025.

    Menurut data BPS, baik beras premium dan medium kompak mengalami kenaikan secara tahunan dan bulanan.

    “Menurut kualitas beras di penggilingan, maka beras premium naik 2,05% secara mtm dan naik 2,84% secara yoy. Selanjutnya untuk beras medium, naik 2,33% secara mtm dan naik 4,51% secara yoy,” kata Pudji dalam Rilis Berita Resmi Statistik BPS pada Selasa (1/7/2025).

    Selain itu, rata-rata harga beras di tingkat grosir juga naik 1,78% mtm menjadi Rp13.979 per kilogram. Padahal, harga beras di tingkat grosir pada Mei 2025 hanya di level Rp13.735 per kilogram.

    Bahkan, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, harga beras di tingkat grosir melonjak 4,16% yoy.

    Data BPS juga menunjukkan, rata-rata harga beras di tingkat eceran mengalami kenaikan sebesar 1% dari Rp14.819 per kilogram pada Mei 2025 menjadi Rp14.967 per kilogram pada Juni di tahun ini. Serta, harga beras di tingkat eceran juga melambung 3,38% secara tahunan.

  • Nilai Tukar Petani Naik Tipis Juni 2025 Jadi 121,72

    Nilai Tukar Petani Naik Tipis Juni 2025 Jadi 121,72

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) mengalami peningkatan sebesar 0,47% secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi 121,72 pada Juni 2025. Adapun, pada bulan sebelumnya, NTP hanya berada di level 121,15.

    Untuk diketahui, NTP merupakan indikator yang mengukur kemampuan daya beli petani di pedesaan, yang menunjukkan seberapa baik mereka bisa bertukar produk pertanian dengan barang dan jasa yang dibutuhkan.

    Adapun, NTP dihitung dengan membandingkan indeks harga yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib). Jika NTP naik, maka menandakan harga hasil panen petani naik lebih cepat daripada harga barang-barang yang mereka beli.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan peningkatan NTP pada Juni ini lantaran indeks harga yang diterima petani (It) naik menjadi 150,88.

    Pada Mei 2025, angka It berada di level 149,84. Adapun, komoditas penyumbang kenaikan It pada Juni 2025 adalah gabah, cabai rawit, bawang merah, dan tomat.

    Begitu pula dengan indeks harga bayar petani (Ib) yang juga naik menjadi 123,96 pada Juni 2025 dari bulan sebelumnya di angka 123,68. BPS mencatat, komoditas penyumbang Ib antara lain beras, bawang merah, kacang panjang, dan tomat sayur.

    “Peningkatan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani atau It naik 0,70%, sementara indeks harga yang dibayar petani atau Ib naik sebesar 0,23%,” kata Pudji dalam Rilis Berita Resmi Statistik BPS pada Selasa (1/7/2025).

    Lebih jauh, jika dilihat berdasarkan subsektor, BPS mengungkap hortikultura (NTPH) menjadi subsektor dengan peningkatan NTP terbesar dibandingkan subsektor lainnya pada Juni 2025, yakni naik 4,34% dibandingkan bulan sebelumnya di level 117,9 menjadi 123,02.

    “Hal ini karena It naik sebesar 4,62% lebih tinggi dari kenaikan Ib yang sebesar 0,27%, dan komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan It adalah cabai rawit, bawang merah, dan bawang daun,” terangnya.

    Di sisi lain, tanaman perkebunan rakyat (NTPR) menjadi subsektor dengan penurunan terdalam yang mencapai -1,52% menjadi 158,01 pada Juni 2025. Pada bulan sebelumnya, subsektor ini mencatatkan NTP di level 160,45.

  • Harga Bawang Putih Berpotensi Naik, Impor Baru 38,6% per 27 Juni 2025

    Harga Bawang Putih Berpotensi Naik, Impor Baru 38,6% per 27 Juni 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebutkan bahwa harga bawang putih berpotensi melonjak imbas minimnya realisasi impor komoditas ini oleh para importir.

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyampaikan, realisasi impor bawang putih per 27 Juni 2025 masih sangat rendah yakni 176.312 ton atau 38,6% dari Persetujuan Impor (PI) 456.272 ton.

    “Ini relatif sedikit, setengahnya tidak sampai dan ini memang akan menyebabkan harga [bawang putih] melonjak tinggi,” kata Ketut dalam dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, mengutip Youtube Kemendagri, Senin (30/6/2025).

    Ketut menyebut, pihaknya sendiri telah melakukan beberapa langkah untuk mengendalikan harga bawang putih di tingkat konsumen. Menurutnya, ada anomali terhadap stok bawang putih nasional. 

    Dia menuturkan, kebutuhan bawang putih per bulan sekitar 50.000 ton. Mengingat sudah memasuki bulan keenam, maka kebutuhan bawang putih diperkirakan sekitar 300.000 ton.

    Apabila realisasi impor ditambah stok awal tahun, kata dia, maka stok bawang putih yang ada saat ini sebanyak 250.000-an ton. Kondisi yang janggal ini, ujar Ketut, perlu dikomunikasikan kembali bersama Kemendag dan Satgas Pangan.

    “Kami perlu komunikasikan, kenapa kondisi stok masih lumayan ada kemudian harga relatif tinggi tapi realisasinya masih tercatat kecil,” ujarnya.

    Dalam hal ini, Bapanas mengharapkan bantuan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) guna mendorong para importir agar segera merealisasikan impor bawang putih. Dengan begitu, stok bawang putih nasional dapat bertambah sehingga harga di tingkat konsumen dapat dikendalikan.

    “Ini akan kami rapatkan kembali untuk memastikan posisi dan dorongan kepada importir untuk segera merealisasikan PI-nya untuk menambah stok nasional,” pungkasnya. 

    Merujuk Panel Harga Bapanas, rerata harga bawang putih bonggol di tingkat konsumen di Indonesia Timur dan 3TP per 30 Juni 2025 sudah berada pada angka Rp54.309 per kg. Angka tersebut 35,77% di atas harga acuan penjualan (HAP) untuk wilayah Indonesia Timur dan 3TP Rp40.000 per kg. 

    Secara nasional, rerata harga bawang putih bonggol tercatat sebesar Rp39.733 per kg atau 0,67% terhadap HAP nasional di kisaran Rp38.000 per kg – Rp40.000 per kg.

    Berdasarkan paparan yang disampaikan Ketut, Papua Tengah, Papua Selatan, Maluku Utara, Papua Barat, dan Sulawesi Tengah menjadi wilayah dengan harga bawang putih tertinggi. Sementara, Jawa Timur, Bali, dan Sumatra Utara menjadi wilayah dengan harga bawang putih terendah.

  • Usai Harga Pokok Produksi, Bapanas Bakal Revisi Harga Acuan Ayam Hidup

    Usai Harga Pokok Produksi, Bapanas Bakal Revisi Harga Acuan Ayam Hidup

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan mengkaji ulang harga acuan pembelian (HAP) ayam hidup atau livebird di tingkat produsen. Saat ini, HAP komoditas ini dipatok sebesar Rp25.000 per kilogram (kg) sebagaimana diatur dalam Perbadan No.6/2024.

    Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyampaikan, pemerintah sebelumnya telah memberlakukan harga pokok produksi (HPP) livebird di tingkat peternak sebesar Rp18.000 per kg. 

    Kendati begitu, dia menyebut bahwa HAP saat ini terlalu tinggi jika HPP berada di level Rp18.000 per kg. Untuk itu, pemerintah berencana untuk mengkaji ulang HAP livebird di tingkat produsen agar harga komoditas ini tidak terus menurun.

    “Kami pun akan melakukan reviu kembali terkait dengan harga acuan [livebird]. Kelihatannya terlalu tinggi harga acuan nya pada posisi HPP Rp18.000,” kata Ketut dalam dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, mengutip Youtube Kemendagri, Senin (30/6/2025).

    Ketut mengungkap bahwa harga livebird di tingkat produsen masih relatif rendah. Tercatat, harga livebird di tingkat produsen secara nasional yakni Rp20.260 per kg atau 18,96% di bawah HAP yang sebesar Rp25.000 per kg.

    Pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait sudah melakukan serangkaian diskusi guna membahas upaya mengangkat harga livebird di tingkat produsen. Langkah ini dilakukan untuk menjaga agar harga livebird wajar di tingkat produsen yang juga turut berdampak pada harga di tingkat konsumen.

    “Tatkala harga telur di tingkat produsen juga harus kita antisipasi, jangan sampai para peternak kita malas berproduksi,” ujarnya. 

    Merujuk Panel Harga Bapanas, rerata harga ayam ras pedaging (hidup) per 30 Juni 2025, dari sampel 13 provinsi, tercatat sebesar Rp20.220 per kg atau 19,12% di bawah HAP tingkat produsen.

    Beberapa provinsi dengan harga terendah antara lain Banten Rp19.500 per kg, Sumatera Selatan Rp19.000 per kg, Jawa Tengah Rp18.662 per kg, dan Jawa Timur Rp19.010 per kg.

    Untuk diketahui, per 19 Juni 2025 pemerintah telah memberlakukan HPP livebird di peternak sebesar Rp18.000 per kg untuk semua ukuran. Keputusan ini diambil dalam rapat bersama Kementerian Pertanian (Kementan), Bapanas, dan Satgas Pangan.

    Kebijakan ini diharapkan dapat mengerek harga livebird mendekati HAP di tingkat produsen sebagaimana diatur dalam Perbadan No.6/2024 sebesar Rp25.000 per kg.

    “Jadi pemerintah telah sepakat bersama stakeholder perunggasan untuk meningkatkan HPP livebird agar harga berangsur-angsur mengarah ke HAP tingkat produsen sesuai yang telah ditetapkan dalam Perbadan Pangan No.6/2024 dengan Rp25.000 per kg,” tutur Ketut beberapa waktu lalu. 

  • Danantara Soroti Pentingnya Investasi di Tengah Ketidakpastian Global

    Danantara Soroti Pentingnya Investasi di Tengah Ketidakpastian Global

    Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah gejolak ekonomi global, mulai dari ketegangan geopolitik hingga disrupsi teknologi dan tekanan iklim, investasi dipandang sebagai fondasi utama untuk menjaga resiliensi dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

    Pernyataan itu disampaikan oleh Managing Director Stakeholders Management BPI Danantara Rohan Hafas dalam sambutan dalam malam penganugerahan Bisnis Indonesia Awards 2025 yang digelar di Jakarta Selatan pada Senin (30/6/2025) malam.

    “Tema Resilience Toward Uncertainty malam ini sangat tepat. Justru dalam situasi seperti inilah kita perlu memastikan bahwa investasi terus bergerak—bukan hanya untuk mendukung pemulihan, tapi juga membangun fondasi masa depan,” ujar Rohan.

    Menurutnya, investasi berperan penting sebagai penggerak inovasi, pencipta lapangan kerja, sekaligus penjaga stabilitas perekonomian, termasuk di sektor keuangan. Oleh sebab itu, sambungnya, Danantara juga ambil peran menjaga stabilitas bursa ketika ada tekanan.

    Dia menambahkan bahwa strategi menjaga daya saing nasional harus dijalankan melalui konsistensi kebijakan dan kemudahan perizinan. Dalam hal ini, Danantara hadir sebagai katalis kebijakan dan eksekusi investasi negara.

    Rohan mencontohkan ada investasi asing di sektor nikel yang selama tiga tahun tertahan akibat tumpang tindih kewenangan di tingkat pusat. Menurutnya, Danantara telah mempercepat proses desentralisasi pengambilan keputusan ke daerah sehingga proyek tersebut kini bisa berjalan.

    “Investasi akan datang jika perizinan dan aturannya jelas serta mudah. Itulah yang kami dorong,” ungkapnya.

    Eks direktur Bank Mandiri itu mengungkapkan bahwa Danantara saat ini mengelola 889 entitas BUMN melalui dua holding utama: Holding Operasional yang mengawasi BUMN-BUMN eksisting serta Holding Investasi yang mencari peluang baru baik di dalam maupun luar negeri.

    Dia menekankan pentingnya sinergi antara sektor publik dan swasta untuk menciptakan investasi yang berdaya tahan dan berkelanjutan. Oleh sebab itu, sambungnya, Danantara siap membuka kolaborasi dengan investor domestik dan internasional dalam berbagai skema, termasuk co-investment.

    “Kita akan terus berkomitmen untuk memastikan investasi yang memasuk ke negeri kita ini membawa manfaat nyata bagi rakyat, bagi ekonomi, dan bagi generasi masa depan. Mari kita terus kerjasama membangun investasi yang tangguh, modern, dan berdaya,” ujarnya.

  • Bos Jasa Marga Rivan Achmad Terpilih sebagai Ketua Umum ATI 2025-2028

    Bos Jasa Marga Rivan Achmad Terpilih sebagai Ketua Umum ATI 2025-2028

    Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Rivan Achmad Purwantono terpilih menjadi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Jalan Tol Indonesia (ATI) periode 2025–2028 dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) di Kota Malang.

    Rivan unggul dengan meraih 39 suara, mengungguli dua kandidat lainnya dari Nusantara Infrastructure dan Hutama Karya.

    Rivan mengatakan dirinya bakal memperkuat ekosistem digital jalan tol di Indonesia, meningkatkan efisiensi operasional, serta memperkuat komitmen keberlanjutan.

    “Karena jalan tol bukan lagi sekadar jalan, melainkan tulang punggung mobilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Rivan dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis pada Senin (30/6/2025).

    Dia mengatakan kolaborasi strategis antar operator jalan tol nasional bakal menjadi kunci untuk meningkatkan kenyamanan, keselamatan, dan efisiensi biaya operasional. Dia juga optimistis ATI akan menjadi katalisator inovasi jalan tol di Indonesia.

    Selain penetapan Ketua Umum, ATI juga merombak struktur pengurus dan dewan pengawas untuk memastikan governance yang akuntabel.

    Susunan Pengurus ATI Periode 2025–2028 terdiri atas Rivan Achmad Purwantono sebagai ketua umum; Sekretaris Jenderal merangkap Direktur Eksekutif Kris Ade Sudiyono; Bendahara: M. Ramdani Basri. Anggota Pengurus Bidang Kebijakan Investasi dan Hubungan Kelembagaan Suarmin Tioniwar.

    Anggota Pengurus Bidang Kebijakan Pembangunan dan Rekayasa Industri Koentjoro; Anggota Pengurus Bidang Kebijakan Operasi, Manajemen Lalu Lintas, dan Pengembangan Teknologi Fitri Wiyanti.

    Kemudian, Anggota Pengurus Bidang Kebijakan Manajemen Aset, Pemeliharaan, dan Keberlanjutan Lingkungan Rinaldi; Anggota Pengurus Bidang Kebijakan Sumber Daya, Komunikasi Publik dan Sosial Banu Setianto.

    Sementara itu, Dewan Pengawas ATI 2025–2028 kini terdiri atas Adhi Resza sebagai Ketua Dewan Pengawas; Pengawas 2 Yenny Shintawati; Pengawas 3 Endang P. Sundari; Pengawas 4 Yaya Ruhiya; Pengawas 5 Lasino; serta Pengawas 6 Isnaputra Iskandar.

    Kepemimpinan Rivan diharapkan membawa value proposition yang segar, memacu inovasi, serta memperkuat reputasi Jasa Marga sebagai pelopor infrastruktur jalan tol di Indonesia.

  • Deregulasi Bisa Tutup Tumpang Tindih Kebijakan Impor?

    Deregulasi Bisa Tutup Tumpang Tindih Kebijakan Impor?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara ihwal tumpang tindih dari adanya deregulasi kebijakan yang baru meluncur, seiring dengan dicabutnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

    Untuk diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mengganti Permendag 8/2024 dengan sembilan Permendag baru.

    Salah satu Permendag baru hasil deregulasi adalah Permendag Nomor 16 Tahun 2025 (Permendag 16/2025) tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag 16/2025 ini akan mengatur Ketentuan Umum Impor.

    Selain itu, juga ada Permendag per komoditas yang salah satunya tertuang di dalam Permendag Nomor 17 Tahun 2025 (Permendag 17/2025) yang mengatur tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.

    Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengatakan pihaknya akan melakukan penyesuaian seiring dengan terbitnya deregulasi dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.

    “Mengenai tumpang tindih kebijakan, khusus di Kementerian Perindustrian, saya kira akan ada penyesuaian jika memang dibutuhkan sesuai dengan paket deregulasi yang pertama ini yang sudah dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan,” kata Faisol dalam konferensi pers Deregulasi Kebijakan Impor dan Deregulasi Kemudahan Berusaha di kantor Kemendag, Jakarta, Senin (30/6/2025).

    Faisol menjelaskan bahwa titik masuk (entry point) akan dilakukan penyesuaian jika dibutuhkan pada proses berikutnya.

    “Hanya saja pada paket yang sekarang ini sesuai dengan yang sudah disampaikan bahwa entry point itu terutama untuk impor barang-barang jadi, khususnya yang selama ini menjadi keluhan adalah tekstil, yang paling besar dianggap sebagai penekan terhadap industri tekstil dan pakaian jadi dan produk tekstil,” ungkapnya.

    Namun, menurut Faisol, dengan adanya deregulasi kebijakan ini utilisasi di sektor tekstil akan meningkat. Terlebih, para pelaku usaha akan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh bahan baku.

    Bahkan, Kemenperin juga berharap Indeks Kepercayaan Industri (IKI), terutama di sektor tekstil juga bisa lebih tinggi dengan adanya deregulasi kebijakan dan ketentuan impor.

    “Sehingga industrinya pun saya kira akan cukup terlindungi dalam sektor tekstil maupun sektor-sektor yang lain, yang diberikan kemudahan untuk bahan baku seperti furniture dan yang lainnya,” pungkasnya.