Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Argo Bromo Anggrek Anjlok di Subang, KAI Minta Maaf

    Argo Bromo Anggrek Anjlok di Subang, KAI Minta Maaf

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menyampaikan permohonan maaf terkait insiden anjloknya KA Argo Bromo Anggrek di Emplasemen Stasiun Pegadenbaru, daerah Subang, Jawa Barat.

    “Untuk perjalanan kereta api kami akan terus memberikan informasi pembaruan terkini kepada pelanggan. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami oleh pelanggan yang terdampak,” ujar VP Public Relations KAI Anne Purba di Jakarta, Jumat.

    PT KAI memastikan keselamatan dan kenyamanan pelanggan tetap menjadi prioritas utama dan akan terus berupaya untuk memberikan layanan terbaik terkait insiden anjloknya rangkaian KA 1 (Argo Bromo Anggrek) yang terjadi pada 1 Agustus 2025 di emplasemen Stasiun Pegadenbaru.

    “Tidak ada korban jiwa di antara penumpang atau petugas dalam insiden tersebut,” katanya.

    Setelah insiden tersebut, semua penumpang berhasil dievakuasi dengan aman oleh petugas yang bertugas di lapangan.

    KAI memastikan keselamatan penumpang menjadi prioritas utamanya dan segera melakukan tindakan untuk menghindari potensi bahaya lebih lanjut.

    “Insiden ini menyebabkan gangguan sementara pada jalur hulu dan hilir, namun kami memastikan bahwa upaya perbaikan segera dilakukan dengan estimasi waktu perbaikan sekitar 8-10 jam. Kami akan melakukan upaya rekayasa pola operasi memastikan perjalanan kereta lainnya tetap terlayani,” kata Anne.

    Setelah menerima laporan pada pukul 15:47 WIB, KAI berkoordinasi dengan petugas terkait pada pukul 15:48 WIB.

    Tim KAI langsung melakukan langkah-langkah perbaikan untuk memastikan kelancaran perjalanan kereta api lainnya. Kami berkomitmen untuk mengatasi masalah ini dengan cepat dan efektif.

    KAI sedang melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab pasti dari insiden ini. KAI akan memberikan pembaruan lebih lanjut segera setelah kami memperoleh informasi lebih lanjut.

  • Prabowo Ingin Genjot Proyek Bandara Internasional di Daerah

    Prabowo Ingin Genjot Proyek Bandara Internasional di Daerah

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto ingin percepatan pembangunan infrastruktur transportasi udara berupa bandara internasional di sejumlah daerah.

    Arahan tersebut muncul saat Prabowo memimpin rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih bertempat di kediaman pribadinya di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/8/2025).

    Rapat yang digelar selepas ibadah salat Jumat ini bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi perkembangan berbagai program kerja pemerintah.

    Dalam keterangan tertulis, Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya menjelaskan bahwa rapat terbatas digelar secara hybrid, dengan sebagian menteri hadir langsung di lokasi, sementara lainnya mengikuti melalui konferensi video.

    “Selepas melaksanakan ibadah salat Jumat, Presiden Prabowo Subianto mengadakan rapat terbatas bersama sejumlah menteri Kabinet Merah Putih untuk membahas sekaligus memonitor perkembangan terkini berbagai program kerja pemerintah. Ratas ini digelar secara hybrid dari kediaman pribadinya di Hambalang,” ujar Teddy lewat keterangan resmi, Jumat (1/8/2025).

    Salah satu fokus utama dalam pertemuan ini adalah percepatan pembangunan infrastruktur transportasi udara. 

    Prabowo menekankan pentingnya pembangunan bandara internasional di berbagai wilayah guna meningkatkan konektivitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan sektor pariwisata daerah.

    “Presiden mendorong pembukaan bandara internasional sebanyak-banyaknya di berbagai daerah guna mendorong percepatan perputaran ekonomi dan pariwisata daerah,” ucapnya.

    Selain isu transportasi, Presiden juga menyoroti pentingnya langkah mitigasi terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan, terutama di tengah cuaca panas yang melanda beberapa wilayah Indonesia.

    “Kepala Negara memberikan arahan untuk langkah pencegahan dari potensi timbulnya kebakaran hutan akibat cuaca panas, serta membahas perkembangan di sektor ekonomi, pertanian, dan kelautan,” pungkas Teddy.

  • Tarif Trump untuk Malaysia Cs Setara RI 19%, Ancam Ekspor Produk Lokal?

    Tarif Trump untuk Malaysia Cs Setara RI 19%, Ancam Ekspor Produk Lokal?

    Bisnis.com, JAKARTA – Daya saing produk Indonesia kini kembali diuji di pasar AS setelah negara-negara Asean mendapatkan penurunan tarif resiprokal yang sama dengan Indonesia yakni 19%.

    Head of Center of Industry, Trade and Investment Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan negara-negara kompetitor Indonesia kini mendapatkan tarif yang sama sehingga persaingan ekspor produk unggulan kembali setara.

    “Ini membawa kembali level playing field dalam ekspor produk-produk unggulan khususnya yang dari Indonesia karena persaingan di level Asean untuk masuk ke pasar ekspor AS kembali sama,” kata Andry kepada Bisnis, Jumat (1/8/2025). 

    Adapun, Malaysia, Filipina, Kamboja, Thailand, Kamboja dan Indonesia mendapatkan tarif bea masuk ke AS sebesar 19%. Sementara itu, Vietnam dikenakan tarif 20%, kecuali produk transshipment. 

    Untuk itu, penurunan tarif untuk negara sejawat juga perlu diwaspadai. Apalagi, Indonesia sudah banyak berkomitmen kerja sama perdagangan dengan AS. 

    “Kita belum bisa mendapatkan manfaat yang cukup besar untuk komoditas yang kita ekspor khususnya ke pasar ekspor AS, karena kurang lebih produknya sama ya hampir sama. Kalau kita berbicara tekstil, pakaian, alas kaki, kurang lebih negara-negara Asean ini bisa mengirimkan gitu,” tuturnya. 

    Dalam hal ini, dia melihat manfaat dari penurunan tarif ke 19% belum tampak signifikan. Sebab, negara-negara lain juga mengalami penurunan yang kurang lebih sama dikisaran 15%-19%. 

    “Kembali lagi menurut saya ini bukan hal yang baik bagi Indonesia, tetapi tentu kita harus tetap memberikan pemenuhan terhadap komitmen, karena kita juga tidak pernah tahu ya tarif ini akan berubah lagi atau tidak,” jelasnya. 

    Untuk itu, Indonesia didorong untuk mencari pasar alternatif selain AS ke pasar non tradisional. Sebab, kesepakatan tarif ini bersifat dinamis dan besar kemungkinan untuk berubah. 

    “Jadi sekarang waktunya menurut saya karena sudah di-PHP, tidak ada hal lain yang harus dilakukan selain mempersiapkan fasilitasi perdagangan, misi dagang ke negara-negara non-AS, non-China ya, negara-negara baru yang bisa jadi seperti UN-Europa ya, kita bisa memperkuat perdagangan kita juga di sana,” pungkasnya. 

    Sebagai informasi, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan memberlakukan tarif impor sebesar 19% terhadap produk ekspor asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja.  

    Besaran tarif tersebut tercantum dalam perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada Kamis (31/7/2025) waktu setempat, menjelang tenggat 1 Agustus yang dia tetapkan bagi negara-negara mitra untuk merundingkan kerangka kerja perdagangan dengan pemerintahannya. Besaran tarif untuk Malaysia lebih rendah dari ancaman tarif 25% yang disampaikan pada Juli lalu. 

    Adapun, sebelumnya Thailand dan Kamboja diancam tarif sebesar 36%.  Tarif yang dikenakan ketiga negara tersebut sama dengan pungutan yang diberikan ke Indonesia dan Filipina yang telah lebih dulu merampungkan kesepakatan perdagangan.

  • Tarif Trump Berlaku 7 Agustus, Begini Respons Apindo

    Tarif Trump Berlaku 7 Agustus, Begini Respons Apindo

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyebut tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) akan berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. Hal ini menyusul dengan diberlakukannya tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump mulai 7 Agustus 2025.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, surplus perdagangan Indonesia diperkirakan masih bisa bertahan dengan adanya impor beberapa produk dari Negara Paman Sam, seperti minyak dan gas (migas), pesawat, hingga pangan.

    “Pasca 7 Agustus, kami meyakini surplus masih bisa bertahan hingga adanya realisasi impor migas, pesawat, dan pangan dari AS,” kata Shinta kepada Bisnis, Jumat (1/8/2025).

    Kendati demikian, Shinta menilai pasca realisasi komitmen impor tersebut potensi terjadinya surplus dagang secara nasional —berdasarkan agregat perdagangan Indonesia dengan seluruh dunia— akan semakin menyusut. Bahkan, dia menyebut penurunan surplus neraca perdagangan dengan AS diperkirakan akan mudah terlihat.

    “Surplus dagang dengan AS diperkirakan akan menjadi yang pertama-pertama terlihat jelas kontraksinya,” ujarnya.

    Di samping itu, Apindo juga meragukan apakah surplus perdagangan Indonesia—AS tetap dapat bertahan tanpa efek samping seperti retaliasi tarif dari AS seperti yang terjadi antara AS dengan Kanada dan Meksiko.

    “… karena basis kesepakatan bilateral yang diciptakan Indonesia—AS untuk penurunan tarif resiprokal ke 19% adalah penurunan atau penghilangan surplus dagang Indonesia terhadap AS,” imbuhnya.

    Dengan kata lain, sambung Shinta, Indonesia tidak bisa lagi berharap mengantongi surplus dagang dengan AS jika mau tarif perdagangan dengan AS tetap rendah atau kompetitif.

    Meski begitu, Apindo berharap agar pemerintah bisa segera merealisasikan deregulasi untuk peningkatan efisiensi dan daya saing iklim usaha/investasi di dalam negeri untuk mendorong diversifikasi ekspor.

    “Kami juga berharap ada stimulasi ekspor yang lebih signifikan untuk meningkatkan volume perdagangan Indonesia dengan berbagai negara di dunia agar potensi penciptaan surplus perdagangan kita tetap tinggi atau setidaknya stabil bila pasar AS tidak lagi memberikan surplus perdagangan yang sebesar saat ini,” tuturnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mengumumkan neraca perdagangan Indonesia Juni 2025 surplus US$4,10 miliar. Nilainya turun jika dibandingkan Mei 2025 yang mencapai US$4,30 miliar. Adapun, ekspor US$23,44 miliar pada Juni 2025. Jumlahnya terdiri dari ekspor nonmigas senilai US$22,33 miliar dan ekspor migas senilai US$1,11 miliar.

    Sementara itu, Indonesia mencatatkan impor US$19,33 miliar pada Juni 2025. Jumlahnya terdiri dari impor nonmigas senilai US$17,11 miliar dan impor migas senilai US$2,22 miliar.

    Adapun secara kumulatif, BPS mencatat tiga negara penyumbang surplus neraca dagang terbesar adalah Amerika Serikat (AS) sebesar US$8,57 miliar, India sebesar US$6,59 miliar, dan Filipina sebesar US$4,4 miliar sepanjang Januari—Juni 2025. Sedangkan tiga negara penyumbang defisit terdalam adalah China sebesar US$9,73 miliar, Singapura sebesar US$3,09 miliar, dan Australia US$2,66 miliar.

  • Fenomena Rojali Bikin Mal Sepi, Warga Kini Pilih Traveling?

    Fenomena Rojali Bikin Mal Sepi, Warga Kini Pilih Traveling?

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sonny Harry Budiutomo Harmadi menilai fenomena rojali atau rombongan jarang beli di pusat perbelanjaan tak serta merta menandakan lemahnya daya beli masyarakat. Menurutnya, terdapat shifting atau pergeseran pengeluaran dari masyarakat.

    Adapun, istilah rojali merujuk kepada orang-orang yang mendatangi pusat perbelanjaan atau mal hanya untuk melihat-lihat, tetapi tidak berbelanja. Pengusaha ritel dan pusat perbelanjaan telah merasakan peningkatan fenomena rojali sejak momentum Ramadan 2024. 

    Hal ini menyebabkan kinerja pusat perbelanjaan Tanah Air menjadi tidak maksimal, mengingat periode tersebut merupakan peak season bagi penjualan ritel di Indonesia.

    Sonny berpendapat, daya beli masyarakat masih terjaga. Hal ini ditunjukkan oleh indeks keyakinan konsumen (IKK) di atas seratus. Adapun IKK terbaru untuk Mei 2025 berada di level 117,5.

    Menurutnya, munculnya fenomena rojali karena masyarakat melakukan peralihan dalam mengeluarkan uang mereka. Peralihan itu seperti berbelanja online dan traveling.

    “Shifting tidak hanya ke belanja online. Dalam beberapa penelitian itu bisa ditunjukkan bahwa sekarang orang lebih cenderung suka traveling,” kata Sonny dalam acara Bisnis Indonesia Forum di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

    Dia juga menyebut, jumlah rumah tangga yang memiliki dana untuk traveling meningkat. Tercatat, saat ini jumlah yang memiliki anggaran traveling itu berada di level 35%, naik dibanding tahun sebelumnya yang berada di level 22%.

    “Shifting ini perlu dipahami dengan bijak, sehingga orang bisa menerima data dan memaknai sebagai insight untuk mengambil keputusan,” ucap Sonny.

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengungkapkan, fenomena rojali telah menyebabkan omzet pusat perbelanjaan di Tanah Air menurun.

    “Itu [omzet] terjadi penurunan, pasti. Karena kan tadi, belinya cenderung produk-produk yang harganya satuannya murah,” ungkap Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja ketika ditemui di Pusat Grosir Cililitan, Jakarta Timur, Rabu (23/7/2025). 

    Alphonzus menuturkan, fenomena rojali bukanlah hal baru di Indonesia. Hanya saja, intensitas jumlah rojali memang berbeda dari waktu ke waktu dengan pemicu yang berbeda pula.

    Meski bukan hal baru di Indonesia, menurut Alphonzus, ada beberapa faktor yang memicu terjadinya fenomena rojali saat ini. Salah satunya, lemahnya daya beli masyarakat, khususnya di kelas menengah ke bawah. 

    Untuk diketahui, industri pusat perbelanjaan di Indonesia didominasi oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Persentasenya mencapai 95%. 

    “Kan daya belinya berkurang, uang yang dipegang semakin sedikit, tapi mereka tetap datang ke pusat perbelanjaan,” katanya.

    Menurut data APPBI, jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan memang mengalami peningkatan meski tidak signifikan, yakni kurang dari 10%. Jumlah itu jauh di bawah target asosiasi di kisaran 20%–30%. 

    Namun, terjadi perubahan terhadap pola belanja konsumen, yang kemudian berpengaruh terhadap omzet pusat perbelanjaan. 

    Alphonzus mengatakan, saat ini konsumen lebih selektif dalam berbelanja. Pun berbelanja, konsumen hanya membeli produk dengan harga yang murah.

  • BPS: Perjalanan Wisata Domestik Tembus 105,12 Juta per Juni 2025

    BPS: Perjalanan Wisata Domestik Tembus 105,12 Juta per Juni 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah wisatawan nusantara (wisnus) melakukan 105,12 juta perjalanan di dalam negeri pada Juni 2025. Jumlah tersebut naik 7,62% dibandingkan Mei 2025 yang hanya mencatat 97,67 juta perjalanan wisnus.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan jumlah perjalanan wisnus juga naik 25,93% dibandingkan Juni 2024 (year-on-year/yoy) sebanyak 83,47 juta perjalanan.

    “Secara kumulatif, sepanjang Januari—Juni 2025 jumlah perjalanan wisnus mencapai 613,78 juta perjalanan atau meningkat sebesar 17,70% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu,” ujar Pudji dalam Rilis BPS, Jumat (1/8/2025).

    Lebih jauh, pariwisata nusantara pada Juni 2025 didominasi oleh arus perjalanan wisata dari Pulau Jawa, yakni sebanyak 63,06% dari total perjalanan wisnus berasal dari Pulau Jawa.

    Menurut provinsi asal, BPS mencatat jumlah perjalanan wisnus tertinggi pada Juni 2025 berasal dari provinsi Jawa Barat (18,97 juta perjalanan), dengan kontribusi sebesar 18,04% dari total perjalanan di Indonesia.

    Jumlah perjalanan wisnus dari Jawa Barat naik 5,71% dibandingkan Mei 2025 dan naik 36,86% dibandingkan Juni 2025.

    Kemudian, provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah juga mencatat jumlah perjalanan wisnus yang cukup tinggi, masing-masing sebanyak 17,53 juta perjalanan (16,67% dari total) dan 11,76 juta perjalanan (11,19% dari total).

    Sementara itu, provinsi lainnya yang juga mencatat jumlah perjalanan yang cukup tinggi, di antaranya DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Lampung, DI Yogyakarta, dan Sumatera Selatan.

    Jika menengok berdasarkan daerah tujuan, Pulau Jawa masih menjadi daerah tujuan perjalanan wisata yaitu mencapai 66,73 juta perjalanan pada Juni 2025 atau sebesar 63,48% dari total perjalanan wisnus di Indonesia.

    Data tersebut menunjukkan, provinsi yang menjadi tujuan perjalanan tertinggi adalah Jawa Barat (18,75 juta perjalanan), Jawa Timur (18,71 juta perjalanan), dan Jawa Tengah (12,03 juta perjalanan).

    Kemudian, provinsi lainnya yang juga menjadi tujuan perjalanan wisata tertinggi adalah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Banten, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Lampung, dan Sumatera Selatan.

  • Amerika Tetapkan Tarif Impor dari Indonesia 19%, Menko Airlangga: Ketidakpastian Menurun

    Amerika Tetapkan Tarif Impor dari Indonesia 19%, Menko Airlangga: Ketidakpastian Menurun

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai pengumuman tarif impor terbaru yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pada Kamis (31/7/2025).

    Sebagai informasi, pada pengumuman tersebut AS resmi akan mengenakan tarif impor untuk produk Indonesia sebesar 19%, sesuai kesepakatan dagang yang telah dicapai kedua negara. Tarif tersebut akan mulai berlaku pada 7 Agustus 2025 mendatang.

    Airlangga menjelaskan, kebijakan tarif Trum menimbulkan ketidakpastian sekaligus ketidakstabilan kondisi perekonomian dunia. 

    Meski demikian, pengumuman tarif terbaru Trump terhadap 92 negara, termasuk di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia dan VIetnam, dinilai dapat menurunkan ketidakpastian tersebut

    “Angka-angka kita memang belum ideal, tetapi setidaknya ketidakpastian soal tarif kini sudah bisa kita tinggalkan. Sehingga kita bisa melangkah maju menghadapi situasi ini,” jelas Airlangga dalam IVFA Members’ Gathering & Forum di Jakarta pada Jumat (1/8/2025).

    Airlangga melanjutkan Indonesia masih mampu menjaga kestabilan ekonomi di tengah Volatilitas global. Dia mencontohkan, produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal I/2025 berada di kisaran 4,87%. 

    Sementara itu, laju inflasi juga masih terjaga pada kisaran 2,3% per Juli 2025. Menurutnya, laju inflasi tersebut menunjukkan bahwa permintaan mulai kembali ke pasar.

    Selain itu, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan sebesar US$3,3 miliar per Juli 2025. Sementara itu, peringkat utang Indonesia oleh S&P juga tetap stabil di level BBB

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana revisi tarif global dan menjadikan Suriah sebagai negara dengan pungutan terbesar, yakni 41%. Sementara itu, Laos dan Myanmar dikenakan bea masuk sebesar 40%. 

    Gedung Putih belum memberikan penjelasan terkait alasan kebijakan tersebut, sementara nilai perdagangan AS dengan ketiga negara itu relatif kecil dibandingkan mitra dagang utamanya.

    Melansir Bloomberg pada Jumat (1/8/2025) Myanmar hingga kini masih berada di bawah sanksi AS sejak kudeta militer pada 2021. Sementara itu, Laos mendapat sorotan Washington karena mempererat hubungan dengan China.  

    Adapun, Suriah sebelumnya dikenai sanksi atas pelanggaran HAM di bawah rezim Bashar Al-Assad. Pada saat yang sama, sejak penggulingan Assad tahun lalu, AS mulai melonggarkan pembatasan tersebut.

  • Manufaktur Kontraksi 4 Bulan, Pengusaha Tekstil Desak Mafia Kuota Impor Diberantas

    Manufaktur Kontraksi 4 Bulan, Pengusaha Tekstil Desak Mafia Kuota Impor Diberantas

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi  Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mendesak pemerintah untuk memberantas mafia kuota impor yang menjadi penyebab industri masih sulit bersaing dengan produk asing yang lebih murah. 

    Sekretaris Jenderal APSyFI , Farhan Aqil Syauqi mengatakan hingga saat ini kondisi industri tekstil masih sulit untuk ekspansi dan tidak ada perubahan signifikan terkait produksi. 

    “Sangat sulit saat ini untuk bersaing di dalam negeri. Kami head to head dengan produk China yang melakukan dumping atau predatory pricing,” kata Farhan kepada Bisnis, Jumat (1/8/2025). 

    Dia melihat konsumsi masyarakat saat ini memang cenderung naik namun lebih memilih produk-produk yang murah di pasar. Kondisi tersebut yang mengganggu daya saing industri dalam negeri.

    Dia pun tak heran jika Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia masih kontraksi di angka 49,2 pada Juli 2025. Kontraksi terjadi selama 4 bulan terakhir. 

    Kendati demikian, data BPS menunjukkan impor bahan baku/penolong dan barang modal terus mengalami peningkatan. Impor bahan baku penolong naik juga mengalami kenaikan 2,56% menjadi US$82,75 miliar daripada periode yang sama tahun lalu senilai US$80,69 miliar. 

    “Saat ini kami juga masih habiskan stok kami. Pasar domestik saat ini sangat penuh dengan produk bahan baku impor,” jelasnya. 

    Kendati demikian, Farhan menyoroti polemik mafia kuota impor yang terus bermain dan banyak meloloskan alokasi kuota yang terafiliasi satu sama lain. Alhasil, barang impor masih terus membanjiri pasar domestik. 

    Menurut dia, selama mafia kuota impor ini masih mengakibatkan impor bahan baku terus naik, maka akan sulit mengimplementasikan kesepakatan dagang tersebut.

    Padahal, dengan adanya perbaikan atas dampak Tarif Trump 19% dan IEU CEPA ini ada sedikit perbaikan regulasi yg harusnya bisa mendongkrak kinerja industri. 

    “Namun, kesiapan menyokong ekspor dengan bahan baku lokal juga penting karena keharusan AS dan Eropa adalah two step process dan sustainability product,” jelasnya. 

  • Indonesia-Vietnam Perlu Tingkatkan Kerja Sama Strategis Hadapi Volatilitas Global

    Indonesia-Vietnam Perlu Tingkatkan Kerja Sama Strategis Hadapi Volatilitas Global

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dan Vietnam disebut memiliki ruang untuk meningkatkan kerja sama strategisnya dengan segera seiring dengan tingginya ketidakpastian global serta perubahan peta geopolitik dunia.

    Chairman Indonesia Vietnam Friendship Association (IVFA) Budiarsa Sastrawinata menjelaskan peningkatan serta perubahan pola kerja sama perlu dilakukan oleh negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan Vietnam. Hal ini seiring dengan munculnya gejolak ekonomi, perubahan dinamika geopolitik yang konstan, serta tantangan krisis iklim yang kian meningkat.

    “Indonesia dan Vietnam harus memperdalam kerja sama strategis mereka bukan hanya di bidang diplomasi, tetapi juga dalam perdagangan, investasi, dan pertukaran antar masyarakat,” jelas Budiarsa dalam IVFA Members’ Gathering & Forum di Jakarta, Jumat (1/8/2025)

    Senada, Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Christiawan Nasir menambahkan, kembalinya kebijakan proteksionis, termasuk tarif resiprokal Amerika Serikat, tengah mengubah dinamika perdagangan dan rantai pasok global. 

    Oleh karena itu, dia mendorong peningkatan kerja sama antarnegara Asia Tenggara, baik secara bilateral maupun melalui Asean.

    “Pesannya jelas, kita harus semakin mengandalkan satu sama lain, dan mengurangi ketergantungan pada kepastian-kepastian lama,” jelas Tata.

    Dia melanjutkan, sektor swasta di Asean harus mampu beradaptasi, bukan secara terpisah, melainkan secara kolektif. Menurutnya, kolaborasi regional yang lebih mendalam bukan lagi sebuah pilihan, melainkan sebuah keharusan. 

    “Ketahanan kita bergantung pada keterhubungan industri lintas negara, inovasi bersama, dan integrasi pasar,” jelasnya.

    Adapun, Tata menambahkan, Indonesia dan Vietnam memiliki hubungan persahabatan yang tangguh dan berlangsung lama. Dia menuturkan, kemitraan dan kerja sama yang bersifat menyeluruh telah menjadi kunci keberhasilan hubungan bilateral kita, baik di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. 

    “Saat ini, kita bangga menyebut satu sama lain sebagai mitra strategis komprehensif. Ini bukan sekadar peningkatan status diplomatik, melainkan cerminan dari ambisi bersama dan kepemimpinan regional,” katanya.

    Dia melanjutkan, dari sisi ekonomi, nilai perdagangan bilateral antara Indonesia dan VIetnam mencapai US$16 miliar pada 2024. Sementara itu, hingga pertengahan 2025, nilai perdagangan itu telah mendekati US$7 miliar. 

    Tata melanjutkan, catatan ini berada di jalur yang tepat untuk melampaui target nilai perdagangan bilateral 2025 sebesar US$18 miliar.

    Lebih lanjut, dia menuturkan, arus investasi juga tumbuh dengan laju yang sehat, terutama di sektor kendaraan listrik, teknologi informasi, dan agribisnis. Tata menuturkan, nilai investasi Vietnam di Indonesia mencapai US$64 juta pada 2024, sedangkan investasi Indonesia di Vietnam sebesar US$27 juta pada waktu yang sama.

    “Sektor-sektor ini bukan hanya menjadi mesin pertumbuhan, tetapi juga pintu menuju kemakmuran bersama,” katanya. 

  • Jumlah Turis Asing Berlibur ke RI Naik, Tembus 1,42 Juta Orang per Juni 2025

    Jumlah Turis Asing Berlibur ke RI Naik, Tembus 1,42 Juta Orang per Juni 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 1,42 juta kunjungan pada Juni 2025. Adapun, wisman berkebangsaan Malaysia mendominasi kunjungan ke Indonesia.

    Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan 1,42 juta kunjungan wisman didominasi dari pintu masuk utama, yakni sebanyak 1.248.495 kunjungan pada Juni 2025.

    Pada periode yang sama, wisman yang masuk melalui pintu masuk perbatasan mencapai 167.470 kunjungan. Ini artinya, total kunjungan wisman mencapai 1,41 juta kunjungan pada Juni 2025.

    “Dengan demikian, secara total jumlah kunjungan wisman sebanyak 1,42 juta atau naik 8,42% secara bulanan dan naik 18,20% secara tahunan,” kata Pudji dalam Rilis BPS, Jumat (1/8/2025).

    Secara keseluruhan, sepanjang Januari—Juni 2025, total kunjungan wisman mencapai 7,05 juta kunjungan atau meningkat 9,44% dibandingkan dengan periode yang sama 2024.

    Adapun jika ditinjau menurut kebangsaan, wisatawan berkebangsaan Malaysia mendominasi kunjungan ke Tanah Air, yaitu sebesar 16,7% atau sebanyak 236.400 kunjungan.

    Disusul, wisatawan asal Singapura sebesar 13% atau sebanyak 183.700 kunjungan, Australia sebesar 10,9% atau 154.200 kunjungan, serta wisatawan asal China sebanyak 113.500 kunjungan atau setara 8%.

    “Dan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan melalui Bandara Ngurah Rai ini salah satunya dipicu dengan adanya peningkatan jumlah penerbangan menuju Bali,” ungkapnya.

    Di sisi lain, Pudji menuturkan rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan terus mengalami tren menurun.

    Pada kuartal II/2025, rata-rata pengeluaran wisma per kunjungan hanya mencapai US$1.199,71. Nilainya lebih rendah dibandingkan rata-rata pengeluaran pada kuartal I/2025 yang mencapai US$1.277,17.

    Bahkan, rata-rata pengeluaran wisman per kunjungan turun dari sebelumnya pernah mencapai US$1.443,72 jika dibandingkan kuartal II/2024.

    Sementara itu, rata-rata lama tinggal wisman pada triwulan II/2025 adalah selama 10,12 malam atau sekitar 10 malam. Angkanya turun jika dibandingkan kuartal I/2025 yang mencapai 10,94 malam.

    Kemudian, jika dilihat berdasarkan jenis pengeluaran, proporsi pengeluaran terbesar dari wisman ini masih dialokasikan untuk akomodasi, yakni sebesar 37,48% pada kuartal II//2025. Kendati demikian, angkanya turun dibandingkan kuartal I/2025 yang mencapai 38,07%.

    “Kemudian [pada kuarta II/2025] untuk makan dan minum sebesar 19,53%, serta belanja dan cinderamata sebesar 11,17%. Pola pengeluaran ini relatif tidak berubah jika dibandingkan dengan pola pengeluaran pada kuartal I/2025,” tutupnya.