Category: Bisnis.com Ekonomi

  • Arah Bursa Saham AS Pekan Depan Dibayangi Data Inflasi AS

    Arah Bursa Saham AS Pekan Depan Dibayangi Data Inflasi AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Laju reli bursa saham Amerika Serikat (AS) akan diuji pekan depan dengan rilis data inflasi terbaru. Sejumlah investor menilai pasar ekuitas berpotensi mengalami koreksi setelah melesat ke rekor tertinggi.

    Melansir Reuters pada Minggu (10/8/2025), indeks acuan S&P 500 pada akhir perdagangan Jumat (8/8/2025) menguat lebih dari 8% sepanjang tahun ini dan berada di ambang level tertinggi sepanjang masa. Sementara itu, indeks teknologi Nasdaq Composite mencatat rekor baru, memulihkan penurunan yang terjadi usai laporan ketenagakerjaan yang lemah awal bulan ini.

    Sejumlah analis, termasuk dari Deutsche Bank dan Morgan Stanley, memperingatkan potensi koreksi setelah reli hampir tanpa hambatan dalam empat bulan terakhir mendorong valuasi saham ke level mahal secara historis. Periode ini juga memasuki musim yang kerap menjadi jebakan bagi pasar saham.

    Laporan indeks harga konsumen (CPI) AS untuk Juli, yang akan dirilis Selasa (12/8/2025), diperkirakan menjadi pemicu volatilitas. Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat meredam ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed).

    “Saya rasa pasar sudah berada pada posisi siap terkoreksi. Ada banyak kekhawatiran yang terpendam di bawah permukaan,” ujar Dominic Pappalardo, Chief Multi-Asset Strategist di Morningstar Wealth. 

    Sejak menyentuh titik terendah tahun ini pada April, S&P 500 sudah melonjak 28%. Kekhawatiran investor akan resesi akibat tarif mereda setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan “Liberation Day” bulan itu, meskipun sempat memicu volatilitas ekstrem di pasar.

    Menurut data LSEG Datastream, S&P 500 kini diperdagangkan di level lebih dari 22 kali estimasi laba 12 bulan ke depan, jauh di atas rata-rata jangka panjang 15,8 kali, dan merupakan valuasi tertinggi dalam lebih dari empat tahun terakhir.

    Faktor musiman juga menjadi sorotan. Berdasarkan Stock Trader’s Almanac, dalam 35 tahun terakhir, Agustus dan September menjadi bulan dengan kinerja terburuk bagi S&P 500, dengan penurunan rata-rata masing-masing 0,6% dan 0,8%.

    “Kombinasi data tenaga kerja yang melemah dengan kekhawatiran inflasi akibat tarif bisa menjadi resep untuk terjadinya koreksi, terutama di kuartal III yang secara musiman lemah,” tulis Michael Wilson, Equity Strategist Morgan Stanley. 

    Meski begitu, dia tetap optimistis dalam jangka 12 bulan dan menyebut pihaknya akan membeli di saat harga turun. Survei Reuters memperkirakan CPI Juli naik 2,8% secara tahunan. Investor akan mengamati apakah tarif impor yang diberlakukan Trump memicu kenaikan harga, setelah laporan CPI Juni menunjukkan adanya dampak tarif pada sejumlah barang.

    Taruhan pasar atas pemangkasan suku bunga The Fed menguat setelah data tenaga kerja yang lemah, dengan Fed funds futures menunjukkan peluang lebih dari 90% bahwa bank sentral akan memangkas suku bunga pada pertemuan September, dan setidaknya dua kali sepanjang tahun ini.

    Namun, skenario itu bisa terganggu jika CPI lebih tinggi dari perkiraan, sehingga membuat The Fed lebih berhati-hati memangkas suku bunga.“Kalau CPI menunjukkan pasar terlalu optimistis, volatilitas bisa meningkat.Tapi jika tidak lebih buruk dari perkiraan, ini bisa memperkuat keyakinan bahwa kita berada di titik balik kebijakan The Fed,” kata Angelo Kourkafas, Senior Investment Strategist di Edward Jones. 

    Prospek kenaikan tarif dan dampak ekonominya terus menjadi bayang-bayang bagi pasar. Meski demikian, indeks saham tetap mencetak rekor tertinggi. Kenaikan tarif impor dari puluhan negara mulai berlaku Kamis (7/8/2025), mendorong bea masuk rata-rata AS ke level tertinggi dalam satu abad. Trump juga mengumumkan rencana pengenaan tarif pada chip semikonduktor dan impor farmasi.

    China berpotensi menghadapi kenaikan tarif baru pada Selasa (12/8/2025) kecuali Trump memperpanjang gencatan dagang yang sudah ada. Matt Rowe, Senior Portfolio Manager di Man Group menyebut, pasar tampaknya mengabaikan potensi dampak negatif dari gesekan ini terhadap ekonomi.“Pasar sudah merasa nyaman dengan tarif seolah-olah itu bukan masalah, padahal menurut saya itu keliru,” ujarnya.

  • Tarif Trump 19% Berlaku, Produsen Sepatu RI Masih Berharap Turun dari 19%

    Tarif Trump 19% Berlaku, Produsen Sepatu RI Masih Berharap Turun dari 19%

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) masih berharap penurunan tarif resiprokal AS atas produk Indonesia hingga di bawah 19%. Adapun, hingga saat ini pemerintah masih berupaya untuk membuat tarif bea masuk ke AS lebih rendah. 

    Direktur Eksekutif Aprisindo Yoseph Billie Dosiwoda mengatakan pihaknya masih wait and see untuk melakukan ekspansi pasar ke AS, meskipun pemerintah menyebut tarif tersebut telah berlaku pada 7 Agustus 2025. 

    “Negara lain infonya ada yang turun, harapan kami untuk terus turun. [Tarif] 19% ini cukup berat, akan ringan jika negara pesaing lebih tinggi,” kata Billie kepada Bisnis.com, dikutip Minggu (10/8/2025). 

    Adapun, dibandingkan negara-negara Asean, tarif 19% berlaku tak hanya untuk Indonesia, tetapi juga Malaysia, Thailand, Filipina, dan Kamboja. Di sisi lain, Singapura 10%, Brunei Darussalam 25%, Vietnam 20%, Laos 40%, dan Myanmar 40%. 

    Sementara itu, dari sisi kinerja ekspor alas kaki (HS 64) sepanjang Januari-Juni 2025 tercatat mencapai US$1,29 miliar atau berkontribusi 8,73% dari total ekspor ke AS pada periode tersebut.  “Harapannya agar pesanan alas kaki Indonesia stabil ke depannya,” lanjutnya.

    Selain pasar AS, pengusaha alas kaki tengah menantikan peluang akses pasar ke Uni Eropa setelah sinyal kesepakatan kemitraan dagang Indonesia-European Union Comprehensive (IEU-CEPA) makin kuat. 

    Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa resmi mencapai perjanjian perdagangan melalui IEU-CEPA yang ditargetkan rampung pada September 2025. Kesepakatan ini dapat mendukung kemudahan akses perdagangan kedua negara. 

    Menurut Biilie, dengan disepakatinya IEU-CEPA, Indonesia akan menyusul negara tetangga di ASEAN yakni, Singapura dan Vietnam yang telah mengimplementasikan kemitraan dagang ini lebih dulu.

    Namun, dia menegaskan bahwa IEU-CEPA harus dilihat sebagai perluasan pasar ekspor tambahan bukan mengganti pasar yang ada dengan negara lain termasuk Amerika Serikat. 

    “Jadi jangan disalah artikan IEU-CEPA apabila berhasil diharapkan disepakati September meninggalkan pasar sebelumnya, tentu tidak,” jelasnya. 

    Di samping itu, pasar Amerika dan negara lain di benua lain tetap diharapkan mengalami peningkatan ekspor sehingga Indonesia dapat bersaing yang kompetitif di tingkat global, termasuk UMKM/IKM lokal dapat melalukan ekspor selain memenuhi kebutuhan pasar domestik.

    “Angka eskpor alas kaki Indonesia ke Eropa dari data yang ada 2020-2024 relatif naik turun dan menunjukan tren yang positif, merujuk angka ekspor tahun 2024 sebesar US$1,723 juta,” ungkapnya. 

    Pihaknya menargetkan, jika IEU-CEPA segera berlaku dengan tarif ekspor 0% ke wilayah Eropa maka industri sepatu dapat meningkatkan kinerja ekspor hingga 50%-60%. 

    Sementara itu, ekspor alas kaki ke AS masih jauh lebih tinggi dengan nilai mencapai US$2,47 miliar pada 2024. 

  • Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II/2025 Diragukan, Ekonom Indef Desak Transparansi

    Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II/2025 Diragukan, Ekonom Indef Desak Transparansi

    Bisnis.com, JAKARTA — Keraguan data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2025 menjadi sorotan di kalangan ekonom. Salah satu lembaga riset, Indef, mendesak pemerintah untuk memberikan keterbukaan atau transparansi informasi publik guna menjaga kinerja makroekonomi. 

    Ekonom Indef Ariyo DP Irhamna mengatakan dalam konteks pengelolaan kebijakan dan kinerja ekonomi nasional, transparansi data publik tak hanya sebagai mandat moral dan konstitusional, melainkan fondasi utama dalam membangun kepercayaan pasar dan masyarakat.

    “Saya mendorong pemerintah, khususnya Presiden dan para Menteri, utamanya Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, dan Kepala BPS, untuk mengembalikan komitmen terhadap keterbukaan data dan transparansi informasi publik,” kata Ariyo dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (10/8/2025). 

    Dalam hal ini, dia juga menyoroti sejumlah paparan publik yang dilewatkan oleh pemerintah beberapa waktu terakhir. Menurut Ariyo, beberapa data penting terkait kinerja ekonomi dan kebijakan publik mengalami pengurangan intensitas publikasi.

    Misalnya, publikasi ‘APBN Kita’ yang sebelumnya dirilis rutin tiap bulan oleh Kementerian Keuangan sebagai instrumen akuntabilitas fiskal, namun belakangan tidak lagi diterbitkan sejak awal tahun.

    “Padahal, laporan tersebut memuat informasi strategis terkait belanja negara, defisit, dan realisasi pendapatan yang sangat diperlukan untuk analisis independen para akademisi, pengusaha, dan masyarakat luas,” tuturnya. 

    Tak hanya itu, data pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sebelumnya dirilis secara berkala oleh Kementerian Ketenagakerjaan kini publikasinya mengalami kemunduran dalam hal waktu. 

    Menurut Ariyo, data tersebut sangat penting di tengah dinamika pasar tenaga kerja yang sensitif terhadap perubahan ekonomi dan teknologi.

    Kekhawatiran makin meningkat ketika Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 sebesar 5,12% (year-on-year) yang disebut tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi riil di lapangan.

    Sebab, dia menilai mesin-mesin pertumbuhan seperti investasi dan ekspor terlihat masih belum sepenuhnya pulih. Sementara itu, konsumsi rumah tangga menunjukkan pelemahan yang konsisten dengan sinyal-sinyal tekanan daya beli masyarakat. 

    “Jika pemerintah memaksakan narasi positif tanpa dukungan data yang utuh dan kredibel, maka kepercayaan pasar dan publik justru bisa terguncang,” jelasnya. 

    Dia menekankan bahwa sejumlah ekonom dan akademisi memiliki kemampuan serta perangkat analitis untuk mendeteksi anomali atau manipulasi data. 

    Dengan keterbukaan dan publikasi data yang konsisten, pemerintah justru akan dapat masukan yang objektif dan berbasis bukti yang dibutuhkan dalam merumuskan dan mengevaluasi kebijakan publik secara berkelanjutan.

    Sebab, Ariyo menilai setiap pemerintahan, tanpa terkecuali, pasti memiliki blindspot terhadap efektivitas kebijakan maupun kondisi di lapangan, terlebih di negara seluas dan sekompleks Indonesia. 

    Dalam hal ini, transparansi data memungkinkan terjadinya dialog kebijakan yang sehat, dan pada akhirnya berujung pada kebijakan yang lebih responsif dan berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat.

    “Ketidaktransparanan bukan hanya merusak kredibilitas pemerintah saat ini, tapi juga mengurangi kualitas pengambilan keputusan jangka panjang,” tuturnya. 

  • Tarif Trump Buka Jalan China Jadi Mitra Dagang Utama Jerman

    Tarif Trump Buka Jalan China Jadi Mitra Dagang Utama Jerman

    Bisnis.com, JAKARTA — China nyaris menyalip Amerika Serikat (AS) sebagai mitra dagang terbesar Jerman pada semester I/2025 seiring turunnya ekspor Jerman ke AS akibat kenaikan tarif.

    Berdasarkan data awal kantor statistik Jerman yang dikutip dari Reuters Minggu (10/8/2025), total perdagangan Jerman dengan AS mencapai sekitar 125 miliar euro (US$145 miliar) sepanjang Januari–Juni 2025, sementara perdagangan dengan China menyentuh 122,8 miliar euro.

    “Meski AS masih mampu mempertahankan posisinya sebagai mitra dagang terpenting Jerman, selisihnya dengan China sangat tipis,” ujar Ekonom Commerzbank Vincent Stamer.

    AS menyalip China sebagai mitra dagang utama Jerman pada 2024, mengakhiri dominasi 8 tahun China. Pergeseran itu terjadi seiring upaya Jerman mengurangi ketergantungan terhadap China, dengan alasan perbedaan politik dan tuduhan praktik dagang tidak adil oleh Beijing.

    Namun, dinamika perdagangan kembali berubah pada 2025 setelah Donald Trump kembali ke Gedung Putih dan memberlakukan tarif baru. Perjanjian dagang Uni Eropa–AS pada Juli menetapkan tarif sebesar 15% untuk sebagian besar produk.

    “Seiring berjalannya tahun, penurunan ekspor Jerman ke AS kemungkinan akan berlanjut bahkan semakin tajam,” kata Kepala Kebijakan Ekonomi Internasional Cologne Institute for Economic Research, Juergen Matthes.

    Ekspor Jerman ke AS pada paruh pertama tahun ini turun 3,9% menjadi 77,6 miliar euro dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Commerzbank memproyeksikan tarif baru AS akan memperlambat ekspor Jerman ke AS hingga 20%–25% dalam dua tahun ke depan.

    “Dengan demikian, China kemungkinan akan kembali merebut posisi puncak mitra dagang Jerman pada akhir tahun ini,” imbuh Stamer.

    Lonjakan Impor dari China

    Impor Jerman dari China melonjak 10,7% secara tahunan pada paruh pertama, mencapai 81,4 miliar euro. “Tampaknya perusahaan dan konsumen Jerman sulit menggantikan produk-produk asal China,” kata Stamer.

    Kenaikan ini diduga menunjukkan bahwa China mulai mengalihkan arus perdagangan dari AS ke Eropa, membanjiri pasar Jerman dan Eropa dengan barang-barang murah, menurut Kepala Ekonomi Makro Global ING Carsten Brzeski.

    Matthes dari Cologne Institute menambahkan, pelemahan signifikan nilai yuan terhadap euro juga membuat barang impor dari China menjadi lebih murah.

    Sementara itu, ekspor Jerman ke China anjlok 14,2% menjadi 41,4 miliar euro, di tengah ketatnya persaingan dengan produsen asal China.

    Penurunan tajam ekspor tersebut, ditambah lonjakan impor, menyebabkan defisit perdagangan Jerman dengan China mencapai rekor €40 miliar, terbesar kedua setelah 2022.

    “Seluruh perkembangan ini merugikan perekonomian Jerman dan semakin memperparah krisis industri,” ujar Matthes.

  • Anggota Dewan Gubernur The Fed Ini Dorong Tiga Pemangkasan Suku Bunga pada 2025

    Anggota Dewan Gubernur The Fed Ini Dorong Tiga Pemangkasan Suku Bunga pada 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Pengawasan Dewan Gubernur Federal Reserve (The Fed) AS, Michelle Bowman menyatakan bahwa dia mendukung tiga pemangkasan suku bunga tahun ini. Bowman mengatakan dalam pernyataan tertulisnya bahwa pandangannya diperkuat oleh data pasar tenaga kerja yang lemah baru-baru ini.

    “Pengambilan keputusan pada pertemuan pekan lalu akan secara proaktif mengantisipasi risiko memburuknya kondisi pasar tenaga kerja dan pelemahan lebih lanjut aktivitas ekonomi,” kata Bowman dalam sambutan yang disiapkan untuk pertemuan Asosiasi Bankir Kansas dikutip dari Reuters, Minggu (10/8/2025).

    Laporan ketenagakerjaan bulanan Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (8/8/2025) menunjukkan tingkat pengangguran naik menjadi 4,2%, yang oleh Bowman disebut “hampir membulat ke 4,3%”. Laporan itu juga merevisi data sebelumnya, menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja melambat tajam dalam tiga bulan terakhir menjadi rata-rata 35.000 per bulan.

    Menurut Bowman, hal ini jauh di bawah laju moderat pada awal tahun yang kemungkinan disebabkan oleh pelemahan signifikan pada permintaan tenaga kerja. 

    “Proyeksi Ekonomi Saya mencakup tiga kali pemangkasan suku bunga tahun ini, konsisten dengan perkiraan saya sejak Desember lalu, dan data pasar tenaga kerja terbaru memperkuat pandangan tersebut,” kata Bowman.

    Adapun, The Fed masih memiliki tiga pertemuan kebijakan tersisa tahun ini, yakni pada September, Oktober, dan Desember.

    Bulan lalu, Bowman menjadi salah satu dari dua gubernur The Fed yang menyatakan tidak setuju atau dissent terhadap keputusan bank sentral AS mempertahankan suku bunga jangka pendek di kisaran 4,25%–4,50% yang berlaku sejak Desember.

    Sebagian besar pejabat The Fed cenderung lebih berhati-hati terhadap penurunan suku bunga, mengingat potensi kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump dapat mengganggu upaya menurunkan inflasi menuju target 2%. Namun, dalam beberapa hari terakhir, sejumlah pembuat kebijakan The Fed tampak semakin mendukung pemangkasan suku bunga.

    Secara historis, ekonom menilai penciptaan 100.000 lapangan kerja per bulan konsisten dengan pasar tenaga kerja yang stabil. Namun, pengurangan besar dalam imigrasi sejak Trump memulai masa jabatan keduanya pada Januari membuat angka tersebut kemungkinan lebih rendah.

    Dukungan penuh Bowman terhadap pemangkasan suku bunga datang di tengah tekanan Trump kepada The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneter sepanjang tahun ini. 

    Pencarian pengganti Ketua The Fed Jerome Powell — yang masa jabatannya berakhir Mei mendatang — sedang berlangsung, dengan beberapa kandidat, termasuk sesama dissent Bowman, Christopher Waller, masuk dalam pertimbangan. Bowman mengungkapkan bahwa dia sudah mulai mendorong pemangkasan suku bunga Juli sejak rapat The Fed pada Juni.

    Trump sendiri menyebut data ketenagakerjaan terbaru “direkayasa” dan memecat Kepala Biro Statistik Tenaga Kerja sesaat setelah laporan tersebut dirilis.

    Bowman mengulang pandangannya bahwa revisi besar dalam data membuatnya berhati-hati untuk menarik kesimpulan dari laporan pasar tenaga kerja. Namun, dia menyebut berita terbaru mengenai pertumbuhan ekonomi, pasar tenaga kerja, dan inflasi konsisten dengan meningkatnya risiko terhadap sisi ketenagakerjaan dari mandat ganda The Fed.

    Inflasi

    Dia menambahkan, data inflasi terbaru juga meningkatkan keyakinannya bahwa tarif impor yang diberlakukan pemerintahan Trump tidak akan memicu inflasi yang persisten.

    Tanpa kenaikan harga barang terkait tarif, inflasi inti berada jauh lebih dekat ke target 2% The Fed dibandingkan angka resmi 2,8% pada Juni, berdasarkan perubahan tahunan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti.

    Menurut Bowman, kebijakan pemerintahan Trump, termasuk pemotongan pajak dan deregulasi, kemungkinan akan mengimbangi dampak negatif atau tekanan harga dari bea impor.

    Dengan permintaan perumahan yang diperkirakan terlemah sejak krisis keuangan dan pasar tenaga kerja yang tidak lagi mendorong inflasi, risiko kenaikan terhadap stabilitas harga telah berkurang. 

    Dia mengatakan,pelonggaran kebijakan secara bertahap dari posisi moderat-restriktif saat ini akan mengurangi kemungkinan Komite harus melakukan koreksi kebijakan yang lebih besar jika pasar tenaga kerja memburuk lebih lanjut.

  • Produksi Alat Berat Naik 33% Semester I/2025, Tambang Bukan Penopang

    Produksi Alat Berat Naik 33% Semester I/2025, Tambang Bukan Penopang

    Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (Hinabi) mencatat produksi alat berat sebanyak 4.460 unit pada semester I/2025. Angka tersebut naik 33,65% (year on year/YoY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu 3.337 unit. 

    Dalam laporan terbaru Hinabi, permintaan tertinggi masih didominasi oleh hydraulic excavator sebanyak 3.709 unit, bulldozer 3.885 unit, dan dump truck 358 unit. 

    Ketua Umum Hinabi Widayat Raharjo mengatakan kenaikan produksi secara tahunan ini sejalan dengan permintaan alat berat sektor agrikultur yang mengalami peningkatan sejak akhir semester lalu. 

    “First semester tahun 2025 masih imbas dari tahun lalu di mana permintaan tahun lalu sangat tinggi dan berlanjut tahun ini kuartal II/2025,” kata Widayat kepada Bisnis.com, dikutip Minggu (10/8/2025). 

    Terjadi pergeseran tren permintaan dari sektor pertambangan ke arah agrikultur. Adapun, pangsa pasar agrikultur saat ini 40%, kehutanan 45%, konstruksi 10%, dan pertambangan 5%. 

    Penurunan permintaan dari sektor pertambangan disebut terimbas harga komoditas batu bara yang mengalami penurunan. Dia pun memproyeksi tren permintaan ke depan masih akan turun untuk sektor ini. 

    “Sangat berpengaruh, ini bisa dilihat harga batu bara drop berimbas ke demand mining big drop,” jelasnya. 

    Sejak 2022, produksi alat berat nasional mengalami tren penurunan secara tahunan setelah mencapai rekor produksi di angka 8.826 unit di tahun tersebut. 

    Pada 2023, produksi turun ke angka 8.066 unit dan turun menjadi 7.022 unitt pada 2024. Kendati demikian, pihaknya masih optimistis tahun ini produksi akan kembali normal. 

    “Tahun ini yang menarik adalah food estate, kami dari Hinabi berupaya bagaimana Hinabi dapat berkontribusi dengan maksimal di sektor tersebut,” tuturnya. 

    Namun, Widayat masih menemukan tantangan yakni dalam hal pengembangan kualitas produk yang andal dan berdaya saing tinggi agar memenuhi kebutuhan pasar. 

  • Anggaran Rp43 Triliun Disiapkan untuk Renovasi 2 Juta Unit Rumah Tahun Depan

    Anggaran Rp43 Triliun Disiapkan untuk Renovasi 2 Juta Unit Rumah Tahun Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengungkap peta jalan pelaksanaan program 3 juta rumah Tahun Anggaran (TA) 2026.

    Wakil Menteri (Wamen) Fahri Hamzah menjelaskan program 3 juta rumah tahun depan bakal dikebut realisasinya melalui program renovasi atau Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) sebanyak 2 juta rumah.

    “Renovasi dua juta rumah yang akan dimulai pada tahun anggaran mendatang dengan alokasi dana sekitar Rp43 triliun,” jelasnya dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (10/8/2025).

    Fahri melanjutkan, program 2 juta BSPS tersebut nantinya bakal ditujukan bagi masyarakat yang telah memiliki rumah, khususnya di desa, tetapi membutuhkan renovasi agar layak huni.

    Kemudian, sisanya yakni sebanyak 1 juta unit bakal dipenuhi melalui skema kerja sama kemitraan strategis dengan sektor swasta. Terutama untuk restorasi kawasan kumuh dan penyediaan hunian layak di perkotaan. 

    Selain itu, Fajri juga menyebut bakal melakukan penataan kawasan pesisir dan pembangunan rumah vertikal, dengan prioritas pada sekitar 10% wilayah pesisir Indonesia, sejalan dengan target pengurangan backlog perumahan nasional sebesar 20 juta unit.

    Fahri turut merinci sejumlah strategi yang bakal dijalankan guna meningkatkan fasilitas hunian masyarakat. Dia menegaskan bahwa arah subsidi perumahan ke depan harus difokuskan pada tanah, bukan semata pada kredit perumahan. 

    “Elemen subsidi di seluruh dunia adalah tanah, bukan kredit. Dengan mengendalikan harga dan zonasi tanah, negara dapat memastikan pembangunan rumah sesuai kepentingan publik, bukan hanya orientasi keuntungan,” tegasnya.

    Pada saat yang sama, Fahri juga menggarisbawahi pentingnya penyediaan hunian vertikal terjangkau melalui konsolidasi lahan oleh negara dan skema sewa jangka panjang. 

    Fahri mengaku optimistis strategi tersebut akan menciptakan efek berganda yang signifikan pada pasar realestate dan lebih jauh bakal berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Ketiga program ini tidak hanya mengurangi backlog perumahan, tetapi juga menggerakkan sektor konstruksi, bahan bangunan, tenaga kerja, dan investasi swasta. Dampaknya langsung terasa terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” tutupnya.

  • Harga Indeks Batu Bara Diproyeksi Rebound Semester II/2025, Pengusaha Pacu Ekspor

    Harga Indeks Batu Bara Diproyeksi Rebound Semester II/2025, Pengusaha Pacu Ekspor

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu bara Indonesia (Aspebindo) optimistis terjadi pemulihan ekspor setelah harga indeks komoditas ini bergerak turun pada periode kedua Juli 2025. 

    Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho mengatakan, pihaknya melihat penurunan volume ekspor batu bara pada Semester I/2025 secara tahunan dibandingkan periode yang sama 2024. 

    Data MODI Minerba ESDM menunjukkan bahwa, volume ekspor batu bara mengalami penurunan sebesar 6,13%, dari 198,13 juta ton pada Semester I / 2024 menjadi 185,98 juta ton pada Semester I/2025. 

    “Apabila mengacu kepada data ESDM tersebut persentase penurunan volume ekspor batubara pada semester I/2025 sebenarnya tidak sampai 21%. Memang terjadi penurunan volume permintaan dari pasar global saat ini,” ujar Fathul dalam keterangan tertulis, Minggu (10/8/2025). 

    Dia menerangkan faktor utama yang menyebabkan penurunan ekspor batu bara Indonesia yakni melemahnya permintaan dari importir utama seperti China dan India. Menurut Fathul, penurunan permintaan tersebut didorong oleh peningkatan produksi batu bara domestik di China dan India. 

    Dalam laporan International Energy Agency (IEA) menyebutkan bahwa China telah meningkatkan produksi batu bara mereka secara masif sebagai bagian dari strategi ketahanan energi nasional. 

    Demikian pula di India, Kementerian Batu bara India mengumumkan bahwa produksi batu bara domestik mencapai rekor tertinggi pada tahun fiskal 2024-2025, mengurangi ketergantungan mereka pada impor.

    Untuk diketahui, harga batu bara acuan internasional, termasuk Indonesian Coal Index (ICI) telah turun sekitar 20% year-to-date hingga minggu 1 Juli 2025. “Sebagai ilustrasi, ICI 4 yang mewakili batu bara 4.200 GAR, juga mengalami tren penurunan yang signifikan,” jelasnya. 

    Sementara itu, berdasarkan data dari Argus Coalindo, harga ICI 4 tercatat di kisaran US$40.68 per ton pada awal Juli 2025. Adapun, penurunan tersebut membuat banyak eksportir menahan volume penjualan mereka untuk menghindari kerugian. 

    Kendati demikian, dia melihat dalam empat minggu terakhir ini, harga ICI 4 mulai melandai dan menunjukkan tanda-tanda rebound tipis, yaitu berada di sekitar US$41.92 per ton pada awal Agustus 2025. 

    “Pergerakan ini mengindikasikan bahwa harga telah mencapai garis support, yang diduga kuat adalah harga pokok produksi bagi sebagian besar produsen,” jelas Fathul.

    Pasar batu bara global saat ini menghadapi tantangan besar karena kelebihan pasokan, yang utamanya didorong oleh peningkatan produksi dari negara-negara seperti China, India, dan Mongolia. 

    Di sisi lain, Rusia juga sering kali menawarkan harga yang lebih kompetitif di pasar Asia. Sementara itu, Australia, sebagai produsen utama, juga terus berupaya merebut pangsa pasar yang ada.

    “Meskipun terjadi penurunan harga di semester pertama 2025, kami optimis mengenai prospek ekspor batu bara nasional di semester kedua 2025,” tuturnya.

    Pihaknya berharap tren peningkatan harga batu bara Internasional terus berlanjut dengan ICI 4 hingga akhir 2025 diharapkan dapat naik sekitar 10-20% dari harga awal Agustus ini mencapai kisaran US$45-US$48 per ton 

    “Tentunya ini akan memberikan sinyal harga yang positif bagi para eksportir. Dengan harga yang lebih stabil dan menguntungkan, produsen akan termotivasi untuk meningkatkan kembali volume ekspornya,” tambahnya.

    Jika kondisi pasar global tidak berubah signifikan dan tren kenaikan harga terus berlanjut, pihaknya menargetkan volume ekspor batu bara akan kembali meningkat. “Ke depannya, kami tetap memantau situasi dengan cermat dan berharap adanya stabilitas harga yang lebih baik,” katanya. 

  • Bank Indonesia Mau Guyur Insentif Rp80 Triliun di Program 3 Juta Rumah

    Bank Indonesia Mau Guyur Insentif Rp80 Triliun di Program 3 Juta Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengungkap kelanjutan kerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dalam mendorong realisasi penyaluran perumahan untuk program 3 juta rumah.

    Dalam laporannya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan bahwa pihaknya saat ini telah menyiapkan insentif senilai Rp80 triliun untuk penyaluran Giro Wajib Minimum (GWM) kepada industri perbankan yang melakukan penyaluran kredit perumahan.

    Untuk diketahui, insentif Giro Wajib Minimum (GWM) adalah kebijakan Bank Indonesia yang memberikan kelonggaran atau pengecualian dalam pemenuhan kewajiban GWM kepada bank-bank yang mendukung penyaluran kredit pada sektor tertentu, di mana dalam kasus ini yakni sektor properti.

    Dengan injeksi tersebut, diharapkan akses pembiayaan perumahan atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masyarakat dapat lebih terakselerasi.

    Tak hanya itu, Perry juga menyebut tengah menyiapkan pemberian insentif Surat Berharga Negara (SBN) kepada sektor properti.

    “Selama setahun ini kami sudah membeli SBN dari pemerintah Rp 155 triliun. Dari Rp 155 triliun sekitar Rp 45 triliun oleh Menteri Keuangan disalurkan untuk pendanaan perumahan rakyat,” jelasnya dalam keterangan resmi, Minggu (10/8/2025).

    Gubernur BI menjelaskan, terdapat tiga alasan penting mengapa sektor perumahan rakyat perlu menjadi prioritas tidak hanya pemerintah tapi juga Bank Indonesia. Pertama, sektor perumahan rakyat jelas akan menyejahterakan rakyat karena mampu menyediakan rumah bagi rakyat.

    Kedua, sektor perumahan termasuk perumahan rakyat juga mendukung pertumbuhan ekonomi. Serta ketiga, sektor perumahan khususnya perumahan rakyat menciptakan lapangan kerja banyak. 

    “Kalau perumahan maju, pasirnya, beli pasirnya nambah, batu batanya nambah, semennya nambah, besinya nambah, gentengnya nambah, sehingga itu mendorong sektor-sektor yang lain di pertumbuhan ekonomi,” terangnya.

    Menanggapi hal itu, Menteri PKP Maruarar Sirait (Ara) menjelaskan dukungan Bank Indonesia merupakan bentuk sinergi yang baik untuk Program 3 Juta Rumah Presiden Prabowo Subianto. 

    Apalagi, tambah Ara, dari data yang ada pelaksanaan pembangunan perumahan bisa mendorong sektor industri dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

    “Hingga hari ini pembangunan perumahan masih menunjukkan tren kenaikan positif untuk rumah subsidi. Jadi Program 3 Juta Rumah sebagaimana arahan Presiden Prabowo juga perlu melibatkan berbagai pihak dan bersinergi termasuk BI,” pungkasnya.

  • Jepang Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Hampir Separuh

    Jepang Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2025 Hampir Separuh

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah Jepang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 hampir separuh dari 1,2% menjadi 0,7% pada akhir tahun fiskal nanti. Sinyal suramnya pertumbuhan seiring dengan tekanan tarif Amerika Serikat (AS) yang memperlambat belanja modal serta inflasi. Keadaan yang menekan konsumsi rumah tangga serta mengancam pemulihan ekonomi

    Melansir Reuters pada Minggu (10/8/2025), dalam estimasi revisi yang disampaikan pada pertemuan Dewan Ekonomi tertinggi Jepang, pemerintah menurunkan proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) riil untuk tahun fiskal 2025 yang berakhir Maret 2026 menjadi 0,7%.

    Meski masih di atas perkiraan sektor swasta sebesar 0,5%, proyeksi terbaru ini mencerminkan kekhawatiran bahwa tarif AS akan membuat perusahaan Jepang lebih berhati-hati dalam belanja modal dan menekan ekspor, dua pendorong utama pertumbuhan ekonomi negara Matahari Terbit itu.

    Outlook konsumsi rumah tangga, yang menyumbang lebih dari separuh perekonomian Jepang, juga direvisi turun seiring inflasi yang terus menggerus daya beli.

    Anggota sektor swasta dalam dewan tersebut memperingatkan inflasi berpotensi semakin melemahkan belanja konsumen jika kecepatannya meningkat.

    “Bank of Japan harus menjalankan mandat stabilitas harga dan secara berkelanjutan mencapai target inflasi 2%,” ujarnya.

    Kemudian, untuk tahun fiskal 2026 yang dimulai pada April 2026, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan sedikit meningkat menjadi 0,9%, dengan keyakinan bahwa perekonomian akan tetap bertumpu pada pemulihan permintaan domestik seiring prediksi pertumbuhan upah melampaui inflasi dan mendorong konsumsi rumah tangga.

    Pemerintah mempertahankan proyeksi pencapaian surplus anggaran primer pada 2026 untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, bahkan memperkirakan surplus lebih besar senilai 3,6 triliun yen (US$24,39 miliar) berkat kenaikan penerimaan pajak.

    Saldo anggaran primer, yang tidak memasukkan penjualan obligasi baru dan biaya layanan utang, menjadi indikator utama sejauh mana kebijakan dapat dibiayai tanpa menambah utang.

    Namun, proyeksi positif tersebut belum memasukkan potensi pemotongan pajak dan pemberian bantuan tunai yang tengah dipertimbangkan pemerintah, di tengah meningkatnya tekanan dari oposisi untuk memperluas belanja guna meredam lonjakan biaya hidup.

    Posisi politik Perdana Menteri Shigeru Ishiba semakin melemah setelah koalisinya mengalami kekalahan telak dalam pemilu majelis tinggi bulan ini, menyusul kehilangan mayoritas di majelis rendah pada Oktober tahun lalu.